Você está na página 1de 25

SMF Bagian Ilmu Penyakit Mata LAPORAN KASUS

RSUD Prof.DR. W. Z. Johannes Kupang JUNI 2019


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

HIFEMA

Disusun Oleh

Alce Apri Feranita Suki, S.Ked (1408010070)

Pembimbing :

dr.Komang Dian Lestari, M.Biomed,SpM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES

KUPANG

2019

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 1


HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Referat dengan judul : Hifema atas Nama : Alce Apri Feranita Suki,S.Ked
NIM 1408010070 pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik
bagian Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada tanggal Juni 2019

Mengetahui Pembimbing :

dr. Komang Dian Lestari, M.Biomed, Sp.M 1.

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 2


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat
dengan judul Hifema di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Mata RSUD Prof. W. Z.
Johannes / Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan Referat ini
tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Komang D. Lestari, M.Biomed, Sp.M, selaku pembimbing dalam


penyusunan referat ini
2. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.SM selaku kepala SMF bagian Ilmu Penyakit
Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes
3. Seluruh staf SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes –
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna
maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat
ini memberi manfaat bagi banyak orang.

Kupang, Juni 2019

Penulis

BAB I

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 3


PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai fungsi
dalam penglihatan. Oleh karena fungsinya yang sangat penting, mata mempunyai
sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan
lemak retrobulbar. Namun, sering kali mata juga masih mendapat trauma dari luar.
Trauma tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak,
saraf mata atau rongga orbita. Kerusakan mata tersebut akan dapat mengakibatkan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan dan yang paling berat dapat
menyebabkan kebutaan.(1)
Trauma yang terjadi pada mata dapat berupa trauma tumpul, trauma
tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi. Trauma dapat mengenai
jaringan mata seperti kelopak, kongjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil
saraf optik, dan orbita. Salah satu trauma tumpul yang mengenai uvea adalah
hifema. Hifema adalah keadaaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan
yang terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris dan badan
siliar. Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul, radang dalam mata, trauma
tajam atau tembus, intraoperasi atau pasca operasi, neovaskularisasi, anomali
vaskuler dan neoplasma ocular.(1)(2)(3)(4)(5)
Hifema akibat trauma ditemui pada anak-anak maupun orang dewasa.
Biasanya karena kecelakaan saat bermain, kecelakaan lalu lintas, dan berkelahi.
Hifema juga meningkat seiringnya meningkatnya kekerasan pada anak-anak. Dan
berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dari perempuan. Di Amerika
Serikat insiden hifema 17-20 per 100.000 orang per tahun. Dimana banyak terjadi
pada orang muda, remaja dan mahasiswa serta pekerja. Insiden pada pria 78,6 %.
(6)(7)

Biasanya pasien hifema datang dengan keluhan penglihatan menurun,


mata merah serta rasa sakit. Pengobatan pada pasien hifema dengan merawat
pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala,
setelah itu diberi koagulasi dan mata pasien ditutup. Pengobatan pada hifema

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 4


bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit, menghentikan perdarahan,
kemungkinan tekanan bola mata naik atau glaucoma, dan kemungkinan perlunya
pembedahan. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada hifema antara lain
perdarahan sekunder, glaucoma sekunder, hemosiderosis kornea, sinekia posterior,
dan atrofi optik.(2)
Oleh karena itu, perlunya pengetahuan bagi dokter dan paramedis lainnya
untuk memahami secara mendalam mengenai hifema. Pemahaman yang baik
dapat menentukan terapi dan tindakan yang akan diambil sehingga dapat
mencegah komplikasi yang dapat terjadi.

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 5


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah: sklera, kornea,
koroid, badan siliaris, iris, dan retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata.(2)

Gambar 2.1 Anatomi mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh
selubung fascia bola mata. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal
24 mm. Bola mata yang bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang
lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola
mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:(2)

1. Tunica fibrosa

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 6


Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik
yang terkait yaitu v. vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di
depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata.(2)
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh: (1) choroidea (terdiri atas lapis luar
berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular), (2) corpus ciliare (ke belakang
bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer
iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris, dan (3) iris
(diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu
pupil). Iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan
dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas
serat-serat sirkuler dan radier.(2)

Gambar 2.2 Anatomi bilik mata depan dan jaringan sekitar


3. Tunica sensoria (retina)

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 7


Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ
reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di
tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif
dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.(2)
Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian–bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu
cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini
berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus
menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang
memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang lain
arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula
lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot
orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua
kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.(2)

Gambar 2.3 Vaskularisasi bola mata

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 8


Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7
arteri siliar anterior. Arteri ini akan bergabung membentuk arteri sirkulasi mayor
dan kemudian memperdarahi iris dan badan silier.(2)
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,
dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus
melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui
fisura orbitalis inferior.(2)

Gambar 2.4 Vaskularisasi pada segmen anterior

2.2 Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik
mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang
terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.(2)

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 9


Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit,
disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan pasien akan sangat
menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-
kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.(2)
2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat insiden hifema 17-20 per 100.000 orang per tahun.
Dimana banyak terjadi pada orang muda, remaja dan mahasiswa serta pekerja.
Insiden pada pria 78,6 %. Hifema akibat trauma ditemui pada anak-anak maupun
orang dewasa. Biasanya karena kecelakaan saat bermain, kecelakaan lalu lintas,
dan berkelahi. Hifema juga meningkat seiringnya meningkatnya kekerasan pada
anak-anak. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dari perempuan. (6)(7)
Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru,
menunjukkan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus hifema. Kasus terbanyak
pada usia 1-12 tahun. Penyebab tersering akibat benda tumpul.(8)
Olahraga penyebab dari 60% pada populasi anak muda. Penggunaan
pelindung mata (lensa polycarbonate dengan bingkai keras) dapat secara
signifikan menurunkan angka kejadian hifema. 57% pasien trauma mata dengan
hifema berlanjut pada kerusakan segmen posterior dari mata tersebut. Dalam hal
ini maka perlu tindakan evaluasi dalam menilai seberapa besar akibat trauma pada
segmen posterior mata.(6)
2.4 Etiologi
Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul, radang dalam mata, trauma
tajam atau tembus, intraoperasi atau pasca operasi, neovaskularisasi, anomali
vaskuler dan neoplasma ocular.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Hifema yang terjadi karena trauma
tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola
mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid.

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 10


Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan
arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar,
pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di
kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan
berada di bagian terendah.
Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena radang dalam mata pada iris
dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah. Inflamasi yang parah dengan
tidak didukung oleh pengobatan yang adekuat dapat mengakibatkan vasodilatis
pada pembuluh darah pada iris. Dikarenakan pembuluh darah pada iris sangat tipis
dan halus mengakibatkan pembuluh darah mudah pecah dan mengakibatkan
hifema. Pada perdarahan intraoperatif disebabkan oeh trauma pada badan siliar
atau iris. Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak, siklodialisis.
Pada postoperasi awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh darah uvea yang
mengalami trauma dari spasme sebelumnya.
Pada intraoperasi atau pasca operasi seperti kesalahan tertentu dalam
operasi mata dapat menimbulkan merobeknya pembuluh darah pada iris dan
rusaknya bilik mata depan. Sehingga darah dalam aqueous dapat membentuk
suatu lapisan yang dapat terlihat yang disebut hifema.
Sedangkan keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang
terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan
pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma). (6)(5)(9)
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi hifema berdasarkan penyebabnya(6,11):
a. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
b. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
c. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
d. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah.
e. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 11


Klasifikasi hifema berdasarkan onset perdarahannya dapat dibedakan menjadi:
a. Hifema primer, terjadi langsung sampai dua hari setelah trauma pada mata
b. Hifema sekunder, terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata.
Klasifikasi hifema berdasarkan darah yang terlihat, terbagi atas:
a. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
b. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop (6)(9)
Berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi menjadi
beberapa grade menurut Nash berdasarkan tampilan klinisnya:(6)(10)
a. Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58% kasus)
b. Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20% kasus)
c. Grade III: darah mengisi hampir total COA (14% kasus)
d. Grade IV: darah memenuhi seluruh COA (8% kasus)

Gambar 2.5 Derajat keparahan hifema

Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam


menentukan tatalaksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 12


cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus membentuk clot
dan menempel pada iris. Sisanya 10% kasus membentuk clot berwarna gelap dan
kontak dengan endothelium. Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah
dengan mengukur (dalam millimeter) tinggi darah dari limbus inferior (arah jam 6)
dimana metode ini membantu memonitoring perkembangan penyembuhan ataupun
kemungkinan berulangnya perdarahan.
2.6 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema.
Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan
kontusi sehinga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang
rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler akut sehingga menyebabkan rupture pembuluh
darah pada iris dan badan silier. (6)(11)

Gambar 2.6 Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada Camera Oculi Anterior (COA).
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat
juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat
bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 13


pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan
darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari
bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung
hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah
pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh
aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan
darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan
darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik
mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih
hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus
dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena
resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanalis Schlemm sedangkan sisanya akan
diabsorpsi melalui permukaan iris. Penyerapan iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma.

2.7 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 14


Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau
adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai
dengan nyeri, gangguan penglihatan dan sensitif terhadap cahaya.
Ditemukan juga adanya tanda-tanda iritasi dari konjungtiva dan
pericorneal, blefarospasme, edema palpebra. Bila terdapat riwayat trauma,
perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai mata,
arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung pada saat kejadian.
Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit
yang mempengaruhi tekanan intraokuler, riwayat tindakan pembedahan
dan riwayat penyakit metabolik serta kemungkinan keganasan.9
2. Pemeriksaan fisik dan oftalmologis
Pemeriksaan oftalmologi dilakukan secara menyeluruh meliputi
pemeriksaan visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian
anterior dan posterior serta TIO. Terdapat penumpukan darah yang terlihat
dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan
darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.9
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena
darah mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini
secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat
akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan
intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat
terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang
berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior.
Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan
jaringan kornea.9,10
3. Pemeriksaan penunjang9,10

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 15


a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata
Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous
humor, iris dan retina.
b. Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glaukoma.
c. Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d. Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f. Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila
TIO normal atau meningkat ringan. (4)
2.9 Penatalaksanaan(1)(2)(3)(12)
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan
mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi.

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi


1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º-45 º (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 16


banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang
harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat
kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih
pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat
tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat
di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu
untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas
digunakan obat-obatan seperti :
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan atau menghentikan perdarahan. Misalnya:
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini
dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak
terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan
terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250
mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga
imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra
okular.

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 17


 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,
tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,
walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh
dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama
24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas
normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea
Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan
dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya
masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
4. Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5
hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan
bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 18


> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila
ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior
perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama
9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Hifema total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih
selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari
dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak
terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :


Tindakan pembedahan pada hifema harus dimulai dengan pemberian asetazolamid
atau manitol intravena bila terjadi peningkatan TIO. Pembedahan harus dilakukan
diabawah anestesi umum (general anasthesia). Pendekatan pembedahan yang
dapat dilakukan, yakni:
1. Evakuasi hifema dengan instrumen vitrektomi

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 19


Evakuasi hifema dilakukan dengan menggunakan instrumen vitrektomi.
Awalnya dibuat sayatan kornea dengan pisau, untuk menghindari iris dan
lensa, pisau didorong ke bilik mata depan sedemikian rupa sehingga
sejajar dengan iris. Selanjutnya dimasukkan instrumen vitrektomi dan
dilakukan evakuasi hifema dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya
perdarahan sekunder.

Gambar 2.7 Evakuasi hifema dengan instrumen vitrektomi

2. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut:
dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan
permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka
koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar
seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis.
Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Parasentesis dilakukan bila TIO tidak turun dengan medikamentosa atau
jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

Gambar 2.8 Parasentesis

3. Irigasi dan aspirasi melalui insisi kecil.

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 20


Teknik ini memiliki keuntungan karena hanya menyebabkan sayatan kecil.
Sayatan dilakukan umumnya pada arah jam 1 di mata kanan dan jam 11 di
mata kiri. Jarum irigasi dimasukkan melalui endotel kornea dan secara
perlahan membersihkan bekuan darah pada bilik mata depan. Pada teknik
ini, biasanya tetap meninggalkan jaringan fibrin yang telah terbentuk
karena proses hemostasis.
4. Irigasi bekuan darah dengan trabekulektomi
Umumnya teknik ini dilakukan apabila teknik yang lain tidak memberikan
hasil. Dilakukan sayatan pada sklera hingga mengenai trabekula meshwork
dan dilakukan irigasi bekuan darah.

Gambar 2.9 Trabekulektomi

2.10 Komplikasi(6)
1. Perdarahan sekunder
Perdarahan ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan
dari perdarahan primernya.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah.
Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh
karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga
terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi
gangguan pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 21


Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena
hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali
jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di
dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang
mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien
dengan evakuasi bedah pada hifema.
5. Atrofi optik
Disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,
uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar
yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga
pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan
menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila
sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular
masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat
menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga
mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh
COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan
penglihatan lebih menurun lagi.
2.11 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan
hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 22


mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)
karena dapat menyebabkan kebutaan (14)

2.12 Pencegahan
Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan
peralatan pelindung pada mata seperti googles. Trauma pada pembedahan juga
dapat terjadi, namun dapat dilakukan pencegahan berupa menggunaan obat
acetazolamid intravena dan manitol perlu diberikan apabila terdapat peningkatan
TIO (Tekanan Intra Ocular) atau pasien dengan anestesi umum. Pemberian terapi
ini diharapkan dapat mencegah terjadinya hifema intra dan post operatif. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan ulang maka perlu diberikan pengobatan
antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.(14)

BAB III
KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata


depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Hifema dapat terjadi akibat
trauma tumpul, radang dalam mata, trauma tajam atau tembus, intraoperasi atau
pasca operasi, neovaskularisasi, anomali vaskuler dan neoplasma ocular.
Penegakan diagnosis dengan menanyakan pada pasien apakah terdapat
riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa
dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 23


tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan
terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan
sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic,
disorientasi atau somnolen. Penatalaksanaan hifema dapat berupa tindakan non
operatif dan operatif. Tindakan non operatif berupa tirah baring, pemberian obat-
obatan, dan bebat mata. Sedangkan, tindakan operatif berupa parasentesis.
Komplikasi pada hifema yang dapat terjadi perdarahan sekunder,
glaucoma sekunder, hemosiderosis kornea, sinekia posterior, dan atrofi optik.
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang
sempurna dalam beberapa hari. Pencegahannya dengan menggunakan peralatan
pelindung pada mata seperti googles.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 284 p.
2. Ilyas S. Ilmu Perawatan Mata. 1st ed. Jakarta: Sagung Seto; 2004. 171-172
p.
3. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Oftamologi Umum Vaughan & Asbury. 17th
ed. Susanto D, editor. Jakarta: EGC; 2012. 377-378 p.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata. 2nd
ed. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo
PS, editors. Jakarta: Sagung Seto; 2010. 266 p.
5. Boyd K. Hyphema [Internet]. American Academy of Ophtalmology. 2015
[cited 2016 Mar 13]. Available from: http://www.aao.org/eye-health
6. Nash DL. Hyphema [Internet]. Medscape. 2015. Available from:
http://emedicine.medscape.com
7. Ghafari AB, Siamian H, Aligolbandi K, Vahedi M. Hyphema Caused by
Trauma [Internet]. ScopeMed. 2014. Available from:
http://www.scopemed.org/?mno=46174

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 24


8. Sheppard, JD. 2013. Hifema pada www.emedicine.medscape.com diakses
pada tanggal 8 Juni 2019
9. Gault J, Wander J V. Ophthalmology Secrets in Color. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. 196-206 p.
10. Gragg J, Baker MB. Hyphema. Stat Pearls- NCBI Bookshelf. 2018.1-6.
11. Lenihan P, Hitchmoth D. Traumatic Hyphema: A Teaching Case Report.
Optom Educ [Internet]. 2014;39. Available from:
http://journal.opted.org/articles/Volume39_Number3_Summer2014-
Article1.pdf
12. Sheppard J. Hyphema (Bleeding in Eye) [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. 2014. Available from: http://www.webmd.com
13. Bansal S, Gunasekeran DV, Ang B, Lee J, Khandelwal R, Sullivan P,
Agrawal R. Controversies in the pathophysiology and management of
hyphema. 2015. Survey of Ophthalmology. 2016;61:297-308.
14. Vera Y. Hifema [Internet]. Kesehatan mata - THT. 2014. Available from:
http://redboxmedicalplus.wordpress.com

REFERAT HIFEMA | ALCE APRI FERANITA SUKI | 1408010070 25

Você também pode gostar