Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstract
This study aims to explain about Rejang People in their customary law which according to
Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang. As the majority ethnic who inhabits the area of
Rejang Lebong, it is not denied if the positive law is so enacted remembering the diversity
of migrants in Rejang Lebong today. However, the unique of Rejang people today is still
holding tight to their customary law in their society life despite that the positive law is still
applied. As for their guidelines on customary law contained in Kelpeak Ukum Adat Ngen
Ca’o Kutei Jang. The traditional institution which has important role in implementing the
guidelines of customary laws in solving various problems in society is Jenang kutai or
village judge. The method of this research is qualitative method by collecting data such as
literary study, interview the informant and field observation as well. The results of this
study show that the role of Jenang Kutai or village judge in Rejang Lebong really have an
active role in solving every problem in society. The issue is not only experienced by
certain ethnic groups in society, but they all blend together to interact Rejang People as a
form of family ligament. As for the implications of the application of customary law with
the role of Jenang Kutai sightings of harmony in society, because every issue will be
resolved in a peaceful way so it will not cause rancor among the people.
Keywords: Rejang people, customary law, Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang
Abstrak
Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Orang Rejang dalam hukum adatnya
berdasarkan Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang. Sebagai sebuah suku bangsa
yang mayoritas mendiami daerah Kabupaten Rejang Lebong tidak dipungkiri jika hukum
positif sangat diberlakukan mengingat beragamnya penduduk pendatang di Kabupaten
Rejang Lebong saaat ini. Namun begitu, ternyata uniknya Orang Rejang sampai saat ini
justru semakin memegang erat hukum adatnya dalam kehidupan bermasyarakat meskipun
hukum positif tetap diberlakukan. Adapun pedoman mereka atas hukum adat tersebut
terdapat pada Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang Kabupaten Rejang Lebong.
Lembaga adat yang sangat berperan dalam melaksanakan pedoman hukum adat ini dalam
menyelesaikan berbagai persoalan di tengah masyarakat adalah jenang kutai atau hakim
desa. Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa
studi literatur dan wawancara dengan informan serta observasi di lapangan. Hasil kajian
ini memperlihatkan bahwa peran jenang kutei atau hakim desa di Kabupaten Rejang
Lebong sangat memiliki peran yang aktif dalam menyelesaikan setiap persoalan di tengah
masyarakat. Persoalan tidak hanya yang dialami oleh suku-suku tertentu di tengah
masyarakat, tetapi mereka semua yang berbaur berinteraksi bersama Orang Rejang
sebagai sebuah bentuk ikatan keluarga. Adapun implikasi dari penerapan hukum adat
dengan peran jenang kutei terlihatnya kerukunan di tengah masyarakat, karena setiap ada
persoalan akan diselesaikan dengan cara damai sehingga tidak menimbulkan dendam
diantara masyarakat.
Kata kunci: Orang Rejang, hukum adat, Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang
1
Penulis adalah Fungsional Peneliti di Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat
Orang Rejang Dan Hukum Adatnya 39 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 39-50_______________________ ISSN 1410-8356
suku bangsa yang ada di sini. Oleh karena hakim desa. Sedangkan informan biasa
itu, dalam artikel ini akan dilihat siapakah adalah para aparat desa, pihak keluarga
orang Rejang dan bagaimana mereka besar pengantin, serta sepasang pengantin
menjadikan Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o baru ketika peneliti melakukan kegiatan
Kutei Jang Kabupaten Rejang Lebong penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan
sebagai pedoman dalam kehidupan berma data dilakukan dengan beberapa tahap
syarakatnya. Padahal hukum positif atau yakni observasi, wawancara, dokumentasi,
hukum negara berlaku di setiap daerah dan analisis data.
dimanapun berada selama itu menjadi
wilayah Indonesia dan tak terkecuali bagi
masyarakat di kabupaten ini. Pentingnya C. TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
melihat orang Rejang dengan pedoman
hukum adat tersebut adalah untuk melihat 1. Orang Rejang
bagaimana peran dari jenang kutai sebagai Iriani dan Metha (2008:25)
pemimpin adat, kemudian bagaimana mengungkapkan bahwa berdasarkan tambo,
masyarakat menjalankan kehidupan berma suku Rejang berasal dari Sutan Sriduni yang
2
syarakatnya berdasarkan pedoman ter menurunkan empat ketumbai , dan
sebut. kemudian empat ketumbai tersebut masing-
Kajian ini bertujuan untuk masing membentuk keluarga batih dan
mengungkapkan sejumlah cara orang akhirnya berkembang menjadi keluarga luas
Rejang dalam berinteraksi dengan ma yang mempunyai asal usul keluarga yang
syarakat berpedoman dengan hukum adat. jelas. Berdasarkan sejarahnya dikatakan
Hukum adat dijadikan sebagai pedoman bahwa satu ketumbai terdiri dari keluarga
karena hukum adat lahir dari kearifan lokal luas mencapai sembilan keturunan. Ter
masyarakat dalam menjalankan nilai-nilai dapat larangan menikah dalam satu
dan norma yang diajarkan oleh nenek ketumbai, tetapi jika itu tetap terjadi maka ia
moyang agar terbentuknya kehidupan yang keluar dari ketumbainya dan masuk pada
damai. Menurut Iriani dan Metha (2008:5) ketumbai pasangannya.
bahwa hukum adat dipilih oleh masyarakat Banyak perdebatan mengenai asal
Rejang dalam menyelesaikan permasalahan usul orang Rejang salah satunya yakni yang
secara musyawarah dan berakhir dengan ditulis oleh Jhon Marsden seorang Residen
perdamaian. Tidak ada lagi permusuhan Inggris di Lais tahun 1775-1779 yang dalam
karena kita adalah saudara. Suatu keadaan laporannya menceritakan tantang empat
yang sudah cukup jarang disaat era petulai yakni Jurukalang (joorcalang),
globalisasi menghadang adat istiadat kita. Berem mani (Bermani), Selopo (Selupu),
dan Toobey (Tubai). Berdasarkan berbagai
B. METODE PENELITIAN data historis dan tembo-tembo Rejang serta
cerita rakyat dikatakan bahwa orang Rejang
M
etode penelitian adalah metode menempati wilayahnya di daerah Lebong
kualitatif dengan teknik pengum (Iriani, 2008,Rusli, 2007, Siddik, 1980).
pulan data berupa studi literatur dan Sebelum dinamakan Lebong maka tanah
wawancara dengan informan serta yang ditempatinya dinamakan Renah Se
observasi di lapangan Menurut Miles dan
2
Huberman yang dilakukan dalam proses Ketumbai jika dibandingkan dengan adat
analisis dalam penelitian kualitatif adalah Minangkabau adalah setara dengan saparuik.
pengumpulan data, reduksi data, penyajian Perbedaanya dalam adat Minangkabau garis
data dan penarikan kesimpulan. Pada keturunan ditarik dari garis ibu, sedangkan di
interpretasi data dilakukan baik dari sudut
Rejang garis keturunan ditarik dari garis bapak.
pandang peneliti maupun dari masyarakat
Sebelum berubah menjadi ketumbai, istilah
pendukungnya. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran lokasi penelitian. rejang mengena keluarga luas yang terdiri dari 9
Informan dalam penelitian ini terdiri dari keturunan yang masih jelas ini dikenal dengan
informan kunci dan informan biasa. Informan istilah ketembai. Tidak diketahui apa sebab
kunci dalam penelitian ini adalah seorang terjadinya perubahan penyebutan istilah
tersebut.
41 | P a g e Orang Rejang Dan Hukum Adatnya
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 39-50_______________________ ISSN 1410-8356
kelawai yang dipimpin oleh empat Raja atau Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu
Ajai yakni Ajai Bitang di dusun Belabai Utara dan juga Kabupaten Lebong.
Lebong marha suku IX sekarang, Ajai Masyarakat Rejang yang tersebar di
Begeleng Mato di Kutai Belek Tebo Lebong, berbagai kabupaten di Bengkulu ini tidak
marga suku VIII sekarang, Ajai Siang di hanya memiliki hukum adat yang sudah
dusun Siang Lekat Lebong, marga berlaku sejak lama, tetapi juga memiliki
jurukalang, dan Raja Tiea Keteko di dusun kekayaan adat budaya. Salah satunya yakni
Bandar Agung Lebong, marga suku IX memiliki bahasa yakni bahasa Rejang de
sekarang. Orang Rejang dari awal dikenal ngan huruf rikung atau dikenal dengan
memiliki adat istiadat di bawah pimpinan ajai sebutan huruf ka ga nga.
tersebut. Kebudayaan yang dimiliki oleh
Menurut Iriani dan Metha (2008:41), orang Rejang sangat menjadi acuan dalam
Kadirman (2007:3), dan Siddik (1980) kehidupannya sehingga nilai-nilai dari
dikatakan bahwa pada masa lalu orang kebudayaan tersebut tercermin dalam
Rejang telah memiliki lembaga adat disebut hukum adat yang dipedomani dalam
kutai latet yang dipimpin oleh kepala kehidupan bermasyarakat.Seperti yang dike
kampung (potai) yang terdiri dari ketuai mukakan oleh Hamengkubuwono (2014:6)
sukau, golongan laki-laki lanjut usia, para bahwa fungsi kebudayaan adalah sebagai
tukang lungus (dukun-dukun), dan pedoman dan pengarah hidup bagi
cendikiawan. Di kutai latet diadakan manusia, sehingga ia mengerti bagaimana
persidangan dalam menyelsaikan setiap harus bertindak, bersikap, berperilaku, baik
perkara. Pada masa lalu itupun dikenal secara individu maupun berkelompok agar
hukum adat yang berlaku sangat keras, tidak terjadi goncangan-goncangan sosial.
yakni siapa yang melanggar hukum adat Oleh karena itu untuk menghindari
maka akan langsung dibunuh. Saat ini tidak terjadinya hal-hal yang berakibat buruk
lagi itu diberlakukan melainkan berlaku maka manusia harus berpedoman pada
hukum adat membunuh membangun, yang nilai-nilai, norma-norma dan segala ke
artinya si pelaku bisa membayar denda biasaan yang berlaku di masyarakat. Pada
dengan sejumlah emas atau perak sesuai masyarakat Rejang berpedoman pada
dengan keputusan jenang kutai. Jadi sudah Kelpeak Ukum Adat Ngen Ca’o Kutei Jang
dari sejak masa lalu orang Rejang dikenal Kabupaten Rejang Lebong. Jika terjadi
sebagai masyarakat hukum adat yang permasalahan dalam masyarakat Rejang
disebut kutei. Mereka tergabung dalam maka akan diselesaikan oleh jenang kutai
sekumpulan manusia yang hidup bersama, sebagai hakim desa yang bertanggung
memiliki kepentingan dan tujuan hidup jawab menyelesaikan setiap perkara.
yang sama, dan memiliki ketertiban dan Hukum adat Rejang berlaku untuk semua
memiliki hukum yang dijalani oleh penguasa orang Rejang. Yang dikatakan sebagai
dari masyarakat itu sendiri yang orang Rejang dalam hal ini adalah orang
pimpinannya disebut tuwei kutei. Seorang yang bertempat tinggal dan hidup di tanah
ketuwei kutei menurut Kadirman (2007:8) Rejang. Siapapun orang yang memijak
tidak bisa secara sembarangan dipilih, tanah Rejang, harus tunduk kepada hukum
syarat utama pada waktu itu adalah adat Jang dimana langit dipijak di situ langit
keturunan pertama dari orang yang dijunjung.
mendirikan kutei. Syarat lain adalah harus
orang berakal, dengan tujuan agar tidak 2. Pedoman Kelpeak Ukum Adat Ngen
mudah terhasut dengan pikiran-pikiran Ca’o Kutei Jang Kabupaten Rejang
orang lain, beriman agar tidak mengikuti Lebong
kata orang saja, berharta agar ia tidak Hukum adat dan norma serta tata
tamak, memiliki hati yang sabar, baik, tidak cara kehidupan dalam Kabupaten Rejang
kasar dan tidak pendendam. Ketentuan ini Lebong berada di di bawah kelapa pinang
seyogyanya tetap berlaku sampai saat ini yang disebut dengan istilah adat ninik
dalam pemilihan jenang kutei. menetei pun pegong pakie beak nyoa
Suku Rejang adalah suku yang pinang. Artinya adat nenek meniti pohon
tersebar di berbagai daerah di propinsi adat istiadat di bawah kelapa pinang.
Bengkulu, yakni di Kabupaten Rejang Adapun adat yang diatur dalam ketentuan
Lebong, Kabupaten Kepahiyang, Kabupaten tersebut (BMA, tt:2-23), yakni:
Orang Rejang Dan Hukum Adatnya 42 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 39-50_______________________ ISSN 1410-8356
tugasnya dapat bertiga atau berlima, bentuk pelanggaran asusila yang terbukti
sedangkan apabila kasus itu sedang dari tidak sesuainya usia anak yang lahir
dihadapi oleh salah satu suku yang terlibat, dengan usia pernikahan mereka. Anak lahir
maka jenang kutai dengan suku yang sama sebelum dalam usia pernikahan yang
tidak boleh menjadi anggota majelis hakim kurang dari 6 (enam) bulan atau dikenal
desa. dengan istilah anak lahir dibawah bulan.
Kedudukan jenang kutai sangat Pelanggaran ini kedua belah pihak dikena
memiliki peran yang tinggi dalam memutus kan denda berupa “cuci kampung”. Adapun
kan suatu perkara dengan berdasarkan proses penyelesaianya adalah dengan
pada pedoman yang berlaku. Apapun adanya pengaduan dari masyarakat terlebih
dilakukan oleh jenang kutai untuk menda dahulu kepada BMA atau ketua RT.
patkan keputusan yang seadil-adilnya agar Pengaduan tersebut tidak bisa langsung
tidak menimbulkan dendam bagi kedua diterima tetapi harus disertai bukti dengan
belah pihak. Keputusan yang dibuat bersifat mencari data atau informasi tentang
mutlak, tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pernikahan mereka. Setelah terbukti maka
pun. Keputusan juga dapat dibuat dengan kedua belah pihak akan dipanggil kemudian
pertimbangan hukum Islam dan hukum disidangkan di kantor lurah dengan dihadiri
negara, dan jika tidak diterima maka bisa kepala desa, ketua BMA, dan jenang kutei.
diadukan keberatannya kepada Bupati Setelah disidang maka dikenakan sanksi
sebagai pimpinan tertinggi di Kabupaten “cuci kampung”.
Rejang Lebong. Contoh lain yakni ketika adanya
Orang Rejang di tanah Rejang korban tabrakan yang menyebabkan tidak
umumnya sangat mematuhi segala hasil hanya cedera melainkan sampai nyawa
keputusan yang dibuat oleh jenang kutei. melayang tetap diselesaikan oleh jenang
Hal ini dikarenakan keputusan tersebut kutei kerjasama dengan Forum Kemitraan
benar-benar dihasilkan dengan pemikiran Polisi Masyarakat (Iriani dan Metha,
dan hati nurani yang terdalam karena harus 2008:71). Kejadian ini sering terjadi di
bisa dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Kelurahan Air Rambai yang memang
Yang Maha Esa. Hal ini seperti yang telah merupakan jalan lintas Sumatera Barat-
diatur dalam pedoman yang berbunyi Bengkulu Jika terjadi kasus tabrakan yang
Betimbang samo beneak artinya mengambil menyebabkan luka dan dirawat maka pihak
keputusan dengan hati nurani terhadap kepolisian setelah ada yang melapor akan
berbagai permasalahan yang dihadapi, agar menahan kendaraan tersebut, dan
keputusan yang diambil harus adil dan bisa persoalan kemudian dikembalikan kepada
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. jenang kutai. Oleh jenang kutai kedua belah
Bagi orang Rejang yang terkait pihak dipanggil melalui surat, kemudian
permasalahan maka akan menerima segala hadir dalam persidangan dan mengambil
keputusan jenang kutei seperti yang jalan tengah. Jika telah sepakat dengan
terdapat dalam pedoman bahwa Tiep-tiep keputusan jenang kutei maka dibuatlah
tun menyereak makeu kesaleak, wajib ite perjanjian damai yang ditandatangi jenang
temimo artinya apapun kesalahan yang kutei. Berbekal surat itu maka kendaraan
pernah dilakukan oleh seseorang kemudian yang ditahan pihak kepolisian bisa diambil
dia telah memohon maaf dan melakukan setelah membayar sejumlah biaya sesuai di
dendanya, maka sudah seharusnya dimaaf kepolisian. Oleh karena itu umumnya yang
kan secara ikhlas. Janganlah memberatkan terlibat kasus tabrakan ingin urusan ini
beban mereka yang telah berbuat salah secepat mungkin agar biaya yang harus
tersebut. Oleh karena hal ini sangat dikeluarkan tidak terlalu mahal. Karena
dimengerti oleh masyarakat, maka mereka belum lagi biaya perawatan si korban yang
menerima dengan ikhlas segala keputusan harus ditanggung.
tersebut. Terdapat jenis-jenis denda dalam
Seperti contoh kasus yang terjadi di hukum adat Rejang yang dikenal dengan
Kelurahan Air Rami dalam Iriani dan Metha sebutan bangun, yakni (1) bangun sesalan,
(2008:58) yakni terjadi pelanggaran adat (2) bangun penuh, (3) bangun mayo. Tidak
(delik adat). Pelanggaran ini terjadi dalam hanya itu saja, biasanya keluarga pelaku
akan membawa segala keperluan upacara seluruh keluarga dan kerabatnya. Hukuman
jika korban sampai meninggal dunia. inilah yang sangat dianggap paling
Kemudian melaksanakan doa perdamaian memberatkan, oleh karena itu biasanya
dengan dihadapan masyarakat bahwa setiap sanksi yang dijatuhkan akan dibayar
mereka telah berdamai dan mulai saat itu semampu pelaku dan atas pertimbangan
mereka adalah satu keluarga. Apapun yang keadaan si pelaku. Hal inilah yang
terjadi tidak lagi menjadi orang lain dan menyebabkan hukum adat bersifat
segala suka dan duka selalu berbagi. Hal ini manusiawi dan sangat dihormati oleh orang
menjadi pilihan bagi masyarakat suku Rejang sampai saat ini.
Rejang dibandingkan dengan berurusan Pedoman hukum adat juga
dengan hukum negara yang tidak hanya mengatur segala adat istiadat tradisi yang
menghabiskan uang yang banyak juga dijalani oleh masyarakat Rejang. Di setiap
menimbulkan dendam. Sedangkan jika tradisi upacara maka harus selalu
diselesaikan dengan hukum adat, maka menggunakan sirih. Seperti yang diatur
tidak hanya biaya yang bisa dikompromikan, dalam adat nenek meniti pohon adat istiadat
perasaan dendam pun tidak ada karena hal di bawah kelapa pinang no 39 yakni Iben
itu bisa terjadi pada siapapun dan sudah mustei betumbuk artinya tatacara dalam
merupakan ketentuan Allah dan masyarakat berbicara dengan menyuguhkan sirih
harus menyikapinya dengan kepala dingin. terhadap lawan bicara. Sirih ini tidak bisa
Setiap kasus yang diselesaikan oleh diperlakukan seenaknya, karena sirih adalah
jenang kutei sebenarnya sama halnya simbol penghormatan. Tujuan memberikan
dengan proses hukum negara yakni harus sirih harus sesuai dengan tahapan dalam
disertai bukti, saksi dan berita acara setiap jenis upacara. Menurut Kadirman
perdamaiannya, kemudian hal itu disam (2009:4) sirih atau dikenal dengan istilah
paikan kepada Bupati dan ketua BMA iben bagi masyarakat Rejang merupakan
Kabupaten. Ini sesuai dengan Surat sarana pembuka jalan/ awal dari semua
Keputusan Bupati Rejang Lebong No. 338 proses yang akan ditempuh menyangkut
tahun 2005 yang menyatakan bahwa jenang kepentingan mereka masing-masing tergan
kutei dalam melaksanakan segala tugasnya tung jenis acara apakah upacara adat dalam
bertanggungjawab kepada bupati Rejang bentuk penerimaan tamu agung ataupun
Lebong, melalui BMA desa, BMA kecamatan kegiatan penyelesaian masalah-masalah
dan BMA kabupaten. hukum.
Sampai saat ini masyarakat Rejang Aturan adat terdapat dalam tradisi
khususnya di Kabupaten Rejang Lebong perkawinan dimulai dari bekulo (berunding)
sudah banyak menyelesaikan masalah yang merupakan tahapan sebelum upacara
dalam kehidupan bermasyarakatnya dengan perkawinan sampai pada acara tempung
berpedoman hukum adat. Perselisihan, sematen ngen ngenyan yang merupakan
perceraian, hukum waris, masalah pidana puncak acara pernikahan sudah diatur pula
dan perdata bagi masyarakat diselesaikan dalam pedoman hukum adat Rejang. Setiap
dengan damai dan hasilnya adil karena tahapan apa yang harus dilaksanakan,
berlakuan hukum adat Rejang yang dipakai bagaimana pelaksanaan dan siapa yang
ada tegak lurus dan tidak memihak ke melaksanakannya sudah ditetapkan. Tem
sebelah manapun. Dengan hasil berlakuan pung sematen ngen ngenyan misalnya, ini
hukum tersebut maka habislah dendam adalah satu tahapan yang wajib
kesumat yang tidak baik sebagaimana dilaksanakan oleh sepasang pengantin
pepatah adat mengatakan bukan menyen setelah akad nikah selesai. Inti dari tradisi ini
cang labu ke batu dan tidak pula adalah sebagai penghormatan pada leluhur,
menyencang labu ke banyu ( kea air) orang tua dan masyarakat yang telah
parangnya diangkat nampak tidak berbekas mengizinkan mereka menikah untuk
lagi (BMA, 2012:30). Satu lagi yang mengarungi bahtera rumah tangga. Rumah
menguatkan orang Rejang untuk mentaati tangga yang akan dilalui ini tidaklah akan
hukum adat yang berlaku adalah untuk berjalan mulus tetapi akan terdapat berbagai
menjalankan setiap sanksinya, jika tidak masalah di dalamnya. Oleh karena itu
maka akan berlaku hukum tikam dalam diharapkan sepasang pengantin ini siap
artian luas yakni hukuman dikucilkan dari dengan segala doa restu dan perlindungan
masyarakat dikampung bagi si pelaku dan dari semua untuk bisa bertahan dari segala
Orang Rejang Dan Hukum Adatnya 48 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2016 Vol. 18 (1): 39-50_______________________ ISSN 1410-8356
ujian yang ada di dalamnya. Percikan air Sedangkan BMA memiliki peran yang aktif
tawar adalah sebuah simbol agar dapat dalam setiap penyelenggaraan adat di
selalu dengan kapala dingin dalam tengah masyarakat. BMA sudah menge
menghadapi berbagai persoalan di dalam luarkan pedoman tersebut tinggal pelaksa
menjalani bahtera rumah tangga ini (Silvia naanya mengacu pada pedoman tersebut.
Devi dan Eny. Ch, 2011). Pedoman hukum adat ini dibuat tidak hanya
Ketentuan pakaian adat bagi wanita sebagai usaha menyelesaikan setiap
dan laki-laki sudah diatur dalam pedoman masalah, tetapi lebih dari itu adalah sebagai
hukum adat sesuai dengan kedudukan, dan usaha untuk tetap meletarikan segala
bentuk upacara yang akan dihadiri. kearifan lokal yang dimiliki oleh orang
Ketentuan dalam pelaksanaan kedurai Rejang demi lestarinya nilia-nilai kegotong
agung dan juga tari-tarian sakral secara royongan, nilai mufakat, dan terutama sekali
lengkap diatur dalam pedoman tersebut. nilai kekeluargaan yang sangat kental. Jika
terpenting yang harus diutamakan adalah kita sudah mengutamakan keselamatan dan
pemahaman orang Rejang bahwa adat kerukunan dalam keluarga maka akan
istiadat yang mereka miliki berpedoman mudah membentuk jiwa masyarakat yang
dengan ketentuan hukum adat yang telah selalu bersatu mempertahankan keutuhan
dibuat hendaknya dipatuhi, dipertahankan dari derasnya arus negatif globalisasi.
dan terus dilestarikan dan norma yang ada
di dalamnya dijunjung tinggi.
E. TERIMA KASIH
D. Kesimpulan
P
enulis mengucapkan terima kasih
kepada pimpinan Balai Pelestarian
P
edoman Kelpeak Ukum Adat Ngen Nilai Budaya Sumatera Barat yang
Ca’o Kutei Jang Kabupaten Rejang telah mengizinkan dan dukungan finansial
Lebong yang menyangkut berbagai pada penelitian ini dan dukungannya dalam
adat istadat yang berlaku di masyarakat keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah ini.
Rejang sudah dilaksanakan semaksimal Penulis juga berterima kasih kepada Undri,
mungkin dalam realitanya. Peran jenang SS, Msi dan Muhammad Hidayat, S.Sos,
kutei sebagai hakim desa yang menangani S.Hum, M. Hum atas diskusinya yang
segala persoalan yang terjadi jika terdapat bermanfaat bagi penulis.
pelanggaran adat oleh masyarakat Rejang.
Daftar Pustaka
Makalah
Kadirman, 2009. Makalah : Strategi Pemberdayaan dan Implementasi Adat Istiadat dan
Hukum Adat Rejang Lebong dalam Konteks Otonom Daerah di Kabupaten
Rejang Lebong. Disampaikan pada Seminar “Eksistensi Hukum Adat dan
Masyarakat Hukum Adat di Era Otonomi Daerah” yang diselenggarakan oleh
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisioanl Padang dan BMA Rejang
Lebong 20 Mei 2009.
Kadirman, 2007. Makalah : Lembaga-Lembaga Pada Masyarakat Rejang Sebelum
Kemerdekaan.Disampaikan pada Seminar Sejarah dan Budaya Rejang di
Curup tanggal 15-16 Mei 2007 diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah
dan Nilai Tradisional Padang.
Arios, RL. 2009. Makalah : Orang Jawa di Kabupaten Rejang Lebong :Sejarah dan Dinamika
Interaksinya dengan Orang Rejang. Disampaiakan pada Seminar Sejarah dan
Budaya Rejang di Curup tanggal 15-16 Mei 2007 diselenggarakan oleh Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang.
Kadirman, 2009. Makalah : Strategi Pemberdayaan Budaya Rejang dalam Konteks
Otonomi Daerah di Kabupaten Rejang Lebong. Disampaikan pada Rapat
Santoso, 2014. Makalah Peran BMA dalam Penyusunan Kurikulum Muatan Lokal di
Kabupaten Rejang Lebong. Disampaikan pada Kegiatan FGD Kurikulum
Muatan Lokal di Kabupaten Rejang Lebong 24-26 Februari 2014.
Rusli, 2007. Makalah : Asal Usul Bangsa Rejang.Disampaikan pada Seminar Sejarah dan
Budaya Rejang di Curup tanggal 15-16 Mei 2007 diselenggarakan oleh Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang.
Buku
Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong, Kelpeak Ukum Adat Ngen
Riyan Ca’o Kutei jang Kabupaten Rejang Lebong, Curup : BMA Kabupaten
Rejang Lebong
Badan Musyawarah Adat (BMA) Rejang Lebong, 2012.Lepeak Hukum Adat Jang Kabupaten
Rejang Lebong. Curup : BMA Kabupaten Rejang Lebong
Devi, Silvia dan Eny Chrystyawati, 2011. Syair “Tempung Sematen ngen Ngenyan” dalam
Upacara perkawinan Suku Bangsa Rejang. BPSNT Padang Press.
Kadirman, 2004. Ireak Ca’o Kutei Jang,Jakarta : Balai Pustaka
Koentjaraningrat, 1997. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi Jilid II, Jakarta :
Rineka Cipta
Ratna, Nyoman Kutha, 2010. Metodologi Penelitan Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Siddik, Abdullah, 1980. Hukum Adat Rejang, Jakarta : Balai Pustaka
Iriani, 2004. Tatakrama Suku Bangsa Rejang di Kecamatan Curup Propinsi Bengkulu.
Padang : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang
Iriani, 2008. Perdamaian Adat :Mekanisme Penyelesaian Permasalahan di Air Rambai
Laporan Penelitian. Padang : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Padang.
M.Ikram, dkk.2004. Bunga Rampai Melayu Bengkulu.
Soekanto, Soerjono.1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : Rajawali Press
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rejang Lebong, 2003. Adat Istiadat Kabupaten Rejang
Lebong.Bengkulu : Dinas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rejang Lebong.