Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS : A2B
Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur dihaturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida
Sang Hyang Widhi Wasa), karena atas rahmat dan karunia-NYA penulisan
makalah yang berjudul “Makalah Farmakologi dan Toksikologi II (Antidiabetic
Drug - Sulfonilurea)” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Farmakologi dan Toksikologi II pada semester genap tahun 2019. Adapun
penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan minat pembaca dan untuk
menambah wawasan tentang Antidiabetic Drug - Sulfonilurea.
Dalam penulisan makalah ini cukup banyak hambatan dan kesulitan yang
dialami, namun berkat kerja keras dan adanya bantuan dari berbagai pihak
hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu melalui pengantar
ini penyusun menyampaikan ucapakan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Ni Putu Aryati S., S.Farm., M.Farm(klin)., Apt. Selaku dosen mata kuliah
Farmakologi dan Toksikologi II yang telah banyak meluangkan waktu dan
memberikan bimbingan kepada penulis selama mengerjakan makalah ini.
2. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi Klinis Program Sarjana
Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali yang telah memberikan
dorongan dan fasilitas dalam.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat diharapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini ada manfaatnya.
Om Santhi, Santhi, Santhi Om
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………..20
4.2 Saran …………………………………………………………………….21
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
(ADA,2003)
2.3 Patofisiologi Terjadinya Penyakit Diabetes
Diabetes Melitus terkait erat dengan proses pangaturan glukosa dalam
darah. Glukosa merupakan monosakarida paling utama yang memiliki peran
penting dalam proses kimia kehidupan. Dalam proses yang dikenal sebagai
respirasi selular, sel-sel mengekstraksi energi yang tersimpan dalam molekul
glukosa. Molekul glukosa yang tidak segera digunakan dengan cara ini
umumnya disimpan sebagai monomer yang bergabung membentuk disakarida
atau polisakarida misalnya pati dan glikogen (Campbell, 2002).
Metabolisme glukosa didalam tubuh dipengaruhi oleh hormon insulin.
Hormon insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5700 yang
terdiri atas 2 rantai polipeptida, A dan B yang saling berhubungan melalui
dua jembatan disulfida. Insulin disintesis oleh sel-sel B atau ß pada pankreas
dalam bentuk prekursor yang tidak aktif (yang disebut proinsulin). Zat ini
disimpan dalam granula sel-sel ß dari jaringan pulau Langerhans sampai
datangnya isyarat untuk sekresi, yang kemudian proinsulin diubah menjadi
insulin aktif (Lehninger, 1982).
7
2002). Kadar glikogen yang tinggi dan kadar insulin yang rendah
menyebabkan terjadi penguraian protein otot, hingga dihasilkan asam amino
yang digunakan oleh hati untuk glukoneogenesis, untuk memfasilitasi
penggunaan asam amino dan sintesis lipid, dengan demikian pelepasan asam
lemak dari jaringan adiposa meningkat, sehingga meningkatkan kadar asam
lemak dalam darah. Asam lemak akan digunakan sel otot sebagai sumber
energi alternatif. Glikogen yang tersimpan dalam hati dan otot dibongkar,
protein otot diurai dan asam amino digunakan untuk glukoneogenesis dalam
hati dan simpanan trigleserida dalam jaringan adiposa diurai (Susilowati,
2006).
Defisiensi insulin dapat menyebabkan hiperglikemia yang berbahaya,
glikosuria (Glukosa keluar bersama kencing) mengurangi kemampuan
metabolisme karbohidrat atau konveksi karbohidrat menjadi lemak, dan
kehilangan protein yang dibongkar untuk energi pengganti glukosa (Soewolo,
2000).
BAB III
PEMBAHASAN
9
10
4) Glipizine
Glipizide adalah obat anti diabetes mellitus tipe 2 yang termasuk ke
dalam golongan sulfonilurea generasi kedua. Obat-obat sulfonilurea
generasi kedua memiliki efek lebih kuat dan memiliki waktu paruh lebih
pendek dari sulfonilurea generasi pertama. Oleh karena itu glipizide
disebut juga rapid and short acting anti diabetic drug (Sola et al, 2015).
6) Gliquidone
Gliquidone adalah generasi kedua, short-acting, sulfonylurea yang
digunakan dalam pengobatan diabetes mellitus tipe 2 (Sola et al, 2015).
bertahan 24 jam atau lebih. Selain itu, waktu paruh mereka diperpanjang
dengan adanya gagal ginjal. Selain kemungkinan perubahan penyerapan dan
metabolisme, perbedaan genetik juga dapat mengubah respons terhadap
sulfonilurea: dalam beberapa tahun terakhir, kegagalan genetik sel β telah
ditunjukkan. Varian genetik ini jelas mengubah efektivitas sulfonilurea.
Beberapa polimorfisme gen ini diidentifikasi dalam gen yang mengkode
+
saluran K ATP. Mutasi ini menyebabkan perubahan sekresi insulin dan
respons insulin terhadap pengobatan sulfonilurea. Polimorfisme lain
ditemukan pada gen yang mengkode enzim atau faktor transkripsi(Sola et al,
2015)
Untuk semua alasan yang disebutkan di atas, sulfonilurea tidak semuanya
sama, mereka berbeda dalam dosis, laju penyerapan, durasi kerja, rute
eliminasi dan situs pengikatan pada reseptor sel β sel pankreas target mereka.
Sifat farmakokinetik, oleh karena itu, adalah penentu perbedaan ini.
Tidak seperti sebagian besar sulfonilurea yang ditandai dengan ekskresi
ginjal yang umum, gliclazide dan, terutama, gliquidone, menunjukkan
pembersihan bilier yang dominan (95%). Ini dapat bermanfaat dalam praktik
klinis, terutama ketika merawat pasien diabetes dengan gangguan ginjal(Sola
et al, 2015).
Sulfonilurea menurunkan konsentrasi glukosa darah sekitar 20% dan
HbA 1c oleh 1 hingga 2% mereka memberikan efek pada HbA 1c mirip
dengan metformin, tetapi penggunaannya memerlukan risiko lebih besar
hipoglikemia dan kenaikan berat badan yang tidak diinginkan, rata-rata
sekitar 2 kg(Sola et al, 2015).
Untuk farmakokinetik dan toksisitas masing – masing obat serta
penggunaannya secara klinis dari golongan obat sulfonilurea dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
1. Tolbutamine
Farmakokinetik Absorption: mudah diserap dalam saluran
GI. Waktu puncak konsentrasi plasma: 3-
5 jam
Distribution: Didistribusikan ke dalam
15
ASI
Volume distribusi: 0.15L/kg
Plasma protein binding: approx. 95%
Metabolism: dimetabolisme di hati
melalui hidroksilasi yang diperantarai oleh
CYP2C9 isoenzime.
Ekskresi: di urin (75-85%) terutama
sebagai metabolit dan feses
Waktu paruh obat: 4-7 jam
(Mims.com)
2. Glibenclamine
Farmakokinetik Absorption: diserap dari saluran GI
Waktu puncak konsentrasi plasma: 2-4
jam
Distribution: Plasma protein binding:
luas, terutama untuk albumin
Metabolism: metabolisme hati,
dikonversi menjadi metabolit aktivit yang
sangat lemah
Ekskresi: di urin (approx. 50%%) dan
feses (50%) terutama sebagai metabolit
(Mims.com)
3. Glimepiride
Farmakokinetik Absorption: sepenuhnya diserap di
saluran GI.
Waktu puncak konsentrasi plasma: 2-3
jam.
Distribution: Plasma protein binding:
>99.5%. Volume distribusi: 8.8 L
Metabolism: dimetabolisme secara luas di
hati melalui oksidasi by CYP2C9
isoenzime menjadi 2 metabolit utama.
Ekskresi: di urin (approx. 60%) dan feses
(40%) terutama sebagai metabolit
Waktu paruh obat: approx. 9 jam
(Mims.com)
4. Glipizine
Farmakokinetik Absorption: mudah diserap dalam saluran
GI. Food delay Absorption. Waktu puncak
konsentrasi plasma: 1-3 jam
Bioavailability: 90-100%
Distribution: Volume distribusi: 10-11L
Plasma protein binding: 98-99%
(terutama untuk albumin)
Metabolism: dimetabolisme di hati
melalui hidroksilasi yang diperantarai oleh
CYP2C9 isoenzime.
Waktu paruh obat: 2-4 jam
(Mims.com)
5. Gliclazide
Farmakokinetik Absorption: mudah diserap dalam saluran
GI. Food delay Absorption. Waktu puncak
konsentrasi plasma: 4-6 jam (immediate-
18
6. Gliquidone
Farmakokinetik Konsentrasi plasma puncak: terjadi
dalam 2-3 iom setelah diminum, dan
menurun kembali sampai hingga 20%
dalam 8 ion.
Metabolism: dimetabolisme sempurna
menjadi senyawa demetilasi dan
19
hidroksilasi.
Ekskresi: 95% melalui empedu, dan 5%
melalui ginjal.
Waktu paruh obat: kurang lebih 24 jam
(Mims.com)
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
2. Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan etiologinya dapat dibagi menjadi
5 yaitu : diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus
tipe lain, diabetes mellitus gestasional, dan pra-diabetes.
3. Metabolisme glukosa didalam tubuh dipengaruhi oleh hormon insulin.
Hormon insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5700 yang
terdiri atas 2 rantai polipeptida, A dan B yang saling berhubungan
melalui dua jembatan disulfida. Insulin disintesis oleh sel-sel B atau ß
pada pankreas dalam bentuk prekursor yang tidak aktif (yang disebut
proinsulin). Zat ini disimpan dalam granula sel-sel ß dari jaringan pulau
Langerhans sampai datangnya isyarat untuk sekresi, yang kemudian
proinsulin diubah menjadi insulin aktif.
4. Sulfonilurea merupakan golongan obat yang mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan
pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
5. Efek utama sulfonilurea adalah meningkatan konsentrasi insulin
plasma, akibatnya mereka hanya efektif ketika sel β pankreas residual
hadir. Peningkatan kadar insulin plasma terjadi karena dua
alasan. Pertama, ada stimulasi sekresi insulin oleh sel-sel β pankreas, dan
kedua, ada penurunan pembersihan hati insulin. Secara khusus, efek
kedua ini muncul terutama setelah peningkatan sekresi insulin telah
terjadi. Faktanya, pada bulan pertama pengobatan, kadar insulin dan
respons insulin terhadap glukosa meningkat dengan cepat, sehingga
20
21
menurunkan glukosa darah. Setelah periode ini, kadar insulin awal dan
stimulasi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur pada
awal pengobatan. Namun, nilai glukosa darah tetap tidak berubah.
6. Contoh Obat Golongan Sulfonilurea yaitu Tolbutamine, Glibenclamine,
Glimepiride, Glipizine, Gliclazide dan Gliquidone.
7. Meskipun dengan waktu dan jumlah yang berbeda, semua sulfonilurea
diserap oleh usus setelah asupan oral, masing-masing dengan waktu
penyerapan spesifik dan ketersediaan hayati. Hiperglikemia dapat
mengurangi penyerapan sulfonilurea karena mengganggu motilitas usus,
sehingga mengurangi penyerapan semua obat yang diberikan secara oral.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah antidiabetic drug - sulfonilurea ini penulis ingin
menyarankan bahwa makalah ini tidak hanya sebagai bahan bacaan semata,
akan tetapi dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca khususnya yang mendalami farmakologi dan
toksikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A. dkk. 2002. Biology Edisi ketiga Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Drug Bank, 2019, Open Data Drug & Drug Target Database, www.drugbank.ca
(diakses pada 16/05/2019).
Sola, Daniele et al. 2015. “Sulfonylureas and Their Use in Clinical Practice.”
Archives of Medical Science 11(4): 840–48.
WHO Study Group. Diabetes mellitus: Report of a WHO Study Group. World
Health Organ Tech Rep Ser 1985;727:1-113.
WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva. Definition,
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications.
Report of a WHO ConsultationPart 1: Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus . 1999