Você está na página 1de 39

CHINA – MENA RELATIONS

Anugrah Majid Harahap Rima Fitri Halimah


Fadli Imam Muhammad Hanifan
Wahyu Rizki Ramadansyah Miftahul Khausar
Dewi Oktaviani Prihatin
Syafira Imsakiyah Aditya Nugroho
Audrey Dylania Muchsya Ahmad Furqon
Neti Rosmayanti
Audrey

Judul: The Turbulent Middle East: Analysing Security


Issues facing China's Belt and Road Initiative towards
the Region
Penulis: Henelito A. Sevilla
Jurnal: Asian Journal of Middle Eastern and Islamic
Studies
Tahun: 2019
Publisher: Routledge
● Tiongkok mulai fokus pada MENA sejak tahun
1970an.
● Tiongkok menganggap MENA sebagai partner yang
setara (equal).
● Dibawah Xi Jinping, Tiongkok mulai menggunakan
pendekatan yang lebih tegas terhadap MENA ("New
Middle East Strategy").
● Reaksi positif MENA terhadap Tiongkok:

○ Menganggap Tiongkok merupakan partner yang dapat


diandalkan
○ Para pemimpin MENA berharap Tiongkok dapat mempunyai
solusi untuk masalah yang ada di MENA

● Tiongkok dan MENA membutuhkan satu sama lain.


Miftah

Judul : China and the Middle East after the Arab


Spring: From Status-Quo Observing to Proactive
Engagement
Penulis : Ibrahim Fraihat & Andrew Leber
Jurnal : Asian Journal of Middle Eastern And Islamic
Studies
Publisher : Routledge
From Status-Quo Observing to Proactive Engagement

01 Ties that Bind: China’s Resource and Commercial


Interests in MENA
China’s growing stake in MENA oil, and by extension regional security and stability,
is undeniable.

02 The Arab Spring: China’s Reaction


The Chinese government’s initial reaction was one of ‘wait and see,’ preferring to hang
back until a new political ‘winner’emerged

Recent Developments: Looking Westward


03 In the years following the Arab Spring, China has increasingly, and self-consciously, held itself
out as an alternative partner for economic growth and diplomatic support in the region.

Practical Responses to Mounting Challenge


04 China can improve its image in the region and internationally by providing funds to
improve crumbling infrastructure in poorer Arab countries or support greater economic
activity in a region plagued by unemployment
Dewi Oktaviani

Judul : China and the Middle East:  Venturing into the


Maelstrom  Asian, Journal of Middle Eastern and
Islamic Studies Vol. 11, No. 1, 2017
Penulis : James M. DORSEY
Tahun : 2017 
Publisher : Nanyang Technological university
⊸ Pada awalnya  hubungan Cina dan
mena adalah pengembangan
hubungan ekonomi dan komersial
yang saling menguntungkan. Terdapat
beberapa kepentingan-kepentingan
utama Cina di mena yang telah
berkembang secara signifikan
hanif

Judul : An Analysis of 'Belt and Road' Initiative and


the Middle East
Penulis : Anu Sharma
Tahun : 2019
Jurnal : Asian Journal of Middle Eastern and Islamic
Studies
Publisher : Routledge
⊸ Belt and Road Initiative (BRI) merupakan proyek
jalur ekonomi dari China sampai Eropa. Dimana
China sebagai pusat pasarnya dan membangun
infrastruktur (jalur kereta api, jalan, pipa,
pelabuhan, sampai telekomunikasi) di
negara-negara yang terlibat.
⊸ Timur Tengah mempunyai lokasi yang strategis
dimana menjembatani Asia Tengah dengan Eropa.
⊸ BRI mudah diterima negara-negara timur tengah
dikarenakan BRI digambarkan sebagai proyek
non-politik, pembangunan infrastruktuk, dan
China merupakan partner dagang terbesar timur
tengah.
Wahyu Rizky

Judul: China’s Economic Diplomacy Approach in the


Middle East Conflicts
Penulis: Mordechai Chaziza
Jurnal:  CHINA REPORT Volume 55 Issue 1 (2019):
24–39
Tahun: 2019
Publisher: SAGE Publication (London)
⊸  Walaupun Tiongkok memiliki prinsip
non-intervensi di dalam kebijakan luar
negerinya di wilayah Timur Tengah,
diplomasi ekonomi yang dilakukan Tiongkok
cenderung lebih fleksibel dan pragmatis guna
mencapai dan mengamankan investasi serta
aset ekonomi mereka di Timur Tengah.

⊸ Diplomasi ekonomi Tiongkok bergerak dalam


4 ranah: Proctect citizens and investment,
economic development and economic aid,
punitive measures and economic incentives,
building or operating dual-use infrastructure.
⊸ Diplomasi ekonomi yang dilakukan Tiongkok juga
dilakukan guna mendapatkan image sebagai great
power yang dapat diandalkan dalam conflict
resolution dan peacebuilding sehingga
meningkatkan soft power mereka sebagai sebuah
negara.
Syafira Imsakiyah

Judul: China’s diplomatic initiatives  in the Middle East: The


quest for a great-power role in the Region
Penulis: Yoram Evron (University of Haifa)
Jurnal: International Relations Volume: 31 issue: 2, page(s):
125-144
Tahun: 2016 (SAGE publications)
➔ Untuk meluaskan kepentingannya, China berusaha teribat
di regional issue, khususnya yang memiliki Global impact
➔ dalam upaya untuk mepertahankan perannya, China
berusaha untuk memajukan nilai-nailai dan
kepentingannya di kawasan, namun dalam pola yang
unik, ia berusaha untuk mencapainya dengan tanpa
investasi
➔ contoh keterlibatannya dalam konflik Israel-Palestina,
dengan membentuk Diplomatic Initiative.
➔ di konflik Syria, China mengambil peran aktif. seperti
memveto keputusan resolusi DK PBB
➔ China prefers to stabilize the situation and manage the
conflicts rather than address their root problems. This
might be a pragmatic, fresh, approach to deal with the
Middle East conflicts, or alternatively a sign of lack of
interest in or understanding of the region’s politics.
Ahmad Furqon

judul: China’s Participation in Conflict Resolution in the


Middle East and North Africa: A Case of
Quasi-Mediation Diplomacy?
Penulis: Degang Sun & Yahia Zoubir
Jurnal: Journal of Contemporary China, Vol. 27, No. 110,
Halaman 224-243
Tahun: 2017
Publisher: Routledge
⊸ Quasi-Mediation Diplomacy adalah sebuah proses
mediasi dalam dunia internasional yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan komersial, politik dan
diplomatik mediator dibanding kepentingan strategis
dan keamanan. mediator bertindak tidak untuk
mendominasi, tidak untuk memimpin tapi mengikuti,
tidak untuk membuat agenda tapi untuk merevisinya,
dan untuk mengurangi konflik daripada menyelesaikan
konflik.
⊸ Dinamika Quasi-Mediation Diplomacy China di Mena
bergantung pada kepentingan komersial, ruang lingkup
pengaruh, tingkat kekuatan besar dan kepraktisan
penyelesaian konflik.
⊸ Anugrah Majid Harahap
Judul : China’s Policy on The Middle East Peace Proses
After Cold War
Penulis : Mordechai Chaziza
Jurnal : China Report, Volume 49 No 1, Hal 161- 175
Tahun : 2013

Publisher : Sage Publication


Beijing pada dasarnya menganggap Timur Tengah terlalu jauh untuk
dapat berinvestasi atau merupakan ancaman dan karenanya membatasi
usahanya untuk meyakinkan Arab untuk melakukan kerjasama. Selain itu,
China selalu mengambil alih sikap sangat anti-Israel dalam konflik. Namun hal
tersebut berubah, dukungan retorisnya yang kuat untuk Palestina dan Arab
berubah, ketika Beijing mengurangi elemen-elemen ideologis kebijakan luar
negerinya pada 1980-an dan lebih praktis, karena berusaha membangun lebih
baik hubungan dengan Israel untuk mendapatkan pengaruh pada Proses
Perdamaian Timur Tengah, untuk mengimpor senjata konvensional dan
teknologi terkait

⊸ Concept “Balanced Policy” China on Middle East


Kebijakan Cina bergeser ke pandangan yang lebih pragmatis tentang
konflik Israel-Arab dan menekankan koeksistensi damai, pengakuan Israel oleh
tetangga Arabnya dan Penarikan Israel dari wilayah pendudukan, bersamaan
dengan jaminan keamanan oleh negara-negara Arab. Dalam menjalankan
misinya ersebut China menerapkan konsep Balance Policy atau Balance
Diplomacy.
Fadly Imam Syafwani

judul : from the arab spring to the chihinese winter:


the institusional sources of authoritarian
vulnerability and resilence in egypt,tunisia, and china
penulis : steve hess
tahun 2013
jurnal : international political science Vol 34,no 3 hal
255-272
publisher : sage publications
ekonomi
1. pemuda dan pengangguran

2. ketidaksetaraan

kemampuan negara otoriter


1. keamanan internal

2. kontrol ekonomi

3. institusi politik
Aditya Nugroho

Judul : China's Relations with the Gulf Cooperation


Council States : Multilevel Diplomacy in a Divided Arab
World
Penulis : Joseph Y. S. Cheng
Jurnal : The China Review : An Interdisciplinary Journal
on Greater China, Vol. 16, No. 1, January - February
2016 (Spring 2016), pp. 35-64
Tahun : 2016
Publisher : The Chinese University Press
Pendekatan China terhadap GCC sampai saat ini dilakukan
secara bertingkat (multilevel diplomacy), yaitu dimulai
dari :
- Mempertahankan hubungan diplomatik dengan
masing-masing negara anggota GCC
Ø Memprakarsai pertemuan rutin China dengan GCC pada tahun 1990
Ø Membentuk Forum Kerjasama China - Negara-Negara Arab pada tahun 2004

- Memprakarsai mekanisme formal forum regional reguler


- Terlibat dalam diplomasi antar-orang melalui pertukaran
pelajar dan pendirian Institut Konfusius di berbagai
negara bagian GCC
- Memelihara dialog dengan kekuatan utama lainnya
Ø Pada 14 Agustus 2012, Wakil Sekretaris Negara untuk Urusan Politik AS Wendy
Sherman dan Wakil Menteri Luar Negeri China Zhai Jun meluncurkan putaran
perdana Dialog Timur Tengah AS-China di Beijing.

- Berpartisipasi dalam konferensi multilateral penting


tentang urusan regional
- GCC penting bagi China karena minyaknya. Arab Saudi yang
juga merupakan anggota GCC memiliki peran yang cukup besar
pula didalam kawasan MENA (Middle East and North Africa).

1993 : 1997 :
Wakil Perdana Menteri China saat itu Li Oman agak tiba-tiba muncul sebagai
Lanqing berkeliling di enam negara sumber penting impor minyak, pada
bagian GCC dan Iran, dan tujuan 1997 Cina menjadi pasar ketiga terbesar
pastinya adalah untuk mengamankan untuk ekspor minyak Oman.
pasokan minyak.

Negara-negara GCC memproduksi


sekitar 13 juta barel minyak mentah
setiap hari pada 2012, dan mereka
memberi China 35 persen dari impor
minyaknya, dengan Arab Saudi
menjadi pemasok utama yang
memuaskan 20 persen dari permintaan
impor minyak China.
Permintaan minyak Cina
diperkirakan akan terus tumbuh.
Naik menjadi 15,5 juta barel per hari
(mb / d) pada 2030 dan 17,5 mb / d
pada 2040.
Negara-negara GCC mengadopsi
kebijakan "Look East"; mereka
menyadari bahwa penting untuk
menumbuhkan hubungan baik
dengan China.
Dalam dua dekade terakhir, bagian
Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam
perdagangan negara-negara GCC
turun dari 40 persen hingga 21
persen pada 2012; dan pangsa China
naik dari kurang dari 2 persen pada
tahun 1992 menjadi 10,6 persen pada
tahun 2012
Pada periode yang sama, pangsa
India meningkat dari 3 persen
menjadi 10,7 persen.21 Di hampir
setiap aspek, India adalah pesaing
yang tajam bagi Cina di wilayah
Teluk.
- China cocok dengan strategi pengembangan dan diplomatik negara-negara
GCC untuk mendiversifikasi hubungan internasional mereka dan untuk
mengurangi ketergantungan mereka pada Amerika Serikat dan kekuatan Barat
lainnya
- Gaya diplomatik China menarik bagi negara-negara GCC, karena tidak campur
tangan tradisionalnya dalam urusan domestik negara-negara lain dan sangat
menghormati kedaulatan mereka.
- Negara-negara GCC tidak nyaman dengan hubungan ekonomi dan militer
China yang erat dengan Iran.
- Karena Cina dianggap memainkan kedua sisi garis untuk melindungi
kepentingan ekonomi dan pengaturannya di kawasan Teluk, dan untuk
menjaga pilihannya terbuka ketika berusaha memaksimalkan pengaruhnya,
negara-negara GCC menyadari bahwa mereka masih membutuhkan Amerika
Serikat untuk itu.
- Opini publik Arab terhadap China, sejak 2008, tidak terlalu positif, khususnya
bila menyangkut kekuatan militer.
- Kerusuhan Uighur di Xinjiang, dan;
- Veto Cina tentang masalah Suriah di Dewan Keamanan PBB
Para pemimpin Cina jelas berniat untuk menjaga keseimbangan di antara beberapa
kepentingan yang kadang-kadang mungkin bertentangan:
- Menegakkan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri Tiongkok dengan
penekanan pada penghormatan terhadap kedaulatan, integritas wilayah, dan
non interferensi dalam urusan domestik
- Mempertahankan lingkungan internasional yang damai sehingga
memungkinkan Cina untuk mengejar modernisasi dan mengejar ketinggalan
dengan negara-negara paling maju di dunia
- Memelihara lingkungan regional yang damai sejalan dengan hal di atas dan
untuk melindungi kepentingan regional Cina
- Memungkinkan Cina mempertahankan hubungan baik dengan semua negara
di kawasan
- Menghindari konfrontasi besar dengan Amerika Serikat, sambil membatasi
hegemoni regionalnya dan mempromosikan multipolaritas regional dan
global. Atas dasar ini, Cina berupaya untuk memperkuat hubungan ekonomi
dengan negara-negara GCC untuk meningkatkan keamanan energinya dan
melayani kebutuhan pembangunan ekonominya.
Prihatin
Judul: China's Energy Strategy in the MENA Region
Penulis: Hany Besada dan Justine Salam
Tahun: 2017
Jurnal: China Quarterly of International Strategic Studies
Publisher: World Century Publishing Corporation and Shanghai Institutes
for International Studies
Halaman: 597-619
⊸ China: MENA, khususnya Arab Saudi dan Iran, rekan
kerjasama yang strategis di bidang energi minyak bumi
⊸ China: Kebutuhan industrialisasi pengaruhi peningkatan
kerjasama
⊸ Arab Saudi dan Iran: Upaya untuk meminimalisir pengaruh
Amerika Serikat pengaruhi keputusan kerjasama
⊸ Strategi China: Beijing Consensus (mutual respect, mutual
benefits, kooperatif) dalam kerjasama dan bantuan luar
negeri untuk memperkuat posisi
⊸ Arab Saudi: China menjadi pasar minyak mentah terbesar
setelah ditinggalkan Amerika Serikat
⊸ Arab Saudi: Kebijakan Amerika Serikat yang cenderung
eksploitatif dan menghegemoni membuat Arab Saudi lebih
mendekatkan diri dengan China
⊸ Iran: Sanksi ekonomi Amerika Serikat perkuat kerjasama
dengan China
⊸ Iran: China sebagai investor dan dukungan pengganti
sekaligus penyeimbang kekuatan dengan Amerika Serikat
Neti Rosmayanti

Judul: China’s Mediation Efforts in the Middle East


and North Africa: Constructive Conflict Management
Penulis: Mordechai Chaziza
Jurnal: Strategic Analysis, 2018, Vol. 42, No. 1, 29–41. 
Tahun: 2018
Publisher: Routledge
Mediasi China dalam konflik militer di wilayah
MENA:
⊸ Merupakan bagian dari strategi yang dirancang
sesuai dengan kerangka kebijakan
non-intervensi China.
⊸ Dilakukan dengan cara berbeda dari Barat
maupun Rusia, yakni secara efektif, tidak
konfrontatif, dan karenanya manjadi mekanisme
yang disukai untuk menyelesaikan perselisihan
di MENA.
⊸ Upaya mediasi sebagian besar ditujukan untuk
manajemen konflik yang konstruktif, bukan
resolusi konflik.
Rima Fitri

Judul: The Crises in the Middle East: A Window of


Opportunity for Rising China
Penulis: Elena Aoun and Thierry Kellner
Jurnal: European Journal of East Asian Studies, Vol.
14, No. 2 (2015), pp. 189-224
Tahun: 2015
Publisher: BRILL
Focusing on the evolution of China's
interactions with Egypt and the parties to the
Israeli-Palestinian conflict
⊸ After “Egyptian Spring” their relations was more
strengthened; Egypt reduced its dependence on
U.S
⊸ China significantly increased its trade with
Egypt: 26,5% in 2011 and 8,4% in 2012;
surpassed America share
⊸ Chinse investment revolves around: tourism, car
industry, infrastructure, establishment in Suez
⊸ China rarely intervened in Egypt’s internal
affairs: Non-intervention
⊸ In 2014, China became Egypt’s main trade and
their bilateral relations were upgrade into
“comprehensive strategic partnership”
⊸ Egypt holds special position in the Chinese
vision of Maritime Silk Road (OBOR)

“…Chinese-Egyptian bilateral cooperation sharply


contrast with the significant slowdown of Egypt’s
relations with Americans and Europeans..”
⊸ In the matter of Israeli-Palestinian conflict,
china remains impartial; Beijing kept a low
profile.
⊸ Beijing maintains regular though low- intensity
contacts with the Palestinian Authority
regarding the peace process while trying to
develop bilateral economic cooperation.
⊸ China also maintains its relation with Israel;
trading partner, Israel is second major supplier of
military technology.
Ahmad Furqon

Judul : China's participation in conflict resolution in


the Middle East and North Afrika : A case of
Quasi-Mediation Diplomacy?
Penulis : Degang Sun & Yahia Zoubir
Jurnal : Journal of Contemporary China Volume 27,
No. 110,   224-243
Tahun : 2017
Publisher : Routledge

Você também pode gostar