Você está na página 1de 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GERD (GASTROESOFAGEAL REFLUX DISEASE)


DI RUANG MAWAR RSUD KELAS B
KABUPATEN SUBANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

DI SUSUN OLEH :
EVI YULIANA., S.Kep
NIM : E1814901014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YPIB MAJALENGKA
JALAN GERAKAN KOPERASI NO.03 MAJALENGKA 45411
TLP./FAX. (0233) 284098
LAPORAN PENDAHULUAN
GERD (GASTROESOFAGEAL REFLUX DISEASE)

A. Konsep Teoritis
1. Definisi
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit
yang jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum
menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum
bisa mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung
ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama
setelah makan (Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan
berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun
ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu
habis makan.Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya
kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke
esofagus segera dikembalikan ke lambung.Refluks sejenak ini tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau
gejala.Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru
dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang
menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu
yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus
akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa
esofagus (Susanto, 2013).
Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi
lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi
pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
2. Anatomi Fisiologi

a. Esofagus
Bagiansaluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang
berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.Esofagus
diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Padalapisan
submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang
mensekresikan mukus.Pada bagian ujung distalesofagus, lapisan otot
hanya terdiri sel-sel ototpolos, pada bagian tengah,campuran sel-sel
otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot
lurik.
b. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang
melebar, yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang
telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat yang
dinamakan kimus (chyme).Permukaan lambung ditandai oleh adanya
peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel
pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria,
membentuk alurmikroskopik yang dinamakan gastric pits atau
foveolae gastricae.Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di
dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel
pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi
mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi:
kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya
pepsin, garam empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2015)
4. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD
(gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi
lambung ke dalam esophagus.GERD sering kali disebut nyeri ulu hati
(heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya
hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa
seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung
yang lebih tinggi dari esophagus.Dengan kedua mekanisme ini, isi
lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus
karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah
sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter
ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan
bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos
sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter
esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini,
karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan
tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian,
ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan
tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat
mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di
sfingter. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter
esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara
esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan
juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi
esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun
esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak
sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600).
5. Pathway Keperawatan

Obat - obatan, Hormonal,


Pendeknya LES, Infeksi H. Hernia Heatus Pengosongan Lambung Obesitas
Pylori dan korpus pedominas lambat, dilatasi lambung
gastritis

Tekanan intra
Bagian dari lambung atas Transient LES
Kekuatan lower abdomen meningkat
yang terhubung dengan Relaxation
Esophageal Sphincter
esophagus akan mendorong
(LES) menurun
ke atas melalui diafragma

Penurunan tekanan
penghambat refluks

Aliran retrograde yang mendahului Refluks spontan saat relaksasi


kembalinya tonus LES setelah LES tidak adekuat
menelan

Aliran asam lambung ke


esofagus

Kontak asam lambung dan mukosa


esophagus dalam waktu lama dan/atau
berulang
GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam


sel mukosa esofagus hari

Kerusakan sel mukosa Merangsang pusat Aspirasi isi lambung ke


esofagus mual tracheobronkial
Mual

Peradangan Risiko
Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan

Gangguan Intake nutrisi


Nyeri Akut Menelan inadekuat

BB menurun

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
6. Manifestasi Klinik
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di
bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan
pada saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada
anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini
adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada
beberapa orang.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break
pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien
dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux
disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan
lumen.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus.
Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di
atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.

8. Penatalaksanaan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya).Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.Berikut adalah
obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:
- Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan
obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium,
penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.
- Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini
adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan
sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan
dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada
pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.
- Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah
gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD
sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa
proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek
terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,
tremor, dan diskinesia.
- Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus
LES serta mempercepat pengosongan lambung.
- Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan
tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta
penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan
domperidon.
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda
dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap
HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu.
Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
(sitoproteksi).
- Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan
obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD.
Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel
parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap
sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat
berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor
H2.Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi
inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.

9. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
Data yang mungkin muncul
- Klien mengatakan “mengalami mual muntah”
- Klien mengatakan “tidak nafsu makan”
- Klien mengatakan “susah menelan”
- Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah”
- Klien mengatakan “nyeri pada perut”
b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
- Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegang bagian yang nyeri
- Tekanan darah klien meningkat
- Klien tampak gelisah

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan
refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif,
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi,
frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan
BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.

3. Intervensi
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o
1. Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan
cedera tindakan presipitasi nyeri berkurangnya
keperawatan selama faktor pencetus
......x 24 jam, pasien nyeri maka pasien
tidak mengalami tidak terlalu
nyeri, dengan kriteria merasakan
hasil: intensitas nyeri.
2. Tingkatkan 2. Menurunkan
Mampu mengontrol istirahat tegangan abdomen
nyeri (tahu penyebab dan meningkatkan
nyeri, mampu rasa kontrol.
menggunakan tehnik 3. Berikan 3. Pemberian
nonfarmakologiuntuk informasi informasi yang
mengurangi nyeri, tentang nyeri berulang dapat
mencari bantuan) seperti mengurangi rasa
penyebab nyeri, kecemasan pasien
Melaporkan bahwa berapa lama terhadap rasa
nyeri berkurang nyeri akan nyerinya.
dengan berkurang, dan
menggunakan antisipasi
manajemen nyeri ketidaknyamana
n prosedur.

Tanda vital dalam 4. Ajarkan tentang 4. Meningkatkan


rentang normal teknik relaksasi,
nonfarmakologi memfokuskan
seperti teknik kembali perhatian
relaksasi nafas dan meningkatkan
dalam, distraksi kemampuan
dan kompres koping.
hangat/dingin.
5. Berikan 5. Perlu penanganan
analgesik untuk obat untuk
mengurangi memudahkan
nyeri istirahat adekuat
dan penyembuhan
2 Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan
berhubungan tindakan kesadaran, reflek ekspansi paru
dengan hambatan keperawatan batuk dan maksimal dan alat
menelan, selama ...x 24 jam kemampuan pembersihan jalan
penurunan refleks masalah aspirasi menelan. napas.
laring dan glotis pada klien dapat 2. Naikkan kepala 2. Meningkatkan
terhadap cairan diatasi dengan 30-45 derajat pengisian udara
refluks kriteria hasil: setelah makan. seluruh segmen
paru, memobilisasi
dan mengeluarkan
Status hasil: sekret.
Klien dapat bernafas 3. Potong makanan 3. Menghindari
dengan mudah, tidak kecil kecil. terjadinya risiko
irama, frekuensi aspirasi yang
pernafasan terlalu tinggi.
normalskala 4 4. Hindari makan 4. Dapat membatasi
kalau residu ekspansi
Pasien mampu masih banyak gastroesofagus
menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi,
dan
mampumelakukan
oral hygiene skala 4

Jalan nafas paten,


mudah bernafas,
tidak merasa tercekik
dan tidak ada suara
nafas abnormal skala
4

3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Menetralkan


Menelan tindakan dengan hiperekstensi ,
berhubungan keperawatan selama mengontrol
dengan .....x 24 jam maka kepala
penyempitan/strik gangguan menelan 2. Letakkan pasien 2. membantu
ture pada pada klien dapat pada posisi mencegah aspirasi
esophagus akibat diatasi dengan duduk/tegak dan meningkatkan
gastroesophegal kriteria hasil: selama dan kemampuan untuk
reflux disease setelah makan. menelan.
Status hasil: 3. Berikan makan 3. Pasien dapat
Klien dapat menelan perlahan pada berkonsentrasi
makanan dengan lingkungan pada mekanisme
sempurna skala 4 yang tenang makan tanpa
adnya gangguan
distraksi dari luar
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Posisikan 1. Peninggian kepala
nafas tidak tindakan pasien untuk tempat tidur
efektif berhubunga keperawatan selama memaksimalkan mempermudah
n dengan refluks ......x 24 jam klien ventilasi fungsi pernapasan
cairan ke laring dan dapat menunjukkan dengan
tenggorokan kriteria hasil: menggunakan
gravitasi.
Status hasil: 2. Lakukan 2. Fisioterapi dada
jalan nafas yang fisioterapi dada dapat
paten (tidak tercekik, jika perlu mengeluarkan sisa
irama nafas dan pola sekret yang masih
nafas dalam rentang tertinggal.
normal) skala 4 3. Atur intake 3. Keseimbangan
untuk cairan akan stabil apabila
mengoptimalka antara pemasukan
n dan pengeluaran
keseimbangan. diatur

5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Diskusikan pada 1. Dengan memilih


nutrisi kurang dari tindakan pasien makanan makanan yang
kebutuhan tubuh keperawatan selama yang disukainya disukai pasien
berhubungan dengan .....x 24 jam, nutrisi dan makanan maka selera makan
intake kurang akibat pada klien dapat yang tidak si pasien akan
mual dan muntah. diatasi dengan disukainya. bertambah dan
kriteria hasil: dapat mengurangi
Definisi: intake rasa mual dan
nutrisi tidak cukup Status hasil: muntah.
untuk keperluan Peningkatan berat 2. Buat jadwal 2. Setelah tindakan
metabolisme tubuh badan sesuai dengan masukan tiap pembagian,
tujuan skala 4 jam. Anjurkan kapasitas gaster
mengukur menurun kurang
Tidak ada tanda- cairan/makanan dari 50 ml,
tanda malnutrisi dan minum sehingga perlu
skala 4 sedikit demi makan
sedikit atau sedikit/sering.
Tidak ada penurunan makan secara
berat badan yang perlahan.
berarti skala 4 3. Beritahu pasien 3. Menurunkan
untuk duduk saat kemungkinan
Mengidentifikasi makan/minum. aspirasi.
skala nutrisi skala 4 4. Tekankan 4. Makan berlebihan
pentingnya dapat
Stamina dan energi menyadari mengakibatkan
ada skala 4 kenyang dan mual dan muntah
menghentikan
masukan.
5. Timbang berat 5. Pengawasan
badan tiap hari. kehilangan dan
Buat jadwal alat pengkajian
teratur setelah kebutuhan nutrisi
pulang.
6. Kolaborasi 6. Perlu bantuan
dengan ahli gizi dalam perencanaan
diet yang
memenuhi
kebutuhan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Bestari, Muhammad Begawan. 2015. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux


Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung CDK 188 / vol. 42 no. 7 / November 2015.
Sujono, Hadi. 2014. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Yusuf, Ismail. 2013. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara
Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition
September - November 2013.
Jayus 2015.https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-
Keperawatan-Pasien-Gerd (Di akses tgl 20 Februari 2018).

Você também pode gostar