Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Seperti biasa, saya bergegas pulang kantor tepat waktu demi mengejar bus Jakarta-Purwokerto via
Terminal Lebak Bulus bersama 2 orang teman saya, 5 orang lainnya sudah menunggu di
Purwokerto.
Karena itu long weekend, gak mudah mendapatkan bus menuju purwokerto. Terlebih kereta, sudah
sold out sejak sebulan lalunya. Sehingga sekitar pukul 9 malam baru dapat bus cadangan yang
“seadanya”. Alhamdulillah, kami jadi tetap berangkat.
Di luar dugaan kami, ternyata macet terjadi di sepanjang jalur perjalanan sejak masuk tol Jakarta
sampai dengan Purwokerto via Pantura. Melenceng dari estimasi, kami yang seharusnya tiba di
Purwokerto pukul 4 pagi, malah sampai sana pukul 12 siang, tanpa berenti di rest area sekalipun.
(Wow, eksten 8 jam!)
Tiba di terminal Purwokerto, kami melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota menuju
Purbalingga untuk berjumpa dengan 5 orang lainnya. Makan (malam,pagi, dan siang) dijadikan 1
waktu karena macet tersebut. Hihi. (Ssttt, jangan kasih tahu mama ya). Setelah beristirahat sejenak,
makan, shalat dan melakukan packing ulang, kami melanjutkan perjalanan pukul 16.00 WIB.
Gn. Slamet dapat didaki melalu tiga jalur, lewat jalur sebelah Barat Kaliwadas, lewat jalur sebelah
selatan Batu Raden dan lewat jalur sebelah timur Bambangan. Dari ketiga jalur tersebut yang
terdekat adalah lewat Bambangan, selain pemandangannya indah juga banyaknya kera liar yang
dapat ditemui dalam perjalanan menuju ke puncak slamet.
Akhirnya kami mengambil jalur Bambangan. Untuk tiba di Basecamp Bambangan, dari Purbalingga
menuju Pertigaan Serayu dengan menggunakan bus 6000 rupiah. Setelah itu dilanjutkan dengan
mobil carry menuju Basecamp Bambangan, selama 60 menit dengan biaya 13.000 rupiah. Untuk
retribusi pendakian kita wajib membayar 5000 rupiah.
Kami tiba di basecamp pada malam hari. Karena menunggu hujan mereda, memulai pendakian
pukul 22.00 (malam hari). Sehingga tidak nampak pemandangan selama pendakian, selain siluet
dari pepohonan dan ditemani bulan purnama yan membulat sempurna dengan cantik. Selain tidak
terlihat view pemandangan dengan jelas, perjalanan malam juga lebih melelahkan dibandingkan
pagi hari. Hal ini dikarenakan oksigen yang dibutuhkan pendaki pun dibutuhkan pepohonan dan
tanaman lain di hutan, sehingga sesekali nafas terasa sesak dan membutuhkan istirahat beberapa
kali. Namun enaknya pendakian malam adalah, tidak tersengat sinar matahari.