Você está na página 1de 14

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Sejarah Berdirinya RSUD Ulin
RSUD Ulin berdiri sejak tahun 1943, Renovasi rumah sakit ini
pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu kayu Ulin diganti
dengan konstruksi beton. Tahun 1997 dibangun Ruang Paviliun Aster,
kemudian direnovasi lagi dan dibangun bersama Poliklinik Rawat
Jalan dan Ruang Rawat Inap Aster tahun 2002. Sejak itu RSUD Ulin
terus mengalami berbagai kemajuan fisik secara bertahap sampai pada
kondisi seperti sekarang.
4.1.2 Visi dan Misi RSUD Ulin
Visi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu ”Terwujudnya Pelayanan Rumah
Sakit yang Profesional dan Mampu Bersaing di Masyarakat Ekonomi
ASEAN” mengutamakan mutu pelayanan, pendidikan dan penelitian
serta keselamatan pasien. Dengan Misi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pelayanan terakreditasi paripurna yang
berorientasi pada kebutuhan dan keselamatan pasien, bermutu serta
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan sub spesialalis sesuai kebutuhan pelayanan
kesehatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan penapisan teknologi
kedokteran.
3. Menyelenggarakan manajemen RS dengan kaidah bisnis yang
sehat, terbuka, efisien, efektif, akuntabel sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Menyiapkan SDM, sarana prasarana dan peralatannya untuk
mampu bersaing dalam era pasar bebas ASEAN.
5. Mengelola dan mengembangkan SDM sesuai dengan kebutuhan
pelayanan dan kemampuan Rumah Sakit.
4.2 Gambaran Umum Ruang Rawat Inap Penyakit Stroke Center
4.2.1 Visi Ruang Stroke Center
“menjadi pusat layanan stroke secara komprehensip”.
4.2.2 Misi Ruang Stroke Center
4.2.2.1 Memberikan pelayanan cepat, tepat agar angka keccacatan
dan kematian akibat stroke menurun.
4.2.2.2 Memberikan pelayanan dalam penanganan fase stroke
hiperakut, akut dan rehabilitasi.
4.2.2.3 Mengurangi komplikasi neurologis / media
4.2.2.4 Meberikan edukasi untuk pencegahan stroke berulang.
4.2.3 Motto Ruang Stroke Center
4.2.3.1 Siap melayani semua lapisan masyarakat
4.2.3.2 Etika profesi dijunjung tinggi
4.2.3.3 Rajin dalam mengikuti perkembangan IPTEK
4.2.3.4 Upaya menekan tingkat kesakitan, kecacatan, dan kematian
menjadi tujuan
4.2.3.5 Nyaman bagi semua merupakan harapan
4.2.3.6 Ikhlas dan kejujuran menjadi pedoman
4.2.4 Tujuan Umum
Meminimalkan terjadinya kecacatan fisik akibat dari kerusakan pada
sistem syaraf sensorik maupun motorik dan mengembalikan fungsi
seoptimal mungkin.
4.2.5 Tujuan Khusus
4.2.5.1 Memberikan pelayanan sesuai dengan SOP
4.2.5.2 Memberikan pelayanan cepat dan tepat
4.2.5.3 Meminimalkan infeksi nosokomial
4.2.5.4 Mencegah terjadinya decubitus
4.2.5.5 Mencegah terjadinya fraktur
4.2.5.6 Mempertahankan kepatenan jalan nafas
4.2.5.7 Menurunkan angka kematian
4.2.5.8 Mempersiapkan pasien terminal dengan tenang dan damai
4.2.5.9 Memberikan penkes pasca rawat inap
4.2.6 Ketenagaan
Tenaga perawat di ruang Stroke Center seluruhnya berjumlah 24
orang, termasuk Kepala Ruangan, Wakil Kepala Ruangan, dan
Supervisi.
Jumlah perawat yang berada di ruang Stroke Center berdasarkan
tingkat pendidikan meliputi :
Sarjana Keperawatan : 7 orang
D III Keperawatan : 16 orang
D IV Keperawatan Gadar : 1 orang
Jumlah perawat yang berada di ruang seruni berdasarkan status
kepegawaian meliputi :
PNS : 9 orang
Non PNS : 15 orang
4.2.7 Layanan Ruang Stroke Center
Layanan Ruang Stroke Center terdepat beberapa ruangan didalamnya,
untuk ruangan perawatan pasien terdiri dari 7 tempat tidur pasien,
karakteristik dari pelayanan ruang stroke center yaitu pelayanan
highcare (mini ICU) yang dilengkapi dengan peralatan tempat tidur
pasien 3 fungsi, monitor vital sign, O2 stand by dengan 2 orang dokter
penanggung jawab.

4.3 Hasil penelitian


4.3.1 Karakteristik responden

Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, jenis stroke


hemoragik.
4.3.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada


tabel 4.1

Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan umur


Jumlah
No Umur (tahun) Frekuensi
Persentase (%)
(orang)
1 36-45 3 10
2 46-55 14 46
3 56-65 5 17
4 66-70 3 10
5 >70 5 17
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden menurut umur


paling banyak yaitu responden dengan umur 46-55 tahun
sebanyak 14 orang (46%).(Pinzon et.al., 2010).

4.3.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah
No Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase (%)
(orang)
1 Laki-laki 17 57
2 Perempuan 13 43
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden menurut jenis


kelamin paling banyak yaitu responden laki-laki berjumlah
17 orang (57%).

4.3.2 Analisis univariat

a. Pola Makan pada pasien stroke hemoragik

Pola Makan pada pasien stroke hemoragik dapat dilihat pada


tabel 4.3

Tabel 4.3 Pola Makan pada pasien stroke hemoragik


Jumlah
No Pola Makan Persentase
Frekuensi (f)
(%)
1 Baik 5 17
2 Buruk 25 83
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa Pola Makan


pada pasien stroke hemoragik paling banyak pada kategori
buruk yaitu berjumlah 25 orang (83%).

Tabel 4.4 Pola makan berdasarkan usia


no
Pola Usia
makan
36-45 46-55 56-55 66-70 >70
f % f % f % f % F %

1 Baik - - 5 16, - - - - - -
6

2 Buruk 3 10 9 30 5 16, 3 1 5 16,


6 0 6

Total 10 47
16, 1 16,
6 0 6
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa Pola Makan
tertinggi pada ketegori buruk yaitu berjumlah 25 (83%)

b. Kejadian Stroke Hemoragik

Kejadian Stroke Hemoragik dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Kejadian Stroke Hemoragik

Jumlah
Kejadian Stroke
No Persentase
Hemoragik Frekuensi (f)
(%)
1 Subarakhnoid 4 10
2 Intraserebral 26 90
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa Kejadian


Stroke paling ban-yak pada stroke hemoragik yaitu berjumlah
26 orang (90%).

Tabel 4.6 kejadian stroke berdasarkan jenis kelamin


Jenis stroke
Jenis kelamin Subarakhnoid Intracerebral
No
f % f %
1 Laki-laki 3 10 14 47
2 Perempuan 1 3 12 40
Total 4 13 26 87

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa Kejadian


Stroke paling banyak pada jenis kelamin yaitu berjumlah 17
orang (57%)

4.3.3 Analisis bivariat


Hasil analisis hubungan pola makan dengan kejadian stroke
hemoragik di ruang stroke center RSUD ulin Banjarmasin dapat
dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 hubungan antara pola makan dengan kejadian stroke


hemoragik di ruang stroke center RSUD ulin Banjarmasin
Kejadian stroke hemoragik
Total
No Pola makan Subarakhnoid Intraserebral
F % f % f %
1 Baik 3 10 2 7 5 17
2 Buruk 1 3 24 80 25 83
Total 4 10 26 90 30 100
Uji chi-square , ρ=0.009 < α=0.05

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hasil tabulasi silang


bahwa responden yang pola makannya baik cenderung mengalami
stroke hemoragik subarakhnoid 3 orang (10%) Sedangkan
responden yang pola makan buruk cenderung mengalami stroke
hemoragik intraserebral 24 orang (80%).

Hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square didapatkan nilai


ρ = 0.009 < α = (0.05) yang berarti bahwa H 0 ditolak dan Ha
diterima. Hal ini bermakna bahwa ada hubungan antara hubungan
pola makan dengan kejadian stroke hemoragik di ruang Stroke
Center RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2017.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pola makan pada pasien di ruang Stroke Center RSUD Ulin
Banjarmasin.
Hasil uji statistik menunjukan bahwa pola makan pada pasien di
ruang Stroke Center RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar berada
pada kategori buruk yaitu berjumlah 25 orang (83%), pada item
kuesioner paling banyak responden menjawab pada nomor 10 yaitu
dalam 1 minggu responden mengkonsumsi sayur kurang dari atau
sama dengan 3 kali sebanyak (83,3%), item nomor 2 yaitu tekanan
darah responden biasanya berada diatas 140 mmHg sebanyak (80%),
item nomor 3 yaitu anda suka mengkonsumsi makanan berlemak
terutama makanan hewani (daging sapi, kambing, ayam, telor dan
lain-lain sebanyak (80%), item nomor 5 dalam kurun waktu 4 kali
dalam seminggu anda mengkonsumsi makanan kolesterol tinggi
seperti seafood (cumi-cumi, kepiting, udang dan lain-lain) sebanyak
(73,3%), dan item no 1 dalam kurun waktu 4-7 kali dalam seminggu
anda mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi sebanyak
(56,7%). Sayur dan buah-buahan segar serta makana berserat. Serat
dalam makanan ditemukan dalam gandum, padi-padian, dan jagung.
Serat membuat tubuh teratur buang air besar dan dapat membantu
menurunkan resiko penyakit jantung dan stroke karena
memperlambat penyerapan lemak dan kolestrol dari makanan lain.
Natrium (Na), mineral utama dalam garam berefek meningkatkan
tegangan kontraksi pembuluh darah. Produk fastfood dan restoran
atau warung tradisional terutama makanan hewaninya (daging sapi,
kambing, ayam, telor dan lain-lain) mengandung lemak dan kolestrol
tinggi, mengkonsumsi makanan tersebut kalau berlebihan akan
menimbulkan ateroklerosis dan pengersan pembuluh darah yang
akan menghambat aliran darah ke otak (Martini, 2012).

Pola makan ketegori baik berjumlah 5 orang (17%), responden


banyak menjawab pada item nomor 8 dalam kurun waktu 4-7 kali
dalam seminggu tidak mengkonsumsi makanan cepat saji sebanyak
(70%), item nomor 7 dalam kurun waktu 4-7 kali dalam seminggu
tidak mengkonsumsi makanan yang bersantan sebanyak (46,7%),
item no 9 dalam kurun waktu 4-7 kali dalam seminggu tidak
mengkonsumsi makanan kaleng sebanyak (36,7%), item no 12 tidak
merokok setiap hari sebanyak (43,3%), item no 6 tidak menkonsumsi
gorengan sebanyak (30%). Hal ini sesuai dengan teori (Martiani,
2012) bahwa fast food ternyata mengandung garam, lemak, dan
kalori yang tinggi, termasuk kolesterol mencapai 70%, serta hanya
sedikit mengandung serat yang justru sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Selain kandungan gizinya yang sangat rendah, fast food juga
mengandung zat pengawet dan zat aditif yang membuat penikmatnya
ketagihan. Nikotin meningkatkan pembentukan plak di arteri
penyebab aterosklerosis, melalui stimulasi yang berlebihan pada
asteilkolin dan reseptor glutamat dalam waktu lama sehingga
memicu keracunan otak (eksitotoksisitas).

Berdasarkan karakteristik responden dapat dilihat hasil dari


penelitian menunjukkan pola makan buruk sebagian besar responden
berusia 36-45 tahun sebanyak 3 orang (10%), 46-55 tahun sebanyak
9 orang (30%), 56-65 tahun sebanyak 5 orang (16,6%), 66-70 tahun
sebanyak 3 orang (10%), dan >70 tahun 5 orang (16,6%). Pada
proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh secara berangsur,
misalnya bertambahnya usia yang pada umumnya dapat
mempengaruhi kepekaan terhadap rasa makanan. Stroke pada usia
lanjut biasa disebabkan oleh faktor kombinasi (multifactorial cause)
seperti penyakit penunjang terjadinya stroke. Selain itu juga dapat
terjadi oleh karena proses penuaan pada semua organ tubuh
(Arnawiya, 2012 dalam Maukar et al., 2014). Kebanyakan
responden mengonsumsi daging ayam, susu yang mengandung
lemak, makanan bersantan dan gorengan yang banyak mengandung
minyak lebih dari 4-7 kali (sering) dalam satu minggu hal ini dapat
dikategorikan sebagai pola makan yang buruk. Hal yang sama juga
dipaparkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ernawati &
Sudaryanto (2010) yang menjelaskan gaya hidup sebagian besar
responden memliki gaya hidup yang buruk sebanyak 68%. Gsianturi
(2002) dalam Budiman (2014) berpendapat bahwa pola makan,
terutama di kota besar, bergeser dari pola makan tradisional ke pola
makan barat yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak
seimbang. Pola makan tersebut merupakan jenis-jenis makanan yang
bermanfaat, akan tetapi secara potensial mudah menyebabkan
kelebihan masukan kalori jika tidak dikonsumsi secara rasional. pola
makanan pada orang berusia di atas 65 tahun seharusnya perlu diatur
dengan menghindarkan makanan berisiko dan memperbanyak
makanan yang bersifat protektif. Kebiasaan yang sering dilakukan
oleh lansia antara lain kebiasaan minum-minuman yang mengandung
xanthine dan cafein (seperti kopi, teh) disenja atau sore hari,
kebiasaan merokok, kebiasaan kurang olahraga dimana kebiasaan
tersebut merupakan contoh gaya hidup yang buruk. Kebiasaan gaya
hidup yang buruk merupakan faktor resiko munculnya penyakit
hipertensi pada lansia yang menyebabkan terjadinya stroke
(Grinspun & Coote 2005, dalam Prasetyo, 2012) Menurut (amelia
2009) dikatakan frekuensi pola makan “sering” adalah apabila
seorang individu mengkonsumsi makanan tersebut 4-7 kali dalam
seminggu dan pola makan “jarang ≤ 3 kali dalam seminggu. Lebih
banyak responden berjenis kelamin laki – laki dibandingkan jenis
kelamin perempuan. Risiko stroke pada laki – laki 1,25% lebih
tinggi dibandingkan pada perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa
laki – laki cenderung merokok. Rokok dapat merusak lapisan dari
pembuluh darah.
4.4.2 Kejadian stroke hemoragik di ruang Stroke Center RSUD Ulin
Banjarmasin

Hasil uji statistik menunjukan bahwa kejadian stroke hemoragik


pada pasien di ruang Stroke Center RSUD Ulin Banjarmasin
sebagian besar yang menderita stroke hemoragik intraserebral yaitu
berjumlah 26 orang (90%) dengan tanda dan gejala seperti
hipertensi, pecahnya pembuluh darah (microaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak
dan menimbulkan edema otak (Muttakin, Arif, 2008). sedangkan
yang menderita stroke hemoragik subarakhnoid 4 orang (10%)
jarang diiringi dengan hipertensi, hal ini sesuai dengan (Muttakin,
Arif, 2008) bahwa perdarahan ini berasal dari pecahnya anaeurisma.

Berdasarkan karakteristik responden dapat dilihat hasil dari


penelitian menunjukkan sebagian besar responden berusia 36-45
tahun sebanyak 3 orang (10%), 46-55 tahun sebanyak 14 orang
(46%), 56-65 tahun sebanyak 5 orang (17%), 66-70 tahun sebanyak
3 orang (10%), dan >70 tahun 5 orang (17%). Seseorang yang
menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke. Usia
dikategorikan sebagai faktor risiko yang tidak dapat diubah.
Didukung dengan teori (pinzon et,al., 2010) semakin tua usia
seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Dari berbagai
penelitian hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan) yang
terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena adanya plak dan dapat menyumbat aliran
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit (Saraswati, 2009). Didukung dari hasil penelitian (Puspita
dan Putro, 2008) yang menyatakan bahwa risiko terjadinya stroke
pada kelompok umur > 55 tahun adalah 3,640 kali dibandingkan
kelompok umur ≤ 55 tahun. Stroke yang menyerang kelompok usia
diatas 40 tahun adalah kelainan otak non-traumatik akibat proses
patologi pada sistem pembuluh darah otak (Majalah Farmacia,
2009). Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan
umur berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ
tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah
otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel
yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga
mengakibatkan lumen pem-buluh darah semakin sempit dan
berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk.,
2009).

Berdasarkan karakteristik responden dapat dilihat dari hasil


penelitian menunjukkan stroke hemoragik subarakhnoid sebagian
besar jenis kelamin laki-laki 3 orang (10%), perempuan 1 orang
(3%). Sedangkan stroke hemoragik intraserebral sebagian besar jenis
kelamin laki-laki 14 orang (47%), perempuan 12 orang (40%). Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Puspita dan Putro (2008) dalam
sofyan et al., (2014) yang mendapatkan bahwa jenis kelamin
mempunyai hubungan yang bermakna dengan risiko kejadian stroke
dengan risiko pada jenis kelamin laki-laki sebesar 4,375 kali
dibandingkan dengan perempuan.

4.4.3 Hubungan pola makan dengan kejadian stroke hemoragik di ruang


Stroke Center RSUD Ulin Banjarmasin
Wahiduddin (2010) dalam Maukar et al., (2014) menjelaskan bahwa
ada hubungan gaya hidup dengan kejadian stroke. Gaya hidup yang
sehat diperlukan pertahanan yang baik dengan menghindari
kelebihan dan kekurangan yang menyebabkan ketidakseimbangan
yang menurunkan kekebalan dan semua yang mendatangkan
penyakit. Hal ini juga didukung pendapat oleh Maulana yang
menyebabkan bahwa untuk mendapatkan kesehatan yang prima jalan
terbaik adalah merubah gaya hidup yakni pola makan yang terlihat
dari aktifitas dengan menjaga kesehatan (Shanty, 2011). Gaya hidup
pada zaman modern ini mendorong orang mengubah pola makan.
Pola makan tidak sehat tidak baik untuk untuk tubuh sehingga tubuh
menjadi rentan penyakit (Depkes, 2008). Pola makan tidak seimbang
antara asupan dan kebutuhan seperti makan makanan lemak tinggi,
kurang mengkonsumsi sayuran juga makan makanan yang melebihi
kapasitas tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan
(Nugroho, 2008 dalam Maukar et al., 2014). Kebiasaan tersebut juga
memicu timbulnya hipertensi yang akan mengakibatkan kerusakan
dinding pembuluh darah karena adanya tekanan darah yang melebihi
batas normal. Apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan
gumpalan pada pembuluh darah yang akan berakibat fatal yaitu
pecahnya pembuluh darah pada otak (Mendhis, et al., 2011).

Dari hasil penelitian dengan pola makan buruk 25 orang (83%), yang
terdiri dari responden yang mengalami stroke hemoragik
subarakhnoid 1 orang (3%), dan dengan stroke hemoragik
intraserebral 24 orang (80%). Pada proses menua terjadi penurunan
fungsi tubuh secara berangsur, misalnya bertambahnya usia yang
pada umumnya dapat mempengaruhi kepekaan terhadap rasa
makanan. Makin tinggi lemak mengakibatkan kadar kolesterol dalam
darah meningkat yang akan mengendap dan menjadi plak yang
menempel pada dinding arteri, plak tersebut menyebabkan
penyempitan arteri sehingga memaksa jantung bekerja lebih berat
dan tekanan darah menjadi lebih tinggi. Tinggi lemak dapat
menyebabkan obesitas yang dapat memicu timbulnya hipertensi, dan
hipertensi merupakan 70% penyebab stroke hemoragik. Hal ini diperkuat
dari hasil penelitian Andria (2013) bahwa ada hubungan antara
perilaku olahraga, stress dan pola makan dengan tingkat hipertensi
pada lanjut usia di posyandu lansia kelurahan gebang putih
kecamatan sukolilo kota surabaya.
Kebanyakan lansia mengonsumsi garam yang berlebih pada saat
memasak yaitu 3×/ hari, ikan laut, ikan tawar dan ikan asin atau teri
yang asin karena banyak mengandung garam. Garam mengandung
40% sodium dan 60% klorida. Orang yang peka pada sodium lebih
mudah meningkat sodiumnya, yang menimbulkan retensi cairan
danpeningkatan tekanan darah (Sheps, 2005 dalam Andria 2013).

Dalam penelitian ini yang menderita stroke hemoragik intraserebral


24 orang (80%) dan dapat dikatakan lebih banyak dari pada yang
menderita stroke hemoragik subarakhoid. Stroke henoragik 70%
disebabkan oleh hipertensi dan untuk kategori perdarahan
intracerebral hampir selalu disebabkan oleh hipertensi (Dewanto,
2009). Pecahnya pembuluh darah (microaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Stroke hemoragik disebabkan oleh
perdarahan ke dalam otak (disebut Hemoragia Intraserebrum atau
Hematom Intra Serebrum) atau ke dalam subraknoid yaitu ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak (disebut Hemoragia Subraknoid). Ini adalah jenis stroke yang
paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagai kecil dari
stroke total: 10-15% untuk perdarahan Serebrum dan 5% untuk
perdarahan Subaraknoid. (Muhammad Irfan, 2012:61).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square


didapatkan hasil nilai korelasi dengan nilai signifikan sebesar 0,009.
Nilai signifikan 0.009 lebih rendah dari α = 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan
kejadian stroke hemoragik di ruang Stroke Center RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2017. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis
penelitian adalah diterima.

4.5 Keterbatasan penelitian

Peneliti disini hanya meneliti menggunakan kuesioner tidak dilengkapi


dengan lembar observasi untuk melihat perilaku pola makannya sehari-hari.

tidak semua faktor yang menyebabkan terjadinya stroke hemoragik diteliti


dalam penelitian ini sehingga adanya faktor lain yang berhubungan dengan
kejadian stroke hemoragik misalnya riwayat keluarga, obat-obatan, kurang
aktivitas fisik/olahraga, stress fisik mental dan lain-lain.

4.6 Implikasi hasil penelitian dalam keperawatan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pola makan yang baik dapat


mengurangi resiko kejadian stroke hemoragik. Implikasi penelitian ini bagi
pelayanan keperawatan dapat dijadikani bahan untuk menerapkan
pendidikan kesehatan pada penderita stroke hemoragik maupun yang tidak
menderita stroke hemorsgik agar mampu meningkatkan pengetahuan
tentang pola makan penyebab stroke hemoragik. Pola makan yang buruk
berisiko mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik.

Você também pode gostar