Você está na página 1de 12

ABSTRACT

Phytic acid is considered as an anti-nuritional factordue toits ability to bind


minerals, resulting in low mineral availability. Some previous studies reported that
phytate can be broken down by an enzyme called phytase. Other studies suggest that
phytase enzymes can be produced by microbes which associates with animal
intestines.Thus, the study was mainly aimed at isolating phytase-producing bacteria from
fish intestines. This study was performed by collecting fish samples (wild and farmed
tilapia), dissecting intestinal tracts and isolating bacteria. Total viable bacteria (TVC)
associated with the intestinal tracts were calculated and screened for phytase production.
The result showed that the TVC of farmed Tilapia intestines was a slightly lower
than TVC of wild tilapia intestine,7.99 log unit (CFU /g), and 9, 21 Log unit (CFU/g)
respectively. Afterwards, 20 isolates showing different morphologies were taken to
determine their ability to produce phytase.Three of them had phytase activities indicated
by the formation of clearance zone on phytate agar plates. These bacteria were named as
isolate A, isolate B, and isolate D. The results of the viability test on the digestive tract
simulation showed that isolate B had the best viability in the simulated gastrointestinal
tract.Therefore the isolate B was proceeded for identification using biochemical tests
with a guidance of based on the book Bergeying Maual Of Determinative Bology Edition
8th. The result indicated that isolate B was identified as Lactobacillus sp.

Keywords: phytic acid, phytase enzyme, Lactobacillussp., Tilapia.


INTISARI

Asam fitat merupakan zat anti-nutrisi karena kemampuan mengikat mineral,


sehingga ketersediaan mineral rendah. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa fitat dapat dipecah oleh enzim yang disebut fitase. Penelitian lain menunjukkan
bahwa enzim fitase dapat diproduksi oleh mikroba yang berasosiasi dengan usus hewan.
Oleh karena itu, penelitian ini terutama ditujukan untuk mengisolasi bakteri penghasil
fitase dari usus ikan. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan sampel ikan (nila
liar dan bertani), membedah saluran usus dan mengisolasi bakteri. Total bakteri layak
(TVC) yang terkait dengan saluran usus dihitung dan disaring untuk produksi fitase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa TVC dari nila budidaya sedikit lebih rendah
dari TVC nila liar, 7,99 log unit (CFU / g), dan 9, 21 unit Log (CFU / g) masing-masing.
Setelah itu, 20 isolat menunjukkan morfologi yang berbeda diambil untuk menentukan
kemampuan mereka untuk menghasilkan fitase. Tiga dari mereka memiliki aktivitas fitase
yang ditunjukkan oleh pembentukan zona bening pada lempeng agar fitat. Bakteri ini
diberi nama isolat A, isolat B, dan isolat D. Hasil uji viabilitas pada simulasi saluran
pencernaan menunjukkan bahwa isolat B memiliki viabilitas terbaik dalam simulasi
saluran pencernaan. Oleh karena itu isolat B dilanjutkan untuk identifikasi menggunakan
biokimia. tes dengan panduan berdasarkan buku Bergeying Maual Of Determinative
Bology Edition 8. Hasilnya menunjukkan bahwa isolat B diidentifikasi sebagai
Lactobacillussp.

Kata kunc i: Asam fitat, enzim fitase, Lactobacillus sp.,ikan nila.


PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies budidaya air tawar yang
menjadi andalan komunitas perikanan. Namun tingginya harga pakan komersil menjadi
salah satu kendala dalam kegiatan budidaya. Enam puluh hingga delapan puluh persen
biaya operasional pada budidaya ikan berasal dari pakan. Pakan yang kualitasnya tinggi
cenderung diasosiasikan dengan kandungan protein yang tinggi. Protein merupakan
komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu
merupakan pembentuk tubuh, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi
sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Protein pada beberapa
bahan baku pakan tedapat pada tepung ikan. Selain itu kedelai merupakan sumber protein
nabati yang banyak digunakan. Akan tetapi, upaya pemanfaatan kedelai mengalami
kendala yaitu adanya kandungan asaam fitat (anti nutrisi) didalamnya.
Terdapatnya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas
dalam penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan
pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk
ke dalam tubuh. Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah
terlebih dulu untuk menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu
dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini. Salah satu, senyawa dapat
menghambat penyerapan mineral, seperti konsumsi serat yang berlebih, asam fiat yang
terdapat dalam biji-bijian (kedelai) yang merupakan sumber protein nabati yang paling
banyak digunakan (Fatimah,2005). Asam fitat merupakan zat antinurisi karena
mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan
mineral tersebut menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah.
Asam fitat merupakan senyawa organik yang terdiri enam senyawa fosfat. Fosfat
ini tidak tersedia secara luas pada ternak non ruminansia. Pada ternak ruminansia, bakteri
fitase membebaskan ikatan fosfat. Asam fitat dapat membentuk chelate dengan
bermacam-macam mineral dan memperoduksi. Fitat (Widodo, 2005). Pada kondisi alami,
asam fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe),
maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan
protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh karena itu, asam fitat
dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan.
Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fitat dapat dipecah oleh
enzim yang disebut fitase. Enzim fitase yang dikenal juga dengan mio-inositol
heksakifosfat fosfohidrolase adalah enzim yang mampu memecah asam fitat dengan
melakukan hidrolisis pada derifat mio-inositol dan melepaskan fosfat anorganik(Liener,
1994 ; Sardar dkk., 2007). Namun, harga enzim yang mahal dan langka merupakan salah
satu kendala dalam penggunaan enzim tersebut.
Penelitian lain menyebutkan bahwa enzim fitase dapat diproduksi oleh mikroba
yang bersimbiosis dengan usus hewan ( Irving dan Cosgrove, 1971). Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim fitase dari usus ikan.
Hasil isolat bakteri ini nantinya dapat dijadikan probiotik pada ikan untuk meningkatkan
kecernaan pakan dengan sumber protein dari tepung kedelai, mengurangi limbah
budidaya serta mengurangi ketergantungan pada tepung ikan.

METODE PENELITIAN
a. Tempat dan Waku Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam laboratorium Balai Karantina Ikan
Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Mataram Karantina Ikan
Propinsi NTB. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei, Juni dan Juli
tahun 2018.
1. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut ikan nila yang
dibudidaya 18 ekor, ikan nila liar 18 ekor, Akuades, Alkohol, Kertas Oksidase,
Larutan NaCl Fisiologis, Glukosa, TSA (Tripticase Soy Agar, Oxoid), Pereaksi
pewarnaan Gram ( kristal violet, lugol, safranin, alkohol absolut), pereaksi katalase
H2O2 3%.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Jarum ose, Bunsen,
Kapas, Kertas label dan alat tulis, Disetting set, Bak sectio, Slide glass dan cover
glass, Mikroskop, Laminary Air Flow, Inkubasi,Cawan Petri, Tabungreaksi,
Analytical balance,Raktabungreaksi, Water Bath, Hot Plate dilengkapi dengan
magnetic stirer, Autoclave, Erlenmeyer, Gelas ukur , Pipet tetes dan pipet ukur.
2. Cara Keraja
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ikan nila budidaya dan nila liar pada penelitian ini
dilakukan di Lingsar Kabupaten Lombok Barat NTB. Ikn nila selanjutnya di bawa
kedalam laboratorium untuk dilakukan pembedahan dalam pengambilan saluran
pencernaan (usus) dengan keadaan steril. setelah didapatkan, usus kemdudian
ditimbang dan diencerkan dengan larutan NaCl selanjutnya usus siap dilakukan
isolasi.
Identifiasi Sampel
Isolasi dilakukan dengan cara usus ikan yang telah didapatkan
dihomogenisasikan terlebih dahulu. Hasil dari pengencaran usus diambil untuk
dilakukan isolasi pada medium agar yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi di
suhu ruangan selama 48 jam secara aerobik. Setelah 48 jam, koloni yang tumbuh
dengan morfologi yang berbeda dikultur ulang sampai mendapatkan isolat murni.
Diasumsikan bahwa koloni yang tumbuh mampu memanfaatkan fitat dengan
memproduksi enzim fitase.
Hasil isolasi didapatkan isolat murni, bakteri yang dapat menghasilkan enzim
fitase selanjutnya dilakukan uji viabilitas untuk mengetahui kemampuan hidup atau
daya tahan hidup didalam saluran pencernaan dengan simulasi menyerupai
lingkungan aslinya. Hasil dari uji viabilitas di lakukan uji lebih lanjut yaitu uji
biokimia untuk identifikasi jenis bakteri yang didapatkan.
Analisis Data
Data perbandingan jumlah bakteri ikan nila disajikan dalam bentuk grafik
menggunakan t-test dan ANOVA. Uji viabilitas disajikan dalam bentuk deskriptif dan
grafik. Identifikasi jenis bakteri disajikan dalam bentu deskriptif dan tabel sedangkan
untuk morfologi bakteri diberikan dalam bentuk gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Jumlah Bakteri Pada Usus Ikan Nila Liar Dan Budidaya
Hasil perhitungan angka lempeng total dengan metode Total Variable Cost
(TVC) menunjukkan bahwa jumlah rata-rata bakteri yang hidup pada usus ikan nila
yang dibudidaya adalah 7,99 Log unt (CFU/g) sedangkan angka lempeng total pada
usus ikan nila liar sebanyak 9,21 Log unt (CFU/g). Lebih jelas dapat dilihat pada
grafik 1.
10 b
a
8

ALT (Log CFU/g)


6
4
2
0
Ikan Budidaya Ikan Liar

Grafik 1. Angka lempeng total bakteri pada usus ikan nila budidaya dan ikan nila
liar pada media TSA

Lestari (2012) menyatakan bahwa jenis bakteri yang dominan dalam saluran
pencernaan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanan ikan sehingga dapat
meningkatkan kualitas ikan. Bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan ikan
menghasilkan enzim yang mampu digunakan dalam mendekrasi nutrisi dalam pakan.
Bakteri yang terdapat pada usus ikan nila yang tumbuh pada media TSA dapat dilihat
pada gambar 1:

Gambar 1. Bakteri ikan nila pada media TSA


Dari hasil penelitian yang dilakukanikan liar lebih dominan dibandingkan ikan
budidaya. Hal ini disebabkanoleh beberapa kondisi lingkungan hidup seperti suhu,pH,
dan kandungan oksigen dalam perairan. Ikan nila budidaya cenderung memiliki
lingkungan netral karena prosespemeliharaanterkontrol sementara untuk ikan liar
hidup dengan bebas diperairan tanpa pengontrolan. Perairanyang tidak terkontrol akan
menjadi tidak stabil antara suhu, pH, dan oksigen didalam perairan sehingga
berdampak terhadap peningkatan bahan organic serta memicu pertumbuhan bakteri
lebih tinggi dan beragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Frasier(1988) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan dan reaksi metabolisme mikroorganisme
dipengaruhi oleh suhu, pH dan oksigen.
Hasil uji statistik menunjukkan analisis datadengan menggunakan metode t-
testdiperoleh datat=2.19, df=14, p=0.046. Data tersebut dibandingkan dengan
menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang terdapat pada ikan
nila liar berbeda secara signifikan (P>0,01) terhadap jumlah bakteri dari ikan
budidaya.
b. Bakteri Penghasil Enzim Fitase
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 20 isolat yang memiliki morfologi
yang berbeda seperti: bentuk, warna dan ukuran. Sampeltersebut diinkubasi selama 24
jam.Adapun ciri- ciri morfologi dari 20 isolat yang berhasil diperoleh beranekaragam
yaitu berbentuk kasar, halus, transparan, dan bundar. Sedangkan untuk warna yaitu
putih susu. Perbedaan tersebut disebabkan karenaperbedaan jenis dan ukuran masing-
masing bakteri kandidat probiotik.
Hasil 20 isolat tersebut kemudian diuji untuk mengetahui kemampuannya
dalam memproduksi enzim fitase. Dari hasil tersebut diperoleh 3 bakteri penghasil
enzim fitase baik ikan yang dibudidaya maupun ikan liar. Tiga bakteri yang
didapatkan yaitu bakteri A, bakteri B, dan bakteri D. Berikut gambar media yang
ditumbuhi bakteri penghasil enzim fitase:

Gambar 2. Bakteri penghasil enzim fitase

Hasil Isolat bakteri yang dapat menghasilkan enzim fitase ditunjukkan


denganterbentuknya zona bening disekitar koloni. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Hafsan dkk, 2017)bahwa bakteri yang tumbuh dan membentuk zona bening
disekeliling koloni pada media didikasikan sebagai bakteri penghasil enzim fitase.
Isolat dengan indeks fitatik (nisbah antara diameter zona bening dan diameter koloni
bakteri) tertinggi kemudian dipilih sebagai isolatyang digunakan untuk
mengidentifikasi jenis bakteri dan di uji lanjut guna mengetahui kemampuan bertahan
hidup pada saluran pencernaan.
Saluran pencernaanmerupakan tempat berlangsungnya proses pencernaan
danabsorbsi bahan makanan secara lebih sempurna. Menurut Nursyirwani (2003)
pada organ usus ikan air tawar, banyak terdapat bakteri golongan Pseudomonas sp.,
Bacillus sp., dan aeromonas sp., sedangkan pada ikan air laut banyak terdapat bakteri
halofilik seperti Vibrio sp., Flavobakterium sp., Pseudomonas sp. Nair(1998)
melaporkan usus ikan mengandung bakteri sekitar 102-107 cfu/cfu/g.
c. Uji Viabilitas Disimulasi Cairan Saluran Pencernaan
Uji viabilitas merupakan parameter penting yang terkait manfaatnya dimana
untuk mengetahui apakah bakteri yang dihasilkan mampu bertahan hidup pada saluran
pencernaan dalam jangka waktu yang lama. Hasil uji viabilitas yang disimulasi
padacairan lambung dan usus dapat dilihat pada grafik 2 dan 3:

Grafik 2. Uji viabilitas pada simulasi cairan lambung

Grafik 3. Uji viabilitas pada simulasi cairan usus

Uji viabilitas menunjukkan ketahanan yang baik terhadap pengaruh


lingkungan. Pada penelitian ini uji viabilitas dilakukan pada simulasi cairan lambung
dan usus selama 3-4 jam yangdiinkubasi dalam suhu ruangan.Hasil ini ditunjukkan
dengan pertumbuhan koloni pada cawan dengan jumlah yang dapat dihitung.
Berdasarkan grafik di atas hasil uji pada simulasi cairan lambung,viabilitas
terbaikdiperoleh pada bakteri B dengan 4.0 Log unt (0h) menjadi 3.9 Log unt (3h)
dan bakteri D dengan 5.2 Log unt (0h) menjadi 5.1 Log unt (3h) sedangkan pada
bakteri A berbeda secara signifikan dengan 5.2 Log unt (0h) menjadi 3.1 Log unt
(3h). Sedangkan hasil uji viabilitas pada simulasi cairan usus menunjukkan viabilitas
terbaik diperoleh pada bakteri A dan B. Pada bakteri A (5.1 Log unt pada 0h)
menjadi 5.4 Log unt (3h)) dan bakteri B (3.2 Log unt (0h) menjadi 2.9 Log unt (3h).
Sementara bakteri D (6.0 Log unt (0h) menjadi 3.8 Log unt (3h).
Meskipun bakteri mengalami penurunan pada uji viabilitas cairan lambung
dan cairan usus, namun perhitungna sel bakteri masih dapat dilakukan. Hal ini
disebabkan karena konsentrasi matrik natrium alginat yang mempengaruhi ketahanan
sel bakteri.Penurunan jumlah bakteri yang terjadi pada uji viabilitas dikarenakan pH
pada saluran pencernaandiduga mempengaruhi bakteri untuk hidup. Zavaglia dkk.,
(2011) menambahkanbahwa asam seperti HCl yang ditemukan dalam lambung
merupakan oksidator kuat sehingga dapat mengoksidasi dan mengganggu senyawa
biomolekular penting di dalam sel. Senyawa biologi yang dapat dihancurkan oleh
asam adalah asam lemak, protein, kolestrol, dan DNA (Pan dkk, 2008).
Hasil penelitian Neha dkk., (2012) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi viabilitas bakteri diantaranya kondisi fiologis, suhu, pH, aktifitas air
dan oksigen. Selain itu penurunan pertumbuhan disebabkan karena sel menjadi mati
lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru (Pelezar dan Chan, 1986).
Kandidat probiotik yang baik ditunjukkan dengan kemampuannya bertahan
hidup melewati saluran pencernaan.Menurut Piano (2011) probiotik dapat dikatakan
memberi manfaat apabila probiotik dapat bertahan hidup saat melewati lambung dan
dapat berkeloni pada usus.
Sedangkan kenaikan jumlah bakteri yang tinggi disebabkan karena bakteri
dapat mensintesis zat-zat yang terkandung dalam media dan memicu bakteri dalam
menyekresi metabolit selnya untuk pertumbuhan sel secaraoptimal. Dari ketiga
bakteri pada simulasi cairan usus viabilitas terbaik dihasilkan oleh bakteri A dan B.
Akan tetapi bakteri A tidak dapat bertahan hidup dengan baik pada simulasi cairan
lambung sedangkan bakteri B tidak berbeda nyata antara simulasi pada cairan
lambung dan usus. Oleh karena itu peneliti memutuskan bahwa bakteri B dilakukan
uji lebih lanjut untuk mengetahui jenis bakteri.
d. Uji Biokimia
Hasil uji viabilitas pada simulasi saluran pencernaan yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa bakteri B tidak berbeda nyata pada simulasi cairan lambung
dan usus dibandingkan pada bakteri A dan D. Oleh karena itu bakteri Bdilakukan uji
lebih lanjut. Hasil uji biokimia yang telah dilakukan pada bakteri B dapat di lihat pada
Tabel 1:
Tabel 1. Hasil uji biokimia bakteri B
Bakteri B
Pewarnaan garam +
Katalase -
Oxidase -
Frementasi GluKosa +

Hasil uji biokmia pada bakteri B yaitu untuk pewarnaan gram memperlihatkan
koloni berwarna ungu yang mengindikasikan gram positif, uji katalase negatif
ditandai dengan tidak adanya perubahan atau gelembung-gelembung oksigen pada
isolat bakteri, uji oxidase negatif dengan tidak adanya perubah warna dan positif
untuk uji frementasi glukosa.
e. Jenis Bakteri Pengasil Enzim Fiase
Hasi uji pewarnaan menunjukkan gram positif, yang ditandai dengan
terbentunya warna ungu. Bakteri gram positif memiliki dinding sel tebal dan memeran
sel tipis, shinggabakteri mengalami dehidrasi pada alkohol 70% menyebabkan pori-
porinya menjadi mengkerut maka dapat menyebabkan warna kristal violet tidak dapat
keluar. Dari hasil tersebut dan dilakukan pengidentifikasian spesies berdasarkn buku
Bergey’s Maual Of Determinative Bateriology 8th Edition maka disimpulkan bahwa
bakteri tersebut merupakan lactobacillus sp.
MenurutBergey’s Maual Of Determinative Bateriology(1994) genus
lactobacillus sp. memiliki ciri morfologi dengan sel-sel yang berbentuk batang dan
biasanya teratur, selalu memiliki bentuk batang panjang tapi kadang-kadang hampir
kokus, umumnya bentuk sel bakteri dalam sel pendek, gram positif. Warna koloni
putih susu, bentuk koloni bulat sehingga sesuai pada pernyataan koloni bakteri tanpa
pigmen. Hasil isolasi dan identifikasi bakteri menunjukan ciri morfologi bakteri
lactobacillus sp.
Hasil penelitian ditunjang oleh penelitian dari beberapa peneliti yaitu Cut dkk,
(2014) yang menunjukkan isolat bakteri priobotik dari usus ikan mas yang berwarna
putih susu berpotensi bakteri probiotik, dan hasil penelitian dari (Mustakim dkk,
2014) isolat bakteri probiotik usus ikan lais menggunakan media selektif MRSA(De
Man Rogosa Agar) didapatkan 16 isolat bakteri probiotik. Isolat bakteri probiotik
yang dipilih memilikikarakter bentuk koloni bulat,warna koloni putih susu, tepian
koloni licin, elevasi cembung serta ukuran koloni kecil dan sedang, menurut (Holt,
1994) dalam (Mustaqim dkk, 2014) bakteri probiotik yang tergolong genus
lactobacillus sp., merupakan bakteri gram positif.
Probioatik lactobacillus sp., sangat menguntungkan dalam mengontrol
penyakit sebagai probiotik dalam sistem imun dan pertumbuhan. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh (Gobinath dan Ramanibai, 2012), pemberianlactobacillus sp.,
secara nyata meningkatkan pertumbuhan ikan nila dibandingkan dengan ikan kontrol
yang tidak diberikan lactobacillus sp., sehingga bakteri ini dapat digunakan secara
efektif sebagai probiotik di akuakultur.
Genus Lactobacillus umumnya ditemukan pada substrat yang kaya akan
karbohidrat seperti pada membran mukosa manusia, sayur-sayuran, buah-buahan,
makanan hasil fermentasi serta makanan membusuk (Rahayu dan Margino, 1997).
Dalam penelitian ini bakteri hasil isolasi adalah lactobacillus sp., dimana
bakteri ini hanya dapat tumbuh pada media selektif. Untuk memastikan bahwa bakteri
lactobacillus sp., yang diisolasi dari usus ikan nila budidaya dan ikan nila liar yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat probiotik atau tidak, maka dibutuhkan
beberapa uji sebagai konfirmasi terhadap pemenuhan kriteria sebagai probiotik.
Dalam penelitian ini uji yang dilakukan hanya sebatas pada karakteristik bakteri
melalui pengamatan morfologi, uji biokimia dan uji ANOVA.

KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
1. Jumlah bakteri penghasil enzim fitase ada 3 jenis. Bakteri yang terbaik
aktifitasnya teridentifikasi sebagai Lactobacillus sp.
2. Jumlah bakteri yg bersimbiosis dengan usus ikan nila liar 9.2 Log lebih banyak
dari ikan yang dibudiaya 7.5 Log.
b. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dalam penggunaan bakteri lactobacillus sp. Dengan
menggunakan tepung kedelai sebagai pakan buatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bergey’s Manual Determinative of Bacteriologi. 1994. (Online) http://books.google.co.id


Cut Y, Irma D, Cut ND. (2014). Seleksi Bakteri Berpotensi Probiotik dari Ikan Mas
(Cyprinus Carpio) Indegenous Jantho Berdasarkan Aktivitas Antibakteri secara In
Vitro. Journal Teknologi dan Industri Pertanian
Indonesia.(Online).www.jurnal.unsyiah.ac.id
Fatimah, Nur. 2005. sekilas tentang mineral.http://www. percikaniman. com/mapi/index 2.
option = content&do pdf=1&id=109.
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1998. Food Microbiology. 4th ed. Mc Graw-Hill Book,
Singapore.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknilk dan Prosedur Dasar
Laboratorium. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Holt J. G., N. R. Krieg., P. H. A. Sneath dan S. T. William. 1994. Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. Lippicolt William and Wilkins. New York
Irving G dan Cosgrove D. 1971. Inositol phosphate phosphatase of microbial origin.
Observations on the nature of the active center of a bacterial (Pseudomonas sp.)
phytase. Austral. J. Biol. Sci, 24, 1559-1564.
Liener IE. 1994. Implications of antinutritional components in soybean foods. Critical
Reviews in Food Science & Nutrition, 34, 31-67.
Lestari, N. W. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Dari Saluran Pencernaan Ikan Sidat
(Anguilla nicolor bicolor) dan Potensi Sebagai Probiotik. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Liener, I.E. 1994. Implications of antinutritional components in soybean foods. Critical
Reviews in Food Science & Nutrition, 34, 31-67.
Nair, K.K.S. and R.B. Nair. 1988. Bacteriological quality of fresh water fish from
Krishnarajedra Sagar reservoir. Fish Technol. 5(1):78-79.
Neha, Arora, Kamaljit, Ajay, Bilandi, Tarung, Garg. 2012. Prpbiotic As Effective Treatment
Of Disease. International Reserch Journal Of Pharmacy : India ISSN : 2230-8407 Hal
98.
Rahayu E.S. Dan Margini. 1997. Bakteri Asam Laktat Isolasi Dan Identifikasi. PAU Pangan
Dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Widodo W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Universitas Muhammadyah
Malang Press, Malang

Você também pode gostar