Você está na página 1de 15

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS
“EPIDEMIOLOGI STUNTING DI INDONESIA”

Dosen Pembimbing :
Gandes Widya H, S.Kep, Ns, M.Kep.

Disusun Oleh:

A.Heuna Ega Wijaya (201701001)


Dian Citra Prihatini (201701012)
Ika Novianti (201701024)
Ila ‘Izzatil Karimah (201701025)
Junaidi Mahendra (201701026)
Nindiya Erly Agustina (201701028)
Tria Nurfitasari (201701034)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI D-III KEPERAWATAN PONOROGO
KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan Komunitas yang berjudul “Epidemiologi (Anemia) “
dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin yang
tetap istiqamah di jalan-Nya.
Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Komunitas dan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Epidemiologi (Anemia), yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
tidaklah sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta
masukan yang sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan
makalah yang akan datang menjadi lebih baik.
Terima kasih

Ponorogo, 6 Agustus 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
Cover ..................................................................................... i

2
Kata pengantar ..................................................................................... ii
Daftar isi ..................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................... 2
C. Tujuan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian................................................................... 3
B. Penyebab Stunting...................................................... 4
C. Tanda dan Gejala Stunting.......................................... 5
D. Kerangka Intervensi Stunting di Indonesia................. 5
E. Dampak Stunting........................................................ 7
F. Pencegahan Stunting...................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................. 9
B. Saran........................................................................... 9
Daftar Pustaka ..................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR
BELAKANG
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan
sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang
atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri
tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang
dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi
jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting merupakan
pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN,
2000).
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan
sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu
yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai
penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan
mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual
akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh
Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan
dengan gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian.
Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini
berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan
Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang
mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara
nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia
adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.

B. RUMUSAN
MASALAH

1
1. Apa pengertian
stunting?
2. Apa penyebab dari
stunting?
3. Apa tanda dan gejala
dari stunting?
4. Bagaimana kerangka
intervensi stunting di Indonesia?
5. Apa dampak yang
terjadi pada stunting?
6. Bagaimana
pencegahan stunting?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui
apa pengertian dari stunting’
2. Untuk mengetahui
penyebab dari stunting
3. Untuk mengetahui
tanda dan gejala stunting
4. Untuk mengetahui
kerangka intervensi stunting di Indonesia
5. Untuk mengetahui
dampak apa saja yang terjadi pada stunting
6. Untuk mengetahui
pencegahan dari stunting

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi
ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization
(WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi
balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga
tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan
masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada
tahun 2017.

3
Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan
capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di
Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi
27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada
tahun 2017.
Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia
tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar
19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada
usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan prevalensi terendah adalah Bali.

B. PENYEBAB
STUNTING
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak
balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Praktek pengasuhan
yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan
dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak
usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2
dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada
bayi, MP- ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang
tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan
perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya
layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan

4
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari
publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran
anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013
dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta
lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi
yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini
yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di
layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya
akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga
makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut beberapa
sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan
di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga
buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.
Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah
berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
4. Kurangnya akses ke
air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa
1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang
terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum
bersih.
Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan di atas, telah berkontibusi pada
masih tingginya pervalensi stunting di Indonesia dan oleh karenanya
diperlukan rencana intervensi yang komprehensif untuk dapat mengurangi
pervalensi stunting di Indonesia. [ CITATION Ari15 \l 1057 ]
C. TANDA DAN GEJALA STUNTING
1. Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal,atau BBLR(berat
bayi lahir rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya
tumbuh kelenjarnya tidak sempurna.
2. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah
5cm/tahun desimal.
3. Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan
ada kelainan hormonal.

5
4. Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
5. Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.[ CITATION Ari15 \l
1057 ]

D. KERANGKA
INTERVENSI STUNTING DI INDONESIA
Pada 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up Nutrition
(SUN) diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak
untuk memperoleh akses ke makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012,
Pemerintah Indonesia bergabung dalam gerakan tersebut melalui perancangan
dua kerangka besar Intervensi Stunting. Kerangka Intervensi Stunting
tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai macam program yang
dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.
Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi
Sensitif.
Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi
yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan
berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi
gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga
bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif
pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi
Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi
beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga
melahirkan balita:
I. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini meliputi
kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk
mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat
besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi
kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari Malaria.
II. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6
Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong

6
inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI
jolong/colostrum serta mendorong pemberian ASI Eksklusif.
III. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-
23 bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan
pemberian ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi
berusia diatas 6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan
obat cacing, menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi
ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan
imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Kerangka Intervensi Stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui
berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi
pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah
masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan
secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat
berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik
sebagai berikut:
1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
3. Melakukan fortifikasi bahan pangan.
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana
(KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.
9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada
remaja.
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

7
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Kedua kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan
dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional
untuk mencegah dan mengurangi pervalensi stunting.

E. DAMPAK DARI
STUNTING
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka
pendek dan jangka panjang.
1. Dampak Jangka
Pendek.
a. Peningkatan kejadian
kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan
kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
c. Peningkatan biaya
kesehatan.
2. Dampak Jangka
Panjang.
a. Postur tubuh yang
tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya);
b. Meningkatnya risiko
obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya
kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan
performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
F. PENCEGAHAN
STUNTING
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya
sebagai berikut:
1. Ibu Hamil dan
Bersalin

8
a. Intervensi pada 1.000
hari pertama kehidupan;
b. Mengupayakan
jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
c. Meningkatkan
persalinan di fasilitas kesehatan;
d. Menyelenggarakan
program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien
(TKPM);
e. Deteksi dini penyakit
(menular dan tidak menular);
f. Pemberantasan
kecacingan;
g. Meningkatkan
transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
h. Menyelenggarakan
konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan
i. Penyuluhan dan
pelayanan KB.
2. Balita
a. Pemantauan
pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan
kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
c. Menyelenggarakan
stimulasi dini perkembangan anak; dan
d. Memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
a. Melakukan
revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan
kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan
Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
d. Memberlakukan
sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
4. Remaja

9
a. Meningkatkan
penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi
seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan
reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan
pelayanan keluarga berencana (KB);
b. Deteksi dini penyakit
(menular dan tidak menular); dan
c. Meningkatkan
penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

10
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur
rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan
dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD),
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai
usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka
panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai
pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan.
B. SARAN
Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC
berupa gizi ibu hamil, imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara
teratur. Bayi harus di berikan ASI sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan
bayi harus diberikan makan pendamping ASI(M-ASI). Anak harus di
bawa ke posyandu secara rutin untuk mendapat pelayanan secara
lengkap. Bagi balita stunting segera di berikan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anindita , P. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PENDAPATAN KELUARGA,


KECUKUPAN PROTEIN & ZINC DENGAN STUNTING (PENDEK) PADA BALITA USIA 6

11
– 35 BULAN DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 617 - 626.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. e-Jurnal
Pustaka Kesehatan, 163-170.
Nasution, D., Nurdiati, D. S., & Huriyati, E. (2015). Berat badan lahir rendah (BBLR)
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan . Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
31 - 37.
Permatasari, D. F., & Sumarmi, S. (2018). Perbedaan Panjang Badan Lahir, Riwayat
Penyakit Infeksi, dan Perkembangan Balita Stunting dan Non Stunting. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 182-191.
Sumarmi, S., & Permatasari, D. F. (2018). PERBEDAAN PANJANG BADAN LAHIR, RIWAYAT
PENYAKIT INFEKSI, DAN PERKEMBANGAN BALITA STUNTING DAN NON
STUNTING . Jurnal Berkala Epidemiologi vol 6 no 2, 182 - 191.
Ulfani, D. H., Martianto, D., & Baliwati, Y. F. (2016). FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI
DAN KESEHATAN MASYARAKAT KAITANNYA DENGAN MASALAH GIZI
UNDERWEIGHT, STUNTED, DAN WASTED DI INDONESIA: PENDEKATAN EKOLOGI
GIZI . Jurnal Gizi dan Pangan, 59 - 65.

12

Você também pode gostar