Você está na página 1de 13

Puspitasari et al.

/ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Effects of Education, Nutrition Status, Treatment


Compliance, Family Income, and Family Support,
on the Cure of Tuberculosis in Mojokerto, East Java
Puspitasari1,2), Ambar Mudigdo3), Rita Benya Adriani4)
1) Muhammadiyah University, Sidoarjo, East Java
2)Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University
3) Faculty of Medicine, Sebelas Maret University
4) School of Health Polytechnics, Surakarta

ABSTRACT

Background: Tuberculosis is an important global public health issue. Countries around the world
have committed to control the disease with various programs. However, the cure of Tuberculosis
treatment in many countries is still low, which can hamper the success of Tuberculosis control
program. Productivity of Tuberculosis patients continues to decrease that leads to socioeconomic
burden. This study aimed to examine the effects of education, nutrition status, treatment
compliance, family income, and family support, on the cure of Tuberculosis.
Subjects and Method: This was an observational analytic study with case control design. The
study was conducted in Mojokerto, East Java, from April to May, 2017. A total sample of 108
Tuberculosis patients were selected for this study by fixed disease sampling. The sample consisted
of 35 uncured cases of Tuberculosis and 73 cured cases of Tuberculosis. The dependent variable
was cure of Tuberculosis. The independent variables were education, nutrition status, treatment
compliance, family income, and family support. The data was collected by a set of questionnaire
and analyzed using path analysis.
Results: Nutritional status (b= 1.31; 95% CI = 0.41 to 2.22; p=0.004) and treatment compliance
(b= 1.07; 95% CI= 0.17 to 1.97; p=0.019) directly and positively affect the cure of Tuberculosis.
Nutritional status was affected by high education (b=1.62; 95% CI =0.62 to 2.63; p=0.002), family
income (b=1.66; 95% CI =0.70 to 2.62; p=0.001), and strong family support (b=1.50; 95% CI =0.36
to 2.63; p=0.010). Treatment compliance was affected by high education (b= 0.84; 95% CI = -0.14
to 1.81; p=0.093), family income (b= 1.36; 95% CI =0.42 to 2.30; p=0.005), and strong family
support (b=2.08; 95% CI =0.96 to 3.19; p<0.001).
Conclusion: Cure of Tuberculosis is directly affected by nutritional status and treatment
compliance. Education, family support, and family income, indirectly affect cure of Tuberculosis.

Keywords: cure of Tuberculosis, education, nutrition status, family income, family support,
treatment compliance

Correspondence:
Puspitasari. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Jl. Ir. Sutami 36 A,
Surakarta 57126, Central Java. Email: puspita90@yahoo.co.id. Mobile: +6281333060714.

LATAR BELAKANG paling banyak ditemukan adalah TB paru


Tuberkulosis (TB) adalah salah satu pe- sedangkan TB ekstrapulmonar menempati
nyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri sebagian kecil (Muna dan Soleha, 2014).
Mycobacterium tuberculosis dan dapat di- Akhir-akhir ini TB termasuk 10 besar pe-
tularkan secara langsung (Nurmadya et al., nyebab kematian di dunia (WHO, 2017).
2015). Bakteri Mycobacterium tuberculosis Berbagai upaya dilakukan untuk me-
dapat menginfeksi jaringan terutama jari- ngentaskan masalah ini antara lain melalui
ngan paru. Dari seluruh kasus TB yang Millennium Development Goals (MDGs)

e-ISSN: 2549-0273 (online) 141


Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(2): 141-153
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2017.02.02.05

yang terdiri dari 8 tujuan dan untuk meme- angka kesembuhan 63.38%, dan kota Mojo-
rangi masalah TB terdapat pada tujuan ke 6 kerto yang memiliki angka kesembuhan
khususnya 6C yaitu mengendalikan penye- sebesar 63.46% (Dinas Kesehatan Jawa
baran dan mulai menurunkan kasus baru Timur, 2015).
malaria dan penyakit utama lainnya hingga Kota Mojokerto memiliki kepadatan
tahun 2015 dan target untuk mengendali- penduduk paling tinggi yaitu 7577.10 per
kan TB sudah tercapai (WHO, 2014). km2 sedangkan kepadatan penduduk kota
Suistanable Development Goals Batu sebesar 997.58 per km2 dan kepadatan
(SDGs) melanjutkan program dari MDGs penduduk kota Sampang sebesar 750.76
yang terdiri dari 17 tujuan dan salah satu per km2 (Dinas Kesehatan Jawa Timur,
dari tujuan yang ketiga adalah mengakhiri 2015). Kepadatan penduduk yang tinggi
epidemi tuberkulosis pada tahun 2030 menyebabkan permasalahan TB paru di
(WHO, 2015). Strategi lain untuk meng- kota Mojokerto harus segera diatasi agar
atasi permasalahan TB yaitu The End TB tidak semakin menyebar.
Strategy yang memiliki target pada tahun Data pasien TB paru BTA positif se-
2035 terjadi penurunan insiden TB sebesar banyak 104 kasus yang telah diobati pada
90% dan 95% penurunan kematian karena tahun 2013, didapatkan sebanyak 30.78%
TB (WHO, 2017). untuk penderita yang menjalani pengobat-
Tahun 2015, angka insiden kasus TB an lengkap, sebanyak 1.92% untuk pen-
di dunia sebesar 10.4 juta dan kasus derita yang putus berobat, sebanyak 1.92%
kematiannya mencapai 1.8 juta termasuk untuk penderita yang pindah, sedangkan
0.4 juta penderita TB dengan HIV (WHO, penderita yang meninggal sebanyak 1.92%.
2017).Kasus TB di dunia pada tahun 2015 Pada tahun 2014 penemuan kasus BTA
sebanyak 60% terjadi di 6 negara dan salah positif di kota Mojokerto sebanyak 107.46
satunya adalah Indonesia (WHO, 2017). kasus per 100,000 penduduk (Dinas Kese-
Angka prevalensi TB paru di Indonesia hatan Kota Mojokerto, 2015).
masih sama dengan tahun 2007 yaitu 0,4% Tahun 2014 penderita TB paru di kota
dari keseluruhan penyakit yang ada di Mojokerto yang menjalani pengobatan di
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, Rumah Sakit lebih banyak yaitu sebesar
2013). 66%, sedangkan penderita TB yang men-
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 jalani pengobatan di Puskesmas yaitu se-
menempati urutan kedelapan dari 33 pro- besar 34%. Penderita TB paru dengan BTA
vinsi di Indonesia untuk penemuan kasus positif sebanyak 12.69% berusia 15-24
BTA positif dengan jumlah sebesar 21.036 tahun, 22.39% berusia 25-34 tahun, 17.16%
penderita. Data pasien yang telah diobati berusia 35-44 tahun, 22.39% berusia 45-54
pada tahun 2013 didapatkan angka kesem- tahun, 17.16% berusia 55-65 tahun, dan
buhan pengobatan TB di Jawa Timur telah 8.21% berusia lebih dari 65 tahun (Dinas
mencapai target yang telah ditetapkan yaitu Kesehatan Kota Mojokerto, 2015).
85%. Terdapat beberapa daerah di Jawa Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun
Timur yang memiliki angka kesembuhan 2013 menunjukkan angka prevalensi TB
untuk TB paru BTA positif dibawah target paru cenderung meningkat dengan ber-
yang telah ditetapkan diantaranya yang tambahnya umur, pada pendidikan rendah,
memiliki angka kesembuhan paling rendah tidak bekerja (Kementerian Kesehatan RI,
adalah kota Batu yaitu sebesar 54.10%, 2013).Tujuan penelitian ini adalah untuk
kemudian kabupaten Sampang dengan menganalisis pengaruh tingkat pendidikan,

142 e-ISSN: 2549-0273 (online)


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

pendapatan keluarga, status gizi, dukungan Sampel kontrol memiliki kriteria


keluarga, dan kepatuhan berobat terhadap inklusi yaitu penderita berumur ≥18 tahun
kesembuhan pengobatan TB paru di Kota dan ≤60 tahun pada tahun tersebut dan
Mojokerto. dapat dilacak, sedangkan kriteria eksklusi-
nya yaitu penderita telah pindah alamat,
SUBJEK DAN METODE dan penderita yang dinyatakan sembuh
1. Desain Penelitian tetapi menolak untuk mengikuti penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian 3. Teknik Sampling
analitik observasional. Desain penelitian Teknik pengambilan sampel yang diguna-
yang digunakan adalah case control. Pene- kan dalam penelitian ini menggunakan
litian ini dilaksanakan di wilayah Kota fixed disease sampling yaitu skema pencu-
Mojokerto Provinsi Jawa Timur pada bulan plikan berdasarkan status penyakit yang
April sampai dengan Mei 2017. diteliti, sedangkan status paparan subjek
2. Populasi dan Sampel bervariasi mengikuti status penyakit. Sam-
Populasi sasaran dalam penelitian ini ada- pel yang digunakan sebesar 108 subjek
lah penderita TB paru BTA positif yang yang terdiri dari 35 subjek kasus dan 73
berobat di wilayah Kota Mojokerto.Populasi subjek kontrol.
sumber/terjangkau pada penelitian ini 4. Variabel Penelitian
adalah penderita TB paru BTA positif yang Terdapat enam variabel dalam penelitian
telah menyelesaikan pengobatan kategori I ini yang terdiri dari variabel dependen,
di wilayah Kota Mojokerto pada periode intermediate, dan independen. Variabel
Januari 2015-Desember2015. dependen yaitu tingkat pendidikan, penda-
Sampel dalam penelitian ini terdiri patan keluarga, dan dukungan keluarga.
dari dua sampel yaitu sampel kasus dan Variabel intermediate yaitu status gizi dan
sampel kontrol. Sampel kasus yaitu pen- kepatuhan berobat. Variabel independen
derita TB paru BTA positif yang telah me- yaitu kesembuhan.
nyelesaikan pengobatan kategori I di 5. Definisi Operasional
wilayah Kota Mojokerto dan dinyatakan Definisi operasional variabel tingkat pen-
tidak sembuh pada periode Januari 2015- didikan adalah jenjang pendidikan formal
Desember 2015. Sampel kontrol yaitu pen- terakhir yang telah ditempuh oleh pen-
derita TB paru BTA positif yang telah me- derita TB paru berdasarkan ijazah terakhir
nyelesaikan pengobatan kategori I diwila- yang dimiliki; pendapatan keluarga adalah
yah Kota Mojokerto dan dinyatakan sem- pendapatan yang dijadikan sumber per-
buh pada periode Januari 2015-Desember ekonomian keluarga selama 1 bulan; du-
2015. kungan keluarga adalah pernyataan subjek
Sampel kasus memiliki kriteria in- penelitian terhadap dukungan yang di-
klusi antara lain yaitu penderita berumur berikan oleh anggota keluarga dalam meng-
≥18 tahun dan ≤60 tahun, penderita hadapi penyakit TB paru yang diderita oleh
dengan hasil pengobatan lengkap dan pasien; status gizi adalah status gizi pen-
gagal, penderita dapat dilacak. Kriteria derita TB paru pada saat menjalani peng-
eksklusi dari sampel kasus yaitu penderita obatan TB paru yang diukur melalui Indeks
menolak untuk mengikuti penelitian, Massa Tubuh (IMT).
sedang menjalani pengobatan TB paru, Definisi kepatuhan berobat adalah
meninggal selama pengobatan dengan perilaku pasien yang sesuai dengan keten-
alasan apapun, dan telah pindah alamat. tuan yang diberikan oleh petugas kesehatan

e-ISSN: 2549-0273 (online) 143


Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(2): 141-153
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2017.02.02.05

yaitu rutin datang berobat ke Puskesmas dan juga catatan dari Puskesmas atau
atau Rumah Sakit, rutin memeriksakan Rumah Sakit yang menyatakan sembuh
dahaknya serta teratur menelan obat; atau tidak sembuh.
kesembuhan adalah dinyatakan sembuh Berdasarkan hasil uji reliabilitas kore-
jika dalam pemeriksaan ulang dahak dua lasi item-total didapatkan bahwa pada pe-
kali berurutan hasil BTA negatif. ngukuran variabel dukungan keluarga dan
6. Instrumen Penelitian kepatuhan berobat r hitung ≥ 0.20, serta
Jenis data yang dikumpulkan merupakan Cronbach's Alpha≥ 0.70, sehingga semua
data primer dan data sekunder. Data butir pertanyaan dinyatakan reliabel. Hasil
primer yang digunakan meliputi tingkat uji reliabilitas kuesioner dapat dilihat pada
pendidikan, pendapatan keluarga, dukung- Tabel 1.
an keluarga, dan kepatuhan berobat. Data 7. Analisis Data
sekunder yang digunakan meliputi tinggi Model analisis yang digunakan adalah
badan dan berat badan penderita TB paru analisis jalur (path analysis) menggunakan
untuk mengukur status gizi melalui IMT program STATA 13.
Tabel 1. Hasil uji reliabilitas
Variabel Item Total Correlation (r) Alpha Cronbach
Dukungan keluarga ≥0.26 0.86
Kepatuhan berobat ≥0.21 0.78

HASIL Hasil distribusi frekuensi variabel pe-


Karakteristik subjek penelitian dilihat me- nelitian yang meliputi status kesembuhan,
nurut umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. tingkat pendidikan, pendapatan keluarga,
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 108 status gizi, dukungan keluarga, dan ke-
subjek penelitian didapatkan 20.4% ber- patuhan berobat dapat dilihat pada Tabel 3.
umur 18-25 tahun, 14.8% berumur 26-35 Tabel 3 menunjukkan bahwa pende-
tahun, 15.7% berumur 36-45 tahun, dan rita TB paru di Kota Mojokerto sebagian
49.1% berumur 46-60 tahun; jenis kelamin besar memiliki tingkat pendidikan tinggi
laki-laki sebesar 60.2% dan perempuan (63.9%), pendapatan keluarga rendah
sebesar 39.8%; penderita TB paru 26.9% (50.9%), dukungan keluarga kuat (73.1%),
tidak bekerja, 12.0 % sebagai buruh, 42.6% status gizi baik (56.5%), dan patuh berobat
swasta, 15.7% wiraswasta, dan 2.8% bekerja (59.3%).
sebagai PNS.
Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik Kriteria n %
Umur 18-25 tahun 22 20.4
26-35 tahun 16 14.8
36-45 tahun 17 15.7
46-60 tahun 53 49.1
Jenis Kelamin Laki-laki 65 60.2
Perempuan 43 39.8
Pekerjaan Tidak bekerja 29 26.9
Buruh 13 12.0
Swasta 46 42.6
Wiraswasta 17 15.7
PNS 3 2.8

144 e-ISSN: 2549-0273 (online)


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat gunakan STATA 13, diperoleh nilai koefi-
pendidikan tinggi (OR=3.15, p=0.006), sien jalur antara pendidikan penderita TB
pendapatan keluarga tinggi (OR=1.22, p= paru BTA positif dengan pendapatan
0.629), dukungan keluarga kuat (OR= keluarga bernilai positif 0.84 dengan nilai
67.41, p<0.001), status gizi baik (OR=4.74, p=0.041 dinyatakan signifikan secara sta-
p<0.001), dan kepatuhan berobat (OR= tistik. Nilai koefisien jalur antara pendi-
3.92, p=0.001) memiliki pengaruh positif dikan dengan status gizi penderita bernilai
terhadap kesembuhan pengobatan TB paru. positif 1.6 dengan nilai p=0.002 secara
Gambar 1 menunjukkan model struk- statistik dinyatakan signifikan.
tural setelah dilakukan estimasi meng-
Tabel 3. Analisis univariat variabel penelitian
Variabel n %
Status Kesembuhan
Tidak sembuh 35 32.4
Sembuh 73 67.6
Tingkat Pendidikan
Pendidikan Rendah (<SMA) 39 36.1
Pendidikan Tinggi (≥SMA) 69 63.9
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga rendah (<Rp 1,437,500) 55 50.9
Pendapatan keluarga tinggi (≥Rp 1,437,500) 53 49.1
Dukungan Keluarga
Lemah 29 26.9
Kuat 79 73.1
Status Gizi
Kurang 47 43.5
Baik 61 56.5
Kepatuhan Berobat
Tidak patuh 44 40.7
Patuh 64 59.3

Tabel 4. Analisis bivariat pengaruh tingkat pendidikan, pendapatan keluarga,


dukungan keluarga, status gizi, dan kepatuhan berobat terhadap kesembuhan
pengobatan TB paru.
Variabel Independen OR p
Tingkat pendidikan 3.15 0.006
Pendapatan keluarga 1.22 0.629
Dukungan keluarga 67.41 <0.001
Status gizi 4.74 <0.001
Kepatuhan berobat 3.92 0.001

Nilai koefisien jalur antara pendidikan Nilai koefisien jalur pendapatan ke-
dengan kepatuhan berobat bernilai positif luarga terhadap kepatuhan berobat bernilai
0.84 dengan nilai p=0.093 secara statistik positif 1.4 dengan nilai p=0.005 secara sta-
dinyatakan mendekati signifikan. Nilai koe- tistik dinyatakan signifikan.
fisien jalur pendapatan keluarga terhadap Nilai koefisien jalur dukungan ke-
status gizi bernilai positif 1.7 dengan nilai luarga terhadap status gizi bernilai positif
p=0.001 secara statistik dinyatakan signifi- 1.5 dengan nilai p=0.010 secara statistik di-
kan. nyatakan signifikan.

e-ISSN: 2549-0273 (online) 145


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Nilai koefisien jalur dukungan ke- positif 2.1 dengan nilai p<0.001 secara sta-
luarga terhadap kepatuhan berobat bernilai tistik dinyatakan signifikan.

duk_kel 2.1
binomial

kepatuha-2.3
binomial 1.5 logit 1.1
1.4 binomial
pendapat -.58
1.7 kesembuh -.5
logit .84 binomial
1.3 logit
.84 status_g -2.7
logit
1.6
pendidik

Gambar 1. Model struktural analisis jalur

Nilai koefisien jalur kepatuhan Tingkat pendidikan yang tinggi me-


berobat terhadap kesembuhan pengobatan miliki logodd untuk patuh berobat 0.84
bernilai positif 1.1 dengan nilai p=0.019 poin lebih besar daripada tingkat
secara statistik dinyatakan signifikan. Nilai pendidikan yang rendah (b=0.84; CI 95%=
koefisien jalur status gizi terhadap -0.14 sampai 1.81; p=0.093).
kesembuhan peng-obatan bernilai positif Pendapatan keluarga yang tinggi me-
1.3 dengan p=0.004 secara statistik miliki logodd status gizi yang baik 1.66 poin
dinyatakan signifikan. lebih besar daripada pendapatan keluarga
Tabel 5 dapat menunjukkan bahwa yang rendah (b=1.66; CI 95%=0.70 sampai
kesembuhan pengobatan dipengaruhi lang- 2.62; p=0.001).
sung oleh status gizi dan kepatuhan Pendapatan keluarga yang tinggi me-
berobat. miliki logodd untuk patuh berobat 1.36
Status gizi yang baik memiliki logodd poin lebih besar daripada pendapatan ke-
untuk dapat sembuh 1.31 poin lebih besar luarga yang rendah (b= 1.36; CI 95%= 0.42
daripada status gizi yang kurang (b= 1.31; sampai 2.30; p=0.005).
CI 95%= 0.41 sampai 2.22; p=0.004). Dukungan keluarga yang kuat memi-
Penderita TB paru yang patuh berobat liki logodd status gizi yang baik 1.50 poin
memiliki logodd untuk dapat sembuh 1.07 lebih besar daripada dukungan keluarga
poin lebih besar daripada penderita yang yang lemah (b=1.50; CI 95%=0.36 sampai
tidak patuh (b= 1.07; CI 95%= 0.17 sampai 2.63; p=0.010).
1.97; p=0.019). Dukungan keluarga yang kuat me-
Status gizi dan kepatuhan berobat miliki logodd untuk patuh berobat 2.08
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pen- poin lebih besar daripada dukungan keluar-
dapatan keluarga, dan dukungan keluarga. ga yang lemah (b=2.08; CI 95%=0.96
Tingkat pendidikan yang tinggi me- sampai 3.19; p<0.001).
miliki logodd status gizi yang baik 1.62 poin Status gizi dan kepatuhan berobat
lebih besar daripada tingkat pendidikan secara langsung memiliki pengaruh positif
yang rendah(b=1.62; CI 95%=0.62 sampai terhadap kesembuhan, sedangkan tingkat
2.63; p=0.002). pendidikan, pendapatan keluarga, dan du-

e-ISSN: 2549-0273 (online) 147


Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(2): 141-153
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2017.02.02.05

kungan keluarga secara tidak langsung berpengaruh secara positif.


Tabel 5. Hasil analisis jalur (path analysis)
Koefisie CI (95%)
Variabel
Variabel Dependen n Jalur Batas Batas p
Independen
Bawah Atas
Pengaruh Langsung
Kesembuhan
Status gizi baik 1.31 0.41 2.22 0.004
pengobatan
Patuh berobat 1.07 0.17 1.97 0.019
Tidak Langsung
Status gizi baik Dukungan keluarga 1.50 0.36 2.63 0.010
kuat
Pendapatan keluarga 1.66 0.70 2.62 0.001
≥Rp 1,437,500
Pendidikan ≥SMA 1.62 0.62 2.63 0.002
Patuh berobat Dukungan keluarga 2.08 0.96 3.19 <0.001
kuat
Pendapatan keluarga 1.36 0.42 2.30 0.005
≥Rp 1,437,500
Pendidikan ≥SMA 0.84 -0.14 1.81 0.093
Pendapatan Keluarga Pendidikan ≥SMA
0.84 0.03 1.65 0.041
≥Rp 1,437,500
Log Likelihood = -238.46

PEMBAHASAN rupakan salah satu faktor penentu keberha-


1. Pengaruh tingkat pendidikan ter- silan pengobatan pada penderita TB paru
hadap kesembuhan pengobatan TB (Amaliah, 2012).
paru di Kota Mojokerto. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
Ada pengaruh secara tidak langsung antara Pendidikan yang tinggi berkaitan dengan
tingkat pendidikan terhadap kesembuhan pengetahuan yang tinggi pula, sehingga
pengobatan TB paru di Kota Mojokerto. dapat mempengaruhi penderita TB paru
Hasil analisis diketahui bahwa pengaruh dalam menentukan apa saja makanan yang
tingkat pendidikan terhadap kesembuhan baik dan tidak baik untuk dikonsumsi. Apa-
terjadi secara tidak langsung melalui va- bila asupan makanannya baik dapat mem-
riabel intermediate yaitu status gizi dan ke- pengaruhi status gizinya menjadi lebih
patuhan berobat. Tingkat pendidikan me- baik.
miliki pengaruh yang positif terhadap sta- Hasil penelitian ini juga didukung
tus gizi dan secara statistik dinyatakan oleh Erawatyningsih et al., (2009) yang
signifikan. Tingkat pendidikan juga ber- menyatakan bahwa semakin rendah tingkat
pengaruh positif terhadap kepatuhan pendidikan penderita maka akan semakin
berobat dan secara statistik dinyatakan tidak patuh untuk berobat karena rendah-
mendekati signifikan. nya pendidikan seseorang dapat mem-
Hasil penelitian ini didukung oleh pengaruhi daya serap dalam mendapatkan
Purwaningrum dan Wardani (2012) yang informasi sehingga dapat mempengaruhi
menyebutkan bahwa tingkat pendidikan juga tingkat pemahaman tentang penyakit,
berpengaruh secara tidak langsung ter- pengobatan TB paru, dan bahaya yang
hadap status gizi melalui asupan makanan. ditimbulkan akibat jika tidak minum obat
Pemberian asupan makanan seimbang me- secara teratur.

148 e-ISSN: 2549-0273 (online)


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Pendidikan rendah menyebabkan asupan makanan dengan adanya penyakit


pengetahuan menjadi rendah, sehingga infeksi (Phelan et al, 2010). Pendapat yang
memungkinkan penderita putus berobat sama dikemukakan oleh Purwaningrum
karena minimnya pengetahuan yang di- dan Wardani (2012) yang mengemukakan
miliki dan kurang pahamnya tentang bahwa status gizi dipengaruhi oleh asupan
pengobatan yang dijalani. (Wirdani, 2000). makanan sedangkan asupan makanan itu
Semakin baik tingkat pengetahuan pen- sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor
derita TB paru tentang penyakit yang dan salah satunya adalah pendapatan ke-
dideritanya, maka penderita akan lebih luarga. Pendapatan keluarga merupakan
sadar dalam menjalankan pengobatan TB faktor penting terhadap pemenuhan kua-
paru secara teratur (Nugroho, 2011). litas dan kuantitas makanan yang dikon-
Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat sumsi (Adriani dan Wirjatmadi, 2013).
pendidikan dan usia seseorang. Hasil penelitian lain yang berbeda di-
Hasil penelitian berbeda dengan pe- tunjukkan oleh Tirtana (2011) yang me-
nelitian yang dilakukan oleh Ruditya (2015) nyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang menyatakan bahwa tidak ada hubu- yang bermakna antara pendapatan ter-
ngan antara tingkat pendidikan dengan ke- hadap keberhasilan pengobatan pada pen-
patuhan penderita dalam memeriksakan derita TB paru di wilayah Jawa tengah.
dahak selama menjalankan pengobatan. Terdapat hubungan yang signifikan
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa antara pendapatan keluarga dengan keja-
tingkat pendidikan berkaitan dengan dian putus berobat. Kejadian putus berobat
pengetahuan yang miliki. Pengetahuan lebih banyak terjadi pada keluarga yang
yang kurang akan mengakibatkan pende- memiliki pendapatan rendah (Silva et al,
rita kurang akan informasi dan kurang me- 2016).
mahami tentang penyakit yang diderita Penyebab masalah kesehatan secara
yaitu TB paru sehingga akan lebih tidak umum dipengaruhi oleh perbedaan eko-
patuh baik dalam berobat. nomi. Keadaan ekonomi yang kurang akan
2. Pengaruh pendapatan keluarga mengakibatkan sulitnya melakukan pen-
terhadap kesembuhan pengobat- cegahan ataupun pengobatan (Currie,
an TB paru di Kota Mojokerto. 2005).
Ada pengaruh pendapatan keluarga terha- Erawatyningsih et al., (2009) menya-
dap kesembuhan pengobatan pada pende- takan bahwa pendapatan keluarga yang
rita TB paru secara tidak langsung melalui rendah dapat mempengaruhi ketidakpatuh-
status gizi dan kepatuhan berobat. Pen- an penderita TB paru untuk berobat. Pen-
dapatan keluarga berpengaruh positif ter- dapatan keluarga berhubungan dengan
hadap status gizi dan kepatuhan berobat kesembuhan penderita TB paru. Pendapat-
dan secara statistik dinyatakan signifikan. an yang rendah dapat meningkatkan ke-
Tingginya pendapatan keluarga dapat me- mungkinan untuk tidak sembuh pada
ningkatkan kemungkinan menjadikan penderita TB paru (Murtantiningsih dan
status gizi penderita lebih baik dan lebih Wahyono, 2010).
patuh dalam menjalankan pengobatan. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
Terdapat hubungan antara pendapat- penderita TB paru dengan pendapatan yang
an dan status gizi. Penyebab mendasar kurang terkendala dalam mencari biaya
masalah gizi adalah faktor ekonomi yang transport untuk berobat ke fasilitas pelaya-
mem-pengaruhi ketidakseimbangan antara nan kesehatan dan membeli makanan yang

e-ISSN: 2549-0273 (online) 149


Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(2): 141-153
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2017.02.02.05

bergizi karena pendapatan yang diterima Dukungan keluarga sangat dibutuh-


keluarganya telah digunakan untuk meme- kan oleh penderita TB paru dalam
nuhi kebutuhan pokok sehari-hari, se- menentukan status gizi dan kepatuhan ber-
hingga mereka mengonsumsi makanan obat. Apabila dukungan keluarga diberikan
seadanya. Hal ini mengakibatkan penderita kepada penderita TB, maka mereka akan
tidak patuh dalam berobat dan status gizi merasa lega, nyaman, lebih diperhatikan
penderita menjadi kurang. dan disayangi, merasa kebutuhannya dipe-
3. Pengaruh dukungan keluarga ter- nuhi oleh keluarganya, serta termotivasi
hadap kesembuhan pengobatan TB untuk patuh dalam menjalankan pengo-
paru di Kota Mojokerto. batan dan meminum obat sesuai yang telah
Ada pengaruh dukungan keluarga terhadap dianjurkan oleh petugas kesehatan.
kesembuhan pengobatan pada penderita Dukungan keluarga berupa dukungan
TB paru secara tidak langsung melalui instrumental juga dapat mempengaruhi
status gizi dan kepatuhan berobat. Dukung- status gizi lebih baik. Hal ini dikarenakan
an keluarga berpengaruh positif terhadap keluarga menyediakan makanan yang
status gizi dan kepatuhan berobat dan bergizi dan yang dibutuhkan oleh tubuh
secara statistik dinyatakan signifikan. Ting- penderita TB paru sehingga status gizinya
ginya dukungan keluarga dapat meningkat- menjadi lebih baik dan mendukung untuk
kan kemungkinan menjadikan status gizi dapat sembuh.
penderita lebih baik dan lebih patuh dalam 4. Pengaruh status gizi terhadap
berobat. kesembuhan pengobatan TB paru
Hasil penelitian ini didukung oleh di Kota Mojokerto.
Muna dan Soleha (2014) yang menyatakan Ada pengaruh positif antara status gizi
bahwa dukungan sosial baik dukungan terhadap kesembuhan pengobatan pada
emosional maupun dukungan instrumental penderita TB paru secara langsung dan se-
dari keluarga dapat mempengaruhi keter- cara statistik dinyatakan signifikan. Status
aturan penderita TB paru dalam minum gizi yang baik dapat meningkatkan ke-
obat. Semakin tinggi dukungan keluarga mungkinan untuk dapat sembuh.
dapat membuat kepatuhan penderita TB Murtantiningsih dan Wahyono (2010)
paru dalam mengonsumsi OAT juga lebih menyatakan bahwa ada hubungan yang
tinggi (Hutapea, 2009). Dukungan yang secara statistik signifikan antara status gizi
diberikan dapat berupa memberikan per- dengan kesembuhan penderita TB paru.
hatian yang cukup, memberikan bantuan Keadaan kekurangan gizi dapat menurun-
untuk memenuhi kebutuhan setiap hari, kan daya tahan atau resistensi terhadap
ikut memonitor, menemani penderita TB penyakit TB (Garcia et al, 2009).
paru ke tempat pelayanan kesehatan, Terdapat hubungan yang secara
mengingatkan waktu makan dan minum statistik signifikan antara asupan gizi
obat (Nagarkar et al, 2012). dengan kesembuhan pengobatan TB paru.
Hasil penelitian berbeda ditunjukkan Penderita lebih banyak sembuh setelah di-
oleh Nugroho (2011) yang menunjukkan berikan asupan gizi selama masa pengobat-
bahwa penderita TB paru menghentikan an dibandingkan dengan penderita yang
pengobatannya walaupun dukungan ke- tidak diberikan asupan gizi (Samuel et al,
luarga baik. Hal ini dikarenakan dukungan 2016). Asupan makanan dapat mempenga-
keluarga bukan alasan yang kuat untuk ruhi status gizi seseorang (Purwaningrum
menghentikan pengobatan. dan Wardani, 2012).

150 e-ISSN: 2549-0273 (online)


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Hasil penelitian yang berbeda yang nya sudah resisten terhadap OAT yang
ditunjukkan oleh Tirtana (2011) yang lazim digunakan. Jika penderita tidak rajin
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan berobat dan minum obat maka hasil
yang bermakna antara status gizi terhadap akhirnya adalah kegagalan ditambah
keberhasilan pengobatan pada penderita dengan bakteri yang multiresisten (Danu-
TB paru di Jawa Tengah. santoso, 2000).
Status gizi kurang merupakan keada- Kepatuhan merupakan perilaku
an gizi yang menunjukkan jumlah energi pasien baik secara kognitif maupun intelek-
yang masuk lebih sedikit dari energi yang tual yang menaati semua nasehat dan
dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena anjuran yang diberikan oleh tenaga kese-
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari hatan (Subhakti, 2014). Minum obat yang
kebutuhan individu yang dianjurkan tidak rutin terbukti telah menyebabkan
(Wardlaw, 2007). resistensi obat yang dapat menyebabkan
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa kegagalan dalam pengobatan (Perhimpun-
status gizi dapat mempengaruhi kesembuh- an Dokter Paru Indonesia, 2006).
an pengobatan TB paru karena status gizi Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
yang baik dapat meningkatkan imunitas kepatuhan berobat sangat berpengaruh ter-
tubuh sehingga dapat resisten terhadap hadap kesembuhan pengobatan karena
penyakit TB paru, sedangkan status gizi apabila penderita TB paru teratur minum
yang kurang ataupun jelek dapat memper- obat, dan selalu mematuhi anjuran yang
sulit proses penyembuhan dan dapat me- diberikan oleh petugas kesehatan kemung-
mudahkan kambuhnya penyakit TB paru. kinan besar penderita dapat sembuh
5. Pengaruh kepatuhan berobat ter- kecuali ada faktor lain seperti resisten
hadap kesembuhan pengobatan TB terhadap obat anti tuberkulosis. Sebaliknya
paru di Kota Mojokerto. apabila penderita tidak patuh berobat
Ada pengaruh positif antara kepatuhan dapat menurunkan kemungkinan untuk
berobat terhadap kesembuhan pengobatan dapat sembuh ditambah lagi akan adanya
pada penderita TB paru secara langsung bakteri yang menjadi resisten terhadap
dan secara statistik dinyatakan signifikan. obat.
Kepatuhan berobat dapat meningkatkan Kesembuhan pengobatan TB paru di-
kemungkinan untuk dapat sembuh. Pen- pengaruhi secara tidak langsung oleh ting-
derita TB paru yang teratur minum obat kat pendidikan, pendapatan keluarga dan
sangat mempengaruhi kesembuhannya. dukungan keluarga melalui status gizi dan
Penderita yang patuh berobat memiliki pe- kepatuhan berobat.
luang 4,3 kali lebih besar untuk mendapat-
kan hasil BTA negatif dibandingkan dengan REFERENCE
responden yang tidak patuh (Kurniawan et Adriani M, Wirjatmadi B (2013). Pengantar
al, 2015). Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana
Kegagalan pengobatan disebabkan Prenada Media Group.
oleh karena masa pengobatan yang terlalu Amaliah R (2012). Faktor-faktor Yang Ber-
singkat, tidak teratur, dan obat kombinasi hubungan Dengan Kegagalan Kon-
yang jelak (Golden, 2005). Secara teoritis versi penderita TB paru BTA Positif
semua penderita dapat disembuhkan, asal- Pengobatan Fase Intensif di Kabu-
kan penderita rajin berobat sampai dinya- paten Bekasi Tahun 2010. Fakultas
takan selesai kecuali jika dari awal bakteri- Kesehatan Masyarakat Universitas In-

e-ISSN: 2549-0273 (online) 151


Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(2): 141-153
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2017.02.02.05

donesia.http://lib.ui.ac.id/[Diaksespa Kurniawan N, Rahmalia S, Indriati G


da tanggal 29 Januari 2017]. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempe-
Currie CSM, Floyd K, Williams BG, Dye C ngaruhi Keberhasilan Pengobatan
(2005). Cost, Affordability And Cost- Tuberkulosis Paru. JOM, 2: 729-741.
Effectiveness Of Strategies To Control Muna L, Soleha U (2014). Motivasi Dan
Tuberculosis In Countries With High Dukungan Sosial Keluarga Mempeng-
HIV Prevalence. BMC Public Health, aruhi Kepatuhan Berobat Pada Pasien
5:130. TB Paru Di Poli Paru Bp4 Pamekasan.
Danusantoso H (2000). Ilmu Penyakit Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(2): 172-
Paru. Jakarta: Hippocrates. 179.
Dinas Kesehatan Jawa Timur(2015). Profil Murtantiningsih, Wahyono, B (2010).
Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dinas Kesehatan Kota Mojokerto (2015). Dengan Kesembuhan Penderita Tu-
Profil Kesehatan Kota Mojokerto berkulosis Paru. KEMAS, 6(1):44-50.
tahun 2014. Nagarkar AK, Dhake D, Jha P (2012).
Erawatyningsih E, Purwanta, Subekti H Perspective Of Tuberculosis Patient
(2009). Faktor-Faktor Yang Mem- On Family Support And Care In Rural
pengaruhi Ketidakpatuhan Berobat Maharashtra. Indian Journal Of
Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Tuberculosis, 59: 224-230.
Berita Kedokteran Masyarakat, 25(3): Nugroho RA (2011). Studi Kualitatif Faktor
117-124. Yang Melatarbelakangi Drop Out Pe-
GarciaIS, Blanco AR, Perez JLV, Viejo ngobatan Tuberkulosis Paru. KEMAS,
MAG, Hernandez MJJ, Lopez O, 7:83-90.
Asensio AN(2009). Risk Factors for Nurmadya, MedisonI, Bachtiar H (2015).
Multidrug-resistant Tuberculosis in a Hubungan Pelaksanaan Strategi
Tuberculosis Unit in Madrid, Spain. Directly Observed Treatment Short
Eur J Clin Microbiol Infect Dis, Course dengan Hasil Pengobatan
28:325–330. Tuberkulosis Paru Puskesmas Padang
Golden MP, Vikram HR (2005). Extra- Pasir Kota padang 2011-2013. Jurnal
pulmonary Tuberculosis: An Over- Kesehatan Andalas, 4(1): 207-211.
view. American Family Physician, 72 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(9). (2006). Pedoman Diagnosis & Pena-
Hutapea TP (2009). Factors Affecting talaksanaan Tuberkulosis di Indone-
Compliance to Medication in Lung sia. Jakarta.
Tuberculosis Patients. Folia Medica Phelan JC, Link BG, Tehranifar P (2010).
Indonesiana, 45:45-49. Social Conditions as Fundamental
Kementerian Kesehatan RI(2013). Riset Causes of Health Inequalities: Theory,
Kesehatan Dasar 2013. Badan Pe- Evidence, and Policy Implications.
nelitian dan Pengembangan Kesehat- Journal of Health and Social Beha-
an.http://labmandat.litbang.depkes.g vior, 51:28-41.
o.id/images/download/laporan/RKD Purwaningrum S, Wardani S (2012). Hu-
/2013/Laporan_riskesdas_2013_fina bungan Antara Asupan Makanan Dan
l.pdf [Diakses pada tanggal 29 Status Kesadaran Gizi Keluarga
Januari 2017]. Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah

152 e-ISSN: 2549-0273 (online)


Puspitasari et al./ Effects of Education, Nutrition Status, Treatment Compliance

Kerja Puskesmas Sewon I Bantul. KES Paru Dengan Resistensi Obat Tuber-
MAS, 6(3):144-211. kulosis di Wilayah Jawa Tengah.
Ruditya DN (2015). Hubungan Antara Semarang: Universitas Diponegoro.
Karakteristik Penderita TB Dengan Wardlaw GM (2007). Perspective in Nutri-
Kepatuhan Memeriksakan Dahak Se- tion. Edisi ke-7. New York: McGraw-
lama Pengobatan. Jurnal Berkala Epi- Hill.
demiologi, 3(2):122-133. Wirdani (2000). Hubungan Keberadaan
Samuel B, Volkmann T, Cornelius S, PMO dengan Keteraturan Minum
Mukhopadhay S, Mejojose, Mitra K, Obat Penderita TB di Kab. Pande-
Kumar AMV, et al(2016). Relation- glang. Depok: UI
ship Between Nutritional Support WHO (2014). Global Tuberculosis Report
And Tuberculosis Treatment Out- 2014. World Health Organization.
comes In West Bengal, India. Journal http://www.who.int/tb/publications/
of Tuberculosis Research, 4:213-219. global_report/gtbr14_main_text.pdf
Silva VD, Tigeh S, WirawanN, Made B [diakses pada 5 Februari 2017].
(2016). The Relationship Between _____ (2015). Sustainable Development
Education, Job, Family Income With Goals. World Health Organization.
TB Medication Dropouts In Timor- http://www.who.int/mediacentre/eve
Leste. Bali Medical Journal, 5:97-100. nts/meetings/2015/un-sustainable-
Subhakti KA (2014). Hubungan dukungan development-summit/en/[diakses
keluarga dengan tindakan penderita pada 5 Februari 2017].
TB paru melakukan kontrol ulang di _____ (2017). Global Tuberculosis Report
Puskesmas Sidomulyo. Pekanbaru: 2016. World Health Organization.
UR. Naskah asli tidak dipublikasikan. http://www.who.int/tb/publications/
Tirtana BT (2011). Faktor-Faktor Yang global_report/en/ [diakses pada 29
Mempengaruhi Keberhasilan Peng- Januari 2017].
obatan Pada Pasien Tuberkulosis

e-ISSN: 2549-0273 (online) 153

Você também pode gostar