Você está na página 1de 21

Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No.

1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

PENGARUH BOBOT TELUR TETAS ITIK TERHADAP PERKEMBANGAN


EMBRIO, FERTILITAS DAN BOBOT TETAS

Sarini paputungan, Lucia J. Lambey*, Linda S. Tangkau, Jaqualine. Laihad

Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115

ABSTRAK ABSTRACT

Penelitian ini bertujuan untuk EFFECT OF DUCK EGG


memperoleh gambaran perkembangan WEIGHT ON FERTILITY, EMBRYO
embrio untuk mengetahui persentase DEVELOPMENT AND HATCHING
fertilitas dilihat dari bobot telur. Penelitian WEIGHT OF DAY OLD DUCK. This
ini menggunakan 160 butir telur itik study was done to evaluate embryonic
dengan rata-rata bobot telur 55g ≤ BT < development for determination of egg
60g, 61g ≤ BT < 65g, 65g ≤ BT < 70g dan fertility and hatching weight of day old
71g ≤ BT < 75g, dan untuk pengumpulan duck (DOD). This study involved 160 eggs
data dilakukan selama 28 hari of duck with the average egg weight (EW)
sebagaimana lama proses penetasan. classified into 55g ≤ EW < 60g, 61g ≤
Metoden yang digunakan dalam EW < 65g, 65g ≤ EW < 70g and 71g ≤
penelititian ini yaitu Rancangan Acak EW < 75g. Data collection was conducted
Lengkap, Data yang ada dianalisis secara over 28 days, as long as the period of
deskriptif, perlakuan pada penelitian ini hatching process. The design method used
yaitu 4 perlakuan 4 ulangan. Variabel yang in this study was completely randomized
diukur yaitu persentase fertilitas telur, design. Existing data were analyzed using
perkembangan embrio dan bobot tetas. analysis of variance. Treatments in this
Hasil menunjukan bahwa gambaran study were 4 treatments and 4 replications
perkembangan embrio itik selama proses at each treatment. The variables measured
penetasan baik dan hasil analisis ragam were the percentage of egg fertility,
persentase fertilitas menunjukan bahwa embryo development and hatching weight.
perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Results showed that duck embryo
Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh development during the hatching process
kisaran persetase fertilitas antara 85-90 %, was in good condition process. The results
dan kisaran bobot tetas antara 31g-51g. of variance analysis showed that
Berdasarkan hasil penelitian dapat treatments of egg weight did not affect
disimpulkan bobot telur tidak berpengaruh significantly the percentages of egg
pada proses perkembangan embrio dan fertility. The percentages of fertility were
fertilitas, tetapi berpengaruh terhadap ranging between 85 – 95%. Hatching
bobot tetas DOD. weights were ranging between 31g – 51g
per DOD. Based on the results of this
Kata Kunci: Bobot Telur Itik, study, it can be concluded that egg weight
Perkembangan Embrio Itik, Fertilitas dan had no effect on the process of embryonic
Bobot Awal DOD development and fertility, except those for
the hatching weight of DOD.

Key words: Duck egg weight, embryonic


development, fertility, hatching weight.
*Korespondensi (corresponding author):
Email: lucialambey@yahoo.com

96
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

PENDAHULUAN murah, dan sangan intensif serta cepat


menghasilkan banyak anakan, penggunaan
Itik merupakan jenis unggas air mesin tetas sendiri tidak jarang terjadi
yang memiliki keunggulan daya tahan kegagalan penetasan konsentrasi gas yang
tubuh lebih baik dibandingkan dengan terdapat di dalam telur. Kelembaban
jenis unggas lainnya. Itik banyak berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya
dibudidayakan untuk tujuan memenuhi air dari dalam telur selama inkubasi.
kurangnya kebutuhan konsumsi protein Kehilangan air yang banyak menyebabkan
hewani masyarakat Indonesia. Itik yang keringnya chario-allantoic untuk kemudian
dibudidayakan di Indonesia pada digantikan oleh gas-gas, sehingga sering
umumnya menghasilkan daging dan telur. terjadi kematian embrio dan telur
Itik mulai disukai masyarakat untuk membusuk (Baruah et al., 2001). Untuk itu
diusahakan sehingga usaha ternak itik diperlukan pengetahuan yang mendalam
semakin berkembang (Lembong 2015). dalam melakukan penetasan menggunakan
Telur itik dapat menjadi alternatif sumber mesin tetas yang tepat dan baik. Selain itu
protein hewani dan disukai banyak orang juga diperlukan pengetahuan dan
dari berbagai kalangan. penanganan untuk dapat mengetahui
Itik tidak hanya dinilai kemampuan tanda-tanda atau ciri-ciri telur yang infertil
memproduksi telurnya saja namun juga atau telur yang terjadi kecacatan saat telah
dinilai dari hasil tetasnya guna dalam masa penetasan.
menghasilkan bibit baru. Keberhasilan Kendala yang sering dihadapi
penetasan dapat ditingkatkan dengan dalam penetasan telur itik, antara lain
bantuan yaitu menggunakan mesin tetas. kematian embrio dan telur yang tidak
Mesin tetas membantu upaya bertunas atauinfertil umumnya tinggi
mempercepat perkembangan populasi itik selama proses penetasan (Baruah et al.,
dengan memperhatikan proses penetasan 2001; Setioko, 2005). Faktor yang dapat
yang meliputi setting egg, fertilitas dan mengakibatkan kematian embrio atau
kematian embrio. Kualitas telur tetas akan embrio cacat adalah faktor biologis yang
menentukan kualitas bibit yang dihasilkan menyebabkan spermatozoa tertinggi dalam
pada generasi selanjutnya baik dari sisi oviduct dalam waktu lama dan kapasitas
pertumbuhan maupun produksi telurnya. sperma yang rendah fertilitasnya. Faktor
Penetasan telur unggas termasuk lingkungan antara lain temperature,
itik dengan menggunakan mesin tetas, kelembaban dan kosentrasi gas yang
selain memiliki kelebihan yang efektif, terdapat didalam telur. Kelembaban
97
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya 2015 di Laboratorium Jurusan Produksi


air dari dalam telur selama inkubasi. Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Kehilangan air yang banyak menyebabkan Sam Ratulangi Manado.
keringnya chariot-allantoic untuk
Materi Penelitian
kemudian digantikan oleh gas-gas
sehingga sering terjadi kematian embrio Telur tetas digunakan sebanyak
dan telur menjadi busuk. 160 butir dengan bobot telur 55g ≤ BT <
Faktor-faktor yang mempengaruhi 60g, 61g ≤ BT < 65g, 65g ≤ BT < 70g dan
fertilitas telur adalah rasio jantan dan 71g ≤ BT < 75g. Peralatan yang digunakan
betina, pakan induk, umur penjantan yang adalah timbangan Electronic kitchen scale
digunakan dan umur telur. Selain itu stainless steel tray bermerek KrisChef
hubungan temperatur lingkungan yang model EK9250 dengan skala ketelitian 0,0
semakin meningkat antara lain temperatur g candler (Alat Peneropongan Telur),
atmosfir disinyalir dapat menyebabkan mesin tetas semi otomatis 1 unit
penurunan fertilitas telur atau sebaliknya. berkapasitas 160 dengan dilengkapi
Salah satu cara yang dapat dilakukan pemanas yaitu 10 buah lampu pijar 5 watt,
untuk mengamati morfologi dari organ cadangan jenset (digunakan jika terjadi
tersebut yang mengalami perubahan yang pemadaman listrik), alat pengukur panas
dapat dikenali secara visual atau thermostart, alat pengukur suhu dan
makroskopis dari setiap tahapan akan kelembaban thermohigro meter, dan bak
digunakan yang telah ditetapkan umur. air yang berukuran 40 cm X 60 cm X 6cm,
Penciri-penciri yang dapat dijadikan suhu yang digunakan 370C – 380C dengan
indikator dalam penetuan umur embrio kelembaban 58% - 59.7%.
antara lain terbentuknya garis, lengkungan
Metode Penelitian
embrio, pigmen bagian mata,
perkembangan sayap dan kaki. Mengsucihamakan mesin tetas,
menyiapkan mesin tetas yang telah
MATERI DAN METODE dirangkai seri menggunakan aliran listrik,
PENELITIAN mengatur suhu 370C – 380C dan
kelembaban 58% - 59.7 % pada mesin
Waktu Dan Tempat Penelitian tetas. seleksi telur tetas dan pembersihan
telur dengan air hangat, menimbang dan
Penelitian ini dilaksanakan pada
memberi kode pada telur, pemasukan telur
tanggal 20 Oktober sampai 16 November
kedalam mesin tetas dengan hati-hati,

98
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

setelah telur sudah didalam mesin tetas,  Fertilitas


semua pentilasi mesin ditutup dan belum
bisa dilakukan pemutaran sampai 3 hari
 Bobot Awal DOD
kedepan. Pada hari ke-4 dimulai
pemutaran, peneropongan dan pemecahan Analisis Data
telur pertama untuk melihat perkembangan
Rancangan penelitian yang
embrio, pemutaran telur dilakukan 3x
digunakan pada percobaan ini adalah
yaitu jam 08.00 malam, 05.00 pagi dan
Deskriptif dan Metode Rancangan Acak
01.00 siang. Hari ke-8, 12, 16, 20
Lengkap (RAL). Selanjunya data yang
dilakukan pemutaran, peneropongan, dan
terkumpul ditabulasi dan dianalisis dengan
pemecahan telur pada setiap perlakuan dan
menggunakan Analisis varians (analysis of
hari ke-24 dilakukan pemutaran,
variance, ANOVA)
peneropongan dan pemecahan telur yang
terakhir untuk melihat kembali
HASIL DAN PEMBAHASAN
perkembangan embrio. Selanjutnya pada
hari ke 25 - 28 telur sudah tidak lagi
Tahapan Perkembangan Embrio Sesuai
dilakukan pemutaran, peneropongan, dan Umur
pemecahan sampai semua menetas, dan
Perkembangan embrio pada unggas
DOD ditimbang setelah bulunya kering.
sebagian besar terjadi diluar tubuh
Penelitian terdiri dari 4 perlakuan,
induknya. Tahap perkembangan embrio
setiap perlakuan diulangi sebanyak 4 kali
pada unggas umumnya tidak jauh berbeda,
dan setiap ulangan terdiri dari 10 butir
dan hanya dibedakan oleh waktu. Tahapan
telur. Perlakuan bobot telur B1 (55g ≤ BT
perkembangan embrio dapat dilihat pada
< 60g), bobot telur B2 (61g ≤ BT < 65g),
gambar-gambar dibawah ini bahwa telur
bobot telur B3 (65g ≤ BT < 70g), bobot
yang ditetaskan secara buatan
telur B4 (71g ≤ BT < 75g).
perkembangan embrionya lebih cepat
Variabel Penelitian dibandingkan dengan telur yang ditetaskan
di alam. Ini diduga karena pada penetasan
Variabel yang diukur yaitu
buatan suhu dan kelembaban dapat
perkembangan embrio, tingkat fertilitas
dipertahankan sedangkan pada penetasan
telur, dan Bobot Awal DOD.
alami tidak.
 Perkembangan Embrio dan DOD
dianalisis secara deskriptif

99
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

R1 R2
R3 R4

3 1 3 3
1
2 1 2 1
2

3
Ket : 1. Bakal Jantung; 2. Pembuluh Darah; 3. Chorion.

Gambar 1. Tahapan Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 Umur 4 Hari.

Tahapan Perkembangan Embrio Itik allantois yang berperan utama dalam


Umur 4 Hari
penyerapan kalsium. Sedangkan menurut
Hasil pengamatan tahap Nesheim et al. (1997) pada embrio ayam
perkembangan embrio itik umur 4 hari jantung terlihat berdenyut setelah 30 jam
dapat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan pengeraman dan pembelahan pada otak
R1, R2, R3, R4, memiliki perkembangan menunjukan dimulainya pembentukan
embrio yang sama yaitu terlihat bakal mata, lubang telinga pada pembentukan
jantung (terlihat gerakan denyut jantung) bakal ekor. Ekor mulai memendek setelah
dan penyebaran pembuluh darah pada 51-56 jam dierami dan pada hari ketiga
bagian kuning telur. Adapun perbedaan mulai membelok membentuk sudut 900
perkembangan embrio setiap perlakuan dengan axis. Balinsky (1970) mengatakan
hanyalah pada letaknya yaitu R1 dan R3 ada 4 macam selaput yang membungkus
pembuluh darah dan jantung terletak embrio yaitu kantung kuning telur,
berbatasan antara chorion dan kuning allantois, amnion, dan chorion.
telur. Sedangkan untuk R2 dan R3, Dibandingkan pernyataan Jull
pembuluh darah dan jantung terletak (1951) pada hari ke-2 embrio diselimuti
dibagian kuning telur oleh pembungkus yang terdiri dari dua
Menurut Anonimous (2016) dinding, dinding bagian dalam disebut
perkembangan embrio pada ayam umur 4 amnion dan bagian luar chorion. Amnion
hari yaitu perkembangan rongga amniotik berisi cairan bening dan kedua lapisan ini
yang akan mengelilingi embrio, yang berfungsi untuk melindungi embrio dari
berisi cairan amniotik, berfungsi untuk goncangan mekanis dan mencegah
melindungi embrio dan membolehkan pelekatan embrio melalui aksi jaringan
embrio bergerak. Nampak gelembung

100
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Tabel 1. Perkembangan embrio itik umur 4 hari

Penciri umur embrio 4 hari R1 R2 R3 R4


   
Penyebaran pembuluh darah
   
Bakal jantung

atau pembuluh otot yang berkembang pada masa inkubasi 4 hari ini sudah
dalam dinding amnion. Allantois terlihat penyebaran pembuluh darah dan
merupakan usus belakang embrio, muncul bakal jatung. Sedangkan pada embrio
pada hari ketiga. Allantois berfungsi alabio pada hari ketiga kepala mulai
sebagai organ respiorasi, ekskresi ginjal melengkung, hari keempat kepala dan ekor
dan menyerap kalsium dari kerabang telur melengkung dan pada mandalung kepala
dan albumin dimanfaatkan sebagai bahan melengkung terjadi pada hari keempat, dan
makanan selama pertumbuhan dan baru pada hari kelima kepala dan ekor
perkembangan embrio. Sedangkan Winter melengkung, pada perkembangan antara
dan Fuck (1956) menyatakan pada hari ke- alabio dan mandalung memiliki selisi 1
4 setelah pengeraman bakal kaki dan sayap hari. Hal ini berbeda dengan penelitian
berkembang. Akhir hari ke-4 masa yang saya lakukan pada hari keempat baru
pengeraman, embrio sudah memiliki organ terjadi perkembangan bakal jantung dan
yang diperlukan untuk berkembang dan penyebaran pembuluh darah. Sedangkan
umunnya umumnya bagian-bagian tubuh pada embrio ayam hari ketiga sudah ada
embrio sudah dapat diidentifikasi, namun pigmentasi mata (Hamburger dan
pada penelitian saya perkembangan Hamilton, 1951) dan pada kalkun
embrio hari ke-4 yang baru telihat hanya pigmentasi mata terjadi pada hari ke-5
bakal jantung dan penyebaran pembuluh (Phillips dan Williams, 1994).
darah kemungkinan disebabkan
perkembangan embrio pada itik lebih Tahapan Perkembangan Embrio Itik
Umur 8 Hari
lambat dibandingkan dengan
perkembangan embrio pada ayam. Penciri
Pengamatan perkembangan embrio
perkembangan embrio umur 4 hari dapat
umur 8 hari pada perlakuan R1, R2, R3
dilihat pada Tabel 1.
dan R4 yaitu dapat dilihat pada Gambar 2
Hasil dari tabel diatas menjelaskan
dibawah ini. Embrio sudah nampak jelas
bahwa perkembangan embrio itik jawa

101
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

R1 R2

21
2 5
5
1
3
4

R3 R4

5
5 4
1 4 1
2 2 3
3

Ket: 1. Mata, 2. Bagian Kepala, 3. Bagian Belakang/ punggung 4. Bagian Ekor, 5. Yolk (Kuning
Telur)

Gambar 2. Tahap Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 Umur 8 Hari.

bagian kepala, ekor, bagian belakang dapat bahwa perkembangan embrio keempatnya
dibedakan, mata sudah jelas, dan yolk sama, hanya saja pada R2 perkembangan
(kuning telur) mengencer dan terlihat embrio sedikit berbeda karena baru mata
bentuk gumpalan disekitaran embrio itik. yang terlihat bagian tubuh belum bisa
hasil pengamatan tahapan perkembangan dibedakan kemungkinan bagian tubuh dari
embrio ke 4 perlakuan umur 8 hari ini embrio pada perlakuan R2 ini tertutupi
yaitu seperti dilihat pada masing-masing oleh yolk (kuning telur) yang mengencer.
gambar di bawah dan keterangannya

102
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Tabel 2. Perkembangan embrio itik jawa umur 8 hari

Penciri umur embrio 8 hari R1 R2 R3 R4


   
 Pigmentasi mata
 o  
 Bagian kepala
 o  
 Bagian belakang/punggung
 o  
 Bagian ekor

Menurut Anonimous (2016) tahapan dan dibagian luar terlindungi dengan


perkembangan embrio ayam umur 8 hari chorion, namun keduanya msih sulit untuk
yaitu membran vetillin menyelimuti diamati secara terpisah. Embrio pada hari
(menutupi) hampir seluruh kuning telur, ketujuh ini, memiliki allantois yang
pigmentasi pada mata mulai nampak, berukuran kecil, dikarenakan aktivitas
bagian paruh atas dan bawah mulai fisiologis embrio masih rendah. Begitu
terpisah, demukian juga dengan sayap dan juga albumen pada hari ke-7 masa
kaki. Leher merenggang dan otak telah inkubasi masih terlihat banyak dan tidak
berada didalam romgga kepala dan terjadi kental, hal ini dikarenakan penyerapan
pembukaan indra pendengar bagian luar. nutrisi yang belum maksimal karena
Dibandingkan pernyataan Menurut Sari embrio masih muda dan nutrisi yang
(2013) embrio ayam umur tujuh hari diperlukan embrio masih sedikit. Peebles
memiliki yolk sac dengan warna kuning et al. (2001) menyebutkank bahwa yolk
cerah dan bentuk awal yolk sac dapat sac dari telur yang dihasilkan oleh induk
terlihat jelas. Hal ini dikarnakan yolk yang tua beratnya lebih besar dibanding
belum terserap kedalam yolk sac, sehingga yolk sac yang dihasilkan dari induk muda
yolk masih terlihat jelas. Amnion brfungsi yang berakibat menurunkan tingkat absorsi
untuk melindungi embrio agar embrio bisa yolk dan tingkat perkembangan embrio
bergerak bebas, karena terdapat cairan juga akan menurun.
didalamnya. Amniom merupakan Menurut Sari (2013) pada hari ke-8
pelindung tubuh embrio dibagian dalam masa pengeraman, bobot kuning telur

103
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

meningkat, disebabkan ada aliran air kekantong kuning telur lewat membrane
bahan padatan dari fraksi albunin kuning telur. Sedangkan menurut
Ngobbe (2003) pada hari ke-8 mulainya R2, R3 dan R4 yaitu embrio terlihat sangat
pertumbuhan bulu sampai menutupi sempurna. Pada R1 patuk paruh, mata,
mekapus pada embrio itik alabio sayap, kaki dan ekor sudah terbentuk, pada
sedangkan pada mandalung membutukan bagian ekor terlihat bahwa sudah ada
waktu 10 hari. Dengan demikian dikatakan folikel bulu halus yang bertumbuh, begitu
perkembangan embrio mandalung lebih juga bagian sayap. Pada R2 embrio
lambat 2 hari dari alabio. tertutupi darah oleh sebab itu embrio tidak
Pada Tabel 2, dapat dilihat terlihat dengan jelas. Pada R3 dan R4
perkembangan embrio itik jawa pada embrio terlihat kecil. Dari keempat
inkubasi hari ke-8 yaitu pada R1 perlakuan perkembangan embrionya sama,
pigmentasi mata sudah terlihat bagian yolk sudah mulai terserap oleh abdomen
kepala, belakang/punggung dan ekor sudah dan tali pusar sudah terlihat sangat jelas,
dapat dibedakan, R2 yang baru terlihat seperti dilihat pada gambar 6.
hanyalah pigmentasi mata, sedangkan pada Menurut Anonimous (2016) tahapan
R3 dan R4 perkembangan embrio yang perkembangan embrio ayam umur 12 hari
terjadi pada umur 8 hari seperti pada R1. yaitu folikel bulu mengelilingi bagian luar
Dibandingkan perkembangan pada alabio indera pendengar meatus dan menutupi
pigmentasi-pigmrntasi sudah terlihat jelas kelopak mata bagian atas. Kelopak mata
pada hari ke-7 sedangkan pada mandalung bagian bawah menutupi 2/3 atau bahkan ¼
pigmentasi terlihat jelas pada hari ke-8 bagian kornea. Sedangkan menurut Sari
antara alabio dan mandalung memiliki (2013) perkembangan embrio pada masa
selisih perkembangan embrio 1 hari inkubasi hari ke-12 memiliki ukuran
(Nggobe, 2003). Dari hasil perbandingan allantois lebih besar disbanding dengan
diatas menjelaskan bahwa perkembangan hari ke-7, dikarenakan perkembangan
pada alabio dan mandalung sependapat embrio sudah lengkap dan peranan embrio
dengan penelitian perkembangan embrio semakin meningkat, maka semakin besar
itik jawa yang saya teliti. embrio semakin besar pulah kebutuhanya
dan besar ekskresi yang dihasilkan makan
Tahapan Perkembangan Embrio Itik
Umur 12 Hari besar juga area allantois yang dibutuhkan.
Allantois pada hari inkubasi ke-14 cukup
Pengamatan tahapan perkembangan sulut diamati dikarenakan allantois
embrio umur 12 hari pada perlakuan R1, menyatu dengan
104
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

R1 R2

6 5
4 3 1 7
2 10
9
7
9 1 2
„ 8 5
10 6

R3 R4

9 8

9 10
10
8
7 1
1
7 2 2

Ket: 1. Mata, 2. Bagian Kepala, 3. Patuk Paruh, 4 sayap, 5. Kaki, 6. Bagian ekor, 7. Amnion, 8. Chorion, 9. Yolk,
10. albumen

Gambar 3. Tahap Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 Umur 12 Hari.

chorion yang disebut chorioallantois. Berbanding pengeraman hari ke-11


Membrane ini berfungsi sangat penting embrio ayam, sebagian besar albumin dan
untuk respirasi embrio dan berfungsi sebagian kecil kuning telur pertama
penuh pada hari incubasi ke-12. diserap embrio.

105
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Tabel 3. Perkembangan embrio itik jawa umur 12 hari


Penciri embrio umur 12 hari R1 R2 R3 R4
 Mata    
 Bagian kepala    
 Patuk paruh   o o
 Sayap  o  o
 Kaki  o o o
 Folikel bulu halus bagian ekor  o o o

Pada Tabel 3 diatas dijelaskan bahwa dikatakan itik jawa lebih lambat
perkembang pada itik jawa hari ke-12 pertumbuhan bulu dibanding denga alabio
memiliki pertumbuhan pada R1 mata, dan mandalung. Antara alabio dan
bagian kepala, patuk paruh, sayap, kaki mandalung memiliki selisih pertumbuhan
dan bagian ekor memiliki folokel bulu bulu 1 hari.
halus, pada R2 hanya mata, bagian kepala
Tahapan Perkembangan Embrio Itik
dan patuk paruh yang telihat, R3 bagian Umur 16 Hari
kepala, mata dan sayap perkembangan
Tahapan perkembangan embrio
yang terlihat dan R4 hanya mata dan
umur 16 hari pada R1, R2, R3 dan R4
bagian kepala yang terlihat
yaitu dapat dilihat pada gambar 4 dibawah
pertumbuhannya. Dibandingkan dengan
ini bahwa embrio sudah sangat terbentuk
alabio pada hari ke-12 pada bagian ekor
sempurna, bagian punggung sampai ekor
bulu mencapai 2 baris pertumbuhannya
sudah tertutupi dengan bulu hitam yang
dan mandalung pertumbuhan bulu
lebat, bagian kepala sudah mulai
mencapai 2 baris pada bagian ekor terjadi
bertumbuh bulu halus, yolk sudah mulai
pada hari ke-13 (Nggobe, 2003). Demikian
terserap oleh abdomen, paruk paruh mulai
bahwa perkembangan pada bulu pada itik
mengeras, kuku kaki sudah terbentuk.
jawa baru terjadi pada R1 seperti dilihat
Menurut Ngobbe (2003) embrio itik
pada gambar dan keterangan di atas bulu
alabio dan mandalung penutupan bulu
baru bertumbuh 1 baris dibagian ekor
pada leher bagian ventral terjadi pada hari
sedangkan pada R2, R3 dan R4 belum ada
ke-14 dan ke-16. Dibandingkan dengan
pertumbuhan bulu yang terlihat, maka
kalkun penutupan bulu leher bagian

106
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

R1 R2

R3 R4

Gambar 4. Tahapan Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 umur 16 Hari

Tabel 4. Perkembangan embrio itik jawa umur 16 hari


Penciri embrio umur 16 hari R1 R2 R3 R4

 Buluh tumbuh 4 baris di radius/ulna    

 Buluh tumbuh 2 baris di mekapus    

 Bulu menutup seluru bagian dada    

 Bulu menutupi daerah mekapus    

107
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

ventral terjadi pada hari ke-12 (Phillips Tahapan Perkembangan Embrio Itik
Umur 20 Hari
dan Williams, 1994). Dengan demikian
perbandingan dengan kalkun, Pada pengamatan tahapan
perkembangan alabio dan mandalung perkembangan embrio R1, R2, R3 dan R4
terlambat 2 dan 4 hari. Pertumbuhan bulu umur 20 hari dapar dilihat pada gambar 5
yang lambat pada itik mandalung dibawah ini yaitu embrio sudah terbentuk
kemungkinan dipengaruhi oleh sifat yang anak itik, kaki sudah menjadi warna hitam,
diwarisi dari entok, karena sebagaimana bagian ujung patuh paru berwarna hitam
diketahui bahwa entok mempunyai sifat dan sudah keras, bulu hitam yang lebat
pertumbuhan bulu yang lambat, sedangkan sudah menutupi seluruh tubuh, yolk sudah
itik mewarisi sifat pertumbuhan bulu yang hampir terserap oleh abdomen.
cepat. Pada Tabel 5 diatas dijelaskan
Pada Tabel 4 diatas, menjelaskan bahwa pada itik jawa diawali dengan
bahwa tumbuhnya bulu pada itik jawa terbentuknya lubang hidung dan tonjolan
dimulai dari hari ke-16 bulu menutupi kecil di atas paruh terjadi pada hari ke-20.
sampai mekapus. Dibandingkan dengan Dibandingan dengan (Nggobe, 2013) yang
itik alabio penutupan bulu sampai menjelaskan pertumbuhan pada alabio
mekapus terjadi dihari ke-19 sedangkan yaitu terbentuknya tonjolan kecil dan
pada mandalung terjadi dihari 22 (Ngobbe, lubang hidung terjadi hari ke 14 sampai 22
(2013). Menurut Phillips dan Williams dan mandalung terjadi pada hari ke 16
(1994) pada kalkun penutupan buluh sampai 26. Hal ini berarti bahwa dari
sampai vental terjadi pada hari ke-12. terbentuknya lubang hidung dan tonjolan
Dengan demikian dapat dikatan bahwa kecil pada itik jawa lebih cepat
embrio itik jawa lebih lambat 4 hari pertumbuhan tonjolan kecil pada alabio 6
dibanding kalkun, alabio lebih lambat 3 hari dan lebih lambat pertumbuhan lubang
hari, mandalung lebih lambat 5 hidung 2 hari. Sedangkan pada mandalung
hari.sedangkan mandalung lebih lambat 2 lebih cepat pertumbuhan tonjolan kecil 4
hari dari alabio. hari dan pertumbuhan lubang hidung lebih
lambat 6 hari dari itik jawa.

108
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

R3 R4

R1 R2

Gambar 5. Tahapan Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 umur 20 Hari

Tabel 5. Perkembangan embrio itik jawa umur 20 hari


Penciri embrio umur 20 hari R1 R2 R3 R4
 Terbentuknya tonjolan kecil (nasal pits)    
 Lubang hidung terlihat jelas    

109
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Tahapan Perkembangan Embrio Itik menjadi anak itik dan terbentuk sangat
Umur 24 Hari
sempurna tinggal menunggu waktu untuk
Pada tahapan perkembangan menetas, yolk semakin mengecil karena
embrio umur 24 hari yaitu dapat dilihat sudah hampir terserap habis oleh
pada gambar 6 dibawah ini bahwa abdomen, hanya saja pada R1 dan R3 ada
perkembangan keempat perlakuan R1, R2, sedikit perbedaan warna bulu karena pada
R3, dan R4 yaitu sama embrio sudah R1 dan R3 warna buluh bercampur putih.

R1 R2

R3 R4

Gambar 6. Tahapan Perkembangan Embrio R1, R2, R3 dan R4 umur 24 Hari

Tabel 6. Perkembangan embrio itik jawa umur 24 hari


Penciri embrio umur 24 hari R1 R2 R3 R4
 Hilangnya homy bill di paruh bawah    
 Gigi telur mencapai ujung paruh    

110
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Seperti dilihat pada Tabel 6 bahwa pada Dewanti et al. (2014) bobot telur 53g - 76g
itik jawa hilanya homy bill diparuh bawah fertilitasnya adalah 83,73% - 89,70%.
dan gigi telur mencapai ujung paruh terjadi Hasil dari fertilitas yang diperoleh masih
hari ke-24. Dibanding dengan alabio pada kisaran nilai rata-rata yang baik. Data
hilangnya homy bill diparuh bagian bawah hasil penelitian menunjukan bahwa
terjadi pada hari ke-20 sedangkan pada fertilitas dari perlakuan R2 - R4
mandalung terjadi pada hari ke-24, dan persentasenya tidak berbeda jauh
terbentuknya gigi telur mencapai ujung meskipun dari data yang ada menunjukan
paruh pada alabio terjadi pada hari ke-25 fertilitas tertinggi terdapat pada R1 dan
dan pada mandalung terjadi pada hari ke- R3, dan terendah terdapat pada R2.
29. Dari tahapan hilangnya homy bill Rendahnya fertilitas pada R2
dibawah paruh pada itik jawa lebih lambat kemungkinan disebabkan karena adanya
4 hari pertumbuhannya dari alabio, dan telur yang ditetaskan dalam keadaan yang
pada mandalung memiliki pertumbuhan kurang baik.
yang sama, dan pertumbuhan gigi telur Hasil analisi ragaman menunjukan
mencapai ujung paruh pada alabio terjadi bahwa perlakuan memberikan pengaruh
pada hari ke-24 dan pada mandalung yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap
terjadi hari ke-28. Dari perbandingan persentase fertilitas pada tiap perlakuan.
dengan alabio memiliki pertumbuhan Hal ini diduga karena lama penyimpanan
waktu yang sama dan pada mandalung telur mungkin memiliki waktu yang tidak
lebih lambat 4 hari. jauh. Penelitian ini sejalan dengan
pendapat Susanti et al. (2015) yang
Pengaruh Bobot Telur Terhadap
Fertilitas menjelaskan bahwa fertilitas telur unggas
yang tidak berbeda nyata ini diduga karena
Fertilitas yang dihasilkan pada
lama penyimpanan telur yang ditetaskan
bobot telur R1 (55g ≤ BT < 60g), R2 (61g
memiliki interval waktu yang sama yaitu 2
≤ BT < 65g), R3 (65g ≤ BT < 70g) danR4
hari. Menurut Susanti et al. (2015) lama
(71g ≤ BT < 75g). Persentase Telur itik
penyimpanan telur memiliki peranan
85%-90% disajikan pada Tabel 7 yang ada
penting dalam menjaga kualitas telur.
pada Bobot Telur. Berdasarkan penelitian
Menurut Setioko et al. (1999),
yang dilakukan diperoleh kisaran persetase
fertilitas telur itik Alabio adalah sebesar
fertilitas yang tinggi antara 85% - 90%.
95,57%, sedangkan dilaporkan Suryana
Hasil ini sejalan dengan penelitian

111
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

dan Tiro (2007), hasil fertilitas yang yang mempengaruhi gagalnya telur fertil
diperoleh selama 26 periode penetasan untuk menetas. Faktor tersebut diantaranya
telur itik Alabio sebesar 90,38%. Purba et adalah nutrien di dalam telur dan kondisi
al. (2005) menyatakan bahwa rata-rata yang tidak memungkinkan untuk
fertilitas telur itik di daerah sentra perkembangan embrio. Faktor lain yang
produksi dan penetasan di Kabupaten mempengaruhi fertilitas diantaranya
Blitar, Jawa Timur berkisar antara 86,46% adalah nutrien, motilitas sperma, dan
- 90,49%. persentase sel sperma yang abnormal atau
Faktor-faktor yang mempengaruhi mati. Faktor nutrient misalnya kekurangan
fertilitas telur adalah rasio jantan dan vitamin E dalam pakan dapat
betina, pakan induk, umur pejantan yang menyebabkan telur menjadi tidak fertil.
digunakan dan umur telur, jumlah induk Menurut Susanti et al. (2015)
yang dikawini oleh satu pejantan dan umur penelitian ini fertilitas telur ayam arab
induk (Solihat et al., 2003). Selain itu, dengan lama penyimpanan 2, 4, dan 6 hari
hubungan temperatur lingkungan yang yaitu 77,78%, 59,26%, dan70,73% relatif
semakin meningkat antara lain temperatur rendah dari pada penelitian Adnan (2010)
atmosfir disinyalir dapat menyebabkan yaitu 76,70 - 93,33%. Hal ini disebabkan
penurunan fertilitas atau sebaliknya. Selain oleh jumlah telur yang busuk dan pecah
itu, menurut Rahayu et al. (2005) fertilitas pada mesin tetas. Telur yang busuk dan
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pecah pada lama penyimpanan 2 dan 6 hari
lain antara lain iklim, bangsa atau varietas lebih sedikit dibandingkan dengan lama
ayam, sistem perkawinan, Menurut Budi et penyimpanan 4 hari. Hal ini kemungkinan
al. (2008); Suryani et al. (2012) pakan disebabkan oleh adanya keretakan pada
juga sangat berpengaruh pada fertilitas kerabang telur yang menyebabkan pori-
telur, kesehatan, umur induk, pengelolaan pori kerabang telur semakin lebar sehingga
telur sebelum masuk mesin tetas termasuk memungkinkan telur terkontaminasi oleh
pemilihan bobot telur tetas dan mikroorganisme. Keretakan yang terjadi
penyimpanan telur tetas (Zakaria, 2010 diduga sangat halus sehingga keretakan
dalam Ngobbe, 2003), dan pengelolaan tidak dapat dideteksi pada saat candling.
telur selama penetasan. King‟ori (2011)
mengemukakan bahwa ada beberapa hal

112
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Tabel 7. Rataan Pengaruh bobot telur terhadap bobot tetas dan persentase fertilitas

Perlakuan
Parameter
R1 R2 R3 R4
Bobot Tetas (g) 33,13 38,77 42,20 48,28
Fertilitas (%) 90 85 90 87.5

Pengaruh bobot telur terhadap bobot kandungan nutrient yang ada dalam telur
tetas
sehingga besar pula kesempatan embrio
untuk menyerap nutrient yang ada dalam
Bobot tetas yang dihasilkan yaitu
telur tetas. Menurut Pattison (1993) telur
33.13g – 48,28g disajikan pada Tabel 7.
banyak mengandung nutrient seperti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan
diperoleh rata-rata bobot tetas antara 31g -
untuk perkembangan embrio selama
51g. Bobot telur tetas 55g - 60g
inkubasi serta digunakan juga sebagai
menghasilkan reratahan bobot DOD yang
cadangan makanan.
paling rendah yaitu 33,13g sedangkan
Menurut Hassan et al. (2005),
bobot telur 71g - 75g menghasilkan bobot
bobot tetas berkorelasi positif dengan
DOD sebesar 48,28g. hal ini menunjukan
bobot telur tetas. Semakin besar bobot
bahwa ada korelasi antara bobot telur
telur tetas maka semakin besar pula bobot
dengan bobot tetas, karna semakin besar
tetas yang dihasilkan. Perbedaan yang
bobot telur maka bobot DOD yang
nyata ini diduga disebabkan oleh
dihasilkan juga semakin besar. Pendapat
perbedaan jumlah kuning telur dan putih
ini sejalan dengan penelitian Salombe
telur sebagai sumber nutrisi selama
(2012), yang menunjukkan rata-rata bobot
perkembangan embrio. Bobot telur tinggi
tetas 30,25g dan 31,41g. Hermawan (200),
mengandung jumlah kuning telur dan putih
dan Petek et al. (2003) yang menyatakan
telur tinggi. Semakin banyak kuning telur
bahwa ada hubungan yang sangat nyata
dan putih telur maka ketersediaan nutrisi
antara bobot telur dan bobot tetas. Pada
untuk perkembangan embrio semakin
penelitian ini semakin besar bobo telur
banyak, sehingga bobot tetas yang
maka semakin besar bobot DOD yang
dihasilkan akan lebih besar. Adapun faktor
dihasilkan. Hal ini kemungkinan
yang berpengaruh terhadap bobot DOC
berhubungan dengan keberadaan nutrient
diantaranya, pakan dan kualitas telur
yang terkandung dalam telur. Semakin
(Yousefi dan Karkodi, 2007), umur induk,
besar bobot telur maka semakin besar

113
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

dan pengelolaan penetasan (Bachari, @random4413d85398188/11859534


2006). Hasil ini mengindikasikan bahwa 10_buletin_maret_2007.pdf. Diakses
1 november 2016.
guna mendapatkan ayam kampung dengan
bobot DOC yang tinggi dapat diawali Bachari, I., I. Sembiring, dan D. S.
Tarigan. 2006. Pengaruh frekuensi
dengan melakukan seleksi terhadap bobot
pemutaran telur terhadap daya tetas
telur, dan telur yang paling baik adalah dan bobot badan DOC ayam
telur yang mempunyai bobot di atas kampung. Jurnal Agribisnis
39,00g. Sedangkan menurut Rajab (2013) Peternakan 2:101-105

dari hasil penelitian hubungan antara bobot Baruah, K.K., P.K. Sharma dan N.N, Bora.
telur tetas dengan bobot DOC ayam 2001. Fertility, hatchability and
embryonic mortality in ducks. J.
kampung bahwa bobot telur mempunyai
IndianVeteterinary 78:529-530.
hubungan yang sangat nyata dengan bobot
Budi, U., I. Bachari, dan P. R. Lisma.
DOC ayam kampong dan sangat tinggi
2008. Penambahan tepung cangkang
yaitu sebesar 91,8%. Hal ini berarti bahwa telur ayam ras pada ransum terhadap
makin besar telur tetas akan mempunyai fertilitas, daya tetas dan mortalitas
bobot DOC yang baik pula. Burung Puyuh. Jurnal Agribisnis
Peternakan 4: 111-115.

KESIMPULAN Dewanti, R., Yuhan, dan Sudiyono. 2014.


Pengaruh bobot dan frekuensi
Berdasarkan hasil penelitian maka pemutaran telur terhadap fertilitas,
daya tetas, dan bobot tetas itk local.
didapatkan kesimpulan yaitu bobot telur Buletin Peternakan Vol. 38(1):16-20.
tidak berpengaruh pada proses
Hermawan, A. 2000. Pengaruh bobot dan
perkembangan embrio dan fertilitas, tetapi
indeks telur terhadap jenis kelamin
berpengaruh terhadap bobot tetas DOD. anak ayam kampung saat menetas.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
DAFTAR PUSTAKA Pertanian Bogor. Bogor.

Adnan, M. 2010. Pengaruh lama Hassan, S. M., A. A. Siam, M. E. Mady


penyimpanan telur ayam buras terhadap and A. L. Cartwright. 2005. Egg
fertilitas, daya tetas telur dan berat storage period and weight effect on
tetas. Jurnal Agrisistem, Vol 6 (2) : 1858 – hatchability of Ostrich (Struthio
4330 camelus) eggs. Poult. Sci. 84: 1908-
1912.
Anonimous. 2016. perkembangan embrio
dari hari kehari. Jull, M.A. 1951. Poultry Breeding. 2 lst
https://www.ciptapangan.com/files/d Edition Mc Graw-Hill Book
ownloadsmodule/ Company. New York.

114
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

King‟ori, A. M. 2011. Review of the Prasetyo, D.R. Ekastuti. 2005. Pola


factors that influence egg fertility Rontok Bulu Itik Alabio Betina Dan
and hatchability in Poultry. Int. J. Mojosari Serta Hubungannya
Poult. Sci. 10: 483-492. Dengan Kadar Lemak Darah
(Trigliserida); Produksi dan Kualitas
Lembong, J. E., 2015. Analisis break even Telur. Jurnal Ilmu Ternak dan
point usaha ternak itik pedaging Veteriner 10 (2): 96-105.
(studi kasus pada usaha itik milik
kelompok masawang di Desa Rahayu, I. H. S., I. Suherlan, dan I.
Talikuran Kecamatan Remboken). Supriatna. 2005. Kualitas telur tetas
Jurnal Zootek. Vol. 35 No. 1 : 39-45. ayam Merawang dengan waktu
pengulangan insiminasi buatan yang
Neishem Mc, Austic RE dan Card LE. berbeda. J. Indo. Trop. Anim. Agric.
1997, Poultry Prodaction Lea and 30. (3):
Febinger. Philadelphia.
Rajab, A. 2013. Hubungan bobot telur
Nggobe M. 2003. Perkembangan Bobot dengan fertilitas, daya tetas dan
Dan Penampilan Embrio Itik Alabio bobot anak ayam kampong. Jurnal
Dan Hasil Persilanganya Dengan Agrinimal. Vol. 3: 56-60.
Entok Jantan Sebagai Pedoman
Untuk Menduga Umur Embrio. Setioko, A.R. dan Istiana. 1999.
Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pembibitan itik Alabio di Kabupaten
Pertanian Bogor. Hulu Sungai Tengah. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan
Pattison, M. 1993. The Health of Poultry. Veteriner. Jilid I; Bogor,1-2
Longman Scientific and Technical.
Harlow. Desember 1999. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan
Peebles, E. D., T. Zumwalt, S. M. Doyle, Penelitian dan Pengembangan
P. D. Gerrard, M. A. Latour, C. R. Pertanian. Bogor. hlm. 382-387
Boyle, & T. W. Smith. 2001.
Breeder age influence on Solihat, S. Suswoyo dan I. Ismoyowati.
embryogenesis in broiler hatching 2003. Kemampuan Performan
aggs. J. Poult. Sci. 80:272-277. Produksi Telur Dari Berbagai Itik
Lokal. Jurnal Peternakan Tropis 3
Petek, M., H. Baspinar and M. Ogan. (1):27-32.
2003. Effect of eggs weight and
length of storage on hatchability and Setioko, A.R., S. Sopiyana, dan T.
subsequent growth performance of Sunandar. 2005. Identifikasi Sifat
Quail. S. Afr. J. Anim. Sci. 33: 242- Kuantitatif dan Ukuran Tubuh Pada
247. Itik Tegal, Itik Cirebon dan Itik Turi.
Prosd. Seminar Nasional Peternakan
Phillips RE, Williams CS. 1994. External dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
morphology of the turkey during the Pengembangan Peternakan. Badan
incubation. Poultry Sci 19: 396-400. Penelitian dan Pengembangan
Purba M., P.S. Hardjosworo, L.H. Pertanian. Bogor. Hal:786-794

115
Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 37 No. 1 : 96 - 116 (Januari 2017) ISSN 0852 - 2626

Suryana dan B.W. Tiro. 2007. Keragaan Winter AR dan Fuck EM. 1956. Poultry
Penetasan Telur Itik Alabio Dengan Science and Practice. 4rd Edition. JB
Sistem Gabah Di Kalimantan Lippincot Company Chicago,
Selatan. Di dalam; Percepatan Philadelphia, New york
Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik
Lokasi Mendukung Kemandirian Zakaria, M.A.S. 2010. Pengaruh lama
Masyarakat Kampung di Papua. penyimpanan telur ayam buras
Prosd. Seminar Nasional dan terhadap fertilitas, daya tetas telur
Ekspose. Balai Pengkajian dan berat tetas. Jurnal Agrisistem 6:
Teknologi Pertanian Papua; 97-103.
Jayapura, 5-6 Juli 2007. Balai Besar
Yousefi, M. dan K. Karkodi. 2007. Effect
Pengkajian dan Pengembangan
of probiotic thepax® and
Teknologi Pertanian. Badan
Saccharomyces cerevisiae
Penelitian dan Pengembangan
supplementation on performance and
Pertanian. Bogor. Hal: 269-277
egg quality of laying hens. Journal
Salombe, J. 2012. Fertilitas, Daya Tetas, International Poultry Science 6: 52-
dan Berat Tetas Telur Ayam Arab 54.
pada Berat Telur yang Berbeda.
Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makasar.

Suryani, N., N. Suthama dan H. I.


Wahyuni. 2012. Fertilitas telur dan
mortalitas embrio ayam kedu pebibit
yang diberi ransum dengan
peningkatan nutrien dan tambahan
Sacharomyces cerevisiae. Animal
Agricultural Journal 1: 389–404.

Sari, D. M. 2013. Perkembangan Embrio


Dan Daya Tetas Serta Viabilitas
Anak Ayam Arab Dari Umur Induk
Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Susanti, I. T. Kurtini, dan D. Septinova.


2015. Pengaruh lama penyimpanan
terhadap fertilitas, susut tetas, daya
tetas dan bobot tetas telur ayam arab.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu
Vol. 3(4): 185-190.

116

Você também pode gostar