Você está na página 1de 13

GEOLISTRIK

DASAR
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912.
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis
lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC ('Direct Current')
yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah
'Elektroda Arus' A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang
jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam
tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter
yang terhubung melalui 2 buah 'Elektroda Tegangan' M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada
jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik
yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut
terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.

Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini
sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni),
maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-
jari AB/2.

Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah
elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah
elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) di bagian dalam. Kombinasi
dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi
akan didapat suatu harga tahanan jenis semu ('Apparent Resistivity'). Disebut tahanan jenis semu
karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di
bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang
terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X
dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari
kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.

Kegunaan
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m
sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang
merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah 'confined aquifer' yaitu lapisan akifer
yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian
atas. 'Confined' akifer ini mempunyai 'recharge' yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di
bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.
Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras
resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui
perkiraan kedalaman 'bedrock' untuk fondasi bangunan. Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga
adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu
metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber
panas bumi di bawah permukaan.

Keunggulan
Keunggulan metoda geolistrik untuk mendeteksi perlapisan batuan dapat mencapai
kedalaman sekitar 500 m. Berikut beberapa keunggulan lainnya:
Item Keunggulan
Harga peralatan Relatif murah
Biaya survei Relatif murah
Waktu yang dibutuhkan Relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari
Beban pekerjaan Peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi
Kebutuhan personal Sekitar 5 orang, terutama untuk konfigurasi Schlumberger
Analisa data Secara global bisa langsung diprediksi saat di lapangan

Konfigurasi
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya
terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat
pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda
perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah
permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak
digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei
yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang
disyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan
permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan
membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi
homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidak-
seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air
setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang
terhubung ke tanah dsbnya.

'Spontaneous Potential' yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan
batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan
tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-
homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila
digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang
relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil
pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang tepat.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus
listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter
dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang
benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai
fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.

Jenis-jenis konfigurasi elektroda

1. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat buah
elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada
konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak
MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB.

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada
elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif
dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi
yang relatif lebih kecil.

Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di


dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari
cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan,
sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.

2. Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga
jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur,
maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan
jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada


elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga
diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik 'high impedance' dengan
akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang
koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan
listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk


mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB
relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak
elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada
multimeter sudah demikian kecil, misalnya kurang dari 1.0 milliVolt.

Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan


antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50
bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran
tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan
yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.

Contoh penggunaan jarak MN/2 terhadap jarak AB/2 :


- Untuk jarak AB/2 dari 2.5 m sampai 10 m, gunakan jarak MN/2 = 0.5 m
- Untuk jarak AB/2 dari 10 m sampai 40 m, gunakan jarak MN/2 = 2.0 m
- Untuk jarak AB/2 dari 40 m sampai 160 m, gunakan jarak MN/2 = 8.0 m
- Untuk jarak AB/2 dari 160 m sampai 500 m, gunakan jarak MN/2 = 30 m

Meskipun demikian contoh di atas tidaklah mengikat dan kita bisa menggunakan
pasangan harga yang lain apabila dirasa perlu.

Penentuan Jarak AB/2


Tujuan dari penentuan jarak elektroda AB/2 agar dalam perhitungan 'true resistivity' yang
menggunakan program komputer sesuai dengan filter konfigurasi pada program komputer. Dalam
satu dekade logaritma (misalnya jarak AB/2 antara 1 m sampai 10 m, atau antara 10 m sampai 100
m) harus terbagi menjadi beberapa jarak AB/2 secara logaritma. Jarak AB/2 yang ideal adalah terbagi
menjadi 12 bagian logaritmik. Angka 1.211528 merupakan angka perkalian untuk pembagian 1
dekade menjadi 12 bagian. Rumus untuk pembagian 12 per dekade dalam bahasa pemrograman =
Exp(Log(10) / 12). Untuk pembagian 8 bagian per dekade = 1.333521

 
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
ideal Jarak 1.00 1.21 1.47 1.78 2.1 2.61 3.16 3.83 4.64 5.6 6.81 8.25 10.00
AB/2 5 2

 
Logarithmic Scale of 'ideal spacing'

(angka 2, 3, 4, 5, 6 dan 8 hanya untuk reference)

Angka jarak AB/2 yang terbagi menjadi 12 bagian per dekade tersebut sulit untuk diterapkan
di lapangan, sehingga dalam satu dekade akan kita kurangi menjadi 10 bagian dan angka-nya
dibulatkan.

 
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
applied Jarak AB/2 1.0 1.20 1.60 2.0 2.50 3.00 4.0 5.00 6.00 8.0 10.00
0 0 0 0

 
Untuk jarak AB/2 selanjutnya, deretan angka tersebut dikalikan dengan angka perkalian 10
dan seterusnya

Logarithmic Scale of 'applied spacing'

Pengukuran Pada Konfigurasi Schlumberger


Untuk pengukuran data geolistrik pada konfigurasi Schlumberger perlu diperhatikan ketika
akan memindahkan elektroda MN/2. Hendaknya paling sedikit satu buah (dua buah lebih baik) jarak
AB/2 yang diukur pada MN/2 yang berbeda, seperti terlihat pada contoh di bawah. Hal ini berguna
untuk mengetahui non-homogenitas batuan yang terletak dekat dengan permukaan sebagai kontrol
pada saat perhitungan, sehingga persyaratan geolistrik terpenuhi.

MN/2 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 2 2 0.5 2 2 2 2 2 8 8 2 


AB/2 2.5 3 4 5 6 8 10 10 12 12 16 20 25 30 40 40 50 50

     
  MN/2 8 8 8 8 8 30 30 8 30 30 30 30  
AB/2 60 80 100 120 160 160 200 200 250 300 400 500
   

Metoda Penghitungan Resistivity Semu


Untuk menghitung Resistivity Semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang
tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Perhitungan bilangan konstanta K ini
berdasarkan rumus

Rumus umum untuk Schlumberger


dan Wenner: K = 2 x phi / ( 1 / AM - 1 / BM - 1 / AN + 1 / BN)
Schlumberger : K = phi x (A x A - M x M) / (2 x M)
Wenner : K = 2 x phi x a
Apparent Resistivity : Ra = K x V / I

Keterangan: AM, BM, AN dan BN = jarak antar elektroda, AB sebagai elektroda arus dan MN
sebagai elektroda potensial (meter).

A = jarak AB/2 (meter)


M = jarak MN/2 (meter)
phi = 3.141592654
a = jarak AB/3 atau jarak MN (meter)
Ra = Apparent Resistivity (Ohm.meter)
K = Faktor Geometri (meter)
V = tegangan listrik pada elektroda MN (mV, milliVolt)
I = arus listrik yang diinjeksikan melalui elektroda AB (mA, milliAmpere)

Agar cepat dalam menghitung tahanan jenis semu sewaktu survei, hendaknya Faktor
Geometri (K) ini dicetak pada kertas data di samping angka jarak AB/2 dan MN/2. Bila menggunakan
kalkulator yang mempunyai fasilitas programming, rumus penghitungan faktor geometri ini bisa
dimasukkan sebagai langkah program untuk menghitung tahanan jenis semu.

Konfigurasi Dipole
Konfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu pasangan elektroda
arus (AB) yang disebut 'Current Dipole' dan pasangan elektroda potensial (MN) yang disebut
'Potential Dipole'. Pada konfigurasi Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak
segaris dan tidak simetris.
Beberapa macam konfigurasi Dipole
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara 'Current Dipole' dan 'Potential
Dipole' diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak elektroda tegangan tetap. Dan ini
merupakan keunggulan konfigurasi Dipole dibandingkan konfigurasi Schlumberger maupun Wenner,
karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini
diperlukan alat pengukur tegangan yang 'high impedance' dan 'high accuracy'.
Ada alat geolistrik merek tertentu yang bisa menggunakan multi 'potensial elektrode' untuk
satu bentangan elektroda arus. Dan hasil bisa langsung tergambar pada layar monitor. Dalam hal ini
yang tergambar adalah 'apparent resistivity' bukan 'true resistivity' serta mengabaikan persyaratan
pengukuran geolistrik yaitu homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi Dipole tidak ada fasilitas
untuk membuat batuan tidak homogen menjadi seakan-akan homogen. Sedangkan pada konfigurasi
Schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak homogen menjadi seakan-akan
homogen.

Peralatan Yang Digunakan


Untuk survei geolistrik bisa digunakan peralatan yang telah dibuat oleh perusahaan yang
bergerak dalam bidang geofisika, seperti perusahaan OYO dari Jepang. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan untuk membuat sendiri peralatan survei dengan sejumlah komponen elektronik di
dalamnya, serta beberapa alat bantu lainnya .

Prinsip Pembuatan Alat Utama


Pada prinsipnya alat geolistrik utama bisa mengeluarkan arus sekitar 50 sampai 500 mA DC
murni untuk dialirkan ke dalam tanah. Semakin besar arus listrik yang dapat diinjeksikan ke dalam
tanah, akan memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini berhubungan dengan spesifikasi alat ukur
multimeter yang akan digunakan. Bila digunakan alat ukur yang mempunyai spesifikasi 'high
impedance' maka penggunaan arus listrik yang besar hanya akan memboroskan persediaan arus
listrik pada sumber arus.
Sebaiknya tegangan listrik yang keluar dari alat bisa divariasi dari sekitar 60 sampai sekitar
600 Volt DC atau lebih. Gunakan rangkaian diode bridge untuk menyearahkan arus listrik dan
gunakan kapasitor agar arus yang ditimbulkan adalah DC murni. Variasi tegangan listrik ini berguna
untuk keperluan panjang jarak elektroda AB dan kondisi dari batuan di permukaan. Untuk jarak AB/2
yang pendek, misalnya 3 meter dengan batuan yang lunak dan mengandung air, gunakan tegangan
yang kecil misalnya 60 Volt. Sedangkan untuk jarak AB/2 yang besar, misalnya 500 meter, gunakan
tegangan yang lebih besar misalnya 350 Volt. Untuk batuan yang kompak atau dalam kondisi kering
sehingga arus listrik sulit mengalir, maka gunakan tegangan listrik yang lebih besar misalnya 600
Volt. Bila tegangan yang ditimbulkan oleh injeksi arus listrik tersebut tidak bisa terbaca atau
pembacaan terlalu kecil gunakan keluaran tegangan listrik pada alat yang lebih besar. Pada
prinsipnya tegangan listrik pada permukaan tanah yang ditimbulkan oleh adanya injeksi arus listrik
sebaiknya bisa dibaca dalam arti lebih besar dari 1 milli Volt. Semakin besar tegangan listrik yang
terjadi di permukaan akan memberikan hasil yang lebih baik.

Variasi tegangan listrik yang bisa dikeluarkan oleh alat misalnya terdiri dari 6 keluaran :
No Alternatif Alternatif Kegunaan
1 2
(Volt) (Volt)
1 65 60 untuk jarak elektroda AB yang pendek dengan batuan di
2 100 100 permukaan sejenis lempung atau batuan dalam kondisi
basah
3 150 165  
4 225 275  
5 340 460 untuk jarak elektroda AB yang panjang dengan batuan di
6 510 770 permukaan yang resistif atau dalam kondisi kering yang
sulit dilalui arus listrik
Bila mempunyai pengetahuan sedikit tentang pembuatan alat geolistrik, minta bantuan pada
teknisi yang mempunyai latar belakang elektronika. Logika menaikkan tegangan listrik DC 12 Volt
menjadi tegangan listrik DC tegangan tinggi adalah melalui proses:
* Jadikan arus listrik DC dari aki menjadi AC melalui pulsa generator.
* Arus listrik AC yang terjadi dihubungkan ke bagian primer lilitan kawat tembaga beremail dengan
bantuan power transistor. Kawat tembaga tsb bisa dililitkan pada inti besi ataupun ferit. Bila
digunakan inti besi, maka pulsa generator hendaknya mempunyai frekuensi 50 Hz, sedangkan
pada inti ferit bisa menggunakan frekuensi yang jauh lebih tinggi.
* Pada bagian lilitan kawat sekunder akan timbul tegangan listrik AC dengan besar tegangan
tertentu tergantung dari jenis inti yang digunakan, frekuensi pulsa dan perbandingan lilitan kawat
primer dan sekunder.
* Lewatkan arus listrik AC tegangan tinggi pada lilitan kawat sekunder tsb melalui 'diode bridge'
agar menjadi arus listrik DC.
* Untuk menghilangkan atau mengurangi gelombang arus listrik agar benar-benar menjadi DC,
hendaknya difilter dengan kapasitor yang mempunyai daya tahan terhadap tegangan tinggi.

Multimeter
Multimeter yang digunakan sebanyak 2 buah, untuk mengukur arus pada elektroda AB dan
untuk mengukur tegangan pada elektroda MN. Untuk mengetahui berapa arus listrik yang
dikeluarkan oleh alat (untuk elektroda AB) sewaktu beroperasi diperlukan multimeter. Spesifikasi
untuk multimeter pengukur arus adalah bisa mengukur arus listrik DC sampai kisaran 1000 mA.
Untuk mengukur tegangan di permukaan tanah yang ditimbulkan oleh injeksi arus ke dalam
tanah diperlukan multimeter yang mempunyai karakteristik 'high impedance' dan 'high accuracy'.
Spesifikasi 'high impedance' diperlukan agar tidak membebani tegangan yang ditimbulkan oleh arus
listrik, bila tidak maka pembacaan bisa salah, karena tegangan yang timbul pada permukaan tanah
ini bisa drop bila digunakan multimeter dengan spesifikasi 'low impedance'. Sedangkan 'high
accuracy' diperlukan agar pengukuran tidak salah. Display pada multimeter menggunakan 4 digit.
Untuk menghemat pemakaian sumber arus listrik pada aki, hendaknya waktu yang
diperlukan sewaktu injeksi arus listrik ke dalam tanah tidak lebih dari 10 detik. Untuk ini gunakan
multimeter yang bisa merekam data terakhir, meskipun arus listrik sudah tidak dialirkan lagi.

Kabel
Kabel yang digunakan hendaknya yang mempunyai serat relatif kasar sehingga setiap serat
dalam kabel tidak putus sewaktu ditarik. Hal ini perlu diperhatikan karena di lapangan kabel bisa
tersangkut yang bila ditarik bisa putus kalau digunakan serat yang halus. Menandai kabel yang
digunakan untuk jarak AB/2 sangat penting, karena hal ini demi kelancaran sewaktu survei
dilakukan.
Untuk jarak AB/2 sampai 50 m, gunakan roll meter dengan panjang 50 m pada kedua sisi.
Sedangkan untuk jarak AB/2 dari 60 m, 80 m, 100 m, 120 m, 160 m, 200 m, 250 m, 300 m, 400 m dan
500 m hendaknya gunakan penandaan pada kabel. Penandaan kabel tergantung pada kreativitas
pengguna dengan tujuan bahwa kabel yang terulur sesuai dengan jarak AB/2 yang kita kehendaki.
Bila elektroda salah dalam meletakkan pada posisi jarak AB/2 dari yang seharusnya, maka akan
mengakibatkan kesalahan data yang bersifat fatal, karena nilai 'true resistivity' bisa menyimpang dari
yang sebenarnya.

Asumsi
Interpretasi dari pengukuran ini bisa dilakukan dengan asumsi bahwa :
* Di bawah permukaan tanah terdapat sejumlah lapisan batuan dengan ketebalan terbatas
* Lapisan batuan di bawah permukaan dalam posisi horizontal
* Setiap lapisan batuan mempunyai sifat homogen (jenis litologi sama) dan secara kelistrikan
bersifat isotropik (diukur dari berbagai arah akan memberikan harga yang sama)

Geologi dan Geolistrik


Dalam geologi, penamaan batuan (litologi) berdasarkan proses yang dialami oleh batuan
tersebut, apakah batuan tersebut termasuk batuan beku, batuan malihan (metamorf) ataupun
batuan sedimen. Untuk batuan sedimen ada yang klastik (telah mengalami proses transportasi,
seperti batupasir dsbnya) dan batuan non-klastik (terbentuk melalui proses kimiawi, seperti
batugamping dsbnya).

Dalam geolistrik yang mempengaruhi harga tahanan jenis suatu lapisan batuan adalah :
* Komposisi kimiawi dari butiran penyusun dan komposisi dari semen pada batuan apakah resistif
(seperti mineral kwarsa) dan apakah konduktif (seperti mineral yang mengandung bijih besi).
* Ukuran dari fragmen dan jumlahnya, semakin besar fragmennya dan semakin banyak jumlahnya
umumnya harga tahanan jenisnya semakin besar.
* Ada tidaknya larutan yang mengisi porositas batuan serta komposisi dari larutan. Bila tidak
mengandung larutan atau dalam kondisi kering akan memberikan harga tahanan jenis yang lebih
tinggi.
Dalam hal ini kita perlu berhati-hati sewaktu menarik kesimpulan jenis litologi berdasarkan
litologi dari geologi regional pada daerah yang diteliti. Meskipun nama lapisan batuan katakanlah
batupasir, akan memberikan harga yang berbeda-beda untuk setiap lokasi. Umumnya batupasir
pada daerah vulkanik mempunyai harga yang sedikit lebih besar dibandingkan pada daerah batuan
sedimen, karena batupasir pada daerah vulkanik banyak mengandung fragmen.
Perlu juga diperhatikan, bahwa perselang-selingan lapisan batuan yang tipis akan
memberikan harga tahanan jenis yang lain dari pada harga tahanan jenis setiap individunya. Untuk
lapisan batuan yang tipis misalnya dengan tebal kurang dari 5 meter pada kedalaman 100 meter
atau lebih, maka lapisan batuan tersebut akan tidak terdeteksi karena data geolistrik digambarkan
dalam grafik secara logaritmik.

Sejarah Perhitungan
Pada awal perkembangan geolistrik yaitu sebelum ada komputer, maka metoda untuk
menghitung 'true resistivity' yang digunakan adalah dengan menggunakan metoda 'Curve Matching',
yaitu mencocokkan data lapangan dengan kurva standard. Hasil perhitungan yang menggunakan
metoda 'Curve Matching' ini sangat subyektif, setiap orang yang melakukan perhitungan akan
berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan karena faktor ketelitian setiap orang dalam memproses
data lapangan bisa berbeda.
Master Curve untuk konfigurasi Schlumberger

(Parasnis,D.S, 1971, Principles of Applied Geophysics, p.108)

Sekitar tahun 1970-an saat beredar kalkulator yang bisa diprogram seperti pada Texas
Instrument SR-52, para programer yang mempunyai latar belakang pengetahuan geolistrik mulai
menggunakan program komputer untuk menghitung data geolistrik. Pada tahun 1980-an setelah
komputer banyak digunakan di kantor ataupun pada masyarakat pengguna lainnya, maka secara
praktis perhitungan data geolistrik telah berpindah dari 'Curve Matching' ke program komputer.
Hasil perhitungan data geolistrik yang berupa jarak AB/2 kontra tahanan jenis semu menjadi
ketebalan lapisan batuan dan tahanan jenis sebenarnya ('true resistivity') akan memberikan hasil
perhitungan yang lebih obyektif dari pada penggunaan metoda 'Curve Matching'.
Sebelum tahun 1985, mulanya program komputer untuk penghitungan data geolistrik
menggunakan bahasa pemrograman Fortran. Sejak DOS ('Disk Operating System', 1985-1993)
banyak digunakan pada komputer, bahasa pemrograman yang digunakan adalah BASIC (keluaran
IBM), QuickBASIC (keluaran Microsoft) ataupun TurboBASIC dan Pascal (keluaran Borland) dengan
alasan lebih mudah dan lebih sederhana dari pada bahasa pemrograman Fortran. Setelah Windows
95 beredar yang kemudian diikuti Windows 98, ME, 2000, XP dan Vista serta kecepatan CPU yang
semakin meningkat serta penggunaan RAM yang lebih besar, maka digunakan bahasa pemrograman
Visual Basic (keluaran Microsoft) dan Delphi (keluaran Borland) yang lebih leluasa menggunakan
kapasitas besar file dan memory, logika program yang lebih terstruktur serta tampilan pada layar
monitor yang jauh lebih baik. Juga tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bahasa
pemrograman C dan C++.
TUGAS MATA KULIAH GEOLISTRIK DAN ELEKTROMAGNETIK
PENGENALAN METODE GEOLISTRIK

Adrian Yulianto K
12307032
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2009-2010

Você também pode gostar