Você está na página 1de 58

KAJIAN EMPIRIS TENTANG ANAK JALANAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patologi Rehab Sosial

Dosen Pengampu : Maya Fitria, S. Psi. Psi

Disusun Oleh :

PRAYOGA ADHITAMA (NIM.07710018)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2010

1
BAB I

PENDAHULUAN

Anak merupakan sumber daya manusia dan potensi serta aset strategis penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki posisi dan peranan yang sangat strategis dalam kelangsungan
kehidupan bangsa dan negara. Oleh sebab itu diperlukan pembinaan secara terus menerus demi
kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan
dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Namun
adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan perkembangan anak yang tidak tertangani,
akhirnya dapat membawa dampak kepada perbuatan-perbuatan kenakalan (juvenile deliquency)1.
Kenakalan-kenakalan tersebut bisa dari yang ringan sampai yang berupa tindak kriminal, yang dapat
merugikan diri dan masa depannya, keluarga, dan masyarakat (Padmiati, 2009).
Permasalahan sosial anak pada akhir-akhir ini mendapat perhatian dari beberapa kalangan
masyarakat baik mengenai masalah anak nakal, anak terlantar, dan terutama mengenai anak
jalanan. Berbagai permasalahan anak ini terjadi karena, lebih mengarah kepada tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar anak, yaitu mengenai kebutuhan fisik, psikis, dan sosial (Andari, 2006).
Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar keluarga tersebut telah berakibat
buruk pada status gizi dan kesehatan serta kualitas anak, yang jelas-jelas mempengaruhi tingkat
kesejahteraan anak itu sendiri. Oleh karena itu dikhawatirkan akan timbul suatu generasi yang
tingkat kecerdasan, kesehatan fisik dan mentalnya berkurang, sehingga akan terjadi lost generation.
Kemiskinan akibat krisis juga akan meningkatkan eksploitasi terhadap anak dalam melakukan
pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan atau keahlian tertentu, seperti pemulung, pedagang
asongan, dll.
Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
kondisi ekonomi keluarga, keluarga broken home, atau pun dari keluarga yang disharmonis. Dengan
demikian, kondisi mental dan psikis anak akan mengalami goncangan, sehingga akan mudah sekali
terpengaruh dengan kondisi lingkungannya (Andari, 2006).
Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sejak bulan Agustus 1997 telah Membawa
dampak yang luar biasa terhadap kehidupan mayoritas bangsa Indonesia. Puluhan juta jiwa
penduduk langsung terperosok di bawah garis kemiskinan. Hal ini dapat dilihat pada waktu sebelum
krisis ekonomi melanda, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan mencapai 20-25 juta jiwa, tetapi setelah terjadi krisis ekonomi angka tersebut melonjak
1
Juvenile Deliquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda,
merupakan gejala sakit (psikologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh salah
satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang
menyimpang (Kartono, 2003).

2
drastis, pada tahun 1998 tercatat 79 juta jiwa atau sekitar 40% dari penduduk Indonesia dan setelah
dikoreksi kembali oleh BPS pada tahun 1999 tercatat 49 juta jiwa penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan, (St. Sularto, 2000).
Peningkatan angka kemiskinan membuat angka anak jalanan meningkat pula. Mereka
bekerja di jalan sebagai pengemis, pengelap kaca mobil, motor, berjualan koran, dll. Keberadaan
anak jalanan itu sendiri sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak tahun 1980-an, namun sejak
terjadinya krisis multi-dimensi pada era 1997, perkembangannya sampai saat ini cukup signifikan,
tercatat pada tahun 2000 anak jalanan yang ada di Indonesia berjumlah 59.517, pada tahun 2002
mengalami peningkatan menjadi 94.674, pada tahun 2004 menjadi 98.113 (Andari, 2006),
sedangkan jumlah terakhir yang dapat dihimpun Pusdatin 2 sampai tahun 2007 adalah sejumlah
144.889 anak di seluruh Indonesia (Surjono, 2008).
Keberadaan anak jalanan, terutama di beberapa kota di Indonesia, sudah menjadi bagian
dari salah satu komunitas jalanan 3. Disebut bagian dari komunitas jalanan karena eksitensi anak
jalanan memiliki populasi besar, bahkan sudah memiliki identitas sub kultur sendiri di tengah sub
kultur jalanan yang lain (Surjono, 2008).

BAB II

2
Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial RI.
3
Komunitas jalanan lainnya seperti : preman jalanan, pedagang asongan, gelandangan yang lahan
pencarian nafkah mereka di jalanan.

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Jalanan
Anak jalanan merupakan anak yang tumbuh dan berkembang dengan gaya dan perilaku
mereka sendiri-sendiri sebagai wujud interpretasi mereka terhadap lingkungan (Panji dalam
Muhammad, 2006). Sementara itu UNICEF mendefiniskan anak jalanan sebagai: “Street children
are those who have abandoned their homes, schools and immediate communities before they
are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life”. (Childhope dalam Tauran,
2000).
Anak jalanan adalah istilah yang disepakati dalam konvensi anak nasional untuk
menyambut anak-anak yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan
atau kawasan urban. Anak jalanan berprofesi sebagai penjaja asongan, tukang semir, penjual
koran, pengamen, pengemis, pencuri, pekerja sex, atau apapun (Sumardi, dalam Taufik, 2007).
Selain bekerja anak-anak tersebut tinggal dan metetap di jalanan bahkan menganggap jalanan
sebagai rumah sendiri, bermain dan bersosialisasi.
Definisi anak jalanan menurut Pusdatin Kementerian Sosial RI adalah anak yang berusia
antara 5 tahun sampai dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum. Anak jalanan
ada yang masih memiliki keluarga (ikatan keluarga), namun ada juga yang sudah terpisah dengan
keluarga, dan sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan (Andari, 2006). Anak jalanan dapat
dibagi menjadi 3 (tiga), yakni:
1. Mereka yang selama 24 jam hidupnya memang di jalan,
2. Mereka yang bekerja di jalan, namun masih mempunyai rumah dan keluarga,
3. Mereka yang rentan turun ke jalan, karena orang tuanya sudah terlebih dahulu turun ke
jalan.
Anak jalanan merupakan salah satu permasalahan anak yang memerlukan penanganan
secara cepat dan tepat. Anak jalanan dan Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa anak jalanan
merupakan satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children in espescially
difficult circumtance) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani (Andari, 2006). Ada 3 (tiga)
kategori yang dipakai Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dalam menilai seorang anak
termasuk anak jalanan atau bukan, yaitu :
1. Anak-anak yang benar-benar hidup dan bekerja di jalanan serta diterlantarkan atau lari dari
keluarga. Anak-anak jalan yang betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orang
tuanya, sehingga mereka dianggap sebagai gelandangan (children of the street) (Andari,
2006). Anak-anak pada kelompok ini mempunyai ciri-ciri (Syani, - ) :

4
a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun sekali;
b. Berada dijalanan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja, sisanya untuk
menggelandang;
c. Tidak bersekolah lagi;
d. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur disembarang tempat, seperti emper toko, kolong
jembatan, dan lain-lain;
e. Pekerjaannya mengamen, mengemis, pemulung dan serabutan yang hasilnya untuk diri
sendiri;
f. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.
2. Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya, dan pada
umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Anak-anak yang menjaga
hubungan dengan keluarganya, akan tetapi menghabiskan waktunya di jalanan (children on
the street) (Andari, 2006). Kelompok ini bercirikan (Syani, - ):
a. Berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang secara periodik misalnya
seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu, mereka umumnya berasal dari luar kota
untuk bekerja dijalanan;
b. Berada di jalanan 8-12 jam untuk bekerja dan sebagian lagi mencapai 16 jam;
c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri/bersama teman, dengan orang tua/
saudara/ ditempat kerjanya dijalanan. Tempat tinggal umumnya kumuh yang terdiri dari
orang-orang sedaerah;
d. Tidak bersekolah lagi;
e. Pekerjaannya menjual koran, pengasong, pencuci mobil, pemulung, penyemir sepatu,
dan lain-lain. Bekerja merupakan kegiatan utama setelah putus sekolah terlebih diantara
mereka harus membantu orang tuanya yang miskin, cacat/tidak mampu; Rata-rata
berusia di bawah 16 tahun.
3. Anak-anak dari keluarga yang hidup di jalanan (family of the street), yaitu anak-anak jalanan
yang keluarganya berasal dari jalanan (Andari, 2006). Sehingga anak dari keluarga ini rentan
untuk turun ke jalanan maka dari itu dapat juga disebut dengan urnerable to become street
children (Syani, - ). Ciri-ciri dari anak yang termasuk kelompok ini adalah:
a. Setiap hari bertemu dengan orang tua;
b. Berada dijalanan sekitar 4-6 jam untuk berkerja;
c. Tinggal dan tidur bersama orang tua atau walinya;
d. Pekerjaannya menjual koran, pengamen, menjual alat-alat tulis, menjual kantong plastik,
penyemir, untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan orang tuanya;

5
e. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun.
B. Ciri-ciri Anak Jalanan
Secara umum ciri-ciri anak jalanan yang biasa terdapat di sekitar perkotaan, memiliki
kesamaan (Andari, 2006), antara lain :
1. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat-tempat hiburan selama 3
sampai dengan 24 jam sehari.
2. Berpendidikan rendah (kebanyakan sudah putus sekolah, dan sedikit sekali yang
berpendidikan tamat SD).
3. Berasal dari keluarga tidak mampu (kebanyakan berasal dari kaum urban, dan beberapa
diantaranya tidak jelas keluarganya).
4. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).
C. Faktor Penyebab Menjadi Anak Jalanan
Seorang anak turun ke jalanan harus di lihat dari berbagai faktor penyebab, antara lain
karena kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi baik secara fisik, psikis, maupun sosialnya. Di
samping itu, dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung terhadap tumbuh
kembang anak secara wajar. Sebagian anak menggelandang karena diterlantarkan oleh keluarga,
ada juga yang pergi dari rumah karena dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi dan mengalami
pelecehan seksual.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Sudajar ZA di Jakarta, bahwa
permasalahan anak jalanan timbul sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga,
disamping juga karena faktor psiko-sosial keluarga (Media Informatika No. 21. 89/90).
Selanjutnya hasil penelitian Manik Wisnu Wardana, 1995 di Yogyakarta juga mengungkapkan :
sebagian besar anak jalanan dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi keluarga dan mereka masih
mempunyai ikatan dengan keluarga, juga faktor psiko-sosial keluarga daam hal ini mereka sudah
tidak mempunyai ikatan dengan keluarga. Sedangkan menurut pengamatan Tanhar tidak sedikit
anak jalanan berasal dari keluarga gelandangan. Di samping itu karena faktor keluarga dan
kondisi tertentu di masyarakat, antara lain : kesumpekan perumahan kumuh, fasilitas
perumahan yang kurang memadai, serta kesulitan untuk memperoleh sumber bagi
pengembangan diri anak (Andari, 2006).
Selain itu secara terperinci keberadaan anak jalanan didorong pula oleh kondisi keluarga
dan ekonomi (Tata Sudrajat dalam Nusa Putra dalam Andari, 2006)., seperti :
1. Mencari pekerjaan
2. Terlantar
3. Ketidakmampuan orang tua dalam menyediakan kebutuhan dasar.

6
4. Kondisi psikologis, seperti ditolak orang tua.
5. Salah perawatan atau kekerasan di rumah.
6. Kesulitan dalam berhubungan dengan keluarga atau tetangga.
7. Bertualang.
8. Lari dari kewajiban keluarga .
Sementara itu menurut Makmur Sanusi 1996 dalam Syani, - , mengungkapkan beberapa
faktor yang menjadi pendorong munculnya anak jalanan khususnya di Indonesia adalah:
1. Lingkungan anak tersebut.
Dalam hal ini lingkungan dan kondisi kehidupan keluarga merupakan penyebab utama
timbulnya masalah kenakalan remaja dan kaburnya anak dari rumah. Umumnya anak
jalanan ini hidup didaerah-daerah kumuh, yang ditandai :
a. Tidak adanya tempat untuk anak-anak bermain dan menikmati masa kanak-kanaknya;
b. Perumahan yang sempit dan tidak sesuai untuk tempat tinggal manusia;
c. Tersedianya fasilitas yang tidak mendidik untuk anak-anak sebagai dasar pendidikan dan
kebutuhan sosial mereka.
2. Status sosial ekonomi keluarga yaitu faktor kemiskinan
3. Faktor kekerasan dalam keluarga dan keretakan hubungan dalam kehidupan rumah tangga
orang tua.
Seorang ahli, Zakiyah Drajat mengungkapkan bebrapa faktor yang juga mempengaruhi
munculnya anak jalanan, yaitu:
1. Pengetahuan tentang agama
Keagamaan seseorang pada dasarnya di pengaruhi oleh pengetahuan seseoarang itu tentang
agama. Orang yang memiliki pengetahuan agama yang cukup, baik itu yang berkaitan
dengan keyakinan (keimanan) terhadap Tuhan, kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
oleh pemeluk agama (ibadah), atau ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan perilaku
seseorang (muamalah). Maka orang akan dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama itu.tingkat pengetahuan orang tentang agama akan mempengaruhi dalam
memahami dan mengamalkan agamanya. Kualitas beragama orang yang memiliki
penetahuan akan berbeda dengan orang yang tidak memiliki atau sedikit pengetahuan
tentang agamanya. Mental yang tumbuh tanpa gama belum tentu akan dapat mencapai
integritas , karena kurangnya ketenangan dan ketentraman jiwa. (Drajat, 1978)
2. Lingkungan keluarga
Keluarga berperan penting dalam penbentukan sikap dan tingkah laku seseorang. Berkaitan
dengan kondisi keluarga pada umumnya mereka berasal dari keluarga ekonomi menengah

7
kebawah, ada juga yang kurang perhatian dan keretakan di dlaam keluarga sehingga
membuat anak merasatidak betah dan akhirnya meninggalkan rumah.
3. Lingkungan masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat ini adalah faktor yang cukup kuat untuk mempengaruhi
perilaku ataupun moral anak-anak, karena menurut Zakiyah Drajat, kerusakan masyarakat
itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak.
Di lain pihak Wahyu Juwartini (2004) dalam penelitiannya di Semarang membagi faktor-
faktor penyebab terjadinya anak jalanan menjadi dua, yaitu :
1. Faktor Internal
a. Sifat malas dan tidak mau bekerja
b. Adanya cacat-cacat yang bersifat biologis-psikologis 4.
c. Tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobbi yang sehat
Seseorang anak yang tidak memiliki hobbi yang sehat atau kegemaran yang positif
untuk mengisi waktu luangnya maka dengan mudah untuk melakukan tindakan negatif.
d. Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan yang baik dan
kreatif.
Ketidakmampuan penyesuaian diri atau adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang
baik dan kreatif menimbulkan tindakan amoral atau tindakan yang mengarah pada
perubahan yang negatif.
e. Impian Kebebasan
Berbagai masalah yang dihadapi anak didalam keluarga dapat menimbulkan
pemberotakan didalam dirinya dan berusaha mencari jalan keluar. Seorang anak
merasa bosan dan tersiksa dirumah karena setiap hari menyaksikan kedua orang tuanya
bertengkar dan tidak memperhatikan mereka, pada akhirnya dia memilih kejalanan
karena ia merasa memiliki kebebasan dan memiliki banyak kawan yang bisa
menampung keluh kesahnya.
f. Ingin memiliki uang sendiri
Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua, uang yang didapatkan anak biasanya
digunakan untuk keperluan sendiri. Meskipun anak memberikan sebagian uangnya
kepada orang tua mereka, ini lebih bersifat suka rela dan tidak memiliki dampak buruk
terhadap anak apabila tidak memberi sebagian uangnya ke orang tua atau keluarganya.
2. Faktor Eksternal

4
Cacat biologis yaitu kurang berfungsinya organ tubuh untuk memproduksi atau organ genital yang
menimpa seseorang. Cacat psikologis adalah kurang berfungsinya mental dan tingkah laku seseorang
untuk bersosialisasi di masyarakat.

8
a. Dorongan Keluarga
Keluarga dalam hal ini biasanya adalah ibu atau kakak mereka, adalah pihak yang turut
andil mendorong anak pergi kejalanan. Biasanya dorongan dari keluarga dengan cara
mengajak anak pergi kejalanan untuk membantu pekerjaan orang tuanya (biasanya
membantu mengemis) dan menyuruh anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan
dijalanan yang menghasilkan uang.
b. Pengaruh Teman
Pengaruh teman menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak pergi kejalanan.
Pengaruh teman menunjukan dampak besar anak pergi kejalanan, terlebih bila
dorongan pergi kejalanan mendapatkan dukungan dari orang tua atau keluarga.
c. Kekerasan dalam keluarga
Kekerasan dalam keluarga banyak diungkapkan sebagai salah satu faktor yang
mendorong anak lari dari rumah dan pergi kejalanan. Tindak kekerasan yang dilakukan
oleh anggota keluarga terhadap anak memang dapat terjadi diseluruh lapisan sosial
masyarakat. Namun pada lapisan masyarakat bawah atau miskin, kemungkinan terjadi
kekerasan akan lebih besar dan tipe kekerasan yang lebih beraneka ragam seperti
kesulitan ekonomi.
D. Permasalahan Dasar Anak Jalanan
Dari penjelasan di atas maka kita dapat mengetahui permasalahan dasar yang dimiliki
oleh anak jalanan, adapun pembagian permasalahan dasar anak jalan dapat dibagi menjadi 5
(lima) (Surjono, 2008), yaitu :
1. Anak Jalanan dan Keluarga
Menurut Patricia Marquez (1999 : 306) anak berada di jalanan karena didorong oleh
permasalahan dasar adanya ketidaknyamanan di rumah. Ketidak nyamanan tersebut
dilatarbelakangi kondisi keluarga mereka yang miskin, tidak harmonis karena adanya konflik
berkepanjangan antar anggota keluarga, dan gabungan dari kedua faktor kemisikinan dan
ketidak harmonisan keluarga (Kartini Kartono, 1992 : 57). Ketika anak-anak mencari
alternatif sendiri untuk lepas dari rasa ketidak nyamanan, mereka kemudian menemukan
teman senasib di jalanan, bahkan kebutuhan makan dan uang yang semula tidak dapat
mereka peroleh di lingkungan keluarga dapat diperoleh dengan mudah di jalanan.
2. Anak Jalanan dan Pertemanan
Anak mencari alternatif sendiri untuk lepas dari ketidak nyamanan hidup dalam keluarga di
jalanan disebabkan jalan menawarkan berbagai pandangan menarik, mobil dan motor yang
berlalu lalang, barang-barang indah yang dipajang di toko-toko, makanan dan jajanan yang

9
dijual orang-orang di sepanjang jalan, hilir mudik orang-orang yang mau memberi uang
apabila ada anak-anak meminta, sisa-sisa makanan yang dapat diambil untuk pelepas lapar
dan barang yang dapat dijadikan mainan bagi anak-anak, dan tempat hidup menyenangkan
(Nancy Hecht, 1997 : 411). Faktor pertemanan dan suasana jalanan bagi anak-anak dari
keluarga miskin dan tidak harmoni menjadi kehidupan yang menyenangkan dibandingkan
tinggal di rumah bersama keluarga yang tidak mampu memberikan harapan dan impian bagi
anak.
3. Anak Jalanan dan Toleransi Masyarakat
Ketika anak menemukan kehidupan alternatif di jalanan, kebertahanan kehidupan mereka
ditopang oleh toleransi masyarakat yang memberi ruang kehidupan bagi anak-anak. Bentuk
toleransi tersebut meliputi : 1) Memberi uang dan makanan kepada anak yang berada di
jalanan, terutama apabila ada anak yang meminta. 2) Membiarkan sebagian ruang, seperti
toko, rumah, tempat, dan taman umum untuk tidur anak-anak jalanan. 3) Memberikan
bimbingan pengetahuan dan keterampilan dengan maksud untuk bekal anak apabila mentas
dari jalanan tetapi prakteknya anak jalanan justru semakin menjadi anak yang terampil
hidup di jalanan dan tidak pernah mau mentas dari jalanan (Tobias Hecht, 1998 : 233).
Toleransi masyarakat, yang dilakukan secara tidak sadar, atau sadar, atau karena
keterpaksaan menyebabkan anak-anak jalanan mampu bertahan hidup, bahkan mampu
menjadikan jalanan sebagai pilihan hidup yang lebih mnyenangkan dibandingkan hidup
bersama keluarga, karena ada yang menopang kelangsungan hidup tersebut.
4. Anak Jalanan dan Hukum
Adanya toleransi sebagian masyarakat yang menyebabkan anak-anak mampu bertahan
hidup di jalanan mendorong jalanan sebagai tempat yang menjanjikan bagi anak-anak dari
keluarga miskin dan tidak harmoni, bahkan anak-anak dari keluarga cukup pun ikut-ikutan
turun ke jalan karena jalanan lebih menjanjikan untuk memperoleh uang saku lebih mudah
dibandingkan meminta uang saku pada orang tua mereka. Namun demikian, sebenarnya
undang-undang yang melarang untuk memberi toleransi kepada peminta-minta (termasuk
anak jalanan) sudah ada, bahkan beberapa pemeintah daerah juga secara khusus
menerbitkan Perda yang melarang untuk anak-anak berada di jalanan karena mengganggu
ketertiban umum, baik dari aspek kelancaran lalu lintas maupun keindahan kota, sehingga
keberadaan anak-anak di jalanan sebenarnya secara formal melanggar hukum (baik undang-
undang secara umum maupun perda secara khusus). Rendahnya implementasi hukum yang
diterbitkan untuk mengentaskan anak dari kehidupan jalanan, baik dari aspek pemahaman

10
masyarakat maupun implementasi dari penegak hukum, juga menjadi salah satu faktor lain
penyebab anak-anak tetap berada di jalanan.
5. Anak dan Karakter Diri
Disamping faktor-faktor eksternal yang mendorong anak hidup di jalanan, faktor internal
karakter diri anak juga memiliki pengaruh terhadapa anak untuk turun ke jalanan mencari
kebebasan dari ketidak nyamanan berada di rumah. Pada kasus juvenile delinquency,
karakter diri anak memgang peranan penting terjadinya penyimpangan perilaku anak, salah
satu manifestasinya adalah hidup di jalanan (Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita dalam
Surjono, 2008).

BAB III

PEMBAHASAN

11
Dari beberapa uraian sebelumnya kita akan mengerti jika anak jalanan merupakan
seperangkat masalah yang sangat kompleks, penyebabnya sangat beragam dan saling berkaitan satu
sama lainnya, sehingga untuk menyelesaikannya pun diperlukan model-model penanganan yang
komprehensif dari berbagai macam sudut pandang. Maka dari itu kita perlu mengetahui makna anak
jalanan dari beberapa sudut pandang ilmu pengetahuan.
A. Anak Jalanan Dari Sudut Pandang Psikologi
Anak-anak jalanan adalah sebuah peristiwa tak terkendali sebagai akibat dari
kecemasan, kegembiraan atau kelemahan yang sering menyoroti set tertentu bekerja dan
kondisi kehidupan daripada karakteristik sosial dan pribadi masing-masing diri anak-anak
mereka. Sebagian besar waktu mereka hidup di jalanan, tanpa kebutuhan umum dasar pangan,
sandang dan papan, kebutuhan psikologis cinta, perlindungan dan pengakuan dan kebutuhan
sosial interaksi sosial, penerimaan dan kematangan. Mereka tidak bisa mendapatkan perawatan
dan dukungan dari keluarga serta masyarakat. Sebagian besar anak-anak jalanan hidup di jalan-
jalan jauh dari keluarga mereka karena beberapa alasan berikut seperti kekerasan, kemiskinan,
keluarga yang rusak, tekanan kelompok rekan, atraksi pada kehidupan kota, tidak suka terhadap
studi, frustrasi, anak yatim dan lain-lain. Ketika mereka pergi dari rumah dan lingkungan sekolah,
kontrol sosial informal hanya bisa memainkan peran utama dalam kehidupan mereka dalam
membentuk karakter dan perilaku anak-anak ini.
Menurut teori Sigmund Freud, manusia memiliki Id, Ego dan Superego. Id adalah
keinginan / hasrat badaniah manusia, misalnya ingin makan, ingin minum, hasrat sex, dll. Ego
mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada diluar dirinya, mengatur kepribadian,
tempat kedudukan intelegensi dan rasionalitas. Superego merupakan kode moral seseorang,
yang memberikan larangan-larangan bila dianggap tidak benar. Manusia dianggap ideal bila
memiliki Id, Ego dan Superego yang sama besar, yang seimbang. Anak-anak jalanan memiliki Id
yang lebih besar dari pada Superego. Ini terbentuk karena tidak adanya didikan, sopan santun
dan tata krama dari orang tua. Seorang anak akan dimarahi dan diperingati oleh orang tua
mereka bila makan sambil jalan sehingga superego mereka akan terbentuk (bahwa makan
sambil jalan itu adalah sesuatu yang tidak benar) tetapi seorang anak jalanan tidak pernah ada
yang memperingati mereka bila mereka kencing sambil berjalan sekalipun (Setiawan, 2004).
Perlakuan orang tua ataupun pengasuh kepada anak sangat mempengaruhi kepribadian
anak. Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak menunjukkan ekspresi dan eksistensinya
sebagai seorang manusia yang utuh. Kegagalan dalam masa ini, menurut Freud, akan terpendam
dan menjadi pengalaman bawah sadar anak, yang menjadikan pengalaman anak sebagai
referensi dalam menjadi hidupnya. Jika anak selalu diancam, dimarahi, bahkan disakiti secara

12
fisik, dia akan ragu-ragu dalam bertindak karena takut salah, akibatnya dia akan ragu-ragu dalam
mengambil suatu inisiatif. Ataupun anak akan mengalami poor emotion, kegagalan dalam
bergaul dengan orang lain, tidak mengerti perasaan orang, pendiam tapi agresif dalam
menanggapi respon yang datang (Ardi, 2009).
Perlakuan salah yang rentan diterima oleh anak jalanan dapat dikategorikan pada
pengaruh dan sifat-sifatnya, yaitu:
1. Perlakuan salah secara fisik (physical abuse).
Dapat dianggap terjadi ketika anak dengan sengaja disakiti fisik atau ditempatkan pada
kondisi yang memungkinkan disakiti secara fisik beberapa indikator umumnya termasuk
memar, luka bakar, sobekan atau gigitan, dan lain-lain.
2. Perlakuan salah secara mental (mental abuse) Mental abuse
Disebut juga emotional abuse, adalah setiap tindakan baik sengaja maupun tidak sengaja
yang dilakukan oleh orang lain sehingga membuat seseorang individu sakit atau terganggu
perasaannya atau membuat memperoleh perasaan tidak enak.oleh karena itu tindakan ini
juga mencakup tindakan yang menyangkut fisik ego yang diartikan sebagai tindakan yang
tidak melukai fisik tetapi perasaan yang terluka atau marah, sedih, jengkel, kecewa, dan
takut.
3. Perlakuan salah secara seksual (seksual abuse)
Istilah perlakuan salah secara seksual misalnya: ”any seksual aktifity with someone who is
not legally competent to give consent or has refused concent”.Definisi tersebut meliputi
kegiatan seksual pada segala umur dengan keluarga dekat seperti ayah dan anak (incest.
Perlakuan yang tidak manusiawi itu sangat berdammpak pada kondisi psikologis anak
jalanan. Berbagai penyakit mental dapat timbul karena perlakuan itu, antara lain:
1. Cemas
Kehidupanan jalanan yang tidak menentu dapat berdampak cemas pada anjal, apalagi bagi
anjal yang dikoordinir. Mereka tidak dapat beraktifitas dengan nyaman. Bila uang setoran
kurang bisa mendapatperlakuan kasar. Sehingga hal ini menimbulkan kecemasan bila uang
yang diperoleh hanya sedikit.
2. Stres
Stres muncul karena berbagai kecemasan dan tekanan yang dialami anjal. Hudup di jalanan
sangat keras dan membutuhkan kekuatan yang besar pula. Banyak tekanan yang diperoleh
antar sesama anjal. Biasanya dari para senior atau orang yang dianggap memiliki kekuasaan
di wilayahnya.
3. Kelainan seksual

13
Perilaku seks yang tidak aman dapat terjadi di kalangan anjal. Seks bebas menjadi hal yang
umum pada sebagian besar anak jalanan terutama yang beranjak dewasa. Selain itu mereka
rentan pula terhadap pelecehan seksual, baik pemerkosaan, pencabulan, maupun sodomi.
4. Agresif
Kehidupan jalanan yang keras menuntut sikap yang lebih keras pula, hal ni menimbulkan
perilaku agresifitas pada anjal. Ucapan kotor, makian, pertengkaran, maupun perkelahian
sering terjadi pada anjal. Apalagi bagi anjal yang dirasa mengambil wilayah kekuasaan
lainnya. Tidak selamanya kehidupan anjal diliputi kekerasan saja. Di dalam komunitas
terdapat rasa solidaritas tinggi antar sesama. Setiap kelompok memiliki keterikatan atau
kohesivitas antar anggota.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian individu. Freud membagi masa kanak-kanak kedalam lima tahapan
sesuai dengan objek pemuasan (libido) pada anak (psikoseksual). Freud menganalisis
kepribadian seseorang sesuai pengalaman masa kecilnya, yang lebih mengutamakan pada
pemuasan (libido) pada tiap-tiap tahap perkembangan. Apabila pada salah satu tahap
mengalami hambatan, atau tidak/ kurang mengalami pemuasan maka akan berefek pada
kepribadiannya kelak. Keluarga bertanggung jawab mengasuh anak dan merupakan tempat
pertama kali anak belajar berinteraksi dengan dunia luar (Ardi, 2009). Dalam beberapa tahun
awal kehidupan inilah individu mulai memasukkan berbagai pengalaman yang mereka dapatkan
ke dalam memori mereka. Memori yang mengandung berbagai data pengalaman selama
rentang kehidupan masa kanak-kanak inilah yang nantinya akan digunakan oleh individu sebagai
dasar pembentukan konsep diri yang akan terus melekat pada individu selama hidupnya.
B. Anak Jalanan Dari Sudut Pandang Sosiologi
Makin bertambahnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut
terjadi karena secara umum kelompok masyarakat yang paling terpukul oleh krisis ekonomi yang
berkepanjangan adalah mereka yang tergolong ke dalam kelompok masyarakat yang tidak stabil,
mudah tergeser, rapuh, miskin dan jauh dari jangkauan pembangunan. Kelompok inilah yang
menurut Bagong Suyanto disebut sebagai masa rentan, kelompok marjinal atau masyarakat
miskin. Kelompok miskin tersebut umumnya buta hukum, jauh dari akses pelayanan publik,
terisolasi dari informasi dan koneksi, tidak memiliki patron yang kuat, sehingga sangat
tergantung pada sedikit sumber penghasilan.
Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan
munculnya fenomena anak jalanan, yaitu :

14
1. Tingkat Mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan situasi anak dan
keluarga sehingga menjadi anak jalanan. Artinya bahwa penyebab menjadi anak jalanan
sebagai akibat terjadinya gesekan atau perselisihan antara anak dengan keluarga (keluarga
broken home), atau keluarga miskin yang tidak dapat mendidik dan merawat anaknya
dengan baik, serta tidak memiliki tempat tinggal.
2. Tingkat Meso (underlyng causes), yakni faktor-faktir yang ada di masyarakat tempat anak
dan keluarga berada. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa keberadaan anak dan keluarga
pada lingkungan yang kondusif menjadi anak jalanan, misalnya kondisi lingkungan yang
kumuh dan berada di dekat jalan raya.
3. Tingkat Makro (basic causes), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan sruktur makro
dari masyarakat seperti ekonomi, politik, dan kebudayaan. Artinya bahwa keberadaan anak
tergantung pada tatanan suatu negara, misalnya masalah ekonomi yang terjadi karena krisis
ekonomi yang terjadi karena krisis ekonomi sehingga rakyat menjadi miskin, PHK di mana-
mana yang mengakibatkan banyaknya pengangguran, dan pada akhirnya berdampak pada
meningkatnya jumlah anak jalanan (Tata Sudrajat dalam Nusa Putra dalam Andari, 2006).
C. Anak Jalananan Dari Sudut Pandang Hukum
Indonesia dikenal sebagai negara hukum yang demokratis. Di dalam negara hukum,
Negara berada sederajat dengan individu, dan kekuasaan negara dibatasi oleh Hak Asasi
Manusia (HAM). HAM merupakan sesuatu yang inheren dalam diri setiap manusia dan tidak
dapat dipisahkan, dikurangi, atau diambil begitu saja oleh negara, betapa pun berpengaruhnya
pemerintahan yang otoriter, betapa pun dominannya mayoritas atau kuatnya pemerintahan
militer. Di dalam negara hukum yang demokratis, hak-hak individu selalu dilindungi oleh undang-
undang yang demokratis berasal dari rakyat. Perlindungan terhadap individu adalah tugas
negara, dan perlindungan individu ini harus sama terhadap semua warga negara tanpa
terkecuali, termasuk terhadap anak (equality before the law).Hak asasi anak merupakan bagian
dari Hak Asasi Manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak yaitu Deklarasi Hak Asasi Anak (Declaration
on the Rights of the Child 1989) yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36
Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak. Konvensi Hak Anak Tahun 1989 memuat 4 (empat) prinsip
dasar hak-hak anak, yaitu:
1. Hak hidup. Hak untuk hidup akan menjamin anak untuk terbebas dari berbagai bentuk
kekerasan, baik yang dilakukan oleh negara maupun orang dewasa sekitarnya;

15
2. Hak kelangsungan hidup/tumbuh kembang Hak tumbuh kembang mencakup perkembangan
fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, serta
perkembangan secara budaya;
3. Kepentingan terbaik anak. Kepentingan terbaik anak menyangkut prioritas, misalnya dalam
proses adopsi dan orang tua mengalami perceraian;
4. Hak partisipasi/mengemukakan pendapat. Hak berpartisipasi adalah hak anak untuk
didengar dan ikut mengambil keputusan (the rights of a chil to express her/ his views in all
matters affecting that child).
Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini
merupakan suatu gejala global. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah kumuh di
kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang, telah memaksa sejumlah
anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup
keluarga dan bagi dirinya sendiri.
Kenyataannya di masyarakat masih terdapat anak-anak yang mengalami hambatan
kesejahteraan rohani, jasmani, sosial, dan ekonomi sehingga memerlukan pelayanan secara
khusus seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak, yaitu:
1. Anak yang tidak mampu, adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi
kebutuhan kebutuhannya baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar.
2. Anak terlantar, adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya
sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani
maupun sosial.
3. Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan, adalah anak yang menunjukkan tingkah laku
menyimpang dari norma-norma masyarakat.
4. Anak-anak yang cacat rohani dan atau jasmani, adalah anak yang mengalami hambatan
rohani dan atau jasmani sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
Kebijakan nasional Indonesia yang membahas tentang perlindungan terhadap hak-hak
anak, antara lain tertulis dalam Pasal 34 UUD 1945 yang menjelaskan bahwa fakir miskin dan
anak terlantar diperlihara negara. Pasal ini paling tidak memberikan legitimasi kepada
pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan anak terutama memenuhi kebutuhan dan hak
anak yang dalam kondisi terlantar.
Selain itu dalam GBHN 1999-2004 di dalam beberapa klausul atau babnya telah secara
eksplisit menyebutkan, terutama Bab IV mengenai arah kebijakan yang mencakup kebijakan di

16
bidang hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, dan sosial budaya. Beberapa bidang yang
menyebutkan masalah anak secara spesifik adalah bidang ekonomi, pendidikan dan sosial
budaya, yang berbunyi sebagai berikut:
Bidang Ekonomi, Ayat (4):
“Mengupayakan kehidupan yang layak berdasarkan atas/kemanusiaan yang adil bagi
masyarakat, terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar dengan mengembangkan
sistem dana jaminan sosial…”
Bidang Pendidikan, Ayat (7) :
“Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif, oleh seluruh komponen bangsa agar
generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan
sesuai dengan potensinya”.
Bidang Sosial dan Budaya, Ayat (1) Kesehatan dan kesejahteraan sosial :
“Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin, dan anak terlantar, serta
kelompok rentan sosial melalui penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan social”.
Begitu pula dalam Undang Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dalam
Bab II Pasal 2 juga disebutkan bahwa anak berhak mendapatkan kesejahteraan, perawatan,
pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dalam kehidupan sosial, mendapatkan
pemeliharaan dan perlindungan baik sebelum atau sesudah lahir serta mendapatkan
perlindungan terhadap lingkungan yang membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar.
Hukum yang di buat memang sudah bagus namun pada kenyataannya belum ada
realisasi yang signifikan menghasilkan kesejahteraan. Angka anak jalanan semakin melonjak dari
tahun ke tahun. Bahkan dinas yang terkaitpun seakan-akan setengah-setengah dalam menjalani
tugas yang di emban. Jalanan bukan merupakan suatu impian namun sampai saat ini masih
menjadi ladang ekonomi bagi rakyat untuk menghasilkan uang.
D. Anak Jalanan Dari Sudut Pandang Agama
Koentjaraningrat menyebutkan perasaan keagamaan merupakan suatu getaran jiwa
yang dirasakan manusia pada hidupnya meskipun dalam waktu yang relatif singkat. Perasaan
inilah yang mendorong manusia bersikap dan berbuat serba religis. Perasaan beragama ini
menjadi kekuatan pengendali yang memberikan dasar bersikap, kepribadian serta member arah
bagi orientasi kebahagiaan hidup manusia dengan mengetahui kebenaran dan kebaikan.

17
Jika kita membicarakan tentang anak jalanan dari perspektif islam tentunya tidak
terlepas dari dalil-dalil al-quran sebagai landasannya. Tidak didapat sebuah ayat yang benar-
benar membahas tentang anak jalanan. Anak jalanan identik dengan anak-anak yang menjadi
pengamen, pengemis, tidak punya tempat tinggal, dan miskin yang menggantungkan hidupnya
dijalanan. Maka seorang anak yang telah menggantungkan hidupnya dijalanan minimal tiga jam
sudah layak dikatakan sebagai anak jalanan. Pada surah al-baqoroh ayat 83 disebutkan berbuat
baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Sebagian
dari anak jalanan itu misalnya seorang yatim dan miskin maka tentunya ada anjuran untuk
menyantuninya. Namun pada ayat ini tentunya kita menemukan indikasi yang jelas bahwa anak-
anak yatim dan miskin itu tidak semuanya anak jalanan seperti yang ada pada saat sekarang ini,
yang lebih cocoknya disebut anak-anak yang meminta-minta. Orang tuanya masih hidup kedua-
duanya dan masih kuat tentunya untuk menghidupi anak jalanan ini adalah tugas orang tuanya
dan agama tidak membenarkan orang tua menelantarkan anaknya.
Sebagian besar anak jalanan berasal dari kalangan miskin, tidak mampu. Dalam agama
Islam di sebutkan bahwa, “dalam harta yang kita miliki ada hak bagi orang-orang miskin dan
orang yang membutuhkan.” Sebagaimana fakta yang ada, anak jalanan memilih kehidupan di
jalanan karena faktor kemiskinan da kurangnya perhatian dari orang-orang yang mampu untuk
mebantu mereka. Sebenarnya sudah tercantum dalam Q.S. Al-Ma’un 1-7
“Tahukah kamu orang yang mendustakan hari pembalasan. Itulah orang yang menolak hak
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan terhadap orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi oarng-orang yang shalat, (yaitu) mereka yang melalaikan terhadap
shalatnya, yaitu orang-orang yang menampak-nampakkan (riya), dan enggan (untuk memberi)
bantuan.”
Surat itu menyatakan bahwa kita tidak boleh memikirkan shalat kita saja (hubungan
universal) tetapi juga memikirkan dunia. Kita tidak boleh menyombongkan diri, harus saling
membantu. Orang yang shalat namun sombong dianggap orang yang lalai. Sebab shalat
merupakan pondasi tercapainya iman dengan mendekatkan kita pada kebaikan dan menjauhkan
kita pada kemaksiatan, membantu sesama merupakan keharusan bagi umat Islam.
Anak jalanan sebagai kelompok anak yang kurang mendapat kebahagiaan dalam segi
materi juga agama. Masih banyak anak jalanan yang terperosok ke dalam pergaulan bebas.
Untuk itulah kita wajib ikut memberi sumbangsih agar mereka tidak terperosok terlalu dalam.
Kemiskinan (fakir) yang tidak tersikapi dengan bijaksana bisa menghasilkan kafir.
Dari pemahaman kami tentang dasar-dasar pemikiran tentang anak jalanan yang kami
gunakan ini, berkesimpulan bahwa kita dianjurkan untuk menyantuni anak yatim dan

18
memeliharanya, memberi makan orang miskin dan bersedekah kepada orang yang meminta-
minta. Jika para anak jalanan itu seorang yang yatim miskin dan telantar secara ekonomi dan
social maka sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk menyantuninya. Namun jika mengemis
ini dijadikan sebuah profesi yang mendukung hidupnya sedangkan pada usianya masih bisa
melakukan hal-hal lain tentunya itu tidak di anjurkan. Maka yang benar-benar harus disantuni
adalah mereka-mereka yang benar-benar dalam kondisi yang miskin pada sesungguhnya.
Tentunya lebih baik menyantuni anak yatim yang ada di panti asuhan ketimbang mereka yang
dijalanan.
Dalam kitab Ahkâm al-Aulâd fil Islâm (Hukum Anak-Anak dalam Islam) disebutkan bahwa
Syariat Islam memuliakan anak jalanan. Oleh karena itu hukum memungut dan memelihara
mereka adalah fardhu kifayah, kecuali madzhab Hanafi yang mengatakan hukumnya hanyalah
sunah muakkad. Namun ulama lain bahkan ada yang mengatakan hukumnya fardlu ain jika
hanya ia seorang saja yang mengetahuinya. Firman Allah swt dalam surat Al-Maidah ayat 32:
"Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya."
Sementara Yusuf Qardhawi lebih memilih berpendapat bahwa anak seperti ini lebih
patut dinamakan ibnu sabil atau anak jalanan, yang dalam Islam dianjurkan untuk
memeliharanya. Untuk konteks sekarang barangkali laqîth atau anak jalanan memiliki pengertian
yang luas. Sebab dalam fikih yang tergolong laqîth adalah mereka yang tidak diketahui
keluarganya. Ditinggal begitu saja di jalan. Namun sekarang ini banyak anak yang dibiarkan
berkeliaran di jalan karena orangtuanya tidak mampu membiayai hidup mereka.
E. Anak Jalanan Dari Sudut Pandang Ekonomi
Munculnya anak jalanan erat kaitannya dengan latar belakang ekonomi dan sosial
keluarga mereka. Kemiskinan struktural yang dialami oleh keluarga anak jalanan dianggap
sebagai pemicu utama munculnya anak jalanan. Sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh
kepala keluarga (baik ayah maupun ibu) berimbas pada upaya pemberdayaan seluruh anggota
keluarga untuk berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini tidak saja pada sekedar
pemenuhan kebutuhan sandang pangan, akan tetapi jauh lebih dari itu yang terkait dengan
kebutuhan untuk bisa eksis dalam kerasnya roda kehidupan perkotaan. Semua anggota keluarga
mempunyai tanggung jawab yang sama untuk secara bersama-sama meningkatkan status
ekonomi keluarga dengan kegiatan produktif guna menghasilkan tambahan demi ekonomi
keluarga.
Faktor kemiskinan sebagaimana diuraikan penyebabnya lebih kepada faktor kemiskinan
struktural. Kondisi ini bisa saja dialami oleh semua warga masyarakat yang tidak mampu

19
mengikuti arah dan kompetisi perkotaan dengan berbagai dinamikanya. Selain faktor tersebut
penyebab lain munculnya anak jalanan di perkotaan adalah: sikap mental yang tidak mendukung
berupa sikap malas bekerja keras ataupun implementasi yang kurang tepat dari nasehat orang
tua akan makna “berbakti pada orang tua”. Dalam tataran ini anak dipandang sebagai salah satu
sumber pendapatan keluarga, sehingga seorang anak dinilai memiliki potensi untuk
menghasilkan sumber dana demi membantu ekonomi keluarga.
F. Anak Jalanan Dari Sudut Pandang Pendidikan
Turun kejalanan tentu bukan keinginan yang berasal dari lubuk nurani anak-anak
jalanan. Tuntutan keadaanlah yang menyebabkan mereka dengan terpaksa menyemarakkan
keadaan dilampu merah. Kemiskinan merupakan virus yang ditularkan secara turun temurun.
Hidup yang selalu pas-pasan, sedangkan lambung selalu saja menuntut rutin untuk dinafkahi,
sehingga tuntutan itu membuat orangtua rela menerjunkan anak-anaknya kejalanan.
Pendidikan adalah permasalahan besar yang menyangkut nasib dan masa depan bangsa
dan negara. Karena itu, tuntutan reformasi politik, ekonomi, sosial, Hak Asasi Manusia (HAM),
sistem pemerintahan dan agraria tidak akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi
sistem pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda negara dan bangsa Indonesia dewasa ini,
tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan politik, melainkan juga oleh krisis pada
sistem pendidikan nasional. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan semakin
meningkat, keluarga jalanan dan anak jalanan menjadi masalah sosial yang menonjol di
perkotaan, anak-anak putus sekolah pada semua jenjang pendidikan makin bertambah,
membuat masyarakat tidak berdaya memenuhi kebutuhan pokoknya (Tampubolon, 2002 dalam
Sukoco, 2008).
Masyarakat yang miskin dengan kualitas pendidikan rendah sangat rawan terhadap
patologi sosial atau penyakit masyarakat, seperti perjudian, prostitusi, minuman keras (miras),
NAPZA (narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya), serta rumah tangga yang
memprihatinkan. Masyarakat dengan kondisi seperti itu juga rawan terhadap gerakan
pemurtadan. Kemiskinan dan keterbelakangan di bidang pendidikan sering dieksploitasi oleh
kekuatan dakwah agama lain untuk memurtadkan mereka. Caranya, dengan mengiming-imingi
materi, baik itu pembagian sembilan bahan pokok (sembako), beasiswa, pengobatan gratis,
pendidikan keterampilan gratis, pembagian alat olahraga, dan lain-lain (Aminullah, 2005 dalam
Sukoco, 2008).

20
BAB IV

KONSEP PENANGANAN ANAK JALANAN OLEH PIHAK-PIHAK TERKAIT

Gelandangan, pengemis, dan anak terlantar merupakan fenomena sosial di kota-kota besar,
dan bahkan di sejumlah kota kecil. Penanganan gelandangan dan pengemis menjadi masalah yang
senantiasa mengusik pemerintah kota, karena keberadaan komunitas tersebut secara langsung
mengganggu keindahan, ketenteraman, dan keamanan kota serta masyarakat kota. Selain itu,
keberadaan gelandangan, pengemis, dan anak terlantar menjadi salah satu indikator
ketidaksejahteraan masyarakat (Tursilarini dkk., 2009).
Meskipun berbagai citra negatif terhadap keberadaan gelandangan, pengemis, dan anak
terlantar di wilayah perkotaan, namun pada kenyataannya jumlah mereka relatif tidak berkurang
(Tursilarini dkk., 2009). Realitas ini menunjukkan bahwa selama pemerintah dan masyarakat belum
memberikan “ruang” bagi semua golongan masyarakat tentunya fenomena gelandangan dan
pengemis masih tetap hadir dan menghiasi kehidupan kota. Realitas ini sangat dimungkinkan akan
menyebabkan bertambahnya jumlah gelandangan, pengemis, dan anak terlantar serta semakin
bertambah kompleksnya permasalahan hidup masyarakat di perkotaan (Tursilarini dkk., 2009).
Pada akhir-akhir ini ada beberapa pihak yang menyadari bahwa permasalahan sosial anak
jalanan sangat memerlukan perhatian dan perlindungan secara khusus, karena merupakan bagian
dari masyarakat kita. Hal ini dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan negara dalam menghargai
(respect), melindungi (protect), dan memenuhi (fulfill) atas hak anak jalanan, sehingga menyebabkan
mereka tidak dapat mengakses pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, hukum, dan sosial. Pada
dasarnya menurut undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, disebutkan bahwa
anak jalanan termasuk kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan baik dari
pemerintah, masyarakat, maupun, dari keluarganya (Andari, 2006). Karena masalah gelandangan,
pengemis, dan anak terlantar merupakan salah satu masalah sosial yang sangat kompleks karena
tidak hanya menyangkut masalah sosial-ekonomi, tetapi menyangkut masalah psikologis, sosial
budaya yang dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan masyarakat, gangguan ketertiban, dan
keamanan serta gangguan terhadap lingkungan masyarakat khususnya di kota-kota besar (Tursilarini
dkk., 2009).
Berbagai upaya penanganan masalah sosial ini telah dilakukan oleh Pemerintah maupun
oleh Lembaga yang peduli pada masalah anak jalanan. Penanganan masalah ini membutuhkan suatu
koordinasi antar instansi terkait baik pemerintah, lembaga peduli masalah-masalah sosial serta
partisipasi masyarakat agar permasalahan anak jalanan khususnya mendapatkan penanganan yang

21
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai suatu kelompok masyarakat yang sama dengan
masyarakat pada umumnya.

Banyak pihak turun tangan untuk sekedar terlibat dalam mengatasi permasalahan anak
jalanan, karena anak jalanan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks karena menyangkut
berbagai aspek ekonomi, sosial-budaya, psikologis dan sebagainya. Berikut akan dipaparkan
beberapa profil beberapa pihak terkait yang concern terhadap permasalahan sosial khususnya anak
jalanan dan tindakan penanganan yang telah dilalkukannya.

A. Konsep Penanganan Anak Jalanan Oleh Dinas Sosial

1. Profil
Dinas Sosial merupakan instansi pemerintah yang bekerja langgsung di bawah Kementerian
Sosial RI, bidang kerjanya meliputi penanganan masalah sosial, penanganan bencana alam
dan bencana perang, pemberian pelatihan, keterampilan, dan masih banyak lainnya. Dinas
Sosial Propinsi DIY terletak di Jalan Janti Banguntapan, Bantul Yogyakarta.
2. Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 44 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas,
Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang sosial, dan
kewenangan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Sosial mempunyai fungsi :
a. Penyusunan program dan pengendalian di bidang sosial.
b. Perumusan kebijakan teknis bidang sosial.
c. Pengelolaan rehabilitasi dan perlindungan sosial, bantuan dan jaminan sosial,
pengembangan sosial serta partisipasi sosial masyarakat.
d. Pelaksanaan koordinasi perijinan di bidang sosial.
e. Pemberian fasilitasi penyelenggaraan sosial Kabupaten/Kota.
f. Pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya.
g. Pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja di bidang sosial;
h. Pelaksanaan kegiatan ketataausahaan;
i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur dengan fungsi dan tugasnya.
3. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Dinas Sosial

1. Kepala Dinas
2. Sekretaris
a. Kasubag Umum

22
b. Kasubag Keuangan
c. Kasubag Program dan Informasi
3. Kabid Perlindungan dan Rehsos
a. Kasi Rehsos Penyandang Cacat
b. Kasi Rehsos Tuna Susila & Korban Napza
c. Kasi Perlindungan Anak
4. Kabid Bantuan dan Jaminan Sosial
a. Kasi KTK, Pekerja Migran dan Jamsos
b. Kasi Bantuan Sosial dan Korban Bencana
c. Kasi Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
5. Kabid. Pengembangan Sosial
a. Kasi Pemberdayaan Fakir Miskin
b. Kasi Keluarga Bermasalah Sosial
c. Kasi Penyuluhan Sosial
6. Kabid. Partisipasi Sosial Masyarakat
a. Kasi Orsos dan Sumbangan Sosial
b. Kasi Tenaga Kesos Masyarakat
c. Kasi Kepahlawanan, Keperintisan
7. UPTD / Panti-Panti Sosial
a. Kepala PSAA Yogyakarta
b. Kepala PSBR Yogyakarta
c. Kepala PSBK Yogyakarta
d. Kepala PSTW Yogyakarta
e. Kepala PSKW Yogyakarta
f. Kepala PSBN Yogyakarta
g. Kepala PSPP Yogyakarta

4. Hasil Wawancara
Anak jalanan merupakan suatu permasalahan anak yang membutuhkan penanganan
yang cepat dan tepat. Karena seperti yang kita ketahui bahwa anak jalanan itu banyak
menghabiskan waktunya untuk bekerja atau terkadang hanya sekedar nongkrong dijalanan.
Padahal kalau dilihat dari tahapan perkembangannya, anak jalanan itu masih memerlukan dan
membutuhkan perhatian dari orang tua, teman maupun masyarakat dan pemerintah. Dari
pemerintah kota DIY memang kita tahu bahwa ada banyak rumah singgah ataupun LSM yang
memberdayakan anak jalanan. Begitupula dengan dinas sosial yang ada di kota DIY. Dinas
sosial adalah suatu lembaga pemerintah yang bertugas untuk menangani permaslahan yang

23
ada di dalam lingkungan sosial, seperti permasalahan masyarakat yang berkaitan dengan
narkoba, wanita tuna susila, anak jalanan, dan lain-lain.
Di dinas sosial, masalah yang berkaitan dengan permasalahan anak jalanan ditangani
oleh seksi perlindungan anak. Dalam penelitian ini kami mewawancarai bapak Widiyanto
selaku ketua seksi dibagian perlindungan anak. Sebelum mulai menanyakan tentang
rehabilitasi yang dilakukan oleh dinsos untuk anak jalanan, bapak widiyanto menanyakan
kepada kami tentang pengertian anak jalanan.
Menurut beliau (ini juga berdasarkan definisi departemen), anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalan. Hidup dijalan yang dimaksudkan disini
bisa nongkrong, ngamen, jual asongan, tukang parkir, berjualan, membantu orang tua di
tempat-tempat umum, anak yang ada di mall, terminal, dermaga, dan di pelabuhan juga bisa
disebut dengan anak jalanan. Selanjutnya, Beliau membagi anak jalanan tersebut menjadi 3,
yaitu:
a. Children of the street, adalah anak jalanan yang tidak punya keluarga (tidak ada lagi
berhubungan dengan kekuarganya), tidak punya rumah atau tidak pernah kembali lagi ke
tempat asalnya, menghabiskan waktunya dijalan, hidup dan tumbuh dijalanan, sehingga
setiap harinya anak itu berada dijalan.
b. Children on the street, yaitu anak jalanan yang masih punya keluarga, dan terkadang masih
pulang kerumahnya, tidak menghabiskan semua waktunya dijalanan. Biasanya, anak ini
terpaksa turun tangan untuk ikut membantu pereknomian keluarga.
c. Vounderable to be street, yaitu : anak yang memang rentan untuk turun kejalanan karena
adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mengajak dan mendukung anak
tersebut untuk turun ke turun kejalan serta pengaruh keluarga yang mugkin tidak
harmonis. Pengaruh tersebut dapat berupa lingkungan fisik tempat tinggal dan teman
sebaya. Padahal, dari segi ekonomi sudah dapat mencukupi kebutuhannya. Misalnya, anak-
anak broken home.
Dari ketiga jenis anak jalanan ini, yang paling mendapat perhatian lebih untuk
direhabilitasi adalah yang pertama yaitu children of the street. Hal ini terjadi karena anak-anak
jalanan tipe ini sudah menggantungkan hidupnya dijalan. Mereka sudah menyatu dengan
jalan dan memang sudah tidak punya keluarga sehingga jalanan adalah rumah baginya. Kalau
untuk tipe yang kedua, rehabilitasinya bisa melalui orang tua atau lingkungannya, karena
seperti yang kita ketahui bahwa tipe kedua ini masih tinggal dan hidup bersama dengan
keluarganya sehingga ketika dinas memberdayakan orang tuanya maka kemungkinan untuk
anaknya diajak untuk tidak turun kejalan lagi juga akan semakin besar. Kalau tipe yang ketiga

24
ini, biasanya dilakukan dengan pemberian pengetahuan pada mereka, karena mereka
memang rentan untuk turun ke jalan lantaran adanya faktor teman maupun lingkungannya.
Agar mereka tidak turun kejalan biasanya diadakan semacam penyuluhan tentang anjal itu
sendiri.
Proses penanganan atau program kegiatan yang akan dilakukan dapat berasal dari
daerah ke pusat dan dari pusat ke daerah. Pada proses pertama program-program yang
diusulkan berasal dari kebutuhan suatu daerah. Kemudian program-program tersebut
diusulkan berupa sebuah proposal melalui sebuah mekanisme birokrasi yang panjang. Setelah
itu, dana yang turun dari pusat tersebut sangat mempengaruhi kelanjutan program-program
tersebut. Ketika dana tidak sesuai atau tidak mencukupi membiayai program yang dibuat,
maka otomatis akan dilakukan pemangkasan program-program tertentu. Kemudian, pada
proses yang kedua, seluruh program dan mekanismenya totalitas berasal dari pusat. Di sini
fungsi daerah hanya mengikuti dan berusaha menfasilitasi. Biasanya dananya berasal dari
pusat yaitu kegiatan yang dilaksanakan dari dana dekonsentrasi dan dari APBD. Kalau dulu
sebelum otonomi daerah dana berasal dari pusat semua. Kegiatan yang ada disesuaikan
dengan dana yang ada dan diterima dari pemerintah. Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi
menurut nara sumber kami adalah fokus usaha bagian ini lebih pada bagaimana merubah
“Mental Sosial“ anak tersebut.
Program rehabilitasi ini adalah semua hal yang berkaitan dengan anak jalanan, dinsos
pernah menyumbangkan dana ke rumah singgah, ormas dan LSM. Pernah juga melaksanakan
kegitan pemberdayaan orang tua anak jalanan. Bentuknya pelatihan mental sosial, setelah
adanya pelatihan maka orang tua dibantu dan distimuli dengan dana dari dinsos, harapannya
dengan adanya dana itu orang tua anak jalanana mau memberdayakan dirinya agar bisa lebih
berkembang. Ketika orang tuanya sudah berdaya maka diharapkan kesejahteraan anak juga
akan menjadi lebih baik.
Selain pelatihan, biasanya juga diadakan pelatihan ketrampilan dan kewirausahaan,
kalau untuk keterampilan, biasanya orang tua atau anjal diberi dan dilatih suatu keterampilan
yang berdasarkan minatnya, keterampilan yang sudah ada dimiliki, dan peluang yang ada,
misalnya anjal ingin melakukan usaha jualan maka keterampilan yang diajarkan juga yang
kaitannya dengan jual beli, kalau dulu punyanya mesin jahit maka semua anjal diajari
menjahit, namun sekarang sudah tidak seperti itu lagi, melainkan diberi ketrampilan yang
sesuai dengan minatnya. Pelatihan ketrampilan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup
panjang sekitar satu bulan, karena program ini memang harus dilaksanakan secara
berkesinambungan. Sedangkan untuk kewirausahaan biasanya hanya sekitar dua samapai tiga

25
hari, sifat dari pelatihan kewirausahaan ini biasanya hanya berbentuk ceramah saja. Kemudian
tujuan untuk kegiatan kewirausahaan ini untuk membangkitkan dan meningkatkan motivasi
anjal agar mau berlatih berwirausaha. Disini anjal dilatih trik-trik atau cara-cara yang bisa
dilakukan untuk berwirausaha.
Dibawah ini program yang telah dilaksanakan oleh dinsos pada tahun 2008/2009,
yaitu:
Nama kegiatan Kota Kabupaten Desa
1. Administrasi kegiatan
2. Pendidikan dan pelatihan teknis
a. Pelatihan melalui BLK/KLK/LBK
b. Penyelenggaraan PBK
3. Pelatihan kewirausahaan
1. Kewirausahaan bagi anjal
2. Kewirausahaan bagi ortu anjal
4. Pendaftaran dan seleksi
5. Bantuan UEP
a. Honor pendampingan
Yogyakarta Gondokusumo Kiteren,Terbang,Demanagn
b. Bantuan UEP anak jalanan Sleman Sleman Pendowoharjo, tridadi
Yogyakarta Tegalrejo Tegalrejo, Karang waru
Sleman Gamping Balecatur, ambangketawang
c. Bantuan UEP orang tua anjal
Kulonprogo Wates Wates,bandungan
Gunung kidul Playan Playen,Ngawu
Bantul Kasihan Taman tirto, Ngestiharjo
Yogyakarta Danurejan Suryatmajn,Tegalpanggung
Sleman Berbah Kalitirto,Sendangtirto
d. Bantuan KUBE anjal Kulonprogo Lendah Ngentakrejo,Gulurejo
Bantul Banguntapan Singosaren,Tmanan
Gunung kidul Wonosari Baleharjo,Kapek
Yogyakarta Jetis Cokrodiningrat,Bumijo
Sleman Depok Condongcatur,Caturtunggal
Kulonprogo Wates Wates,Bandungan
e. Bantuan KUBE ortu anjal Bantul Kasihan Tamantirto,Ngestiharjo
Gunung kidul Playen Playen,Ngawu

f. Bantuan UEP BLK/KLK/BLK


6. Bantuan untuk orsos/yayasan/LSM
Bantuan operasional panti yang

26
mennagani anjal Yogyakarta Ys.Indriyanati, PujpkusumoMGI/382Yk
YLPS Humana Kampung Nandan Monjali
RSing.AnakMndiri,Jl.PerintisKmerdekaan
Rsing.Ahmad Dahlan, Jl.Sidobali
Ys.LBKW/RSTunas Mtaram,Cokroaminto
Sleman Rsing Diponegoro, Catut tunggal Sleman
LSM Hafara,Gonjen,Tmntirto,Kasihan,Btl
Kulonprogo LSM Kinasih,Dengok 5Playen,Gnungkidul
Bantul Pamti Asuhan Gifari,Lendan Kulonprogo
Gunung kidul
7. Bantuan beasiswa
20 anak x 2 lok
a. Bantuan beasiswa untuk anjal
TK Kab/kota
20 anak x 2lok
b. Bantuan registrasi sekolah anjal
berprestasi 20 anak x 2 lok
c. Bantuan peralatan sekolah anjal
8. Pemantauan dan evaluasi

Untuk program tahun 2010 ini, pemerintah kota mengadakan suatu program baru,
dimana dinas sosial mempunyai peranan yang besar dalam pelaksanaan program tersebut.
Program yang akan dilaksanakan adalah pemberian rekening pada anak jalanan, rekening ini
dapat dicairkan atau anjal dapat menerima uang dari rekening ini ketika anjal membutuhkan
suatu keperluan dalam kehidpuannya. Uang ini digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat,
seperti misalnya anjal sedang membutuhkan uang untuk perlengkapan sekolah (buku, tas,
sepatu dan pakaian seragam) maka anjal dapat meminta uang tersebut pada pembimbing
atau pengampunya masing-masing. Uang hanya bisa keluar pada hal-hal yang sifatnya
teknis, misalnya jika anjal membutuhkan uang untuk membayar sekolah, maka uang itu tidak
akan keluar, karena harusnya uang untuk membayar sekolah itu berasal dari bantuan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Begitu juga ketika anjal sakit, karena hal tersebut
sudah menjadi wewenang dinas kesehatan.
Pengampu anjal ini nantinya akan didapat dari hasil seleksi berdasarkan kriteria yang
ditetapkan Dinas Sosial. Setiap 30 anak akan diampu oleh seorang tenaga kesejahteraan
sosial anak (TKSA) yang memiliki wewenang dan tugas sekaligus mengayomi mereka. Para
pengampu ini akan dikontrak selama 10 bulan dengan gaji pokok setiap bulannya sebesar
1,3 juta rupiah, sedangkan jumlah dana untuk setiap anjal selama kurun waktu 1 tahun
sebesar 1,8 juta rupiah. Setelah 10 bulan akan dilakukan evaluasi terhadap kinerja dari TKSA
ini. Dana yang dimiliki anak tersebut hanya bisa keluar melalui tenaga pengampu tadi.

27
Kemudian, dilaporkan ke Dinas Sosial. Perlu untuk diketahui bahwa dana 1,8 juta rupiah
untuk setiap anak per tahun ini, dapat keluar secara bertahap maupun sekaligus nantinya,
tutur Bapak Widiyanto.
Selain beberapa program diatas, ada juga program-program sebagai berikut:
a. Bea siswa anak jalanan
Bea siswa diperuntukkan pada anak jalanan yang bersekolah dan memiliki prestasi. Hal
ini dilakukan agar anak semangat sekolah. Sekolah sebagai bekal masa depan agar anak
tidak selamanya berada di jalanan.
b. Pelatihan pemberdayaan
Pelatihan diberikan pada remaja yang sudah tidak melanjutkan sekolah. Pelatihan yang
diberikan berupa pemberian ketrampilan kerja. Remaja laki-laki mendapat pelatihan
otomotif atau perbengkelan, remaja perempuan mendapat pelatihan menjahit.
Pelatihan diberikan selama beberapa bulan kemudia mereka diberi peralatan-peralatan
bengkel untuk laki-laki dan perempuan mendapat mesin jahit. Program ini tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan, peralatan dan mesin jahit yang mereka peroleh justru
dijual. Mereka kemudian kembali lagi ke jalanan.
c. Mobil sahabat anak
Mobil sahabat anak ini merupakan sebuah mobil yang difungsikan sebagai perpustakaan
keliling. Mobil ini akan mendatangi sentra-sentra anak jalanan mencari nafkah. Mobil
difungsikan tahun 2000-2004 tetapi tidak berjalan lagi karena adanya otonomi daerah.
d. Sumbangan pada yayasan dan rumah singgah
Dinas Sosial bekerjasama dengan yayasan dalam pengelolaan dana. Yayasan yang
terdaftar di Dinas Sosial akan mendapatkan dana dari pemerintah untuk menggerakkan
yayasan mereka.
Program-program di atas, tidak semuanya berjalan sampai saat ini karena adanya
otonomi daerah. Otonomi yang berpusat pada Daerah Tingkat II atau kabupaten dan kota
madya sehingga daerah lebih mandiri dalam pengelolaannya. Program yang dilakukan saat
ini hanya pemberian sumbangan pada yayasan atau rumah singgah yang bernaung di Dinas
Sosial. Pendataan anak jalanan yang dilakukan terakhir yaitu tahun 2007 sebagaimana
rekapitulasi di atas. Data sudah lama sebab sulit untuk mengadakan pendataan jumlah
mereka. Kendala yang dihadapi yaitu anak jalanan hidup berpindah-pindah.

B. Konsep Penanganan Anak Jalanan oleh Rumah Singgah


1. Rumah Singgah Ghifari

28
Pada sekitar tahun 1980 lahir sebuah nama dari perkumpilan pra pemuda Islam
yaitu IKMIT (Ikatan Kader Muda Islam Terpadu) yang merupakan wadah atau organisasi
pemuda untuk mensikapi segala permasalahan yang terjadi di masyarakat pada waktu itu.
Terjadinya pertentangan antara pemmuda Islam dan Katolik pada peringatan
kemerdekaan RI yaitu pada bulan Agustus 1980, merupakan awal munculnya ideuntuk
membentuk wadah dari perkumpulan pemuda muslim, karena dalam rangka menyambut
hari kemerdekaan Rim aka diadakanlah penyambutan untu memeriahkannya, yaitu dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan juga bersifat perlombaan serta hibburan. Secara
kebetulan yang jadi panitia perlombaan folk song adalah pemuda Katolik, sehingga criteria
perlombaan merekalah yang menentukan, dan ketentuan inilah yang pada akhirnya ditolak
bahkan diboikot, pemboikotan inipun sangat etis karena dalam ketentuannya setiap peserta
lomba harus menyanyikan lagu gereja sebagai laguwajib, padahal mayoritas pesertanya
Muslim.
Sikap pemuda Muslim ini ditanggapi dengan pernyataan-pernyataan oleh panitia
(pemuda Katolik) yang dianggap memojokkan pemuda Muslim, dan kecaman-kecaman dari
panitia ini ditanggapi lebih keras oleh pemuda Muslim, untung sebelum terjadi adu fisik
aparat pemerintah berhasil mendamaikan mereka.
Setelah kejadian tersebut, para pemuda Muslim sering mengadakan pertemuan-
pertemuan yang bersifat umum, dan diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat
membangun seperti berdiskusi, musyawarah, pengkajian wawasan Islam, keorganisasian, dll.
Dan pertemuan-pertemuan tersebut menghasilkan kata sepakat, yaitu membentuk wadah
pergerakan mereka dengan nama IKMIT. Bentuk dari kegiatan yang ditawarkan IKMIT
kepada masyarakat adalah kegiatan yang bergerak di dalam masjid dan di luar masjid,
sehingga masyarakat yang tidak tersentuh oleh kegiatan kemasjidan dapat mengikuti
kegiatan-kegiatan yang ditawarkan IKMIT dan juga dengan harapan dapt menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.
Kegiatan di luar masjid agaknya mereka anggap sangat menantang, tentunya tanpa
meninggalkan kegiatan dalam masjid, sehingga kegiatan-kegiatan IKMIT merambah dal
tersebut dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat. Seiring dengan berjalannnya waktu
kegiatan-kegiatan IKMIT semakin meningkat, namun kenyataan yang harus diterima adalah
para pemuda IKMIT satu demi satu harus meninggalkan Yogyakaarta, karena sebagian dari
mereka adalah mahasiswa yang berasal dari luar daerah dan mereka telah menyelesaikan
studinya. Kepergian mereka tentunya mengurangi rutini tanya dalam lembaga ini.

29
Kenyataan inilah yang mengharuskan para pemuda untuk mengambil inisiatif
membahas kelangsungan organisasi yang selama ini mereka perjuangkan. Dari hasil
musyawarah akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga atau yayasan yang
melibatkan masyarakat yang memiliki misi dan perjuangan yang sama,”IKMIT oleh bubar
tapi Islam tetap harus diperjuangkan”. Itulah slogan yang memotivasi mereka untuk tetap
berkarya, asset IKMIT yang ada berupa materi maupun non materi semakin memperkuat
tekad mereka untk membentuk lembaga yang lebih permanen.
Setelah diadakan musyawarad dengan para tokoh masyarakat akhirnya pada tanggal
7 Mei 1993 berdirilah sebuah yayasan yang diberi nama yayasan Ghifari dengan nomorakta
notaries Hataprana,SH No.01/99 yang ditandatangani oleh: Dra. Hj. Siti Nur Ilmah yang saat
itu mejabat sebagai guru SMA Muhammadiyah 02, Ibu Lu’lu Tsalamah seorang wiraswasta,
dan Sigit Sugianto sebagai kader IKMIT yang sekarang menjabat sebagai ketua yayasan
Ghifari.
Langkah berikutnya yang diterapkan oleh yayasan ini adalah dengan penerapan
“gerakan masjid tanpa dinding” dengan gerakan inilah lembaga ini berusaha menghadirkan
bentuk kegiatan nyata dalam bidang social, ekonomi, dan juga keagamaan. Dimana
ketiganya merupakan pilar gerakan dakwah yang harus serasi dan sejalan dalam
pemberdayaan dan pengabdian pada masyarakat, kegiatan-kegitan ini dilakukan secara
terorganisir dan langsung melibatkan partisipasi masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang dihadirkan Ghifari ternyata mendapat sambutan dari
masyarakat,maka yayasan ghifari berusaha terus mengembangkan dan meningkatkan
kegiatan masyarakat yang berkualitas baik dari segi lahir dan batin maupun segi moril dan
materiil.
Semmua kegitan tersebut pada akhirnya adalah kepentingan bersama (masyarakat
dan yayasan) yaitu untuk menyadarkan, menggerakkan, membimbing, memberdayakan,
mendampingi masyarakat kearah sikap dan perbaikan kehidupan yang didasarkan kepada
norma-norma dan ketaqwaan. Dalam langkah selanjutnya yang dilakukan yayasan GHifari
adalah membuka peluang bagi masyarakat untuk ikiut sertamengakses sector ekonomi
potensial, mengupayakan kenaikkan derajat pendidikan, mengembangkan sumber daya
mannusia dan memotivasi semangat kesadaran hidup alamiah sesuai syariat agama dan
norma-norma pada masyarakat. Praktisnya yayasan ini memberikan sedikit modal
untukkemudian diputar melalui mekanisme simpan pinjam atau usaha produktif,
mengadakan pelatihan ketrampilan dan membantu penyalurannya, memberikan beasiswa

30
dan pendampingan belajar, memberikan arahan untuk berorganisasi dan mendampingi
pelaksanaannya.
Kegiatan lembaga ini tidak berhenti sampai disini, namun terus berupaya dalam
melayani masyarakat, tercatat pada taun 1998 lembaga ini eksis dalam kegiatan penanganan
anak jalanan. Karena sadar begitu pentingnya anak-anak sebagai generasi penerus bagnsa,
maka lembaga berusaha memberdayakan asset sumber data tersebut. Mereka
dibimbing,dididik untukmenjadi manusia yang berakhlak mulia dan berwawasan luas,
dengan harapan dapat membantu atau mengurangi jumlah anak jalanan di jalananan.
2. Tujuan Yayasan Ghifari
Sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang social kemasyarakatan, seluruh
kegiatannya secara umum bertujuan untuk memberdayakan kaum dhuafa agar mampu
hidup dengan layak dalam masyarakat. Adapun tujuan diadakannya program pemberdayaan
atau penanganan anak jalanan adalah:
a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan ajaran agama dan
norma yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak keembali ke rumah jika memungkinan atau ke panti dan
lembaga.
c. Memberikan alternated pelayanan untuk memenuhi kebutuhan anak.
d. Menyiapkan masa depan anak jalanan dengan memmilih altrnatif pelayanan yang
disediakan.
3. Sumber Dana
Faktor pendukung kelancaran program suatu organisasi di sampng sarana dan
prasarana, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah factor dana atau biaya. Dalam
menentukan suatu program sebuah organisasi atau yayasan harus memperhitungkan dana
dan biaya sebagai patokan untuk menargetkan besar dan kecilnya program. Yayasan Ghifari
yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat juga sangat memperhitungkan dan
memerlukan dana sebagai biaya operasional.
Adapun bantuan dan penggalian dana yang diperoleh oleh yayasan Ghifari dalam
memperlancar programnya adalah sebagai berikut:
a. Yayasan dompet dhu’afa
b. Donatur
c. Iuran anggota atau pengurus
d. Sumbangan dari masyarakat atau pihak lain
e. Hasil amal usaha

31
4. Program-Program Pemberdayaan Anak Jalanan
Satu dari program pelayanan untuk masyarakat yang dijalankan Ghifari adalah
program-program yang disajikan secara khusus untuk anak-anak jalanan. Program yang
ditawarkan mencangkup beberapa pelayanan, dengan pertimbangan bahwa pelayanan dan
penanganan terhadap anak jalanan dapat maksimal, karena mengingat begitu kompleks
permasalahan yang dihadapi anak jalanan. Dengan pembagian pelayanan diharapkan dapat
secara cepat menangani permasalahan yang dihadapi anak jalanan.
Adapun program pemberdayaan terhadap anak jalanan tersusun dalam beberapa
pendampingan, bentuk pendampingan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Program rumah singgah
Salah satu penanganan anak jalanan adalah melalui rumah singgah, karena
rumah singgah merupakan tempat pemusatan sementara yang bersifat formal, di mana
anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dam pembinaan awal sebelum
mendapat pembinaan lebih anjut. Rumah singgah merupakan informal yang
memberikan suasana realisasi anak jalanan terhadap system nilai yang berada dalam
masyarakat. Secara umum tujuan dari rumah singgah adalah membantu anak jalanan
mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternative pemecahannya untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan
sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain adalah:
1) Sebagai tempat pertemuan antara anak jalanan dengan para pekerja social. Dari
pertemuan itulah diharapkan terciptanya persahabatab dan keterbukaan antara
anak jalanan dengan pekerja social dalam menentukan dan melakukan berbagai
aktifitas pembinaan.
2) Pusat diagnose dan rujukan
Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagai tempat melakukan diagnose
terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan
social bagi anak jalanan.
3) Fasilitator dan sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti
dan lembaga lainnya.
4) Rumah singgah berfungsi sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan
yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan berbagai bentuk
penyimpangan social lainnya.
5) Pusat informasi tentang anak jalanan.

32
6) Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagi persinggahan sementara anak jalanan dan
sekaligus akses kepada pelayanan social
b. Program pendampingan pasca rumah singgah
Pasca rumah singgah merupakan program yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari
rumah singgah, setelah anak didampingi maka akan muncul klasifikasi anak jalanan
dalam beberapa kategori, berdasarkan kategori itulah program pendampingan anak
jalanan pasca rumah singgah dikembangkan. Rincian klasifikasi itu adalah sebagai
berikut:
1) Anak yang belum siap didampingi lebih lanjut
Anak-anak yang masuk dalam kategori ini adalah anak yang sudah merasa bahwa
hidup jalanan adalah bagian dari dirinya yang tidak dapat dipisahkan, sehingga
mereka tidak siap apabila harus berpisah dengan kejidupan jalanan. Mereka
didampingi rumah singgah dengan program-program yang bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak dasar mereka, serta berupaya merubah mental
jalanan mereka. Pendampingan juga bertujuan untuk meminimalisir efek negative
kehidupan jalanan mereka.
2) Anak siap sekolah
Anak daam kategori ini adalah anak yang punya niat dan berminat untuk sekolah.
Anak golongan ini, mereka akan disiapkan panti sebagai tempat tinggal dan tempat
melakukan kegiatan di luar sekolah. Anak-anak ini sengaja dipisahkan dengan anak
kategori pertama agar mereka tidak terpengaruh terjun lagi ke jalanan.
Konsekuensiyang harus ditanggung anak kategori kedua adalah mereka harus
mengikuti aturan dan tata tertib yang diterapkam panti. Dengan usaha dan
kerjasama dari berbagai pihak lembaga Ghifari menyediakan panti khusus anak
jalanan baik putra maupun putri.
3) Anak yang siap mandiri
Untuk anak jalanan yang tidak memungkinkan untuk disekolahkan, baik karena
faktor dari luar seperti usia atau factor dari dalam seperti kemauan dan minat anak
jalanan sendiri. Kebanyakan mereka memmilih untuk latihan kerja dan
mempersiapkan kemandirian mereka. Untuk mereka, dipersiapkan pendampingan
yang mendorong untuk berkarya, seperti diadakannya program shelter workshop
yaitu program pelatihan-pelatihan, program magang kerja dan belajar usaha,
dengan tujuan anak-anak jalanan mempunyai skill sekaligus mental bekerja atau

33
berwira usaha. Shelter workshop dilengkapi dengan program pendukung berupa
galeri yang berfungsi mempromosikan dan memasarkan hasil karya anak jalanan.
c. Program luar rumah singgah
Bentuk pendampingan anak jalanan usia dini yaitu melalui jalur pendidikan.
Yayasan Ghifari menyediakan jenis sekolah taman kanak-kanak yang diperuntukkan anak
jalanan usia dini tanpa dipungut biaya. Program ini bertujuan untuk membentuk mental
dan juga kualitas sumber daya anak, yang dimanifestasikan melalui program tutorial
bermain dan belaja bersama. Dengan oprogram ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan primer anak yaitu bermain maupun belajar di samping kebutuhan pokok
lainnya, guna terciptanya sumber daya anak untuk menggapai cita-cita.
5. Pemberdayaan Anak Jalanan Yayasan Ghifari
Beberapa hal penting yang menjadi alas an dan motivasi yayasan Ghifari untuk
terjun dalam penanganan anak jalanan usia dini, sebagian dari alas an tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Anak jalanan merupakan anak yang kondisinya sangat rawan terhadap perilaku
menyimpang dari norma masyarakat di samping itu usia dini merupakan usia paling
penting dalam ahap perkembangan manusia. Sebab usia tersebut merupakan periode
diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya.
Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat untuk mencegah terbentuknya
pribadi anak yang salah.
b. Pengalaman anak ynah dialaminya sewaktu usia dini sangat penting, sebab dasar
pengalaman kehidupan yang awal cenderung bertahan dan akan mempengaruhi sikap
dan perilaku anak sepanjang hidupnya. Di samping itu dasar awal akan cepat
berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman pertama
yang positif.
c. Pada usia dini perkembangan fisik dan mental sangat peka dan cepat maka diperlukan
stimulasi fisik dan mental yang terarah.
6. Tujuan Pemberdayaan
Secara umum tujuan dari pemberdayaan dalam program pendidikan anak usia dini
adalah memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh
sesuai dengan norma-norma dan nilai kehidupan yang dianut. Melalui program pendidikan
anak jalanan usia dini dirancang dengan baik, maka anak akan mampu mengembangkan
segenap potensi yang dimiliki baik dari aspek afektif, kognitif, maupun dari aspek motorik.

34
Sedangkan fungsi dari program pendidikan anak jalanan usia dini dapat dirumuskan menjadi
beberapa fungsi utama yaitu:
a. Penanaman aqidah dan keimanan
b. Pembentukan dan pembiasaan perilaku positif
c. Pengembangan pengetahuan dan ketrampilan dasar
d. Pengembangan segenap potensi yang dimiliki
7. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan anak jalanan yang diterapkan yayasan Ghifari melalui program
pendidikan dikelompokkan dalan tiga aspek utama yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Secara rinci ketiga aspek tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
a. Aspek kognitif
Aspek kognitif atau pemahaman yaitu aspek yang berorientasi pada kemampuan berfikir
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan ,asalah yang menuntut anak untuk menggabungkan dan
menghubungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk
mmecahkan masalah tersebut. Adapun proses pemberdayaan kognitif antara lain
sebagai berikut:
1) Seorang guru atau pendamping menyampaikan materi kepada anak.
2) Seorang guru membimbing anak didiknya untuk dapat menghafal urutan bilangan
dan juga menghafal urutan abjad. Terkebih dahulu guru akan mengajarkan dan
menunjkkan abjad dan juga angka atau bilangan kemudian para anak didik dituntun
untuk dapat menghafal pelajaran yang diterimanya.Anak-anak juga diberi tugas
untuk menghafalkan pelajaran yang baru disampaikan guru.
3) Memberikan pertanyaan kepada anak seperti apa, mengapa, dimana, berapa,
bagaimana, dan lain-lain.Dengan demikian anak bisa menjawab pertanyaan guru
dengan ungkapan behasa dan pengetahuan yang dikuasai.
4) Melengkapi kalimat sederhana yang sudah dimulai oleh guru.
5) Anak diberi tugas membuat sebanyak-banyaknya kata dari suku kata yang
disediakan dalam bentuk lisan.
6) Mengenalkan anak didik pada alat ukur mrngukur dan timbang. Dengan
mengenalkan anak pada alat ukur semisal penggaris. Kemudian anak didik diajak
untuk mengukur suatu benda dengan penggaris.
7) Penyampaian materi mengenai nam-nam hari dan bulan.

35
8) Mengenalkan perbedaan kasar dan halus, berat ringan, panjang pendek, jauh dekat,
dll.
9) Membedakan bermacam-macam bau an rasa.
10) Mengenalkan sebab-akibat pada anak sehingga anak akan memperhatikan akibat
dari sesuatu yang dia lakukan.
11) Pendamping atau guru menceritakan suatu peristiwa, kemudian anak dituntun
untuk mendiskusikan masalah dan penyelesaiannya.
12) Anak diberi gambar-gambar binatang dan tugas mereka menamai binatang yang ada
pada gambar sesuai dengan pengetahuan mereka. Anak-anak dituntut untuk
bercerita di depan teman-temannya tentang gambar yang diberikan oleh guru atau
menggambar sendiri.
b. Aspek afektif
Aspek afektif merupakan aspek yang berhubungan dengan perasaan, emosi, system nilai
dan sikap hati. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana yaitu memperhatikan
suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan factor internal
seseorang, seperti kepribadian dan hati nnurani. Adapun materi stimulasi
pemberdayaan anak jalanan dalam aspek kognitif adalah sebagai berikut:
1) Penanaman aqidah
Pelaksanaan penanaman akidah atau keimanan dilakuakan di dua tempat yaitu:
a) Penanaman aqidah di luar kelas
Pelaksanaan penanaman keimanan di luar kelas lebih menekankan pada
pengenalan dan penanaman keyakinan tenatang Allah. Setiap hari sebelum
anak-anak masuk kelas untuk mengikuti kegiatan bimbingan dan pendampingan,
mereka terlebih dahulu diajak untuk berikrar bersama-sama dengan suara keras.
Adapun bunyi ikrar tersebut adalah:
“Aku rela Allah Tuhanku, dan aku rela Islam agamaku, dan arela Nabi
Muhammad Nabi utusan Allah, ya Allah tambahkanlah ilmuku dan berilah aku
pemahaman.”
b) Penanaman aqidah di dalam kelas
Penanaman aqidah di dalam kelas dilaksanakan seperti dalam sistem belajar
mengajar di taman kanak-kanak yaitu penyampaian materinya diselingi dengan
nyanyian dan kadang juga dengan permainan
2) Pengenalan terhadap Allah

36
Metode yang diterapkan dalam mengenal Allah adalah dengan mendemonstrasikan,
juga dengan metode tanya jawab tentang materi seperti pendamping
menyammpaikan dan mengenalkan Allah itu adalah zat yang Esa, tidak berbapak
beribu dan bersaudara, dsb.
3) Pengenalan terhadap malaikat
Pengenalan keimanan terhadap makhluk ghaib seperti malaikat belum dikenalkan
secara mendetail. Teknik pengenalannya dengan kegiatan-kegiatan seperti: mengaji,
menyayangi, berkenalan, dsb. Kemudian pendamping mengarahkan pada anak didik
bahwa melakukan amal sholeh dicatat oleh malaikat.
4) Pengenalan terhadap Rasul Allah
Penekanan dalam pengenalan Rasul Allah adalah pada Nabi Muhammad SAW,
dengan segala kepribadiannya. Teknik yang diterapkan dalam pengenalan ini lebih
banyak dengan metode bercerita.
Setelah dilakukan tahap penanaman aqidah maka tahap berikutnya dilakukan
evaluasi. Tahap evaluasi merupakan cara untuk mengetahui tepat tidaknya system dan
metode yang diterapkan dalam membimbing anak. Dengan tahap ini dapat diketahui kerja
para pembimbing dan kesanggupan anak dalam menguasai materi yang disampaikan dan
diberikan kepadanya. Evaluasi pertama dilakukan dengan pengamatan. Guru mengamati
terus-menerus pada perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar yang
diterapkan. Hasildari pengamatan kemudian dicatat dalam buku perkembangan atau sejenis
raport anak didik yang dibagikan kepada orangtua murid sebagai wujud akan tanggung
jawab yayasan kepada orang tua murid.
Kedua melalui tes perbuatan, penilaian berhubungan dengan penanaman
keimanan tes perbuatan, seperti bagaimana peran anak dalam mengenal huruf dan
angka-angka dan hafalan. Hasil dari tes ini di masukan ke dalam daftar penilaian
kemampuan anak dan di beri kode baik dan cukup. Ketiga melalui penilaian hasil belajar.
Penilaian yang berhubungan dengan penanaman keimanan dicatat dalam kolom
perkembangan anak, misalnya menulis, menggambar, mewarnai, dll.
5) Penanaman ibadah
Penyampaian materi ibadah dianologikan dengan kehidupan praktis anak. Proses
yang terjadi adalah pada penanaman ibadah anak adalah dari mendengar, meniru,
kemudian melakukan sendiri. Disinilah letak pemberdayaan aspek afektif pada anak
jalanan karena selain anak menerima materi secara dogmatis,tetapi anak dibimbing
dan dituntun langsung untuk mengaktualisasikan keyakinan dan aqidah yaitu ibadah.

37
Proses dilakukan dengan dua tahap yaitu pelaksanaan dan evaluasi. Pelaksanaan
pembekalan lebih ditekankan pada praktek secara langsung.
a) Ibadah shalat
Pengenalan dengan praktek langsung yaitu guru mencontohkan gerakan dan
bacaan shalat yang sedang diperagakan oleh guru. Sebelum melakukan praktek
shalat, anak didik secara bergilir mengambil air wudhu. Guru menerangkan
bahwa kita harus membiasakan hidup bersuh dan suci sebelum melakukan
kegiatan apalagi menghadap Allah.
b) Puasa
Pengenalan ibadah puasa pada anak-anak ini, pertama guru menjelaskan bahwa
seorang Muslim yang baik akan menjalankan puasa di buln Ramadhan sebagai
kewajiban. Untuk mempraktekkan pada anak, seorang guru memanfaatkan
momen pada anak-anak yang membawa bekal dari rumah setiap harinya. Saat
istirahat, guru mengajak anak-anak untuk makan bersama yang diumpamakan
sahur, kemudian anak dilarang makan dan minum sebelum waktunya. Waktu
buka puasa dalam praktek ini ketika usai pelajaran pertama setelah istirahat
yang diumpamakan seperti Maghrib.
Evaluasi dilakukan dengan pengamatan dan pengawasan setiap anak pada
setiap pelaksanaan ibadah. Juga dengan tes perbuatan berkaitan dengan apakah
anak hafal bacaan-bacaan shalat, doa berbuka, dll. Hasil pengamatan dan tes
perbuatan dinilai dan dimasukkan ke dalam buku laporan perkembangan anak didik.
6) Penanaman akhlak
Untuk mengetahui proses pemberdayaan aspek afektif yang lebih kongkrit
yaitu akhlak. Akhlah sehari-hari merupakan puncak dari keberhasilan pemberdayaan
aspek afektif. Adapun proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh yayasan Ghifari
melalui dua tempat yaitu di luar dan di dalam kelas.
a) Di dalam kelas
1) Akhlak terhadap orang tua
Teknik yang disampaikan dalam fase ini adalah guru bertanya kepada anak
tentang kasih sayang orang tua terhadap anak didik, bernyanyi, kemudian
biasa dilanjutkan dengan kegiatan mewarnai gambar keluarga. Karena begitu
banyak perhatian dan kasih saying orang tua kepada kita maka kewajiban
kita menghormati yaitu dengan mendo’akan, patuh serta memenuhi
harapan dari orang tua kita.

38
2) Akhlak terhadap alam sekitar
Guru mengenalkan dengan penampakan alam yang ada di alam seperti
gunung, laut, tumbuhan,dll. Kemudian guru mengarahkan agar anak
menyayangi dan memelihara alam dan tidak merusaknya. Juga menyayangi
binatang. Kemudian guru menyuruh anak-anak bernyanyi atau menggambar
bebas tentang alam.
3) Akhlak terhadap sesama
Akhlak terhadap sesame yaitu saling menyayangi terhadap teman dan saling
mengingatkan jika salah satu dari mereka hendak berbuat tidak baik,
membagimakanan dengan teman, mau membantu bila teman dalam
kesulitan. Teknik penyampaian melalui tanya jawab, bernyanyi, dan cerita.
b) Di luar kelas
Proses di luar kelas merupakan pengaplikasian dari materi-materi yang
disampaikan di dalam kelas. Misalnya, anak diajarkan harus berdoa ketika mau
makan, bepergian, menumbuhkan sikap pemaaf, menumbuhkan sikap disiplin
dan tanggung jawab.
Tahap evaluasi pertama dilakukan dengan pengamatan dengan melihat perubahan
sikap pada anak. Kedua dengan penilaian hasil kerja anak. Ketiga dengan tes perbuatan.
c. Aspek motorik
Aspek motorik adalah aspek yang berorientasi kepada ketrampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan yang memerlukan tindakan
koordinasi antara syaraf dan otot. Dalam mengembangkan aspek motorik yang
diterapkan dalam program pendidikan pada anak jalanan lebih banyak bersifat
ketrampilan. Karena ketrampilan merupakan aplikasi nyata dari aspek kognitif.
1) Daya cipta
Pengembangan daya cipta adalah kegiatan yang bertujuan untukmenumbhkan daya
piker dan kreatifitas anak. Melalui kreativitas, seorang anak jeli dalam berbagai
kemungkinan peluang dan jlan untuk memecahkan masalah yang dihadapi,
Pengembangan daya cipta terkait dengan kemampuan anak untuk menemukan
sesuatu yang baru dan pengembangan imajinasi. Pendamping mengeksplorasikan
materi melalui eksperimen, juga dari permainan yang bisa dicipta dari benda-benda
yang ada di sekitar.
2) Seorang pendamping akan mengajak anak didik menciptakan suatu karya dari suatu
benda yang dibagikan missal kertas. Anak-anak akan mengotak-atik kertas sebagai

39
media dari gagasan idenya. Mengekspresikan diri sebagai pelengkap dari upaya
pengembangan daya cipta. Mengekspresikan diri dan gerakan merupakan salah satu
bentuk dari ekspresi diri anak. Bisa dilakukan dengan menirukan suara binatang juga
ekspresi perasan seseorang semisal marah, sedih,menangis,dll.
3) Ketrampilan
Pengembangan ketrampilan dilakukan untuk mengembangkan ketrmpilan motorik
halus anak didik dalam berolah tangan. Kemampuan ketrampilan tersebut
diantaranya:
a) Menjiplak angka
b) Mencontoh angka atau gambar
c) Ketrampilan menggambar
d) Meggambar bebas debgan bentuk dasar, dimaksudkan untuk mengembangkan
daya imajinasi anak dan dapt dituangkan dalam bentuk gambar.
e) Mewarnai bentuk gambar sederhana yang telah digambarkan oleh guru.
f) Membuat sesuatu dari tanah liat atau plastisin
g) Jasmani
Pengembangan jasmani bertujuan mengembangkan ketrampilan motorik kasar
anak didik dalam berolah tubuh untuk pertumbuhan dankesehatannya.
Kemampuan yang diharapkan dicapai adalah:
1) Berjalan di atas papan titian
2) Berjalan lurus, berjingkat, angkat tumit, dll
3) Melompat dengan dua kaki bersama-sama ke depan, belakang, samping,
dsb.
4) Melompat dengan satu kaki
5) Menendang dan memantulakn bola
6) Melempar dan menangkap bola
8. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Faktor pendukung
1) Adanya minat dan kesadaran yang cukup tinggi dari anak jalanan dan didukung oleh
orang tuanya dalam mengikuti program pendampingan.
2) Adanya hubungan emosionalyang baik antara anak jalanan dan para pendamping,
sehingga anak-anak jalanan senang dan semangat dalam mengikuti kegiatan belajar.

40
3) Peran serta masyarakat dan organisasi masyarakat non pemerintah dalam ikut serta
membantu pelayanan kepada anak jalanan dengan memberikan bantuan baik secara
moril maupun materil.
4) Metode belajar yang bervariasi sesuai degan materi yang disampaikan.
b. Faktor penghambat
1) Kurangnya perhatian masyarakat secara umum terhadap pemberdayaan dan
penanganan anak jalanan.
2) Terbatasnya factor biaya dan materi sehingga mempengaruhi pencapaian
maksimum.
3) Kurangnya sarana dan prasarana
4) Peran ganda anak didik, sehingga kegiatan anak tidak terfokus.
5) Pengawasan yang kuarang oleh pengurus yayasan Ghifari sehingga proses kegiatan
kurang maksimal.
Saat ini yayasan Ghifari sudah tidak lagi mengadakan rumah singgah sejak tahun
2005 karena anak jalanan BALITA sudah tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Anak-anak
remaja yang bernaung di rumah singgah juga sudah berkurang karena mereka menyewa
rumah juga ada yang pulang ke daerahnya setelah menikah. Beberapa diantara mereka
berkeluarga dari pasangan sesama anak jalanan.
Pak Sigit sebagai pengelola tidak kemudian lepas tangan setelah penutupan rumah
singgah itu. Pak Sigit menyewa sebuah lahan yang dipergunakan keluarga anak jalanan
tinggal. Saat ini ada sekitar 9 keluarga yang menghuni tanah itu. Program ini dilakukan agar
yayasan dapat memantau kegiatan anak jalanan dan kelurganya. Tujuan jangka panjang agar
anak jalanan tidak hidup lagi di jalanan.
Yayasan juga mengadakan pendampingan pada remaja dengan pengadaan
pertemuan setiap Kamis malam seusai Maghrib. Program yang dilakukan untuk anak-anak
yaitu perpustakaan keliling dengan menggunakan motor. Perpustakaan keliling dilakukan
setiap hari Minggu setelah Ashar. Pelaksanaan hanya pada hari Minggu dan dilaksanakan di
depan Wisma PU. Saat ini hanya ada satu motor dan satu wilayah yang dituju karena
program ini masih baru yang dimulai pada Minggu pertama bulan Maret. Anak-anak sangat
antusias menyambut kedatangan perpustakaan keliling ini.
Perpustakaan keliling mampu terlaksana dengan kerjasama dengan SD Al-Azhar
Jakarta. Pelaksanaan masih di satu tempat karena memantau bagaimana tanggapan anak-
anak akan program tersebut. Rencananya area akan diperluas dengan keliling di empat titik

41
termasuk Wisma PU. Pelaksanaan hanya satu kali dalam seminggu karena yayasan juga
menghormati keberadaan mereka yang hidup dengan mengandalkan hasil dari jalan.
Program yang diberikan kepada orangtua anak jalanan juga ada yaitu program
menabung dan pinjaman. Pelaksanaan dilakukan beriringan dengan perpustakaan keliling.
Saat anak-anak membaca buku, orang tua melaksanakan programnya. Tujuannya selain
mengefisienkan waktu juga orang tua melihat antusia anak-anak dalam membaca. Harapan
ke depan agar budaya baca membuat mereka memahami pentingnya belajar dan
pengetahuan.
Minggu, 25 April 2010 kelompok kami melihat perpustakaan keliling ini beroperasi
yaitu di Wisma PU. Melihat antusias mereka ketika motor dating dan menyambut. Mereka
segera meminjam buku yang ditata di dalam motor dengan box itu. Pertemuan ini kami
lakukan tidak hanya untuk mengobservasi kegiatan anak jalanan dan pelaksanaan program
yayasan, tetapi mengajak orangtua mereka berdiskusi tentang AIDS. Rencana awalnya kemi
membidik remaja sebagai teman diskusi tetapi saat itu hujan baru berhenti. Suasana yang
biasanya mereka kerjakan setelah hujan yaitu “ngleseh”. Aktifitas mengamen di tempat-
tempat lesehan. Remaja memang tidak ada tetapi keberadaan orang tua sebagai orang yang
dekat dan selalu berhubungan dengan mereka membuat diskusi tetap berjalan. Mereka
ternyata kurang paham dengan keberadaan AIDS dan bagaimana cara menghadapinya.
Penuturan dari ibu-ibu itu bahwa ada anak jalanan yang terinfeksi virus HIV dan mereka
menjauhinya. Kami berusaha meluruskan pemikiran mereka.
Program yayasan yang saat ini masih dalam tahap awal yaitu mengadakan semacam
pondok bagi anak-anak yang masih bersekolah. Pak Sigit sudah merenovasi rumahnya di
bagian atas sebagai tempat mereka tinggal. Pak Sigit memiliki rencana ini bersumber dari
pengajian Yusuf Mansur. Kurikulum ataupun bahan yang akan diberikan belum dirancang
tetapi Pak Sigit sudah mengajak anak-anak dari kalangan ini untuk tinggal di rumahnya.
Tujuan dari program ini tentu saja untuk mengefektifkan pengetahuan mereka. Pemantauan
mereka dalam belajar serta upaya pengentasan anak dari jalanan.
1. Rumah Singgah Anak Mandiri
Pada tahun 1995/1996 departemen sosial (DEPSOS) dan UNDP melakukan profil
anak jalanan dikota Jakarta dan Surabaya. Hasilnya dikembangkan 3 model uji coba
penanganan anak jalanan yaitu open house (rumah terbuka), mobil unit (mobil
keliling/mobil sahabat anak), boarding house (panti persinggahan). Ketiga model tersebut
diuji cobakan ditujuh provinsi yaitu DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Semarang,
Medan dan Ujung Pandang selama tiga tahun. Uji coba di Yogyakarta dimulai pada tanggal 8

42
april 1997 dengan didirikannya RSAM yang awalnya berlokasi dijalan Mentri Supeno no. 107
berdekatan dengan terminal Umbulharjo tepatnya disebelah barat kantor polisi sektor
Umbulharjo. Merupakan pilot project kerjasama Departemen Sosial dan UNDP. Saat ini
RSAM berada di bawah Yayasan Insan Mandiri sebagai payung pelindung secara legal formal
dalam proses kerja RSAM, yang sekarang ini menempati bangunan dengan status hak pakai
di jalan Perintis Kemerdekaan No. 33b Kebrokan, Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta.
Visi: mewujudkan kesejahteraan anak-anak jalanan dan anak telantar melalui
pendampingan dan perlindungan hak-hak anak.
Misi: mendorong dan memberikan penyadaran kepada masyarakat luas akan
penting dan perlunya menghargai hak-hak anak untuk dapat tumbuh kembang dengan baik.
Tujuan umum:
a. Memberikan perlindungan kepada anak agar terhindar dari tindakan kekerasan dan
keterlantaran anak.
b. Memberikan berbagai alternative pelayanan dalam rangka mendidik dan membentuk
anak jalanan menjadi anak yang normative, berguna dan produktif di masyarakat.
Bidang kegiatan utama
a. Shelter/rumah singgah: penjangkauan, identifikasi, prndampingan, resosialisasi,
pemberdayaan, reunifikasi.
b. Pelayanan kesejahteraan social anak.
c. Pendidikan layanan khusus
d. Telepon peduli anak.
2. Hasil Wawancara Dengan Rumah Singgah Anak Mandiri
P: Program rehabilitasi yang sudah digunakan oleh yayasan ini?
J: Kami menjalani program terpadu yang ada dalam skema dikamar itu.
P: Bagaimana sejarah Perkembangan yayasan ini?
J: oke, gini, yayasan ini berdiri pada tanggal 8 april 1997, awalnya berlokasi dijalan Mentri
Supeno no. 107 berdekatan dengan terminal Umbulharjo tepatnya disebelah barat
kantor polisi sektor Umbulharjo. Yayasan merupakan pilot project kerjasama
Departemen Sosial dan UNDP. Saat ini RSAM berada di bawah Yayasan Insan Mandiri
sebagai payung pelindung secara legal formal dalam proses kerja RSAM, yang sekarang
ini menempati bangunan dengan status hak pakai di jalan Perintis Kemerdekaan no. 33b
Kebrokan, Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta.
P: Masalah apa sajakah yang dihadapi yayasan ini selama berdiri?

43
J: Khusunya masalah anak-anak yang kami bantu disini biasanya ada masalah korban
pemerkosaan,kasus pencurian, bahkan KDRT ya kami bantu dengan kekeluargaan dulu
kalau tidak bisa lewat jalur kekeluargaan bisa lewat jalur hukum karena kita juga
mempunyai lembaga-lembaga yang dapat membantu kita.
P: Segment untuk anak atau remaja?
J: Bisa untuk dua-duanya anak dan remaja.
P: Sejauh ini dari beberapa program rehabilitasi yang sudah dilakukan, program mana yang
paling efektif?
J: Yang efektif sih lebih keketrampilan seperti komputer dan bahasa inggris.
P: Berapa banyak anak jalanan yang sudah ditangani semenjak berdirinya yayasan ini?
J: Banyak, tapi tahun 2009 terakhir jumlahnya 91 orang, 62 laki dan29 perempuan.
P: Dari beberapa penanganan anak jalanan pernahkah mengalami kesulitan yang berarti?
J:Ya palingan masalah mengurus mereka untuk sekolah aja, kalau yang udah sekolah
gampang yang putus sekolah itu yang sulit.
P: Dari usia berapa saja anak jalanan yang sudah pernah ditangani?
J: Yang paling kecil itu 13 tahun, kami membatasi mereka untuk disini sampai usia 18 tahun,
setelah itu kami lepas mereka, ya kira-kira sampai tamat SMAlah.
P: Kebanyakan dari anak jalanan ini apakah masih memiliki orang tua?
J: Kebanyakan masih ada orang tuannya, setelah kami rasa mereka mampu untuk mandiri
tetap kami pulangkan kepada orang tuanya namun tetap kami pantau, kami bekerja
samam dengan DEPSOS setempat, dan juga memberi pengertian kepada orang tua agar
memperlakukan anaknya secara wajar.
P: Apakah anak jalanan yang datang kerumah singgah ini masih bersekolah?
J: Sebagian masih, sebagian lagi tidak, kalau yang masih itu kita bisa urus untuk melanjutkan
sekolah formal, nah kalau yang putus sekolah kita usahan ikut sekolah paket kesetaraan
itu. Tapi memang yang putus sekolah itu agak sulit mengurusnya.
P: Anak jalanan yang datang ke rumah singgah ini atas kemauannya sendiri atau diantar oleh
orang lain?
J: Kalau itu berfariasi mas, ada yang diambil dari jalanan, ada yang datang sendiri, ada yang
datang dari daerah luar jogja, mereka itukan kesini karena merasa tidak aman dirumah,
atau merasa tidak aman dijalanan.
P: Fasilitas apa saja yang diberikan rumah singgah ini kepada anak jalanan?
J: Fasilitas sih ya palingan computer, buku-buku, kalau yang nginap disini ya kebutuhan
sehari-harilah.

44
P: Darimana yayasan ini mendapatkan dana dalam menunjang segala kegiatan?
J: Ya dari mana saja mas, dari donator, bebaslah pokoknya.
P: Dari bidang apa saja para ahli yang menangani anak jalanan di yayasan ini?
J: Bidang apa saja, terkadang tidak mesti dari bidang tertentu, siapa saja boleh gabung kok,
kalau masnya mau juga boleh.
P: Kasus apa saja yang dijumpai selama menangani anak jalanan?
J: Kalau kasus sih gak jauh beda dengan kasus umum, namun dari perkotaan sih tidak terlalu
aneh kasusnya, dari desa itu yang kadang ada karena diperkosa dan sebagainya, atau
dianiaya ortunya.
P: Seberapa membantu anak jalanan dengan hadirnya rumah singgah ini?
J: Sejauh ini cukup membantu mereka, mereka bisa mengoptimalkan minat mereka dengan
pembekalan dari tempat ini.
P: Anak jalanan yang ada di rumah singgah ini berasal dari mana saja?
J: Kebanyakan dari luar daerah, dari jogja sendiri sangat sedikit.
P: Bagaimana respon masyarakat sekitar dengan keberadaan rumah singgah ini?
J: Tanggapan masyarakat baik, karena itu juga dari masyarakat disini juga ada anaknya yang
ikut bergabung.
P: Bagaimana kerjasamanya dengan pemerintah?
J: Dengan pemerintah kita jadikan mitra, seperti DEPSOS, KPA, KOMNAS ANAK
P: Bagaimana masyarakat seharusnya menyikapi anak jalanan?
J: Masyarakat sebaiknya lebih peduli dengan mereka, karena kebanyakan dari mereka juga
adalah korban.
3. Program layanan terpadu
a. Program pendampingan di jalanan  Untuk anak jalanan
b. Program di rumah singgah  Untuk rumah singgah
1) Identifikasi file
2) Sosialisasi
3) Pelayanan
c. Program panti sosial  Panti sosial pemandirian
Program dan kegiatan
1) Identifikasi
2) Sosialisasi
3) Pelayanan
a) Kebutuhan sehari-hari

45
b) Pendidikan
 Formal
 Non-formal
 Kejar paket B dan C
 Computer dan bahasa inggris
c) Kesehatan dan olah raga
d. Program disanggar kerja
Sanggar kerja anak
1) Pelatihan dan keterampilan: kebanyakan di isi oleh mahasiswa dari UGM dan UNY
2) Bubut kayu
3) Menjahit
4) Sablon
5) Perbengkelan  Tenaga tetap yang mengelola rumah singgah ini sebanyak Sembilan
orang
e. Magang kerja
Terminasi
1) Keluarga
2) Usaha mandiri
3) Alih kerja
4) Pendamping sebaya
Anak binaan rumah singgah anak mandiri yang masih sekolah sebanyak 33 orang,
dengan 22 laki-laki dan 11 perempuan. Sedangkan yang putus sekolah sebanyak 33 orang
juga, 25 laki-laki dan 8 perempuan.
C. Konsep Penanganan Anak Jalanan oleh Kepolisian
1. Profil dan Fungsi Lembaga
Kepolisian merupakan instansi pemerintah yang bidang tugasnya berkaitan langsung
dengan keamanan dan ketertiban. Di setiap wilayah Indonesia terdapat polisi yang memiliki
kewenangan sesuai dengan wilayah kerjanya, Polsek, Polres, Poltabes, Polda, dan yang
paling besar atau paling luas wilayah kewenangannya adalah Mabes Polri. Kepolisian
memiliki tugas pokok dan fungsi mencakup penegakan hukum dan aturan perundang-
undangan serta penjagaan keamanan dan ketertiban, jadi masalah-masalah yang menjadi
tanggung jawab penuh Kepolisian adalah hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum
dan aturan perundang-undangan serta gangguan keamanan dan ketertiban umum. Sehingga
Kepolisian lebih memandang masalah sosial seperti anak jalanan sebagai fenomena

46
pelanggaran hukum dan gangguan terhadap ketentraman dan keamanan masyarakat serta
mengganggu ketertiban umum (Tursilarini, 2009). Oleh karena itu, dalam konteks
penanganan anak jalanan pihak Kepolisian hanya terlibat dalam kegiatan responsif atau
represif yaitu kegiatan razia dan bimbingan kedisiplinan. Selain itu fungsi Kepolisian dalam
penanganan permasalahan anak jalanan adalah sebagai back up jika instansi-instansi yang
concern terhadap permasalahan anak jalanan merasa tidak mampu dan membutuhkan
bantuan dari pihak Kepolisian.
2. Kebijakan dan Mekanisme Penanganan Anak Jalanan
Suatu kenyataan yang selalu mengemuka dalam setiap kegiatan penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal ini adalah anak jalanan, terdapat
perbedaan teknik pelaksanaan kegiatan operasional yang disebabkan oleh adanya
perbedaan kepentingan dan cara pandang masing-masing pihak terhadap suatu masalah
sosial (Andari, 2008).
Penanganan anak jalanan pada dasarnya merupakan tangung jawab dan kewajiban
dari pusat sampai daerah. Karena masalah anak jalanan adalah permasalahan yang secara
langsung dihadapi oleh kota dan masyarakat kota, maka di tingkat kabupaten/ kota
bertangung jawab dan kewajiban penanganan anak jalanan berada di tangan pemerintah
kota/kabupaten, termasuk penentuan strategi dan kebijakan serta pembuatan aturan
perundang-undangan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila terdapat perbedaan-
perbedaan dalam kebijakan dan mekanisme penanganan anak jalanan di berbagai kota
(Tursilarini, 2009).
Kepolisian sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki tugas pokok dan fungsi
mencakup penegakan hukum dan aturan perundang-undangan serta penjagaan keamanan
dan ketertiban, memandang fenomena anak jalanan sebagai salah satu bentuk pelanggaran
hukum, aturan perundang-undangan, dan gangguan terhadap ketenteraman, ketertiban,
serta keindahan kota. Sehingga tindakan penanganan yang dilakukan oleh Kepolisian hanya
jika terjadi pelanggaran yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kepolisian seperti yang telah
disebutkan di atas. Pelanggaran tersebut dapat berasal dari anak jalanan itu sendiri, maupun
anak jalan sebagai korban tindak kriminal atau pelanggaran norma hukum.
Di Yogyakarta keberadaan anak jalanan belum berada pada taraf yang
mengkhawatirkan, keberadaan anak jalanan juga tidak tersebar merata di setiap
perempatan. Berdasarkan observasi, keberadaan anak jalanan ada di perempatan Ring Road
terminal Giwangan, Perempatan Tegal Gendu (Indomaret Giwangan), Simpang Lima Menteri
Supeno-Batikan (Depan Politekes Permata Indonesia), perempatan Taman Siswa (Tungkak),

47
perempatan Gambiran-Veteran, pertigaan UIN, UKDW-BOPKRI, Perempatan Sudirman (Mc
Donald), Perempatan C. Simanjutak (Mirota-KFC), Gramedia, Janti Bawah, Perempatan Jalan
Kaliurang Km 5 (MM UGM), Tugu, Pom Bensin Sagan, Jokteng, Purawisata, dll. Diasumsikan
jumlahnya yang tidak terlalu banyak, maka permasalahannya juga tidak banyak dan
membahayakan, namun begitu menurut Kepolisian tetap ada permasalahan oleh anak
jalanan. Sebagai contoh : pada tahun 2007 terjadi pencurian besi penutup selokan di Jalan
Pramuka dan disinyalir pelakunya adalah anak jalanan yang profesinya sebagai pemulung,
(Wawancara dengan Ali Mashadi, Polsek Umbulharjo).
Bisa dikatakan permasalahan dan keberadaan anak jalanan di Kota Yogyakarta
belum terlalu mengkhawatirkan dan mengganngu ketertiban umum namun begitu
Kepolisian memiliki beberapa kebijakan, yang ditujukan untuk penanganan anak jalanan
pada khususnya dan orang terlantar pada umunya, karena menurut Kepolisian
permasalahan tersebut memiliki banyak kesamaan (Berdasarkan wawancara dengan
Purwanto, Poltabes Yogyakarta), beberapa kebijakan tersebut adalah :
a. Membuat surat rekomendasi untuk anak jalanan yang ditujukan kepada Dinas Sosial.
Surat rekomendasi yang dimaksud disini adalah, jika anak jalanan memerlukan bantuan,
seperti kesehatan, biaya pemulangan, keterampilan, rumah singgah dll, sesuai dengan
kebutuhan anak jalanan. Surat rekomendasi yang dibuat oleh Kepolisian ini akan terbit
jika ada permintaan langsung dari anak jalanan bersangkutan, syarat dan ketentuan
berlaku.
b. Memberikan bimbingan dan penyeluhan melalui bagian Bina Mitra Polisi.
Bimbingan yang diberikan adalah seputar ketertiban, kriminalitas, dsb. Hal ini dilakukan
untuk mengantisipasi tindak kriminal oleh anak jalanan dan terhadap anak jalanan.
Namun kegiatan ini kurang mendapat perhatian baik dari Kepolisian dan anak jalanan itu
sendiri.
c. Melakukan razia atau operasi gabungan dengan pemerintah kota dalam hal ini adalah
Sat Pol PP.
Razia atau operasi gabungan dilakukan jika wilayahnya terlalu luas dengan sasaran yang
terlalu banyak pula. Personel dan armada Kepolisian digerakkan jika personel dan
armada Sat Pol PP kurang atau tidak mampu mengendalikan razia. Selain membantu
dalam razia, Polisi juga melakukan back up jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang
membahayakan, semua pihak. Namun begitu razia atau operasi gabungan ini jarang
sekali dilakukan, karena mengingat jumlah anak jalanan yang ada di kota Yogyakarta

48
tidaklah sebanyak kota-kota besar lainnya di Indonesia serta perilaku anak jalanan yang
ada dirasakan tidak atau belum mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
d. Memproses pelanggaran oleh anak jalanan dan terhadap anak jalanan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Pelanggaran hukum baik oleh anak jalanan maupun terhadap anak jalanan memang
jarang terjadi di Yogyakarta, hal ini dikarenakan kurangnya laporan dari masyarakat
sebagai saksi, dan anak jalanan sebagai korban sekaligus saksi. Banyak masyarakat
menaruh stigma negatif terhadap keberadaan anak jalanan, sehingga mereka cenderung
mengabaikan permasalahan anak jalanan. Walaupun begitu kepolisian memiliki
komitmen untuk tetap menjalankan prosedur penindakan terhadap segala bentuk
pelanggaran hukum yang sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang belaku
secara profesional.
Penanganan anak jalanan pada dasarnya belum merupakan agenda rutin Kepolisian
Kota Yogyakarta. Kegiatan penanganan cenderung masih bersifat insidental, terutama masih
menjawab munculnya permasalahan-permasalahan yang menyangkut gangguan terhadap
keamanan dan ketertiban kota sebagai dampak dari berkembangnya masalah anak jalanan.
Meskipun demikian kondisi ini tidak secara otomatis menghapus tugas lintas sektoral
Kepolisian dengan instansi terkait lainnya dalam rangka menangani permasalahan anak
jalanan. Polisi mengakui Bahwa permasalahan anak jalanan tidak dapat dilihat dan diatasi
dengan hanya penindakan secara hukum saja, harus ada upaya komprehesif dan holistik
untuk menangani permasalahan ini. Melalui mekanisme penanganan preventif, represif, dan
rehabilitatif serta berkelanjutan dengan mengedepankan kerjasama lintas sektoral, maka
permasalahan anak jalanan akan dapat segera diatasi dengan baik.
D. Observasi dan Wawancara Anak Jalanan dan Masyarakat
1. Hasil observasi anak jalanan yang berada dijalan sekitar pertigaan lampu lalulintas dekat
UIN Sunan Kalijaga
Observasi dilakukan pada hari Jumat, 14 Mei 2010 pukul 10.45 – 12.00 WIB. Tempat
yang menjadi tujuan observer adalah pertigaan lampu lalulintas dekat UIN Sunan kalijaga,
maksu dari observer melakukan observasi ditempat tersebut hanya dikarenakan observer
sudah sedikit memahami situasi di pertigaan lampu lalulintas tersebut.
Siang hari saat observer memulai melakukan observasi, jumlah anak jalanan yang
berada ditempat tersebut ada 3 orang, 2 anak laki – laki dan 1 orang anak perempuan selain
ketiga anak jalanan tersebut, terdapat pula seorang ibu perempuan yang berusia sekitar 40
tahunan dan beberapa penjual Koran. Dan juga ada satu orang pria berpakaian lusuh dan

49
sedikit dekil dengan rambut lumayan kusut mondar-mandir disekitar trotoar yang berada
didekat pos polisi dengan memegang alat yang biasa digunakan untuk mengamen, akan
tetapi selama observer melakukan observasi tidak terlihat aktivitas mengamen yang
dilakukan pria tersebut.
Kembali kepada 3 anak jalanan tadi, ketiga anak jalan yang siang itu berada dilokasi
observasi menempati tempat yang berbeda. Anak jalanan yang pertama berada dilampu
lalulintas diarah selatan jalan, anak tersebut berusia diatas 10 tahun dengan memkai topi
dan berpakaian agak lusuh. Anak jalanan yang kedua (anak perempuan) berada ditrotoar
jalan sebelah barat dari pos polisi yang berada disana, ia hanya duduk dan tidak melakukan
aktivitas selain menyerut es bungkusannya. Sedangkan anak jalanan yang ketiga berada
dijalan sebelah timur, anak ini berusia dibawah 10 tahun dan pakaiannya lebih bersih
dibandingkan anak jalanan yang pertama tadi. Bila lampu merah anak tersebut akan
meminta – minta dan bila lampu hijau ia duduk dipembatas jalan yang berada dtengah jalan.
Akan tetapi sesekali ia menyebrang jalan menuju trotoar tempat anak jalanan kedua duduk.
Aktivitas yang dilakukan anak jalanan selama observer melakukan observasi
cenderung sama antara satu dengan yang lain. Bila lampu berwarna merah mereka akan
mendekati kendaraan yang berhenti dan meminta –minta sambil memasang wajah
memelas. Mereka berdua akan diam cukup lama didepan kendaraan sebelum pengendara
memberi mereka uang atau menolak mereka. Kegiatan tersebut yang mereka lakukan
berulang kali dan tidak terlihat ada pergantian orang disana. Selama observasi dilakukan
tidak ada penjumlahan atau pengurangan dari anak jalanan yang berada dipertigaan
tersebut. Cara mereka meminta pun cenderung sama dan tidak jauh berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
2. Hasil wawancara dengan masyarakat disekitar pertigaan lampu lalulintas dekat UIN Sunan
Kalijaga
Wawancara dilakukan selama observasi terhadap anak jalanan berlangsung.
Wawancara yang pertama dilakukan dengan seorang pedagang angkringan yang berada
disekitar lokasi observasi, pedagang angkringan tersebut bernama Pak Pandu, beliau
berjualan disana sekitar satu tahun. Menurut Pak Pandu anak jalanan yang berada disekitar
lampu lalulintas tersebut tinggal tidak jauh dari tempat mereka mangkal, dan sebagian dari
mereka ada yang bersekolah dan ada yang tidak, jumlah mereka tidak lebih dari lima orang.
Biasanya setelah pulang sekolah mereka langsung bermain dijalanan, meminta – minta
setahu Pak Pandu tidak ada yang mengkoordinir mereka, hanya Pak Pandu berpendapat

50
bahwa itu sebatas mengisi waktu luang mereka dan sekaligus diminta oleh orang tua mereka
untuk meminta – minta atau mengamen.
Selama Pak Pandu berjualan disana ia tidak melihat tindak kriminal yang dilakukan
oleh anak jalanan tersebut, jika mengganggu ketertiban umum Pak Pandu mengiakan, sebab
ia berkata sangat berbahaya bila seorang anak dibiarkan berada dijalanan seperti itu. Senada
dengan pendapat Pak Pandu, wawancara kedua yang dilakukan dengan seorang penjual
bensin eceran dan kios kecil yang berada tidak jauh dari pedagang angkringan tersebut
mengatakan hal yang sama dengan Pak Pandu. Beliau bernama Pak Bejo yang sudah
berjualan didaerah lampu lalu lintas sejak 10 tahun yang lalu. Pak Bejo berpendapat bahwa
ia tidak senang melihat anak – anak berada dijalanan sebab sangat berbahaya membiarkan
anak- anak hidup dijalanan selain itu bila untuk mencari uang lebih baik orang tuanya saja
yang mengamen atau mengemis jangan menyuruh anaknya dan bila ada penertiban anak –
anak tersebut akan kembali lagi kejalanan sebab mereka sudah terbiasa hidup dijalanan. Pak
Bejo juga mengatakan kalau di sana tidak ada yang mengkoordinir sebab anak – anak
tersebut tinggal disekitar pertigaan lampu lalulintas.
Dari hasil wawancara dengan Pak Pandu dan Pak Bejo ada dua kesamaan yang
mendasari mereka berdua, yaitu mereka menginginkan sebaiknya anak jalanan itu diberikan
tempat atau kegiatan untuk mengisi waktu bermain mereka selain itu jika diminta untuk
mencari uang lebih baik orang tuanya saja yang melakukan hal tersebut jangan
mempekerjakan anak mereka. Dan mengenai larangan pemberian uang pada anak jalanan
baik Pak Pandu ataupun Pak Bejo sama sekali tidak mengetahui hal tersebut kecuali perda
yang sudah berlaku di Jakarta.
Selain melakukan wawancara dengan masyarakat, kami juga melakukan wawancara
dengan polisi yang menjaga di pos polisi yang berada dipertigaan tersebut. Kami meminta
pendapat polisi tersebut mengenai anak jalanan yang berada didisekitar pos. polisi tersebut
menjelaskan dengan melihat dua aspek, yaitu dari segi social dan hukum. Menurut polisi
tersebut anak jalanan tersebut berada disekitar lampu lalulintas dengan meminta – minta
atau mengamen untuk mencari makan, walaupun cara yang mereka lakukan salah dan
mengganggu ketertiban umum dan kelancaran lalulintas, selain itu sangat membahayakan
diri mereka sendiri. Tetapi polisi yang menjaga di pertigaan tersebut tidak bisa melakukan
apa – apa selain hanya sebatas menegur dan menghimbau kalau jangan mengganggu
ketertiban disini, sebab untuk mengurusi anak jalanan adalah tugas dari Satpol PP dan bila
dari Satpol PP meminta bantuan pada polisi, barulah polisi akan bertindak atau bila tidak

51
anak jalanan tersebut melakukan suatu tindakan criminal disana polisilah yang berwenang
melakukan tindakan tegas.
Ketika diminta pendapat tentang peraturan yang melarang pemberian uang ke anak
jalanan, polisi tersebut berkata bahwa itu adalah perda bukan undang – undang dan baru
sebatas himbauan. Kalau dikota polisi tersebut menegaskan belum ada peraturan semacam
itu. Tetapi kalau memang ada mungkin bisa mengurangi jumlah anak jalana di sini seperti di
Jakarta, tambah polisi tersebut.
E. Studi Kasus
1. Laporan Studi Kasus
a. Identitas Subjek
Nama : Hendry
Jenis Kelamin : Pria
Usia : 20 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pengamen
Status : Belum Nikah
Anak Ke : Ketiga dari 4 bersaudara
Alamat : Jogja
b. Permasalahan
Permasalahan yang dialami subjek pada dasarnya bersumber dari kondiri keluarga
subjek yang tergolong kurang mampu, hal ini mengakibatkan kondiri keluarga yang
berantakan dan memunculkan peluang untuk keluar rumah. Selain dari faktor keluarga,
dari faktor fisik pun menjadikan subjek untuk turun kejalan untuk mengamen.
c. Dasar Teori
1) Anak Jalanan
Definisi anak jalanan menurut Pusdatin Kementerian Sosial RI adalah anak yang
berusia antara 5 tahun sampai dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-
tempat umum. Anak jalanan ada yang masih memiliki keluarga (ikatan keluarga),
namun ada juga yang sudah terpisah dengan keluarga, dan sebagian besar
waktunya dihabiskan di jalanan (Andari, 2006).

52
2) Ciri-ciri anak jalanan
Secara umum ciri-ciri anak jalanan yang biasa terdapat di sekitar perkotaan,
memiliki kesamaan (Andari, 2006), antara lain :

a) Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat-tempat


hiburan selama 3 sampai dengan 24 jam sehari.

b) Berpendidikan rendah (kebanyakan sudah putus sekolah, dan sedikit sekali yang
berpendidikan tamat SD).

c) Berasal dari keluarga tidak mampu (kebanyakan berasal dari kaum urban, dan
beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).

d) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal).

3) Faktor penyebab menjadi anak jalanan

Menurut Makmur Sanusi 1996 dalam Syani, - , mengungkapkan beberapa faktor


yang menjadi pendorong munculnya anak jalanan khususnya di Indonesia adalah:
a) Lingkungan anak tersebut.
Dalam hal ini lingkungan dan kondisi kehidupan keluarga merupakan penyebab
utama timbulnya masalah kenakalan remaja dan kaburnya anak dari rumah.
Umumnya anak jalanan ini hidup didaerah-daerah kumuh, yang ditandai :
 Tidak adanya tempat untuk anak-anak bermain dan menikmati masa kanak-
kanaknya;
 Perumahan yang sempit dan tidak sesuai untuk tempat tinggal manusia;
 Tersedianya fasilitas yang tidak mendidik untuk anak-anak sebagai dasar
pendidikan dan kebutuhan sosial mereka.
b) Status sosial ekonomi keluarga yaitu faktor kemiskinan
c) Faktor kekerasan dalam keluarga dan keretakan hubungan dalam kehidupan
rumah tangga orang tua.
d. TUJUAN
Tujuan Penggalian Data :
1) Untuk mengetahui kondisi subjek
2) Kesibukan subjek tiap hari
3) Apa yang subjek alami secara mendalam
4) Apa keinginan subjek saat ini

53
3. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

No Tanggal Kegiatan Pengumpulan Data Intervieewee/ Observee


1 1 4 Mei 2010 Wawancara Hendry

4. HASIL PENGUMPULAN DATA


Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan subjek pada tanggal 14 mei
2010, peneliti dapat mengambil informasi secara langsung bahwa asal mula subjek turun ke
jalan ini dikarenakan kondisi keluarga subjek yang tergolong keluarga kurang mampu. Dari
faktor ini lah yang menjadikan faktor-faktor lainnya muncul. Mulai dari kasih sayang dan
keharmonisan dalam keluarga subjek, dan rasa tidak peduli dengan saudara subjek sendiri.
Selain hal tersebut, kondisi fisik subjek yang mempunyai kelemahan dalam
penglihatannya menjadikan subjek putus asa dan memilih untuk ikut teman-temannya
mengamen di jalan. Subjek memiliki keterbatasan penglihatan. Sehingga untuk membaca
sulit dilakukan. Subjek merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Namun kakak-kakak
subjek tidak diketahui kemana perginya. Kebiasaan subjek tiap harinya yaitu bekerja sebagai
pengamen. Subjek biasa berangkat ke tempat kerjanya sekitar jam Sembilan pagi sampai
jam empat sore. Namun hal ini tidak temasuk kalau hari sedang hujan.
Penghasilan yang didapatkan subjek setiap harinya rata-rata 50 ribu. Dari uang ini
biasanya subjek gunakan untuk membeli rokok, makan dan kadang kalau subjek mengalami
masalah yang rumit atau sedang stress, subjek membeli minuman keras dengan teman-
temannya, selain itu kadang-kadang uang dari penghasilan subjek ini diberikan untuk
ibunya.Subjek pernah menempuh pendidikan sampai dengan sekolah menengah pertama
(SMP), namun setelah keluar dari sekolah, subjek tidak melanjutkan sekolahnya karena
faktor ekonomi dan kondisi fisik subjek.
Dalam diri subjek, subjek sebenarnya menginginkan hidup seperti anak-anak lainnya.
Dalam keluarga yang harmonis, bisa ssekolah dan hidup biasa, namun kondisi subjek yang
seperti inilah yang membuat subjek juga seperti ini. Ketika subjek ditanya mengenai sosok
seorang cewek, subjek sebenarnya juga ingin untuk mempunyai cewek, namun kondisi
subjek juga lah yang membuat subjek merasa minder dan tahu diri.
Ketika peneliti memperdalam pertanyaan mengenai perasaan subek dan pandangan
subjek ke depan, subjek nampak menunjukkan bahwa yang ditanyakan subjek itu tidak
menyenangkan bagi diri subjek.

54
5. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Subjek merupakan anak jalanan yang terjun ke jalan dikarenakan kondisi keluarga
subjek yang kurang mampu. Selain hal tersebut subjek juga dikarenakan kondisi keluarga
yang kurang harmonis dan keadaan fisik subjek yang kurang dalam penglihatannya. Subjek
berada di jalalan muali jam Sembilan pagi sampai jam empat sore. Hal ini dapat digolongkan
menjadi anak jalanan karena subjek berada di jalan melebihi dari empat jam untuk bekerja
dan selebihnya untuk nongkrong. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa anak jalanan
mempunyai cirri diantaranya yaitu berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan
tempat-tempat hiburan selama 3 sampai dengan 24 jam sehari (Andari, 2006).
Selain itu subjek merupakan anak yang berasal dari keluarga tidak mampu
(kebanyakan berasal dari kaum urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).
Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal). Berpendidikan
rendah (kebanyakan sudah putus sekolah, dan sedikit sekali yang berpendidikan tamat SD)
(Andari, 2006). Hal ini sesuai dengan kondisi yang dialami subjek sekarang ini.
6. KESIMPULAN
Subjek turun ke jalan ini dikarenakan kondisi keluarga subjek yang tergolong
keluarga kurang mampu. Selain hal tersebut, kondisi fisik subjek yang mempunyai
kelemahan dalam penglihatannya menjadikan subjek putus asa dan memilih untuk ikut
teman-temannya mengamen di jalan. Subjek memiliki keterbatasan penglihatan. Kebiasaan
subjek tiap harinya yaitu bekerja sebagai pengamen. Subjek biasa berangkat ke tempat
kerjanya sekitar jam Sembilan pagi sampai jam empat sore. Penghasilan yang didapatkan
subjek setiap harinya rata-rata 50 ribu. Uang ini biasanya subjek gunakan untuk membeli
rokok, makan dan kadang kalau subjek mengalami masalah yang rumit atau sedang stress,
subjek membeli minuman keras dengan teman-temannya, selain itu kadang-kadang uang
dari penghasilan subjek ini diberikan untuk ibunya.
Subjek sebenarnya menginginkan hidup seperti anak-anak lainnya. Dalam keluarga
yang harmonis, bisa sekolah dan hidup biasa, namun kondisi subjek yang seperti inilah yang
membuat subjek juga seperti ini. Ketika subjek ditanya mengenai sosok seorang cewek,
subjek sebenarnya juga ingin untuk mempunyai cewek, namun kondisi subjek juga lah yang
membuat subjek merasa minder dan tahu diri.

55
BAB V

REKOMENDASI

Berdasarkan riset yang telah kami lakukan selama ini, diketahui bahwa permasalahan anak
jalanan merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang sangat kompleks, karena banyak hal yang
menjadikan permasalahan tersebut selalu muncul dan terus muncul setiap saat. Oleh karena itu
diperlukan pemecahan masalah yang melibatkan berbagai pihak terkait, sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing. Permasalahan anak jalanan tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu
metode dengan satu instansi. Namun pemecahan tersebut membutuhkan banyak bantuan atau
kerja sama dengan banyak instansi. Sehingga diperlukan sinergi di antara instansi-instansi yang
concern terhadap permasalahan anak jalanan.
Bentuk penanganan yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah dan yayasan sudah
terjadi sinergi diantara keduanya. Namun dirasa masih belum menyentuh kepada, permasalahan
yang sebenarnya, yang pada akhirnya menjadikan anak jalanan kembali turun ke jalanan. Hal ini
terjadi karena kurangnya tindak lanjut dari pemerintah atau yayasan mengenai program yang telah
dibuat. Maka dari itu memberikan rekomendasi, menindak lanjuti penanganan permasalahan anak
jalanan dengan cara :
1. Membuka lapangan kerja baru, program padat karya. Dana pembukaan lapangan kerja ini
diperoleh dari alokasi anggaran pemerintah yang awalnya diberikan secara tunai, dan dari
anggaran donatur lainnya.
2. Mengharapkan kerjasama dengan masyarakat untuk tidak memberikan bantuan tunai kepada
anak jalanan. Supaya bantuan tunai yang diberikan dapat dialihkan untuk pembukaan program
lapangan kerja baru, serta menjadikan anak jalanan bosan di jalan.
3. Menegaskan peraturan perundang-undangan yang telah disepakati bersama.

56
DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. (2006). Pengkajian Berbagai Tindak Kekerasan dan Upaya Perlindungan Anak Jalanan.
Yogyakarta: Departemen Sosial RI, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial,
B2P3KS.

_____. (2008). Permasalahan Anak Jalanan di Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol.
VII, No. 24, 34 – 45.

Ardi, M. (2009). Kekerasan pada Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, Islam dalam
Tinjauan Psikologi dan Pengaruhnya dalam Persiapan Generasi Muslim. Fakultas Psikologi UIN
Suska Riau. Diunduh dari http://www.psychologymania.co.cc

Chudori, Y. (2007). Sikap Islam Terhadap Anak Jalanan. Diunduh dari www.syirah.com Berita dan
Informasi Keislamanan Online.

Juwartini, W. (2004). Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus Anak Jalanan di
Komplek Tugu Muda Semarang). Skripsi. Semarang : Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang.

Rosdalina. (2007). Aspek Keperdataan Perlindungan Hukukm Terhadap Anak Jalanan. Jurnal Iqra’.
Vol. 4, 67-80.

Sukoco, Bambang. (2008). Anak Jalanan Dan Hukum Pidana Sebuah Tinjauan Terhadap Fenomena
Kriminalitas Anak Jalanan Di Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Surjono, G. (2008). Model Kebijakan Makro Pengentasan Anak Jalanan. Jurnal Penelitian
Kesejahteraan Sosial. Vol. VII, No. 25, 3-16.

Padmiati, E. (2009). Peran Pekerja Sosial dalam Pelayanan Sosial Anak Nakal di Panti Sosial Marsudi
Putra (PSMP) Antasena Magelang. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol. VIII, No. 27, 24-
44.

Setiawan, Y.. (2004). Fenomena Anak Jalanan. Diunduh dari http://indonesia.heartnsouls.com

Syani, A. (tanpa tahun). Solusi Sosiologis Penanganan Anak Jalanan di Lampung. -

Tauran. (2000). Studi Profil Anak Jalanan Sebagai Upaya Perumusan Model Kebijakan
Penanggulangannya. Jurnal Administrasi Negara. Vol. I, No. 1, 88-101.

57
Taufik, R. (2007). Kehidupan Anak-anak Jalanan Sebagai Inspirasi dalam Seni Lukis. Proyek Studi.
Semarang : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Tursilarini, T., Y., Warto & Andayani L. (2009). Kajian Model Penanganan Gelandangan dan Pengemis.
Executive Summary. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial
RI dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

58

Você também pode gostar