Você está na página 1de 26

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/313851748

KE (TIDAK) PATUHAN WAJIB PAJAK: POTRET


SELF ASSESSMENT SYSTEM

Article · February 2017


DOI: 10.24034/j25485024.y2016.v20.i3.1803

CITATIONS READS

0 521

1 author:

Erlina Diamastuti
Universitas International semen indonesia
6 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Erlina Diamastuti on 01 March 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393
Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

KE (TIDAK) PATUHAN WAJIB PAJAK:


POTRET SELF ASSESSMENT SYSTEM

Erlina Diamastuti
erlina.diamastuti@uisi.ac.id
Universitas Internasional Semen Indonesia

ABSRACT

This study aims to interpretation the behavior of tax payers in carrying out his tax liability.x As we all know the
tax system in Indonesia adheres to the self assessment system. In this system the government entrust all
calculation, payment and reporting of tax payable on tax payers. As a result of various behaviors appear to express
this practice of self assessment system The study used a non-positivistic with decriptive approche to observe
phenomena that exist in the practice of taxation. The main source of data in this study are the words and actions
derived from key informant as much as 5 of the 20 informants. The results of this study show that the first, self-
assessment system led to the emergence of behavioral tax avoidance, tax evasion and tax arrearage. Second, self-
assessment system requires an awareness not of necessity in creating a compliance and noncompliance WP led the
government last act of hostage (Gijzeling)

Key words: tax obligations, the self assessment system, tax payers compliance, gijzeling

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk mengintrepretasikan perilaku WP dalam menjalankan kewajiban pajaknya.
Seperti diketahui sistem perpajakan di Indonesia menganut self assesment system. Dalam sistem ini
pemerintah mempercayakan semua penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak yang terutang
pada WP. Akibatnya berbagai perilaku muncul untuk mengekspresikan praktik self assesment system ini.
Studi ini menggunakan non positivistik dengan pendekatan diskriptif untuk meneropong fenomena
yang ada di dalam praktik perpajakan. Sumber data paling utama dalam studi ini adalah kata-kata dan
tindakan yang diperoleh dari informan kunci sebanyak 5 orang dari 20 informan yang ada. Hasil studi
ini menunjukkan bahwa pertama, sistem self assessment menyebabkan munculnya perilaku tax
avoidance, tax evasion dan tax arrearage. Kedua, self assessment system membutuhkan sebuah kesadaran
bukan keterpaksaan dalam menciptakan sebuah kepatuhan dan ketidakpatuhan WP menyebabkan
pemerintah melakukan tindakan penyanderaan (Gijzeling).

Kata kunci: kewajiban pajak, self assesment system, kepatuhan wajib pajak, gijzeling

PENDAHULUAN sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku


Dalam rangka meningkatkan penerima- (Hutagaol, 2007). Artinya, pemerintah sa-
an pajak, pada tahun 1984 pemerintah telah ngat percaya bahwa masyarakat sebagai WP
melakukan reformasi terhadap sistem per- bertindak jujur dalam melakukan peng-
pajakan Indonesia. Salah satunya, perubah- hitungan pajak terutangnya.
an sistem pelaksanaan pemungutan pajak, Seluruh kewajiban yang dibebankan
yakni diterapkannya self assesment system oleh pemerintah kepada setiap WP semua-
menggantikan official assesment system. Self nya harus dilakukan sendiri dengan penuh
assessment system adalah sistem di mana kesadaran. Kewajiban sebagaimana dimak-
Wajib Pajak (selanjutnya disingkat dengan sud undang-undang adalah kewajiban WP
WP) diberi kepercayaan penuh oleh pe- untuk mendaftarkan dirinya untuk mem-
merintah untuk menghitung, membayar, peroleh NPWP, mengambil sendiri formulir
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang SPT, mengisi dengan lengkap jelas dan benar
280
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 281

SPT tersebut, menghitung sendiri pajak Fenomena di atas menunjukkan bahwa


terutang dengan jujur, mengadakan pem- antara aturan dengan tingkat kepatuhan WP
bukuan, memperlihatkan pembukuan dan masih terdapat kesenjangan yang cukup
data lainya serta membayar pajak tersebut tinggi. Fenomena ini dibuktikan dengan data
tepat pada waktunya, sedangkan kewajiban dari DJP pada tahun 2014 yang menyatakan
pemerintah adalah melakukan pembinaan, bahwa pada tahun 2014 hanya 10,8 juta WP
penelitian dan pengawasan pelaksanaan yang melaporkan SPT, di mana seharusnya
kewajiban perpajakan WP berdasarkan KUP 18,4 juta WP dan tidak lebih dari 900 ribu WP
Penggunaan sistem self assessment system dengan status SPT kurang bayar. Dan pada
memang menuntut WP untuk aktif dalam tahun 2015, kondisi ini tidak berubah, yang
melaksanakan kewajiban maupun hak per- dibuktikan dengan target penerimaan pajak
pajakannya. Harahap (2004) menyatakan yang terealisasi hanya sekitar 81% (www.
bahwa dianutnya self assessment system pajak.go.id). Hal ini tentu menjadi dilema
membawa misi dan konsekuensi perubahan bagi pemerintah, karena pajak merupakan
sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk sumber dana untuk pembangunan di Ne-
membayar pajak secara sukarela (voluntary gara Indonesia. Pendapatan pajak yang sehat
compliance). Kepatuhan memenuhi kewajib- akan mendorong kemandirian pembiayaan
an perpajakan secara sukarela merupakan pemerintahan dan pembangunan, yang pa-
tulang punggung self assessment system da gilirannya akan mampu menyehatkan
(Choong dan Lai, 2009). Dengan kata lain, iklim usaha karena penanggung pajak akan
penetapan sistem self assessment diharap- membiayai fasilitas publik yang besar,
kan mampu meningkatkan kepatuhan sebesar manfaat yang telah diterima WP.
perpajakan. Kesenjangan antara tingkat kesadaran
Praktik self assessmet system dalam dan kepatuhan WP dengan target pajak yang
beberapa kajian ternyata mempunyai dam- ditetapkan oleh pemerintah guna mem-
pak terhadap pelaksanaan pemungutan biayai pembangunan di Indonesia me-
pajak di Indonesia (Tarjo dan Kusumawati, nyebabkan pemerintah harus memutar otak.
2006; Trisnayanti dan Jati, 2015). Menurut Hal ini tentunya membuat pemerintah harus
Tarjo dan Kusumawati (2006), self assessment mengaitkan dengan kewajiban menghitung
system memiliki banyak kekurangan yang utang dengan pajak dan penegakan hukum.
berkaitan dengan pemberian kepercayaan Upaya membangun penegakan hukum
pada wajib pajak untuk menghitung, mem- pajak yang konsisten merupakan salah satu
perhitungkan, membayar, dan melaporkan cara agar ketentuan hukum perpajakan
sendiri pajak terutang, yang di dalam dapat ditaati dan dipatuhi oleh WP.
praktiknya sulit berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, bahkan disalahgunakan (Tarjo Pertanyaan Penelitian
dan Indrawati, 2006), sedangkan Akbar, Fenomena kesenjangan antara kewajib-
Atmanto dan Jauhari (2015) menyatakan an WP dalam praktik self assessment system
keberhasilan self assessment system ini tidak dengan target pajak yang ditetapkan oleh
dapat tercapai tanpa terwujudnya kesadaran pemerintah menyebabkan sebuah gap yang
dan kejujuran dari masyarakat khususnya cukup signifikan. Menyikapi fenomena ini
wajib pajak, untuk melaksanakan kewajiban maka pertanyaan dalam studi ini adalah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Arti- Bagaimana praktik self assessment system
nya, dari beberapa kajian tersebut mem- yang dijalankan oleh WP di Surabaya.
buktikan bahwa praktik sistem self assessment
yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat JELAJAH PAJAK
ini belum secara maksimal dapat terlaksana Meraih Asa bersama Pajak Indonesia
sesuai dengan target pajak yang ditentukan. Keberhasilan suatu bangsa dalam pem-
bangunan nasional sangat ditentukan oleh
282 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

kemampuan bangsa untuk dapat memaju- secara merata. Fungsi–fungsi tersebut adalah
kan kesejahteraan masyarakat. Salah satu budgeter/finansial yang memberikan masuk-
usaha untuk mencapai keberhasilan adalah an uang sebanyak-banyaknya ke kas negara
melalui pajak. Pajak adalah sebagian harta dan fungsi reguler/mengatur bahwa pajak
kekayaan dari masyarakat yang berdasar- sebagai alat untuk mengatur masyarakat
kan Undang-Undang 1945, wajib diberikan baik dalam bidang ekonomi maupun politik
oleh rakyat kepada negara tanpa mendapat (Suandy, 2002).
kontra prestasi secara individual dan lang- Realitas dari fungsi pajak sebagai bud-
sung dari negara. geter adalah wujud dari penerimaan pada
Beberapa ahli perpajakan menyatakan kas Negara. Berdasarkan catatan DJP hingga
bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas 31 Juli 2015 (www.pajak.go.id), realisasi
negara berdasarkan undang-undang (yang penerimaan pajak mencapai Rp 531,114
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat triliun. Dari target penerimaan pajak yang
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp
dapat ditunjukkan dan yang digunakan un- 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak
tuk membayar pengeluaran umum (Sumitro mencapai 41,04%. Jika dibandingkan dengan
dalam Mardiasmo, 2008). Berdasarkan per- periode yang sama di tahun 2014, realisasi
nyataan tersebut sangatlah jelas bahwa pajak penerimaan pajak di tahun 2015 ini me-
adalah suatu aktivitas pembayaran yang ngalami pertumbuhan yang cukup baik di
dipaksakan oleh negara dan bersifat wajib sektor tertentu, namun juga mengalami pe-
bagi setiap warga negara yang telah mem- nurunan pertumbuhan di sektor lainnya.
punyai kriteria sebagai WP. Tidak ada suatu Pertumbuhan signifikan dicatat dari PPh
alasan atau pengingkaran yang dapat di- Pasal 25/29 Orang Pribadi yakni 24,93%,
amini oleh negara dalam hal ketidaktaatan atau sebesar Rp 3,853 triliun dibandingkan
dalam pembayaran pajaknya. Hal ini harus periode yang sama di 2014 sebesar Rp 3,084
dilakukan karena pajak adalah roh bagi triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh ting-
kelangsungan hidup sebuah negara. ginya pelunasan SKP yang merupakan hasil
Sebagai roh yang memberi kehidupan dari keberhasilan deterrent effect penegakan
bagi kelangsungan suatu negara, tentunya hukum khususnya pencegahan ke luar
sektor pajak perlu mendapat perhatian yang negeri dan penyanderaan (gijzeling) WP.
istimewa dari pemerintah sebagai pe- Berikut Pernyataan dari salah satu pejabat
nyelenggara negara. Slamet dan Jurdy (2005) KPP di Surabaya berkaitan dengan hal ini:
menyatakan: “Hingga 26 Juni 2015, menurut data dari
“Pajak telah berfungsi sebagai sumber dana pusat DJP telah memproses 329 usulan pen-
bagi pemerintah untuk membiayai penge- cegahan dan 29 usulan penyanderaan ter-
luaran-pengeluarannya. Salah satu pem- hadap penanggung pajak. Dari pelaksanaan
biayaan negara yang penting dalam hal ini pencegahan tersebut, DJP dapat mencairkan
adalah pembangunan sosial kemanusiaan, utang pajak sebesar Rp 15,75 miliar dari 17
selain pembiayaan lainnya. Dalam teori penanggung pajak, sedangkan dari pelaksana-
negara bahwa negara melakukan fungsinya an penagihan, DJP dapat mencairkan utang
untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak pajak sebesar Rp 11,52 miliar dari 13 pe-
untuk kepentingan pribadi.” nanggung pajak yang sebelumnya disandera
Artinya pajak merupakan salah satu dan telah dilepaskan”
cara untuk membiayai seluruh pembangun- Berdasarkan pernyataan di atas, me-
an di Negara Indonesia yang digunakan nunjukkan bahwa pajak adalah primadona
untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam bagi pendapatan Negara. Pendapatan pajak
kaitannya dengan pembangunan dan ke- yang sehat mendorong kemandirian pem-
sejahteraan, pajak memiliki fungsi-fungsi biayaan pemerintahan dan pembangunan,
yang dapat dipakai untuk menunjang ter- yang pada gilirannya mampu menyehatkan
capainya suatu masyarakat adil dan makmur iklim usaha karena penanggung pajak
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 283

membiayai fasilitas-fasilitas publik yang Self Assessment System sebagai Pilar Pajak
besar, sebesar manfaat yang telah diterima Indonesia
penanggung pajak. Berdasarkan sekelumit deskripsi ten-
Untuk memenuhi realisasi penerimaan tang pajak dalam studi ini yang men-
atau pendapatan pajak dibutuhkan sebuah justifikasi bahwa self assessment system me-
kerjasama antara pemerintah dan masya- rupakan sistem pemungutan yang mem-
rakat. Tanpa kerjasama, maka tujuan ter- butuhkan sebuah kesadaran dan kepatuhan
capainya kesejahteraan bagi masyarakat akan pentingnya pajak bagi kelangsungan
hanya mimpi belaka. Untuk itu, dibutuhkan Negara Indoneia. Seperti kita ketahui self
adanya kepatuhan terhadap aturan per- assessmet system adalah sistem pemungutan
pajakan di Indonesia. Kepatuhan tersebut pajak yang lebih mengedepankan ke-
adalah tindak lanjut dari definisi pajak percayaan yang diberikan kepada masya-
sebagai iuran yang dipaksakan dan diatur rakat untuk menghitung pajaknya. Hal ini
dalam undang-undang negara yang bersifat dilakukan karena cara menghitung pajak
tidak langsung dan dipergunakan untuk terhutang sendiri memang menjadi salah
kesejahteraan masyarakat. satu kendala dalam sistem pemungutan
Rendahnya tingkat kepatuhan pajak di pajak di Indonesia.
Indonesia akan menghilangkan potensi pen- Pada awal tahun 1984, sejak dimulainya
dapatan Negara. Di mana apabila tingkat tax reform, sistem perpajakan di Indonesia
kepatuhan pembayaran pajak oleh masya- berubah dari official assessment system men-
rakat rendah maka pajak sebagai sumber jadi self assessment system.Tax reform perlu
pendapatan Negara akan mengalami pe- dilakukan pada saat itu karena tata cara dan
nurunan yang drastis. Penurunan pendapat- penyelenggaraan perpajakan dianggap tidak
an Negara secara signifikan akan berakibat dikelola dengan baik. Dalam official asses-
fatal bagi Indonesia sebagai Negara ber- sment system tanggung jawab pemungutan
kembang, di mana Negara yang berada terletak sepenuhnya pada penguasa pe-
dalam goncangan tidak dapat melaksanakan merintah, sedangkan dalam self assessment
fungsi negaranya dengan baik. Saat di mana system, WP diberi kepercayaan penuh untuk
Negara tidak dapat menjalankan fungsinya menghitung, memperhitungkan, membayar
dengan baik maka kesejahteraan masyarakat /menyetor dan melaporkan besarnya pajak
akan terancam. Untuk itu, dibutuhkan se- yang terhutang sesuai dengan jangka waktu
buah kepatuhan yang terlahir dari kesadaran yang telah ditentukan dalam peraturan
diri dan bersifat sukarela. perundang-undangan perpajakan seperti
Kepatuhan dari WP memang dapat di- yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan
gunakan sebagai salah satu indikator ke- (SPT), kemudian menyetor kewajiban per-
berhasilan self assessment system. Asumsi pajakannya.
pelaksanaan self assessment system adalah WP Menurut Tarjo dan Kusumawati (2006),
secara sadar dan sukarela mau untuk meng- jiwa dari self assessment system adalah
hitung, melapor dan membayarkan pajak pemerintah yang memberi kepercayaan ke-
terutangnya secara mandiri. Dengan asumsi pada WP untuk menghitung dan me-
ini maka dapat dikatakan bahwa Negara netapkan sendiri besarnya kewajiban pajak
sangat percaya bahwa masyarakat sebagai yang harus dibayar WP. Untuk itu per-
WP adalah masyarakat yang jujur dan taat hitungan besarnya pajak ini harus diakui
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan- kebenarannya sebelum Dirjen Pajak dapat
nya, namun apakah benar, masyarakat membuktikan yang sebaliknya, karena di
Indonesia melakukan semuanya sesuai de- dalam asas self assessment system ada unsur
ngan harapan pemerintah saat ini. pendelegasian wewenang oleh Dirjen Pajak,
maka sebagai konsekuensinya Dirjen Pajak
284 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

harus menciptakan sistem kontrol secara dilakukan nampak bahwa belum semua
memadai, sebab pendelegasian wewenang potensi pajak dapat digali. Sebab masih
tanpa kontrol akan mengakibatkan timbul- banyak WP yang belum memiliki kesadaran
nya penyalahgunaan wewenang. Untuk akan betapa pentingnya pemenuhan ke-
lebih jelasnya berikut ini penulis tampilkan wajiban perpajakan baik bagi negara mau-
perbedaan antara self assessment system pun bagi mereka sendiri sebagai warga
dengan official assessment system. negara yang baik.
Sistem self assessment system memang
Tabel 1 sangatlah mudah bagi pihak fiskus, karena
Perbedaan Official Assessment dan Self fiskus tidak membutuhkan waktu yang
Assessment System panjang untuk menghitung pajak terutang
dari setiap WP. Di samping itu, sistem self
Keterangan Official Self
assessment system juga dapat meminimalisir
Assessment Assessment
kegiatan transaksional antara WP dengan
System System
Fiskus, namun dari sisi WP ternyata sistem
Wewenang Besarnya Besarnya
ini tetap mempunyai kelemahan. Alih-alih
menentukan pajak pajak
mereka menjadi patuh yang ada mereka
pajak terutang terutang
bahkan bisa memanipulasi pajak terutang-
terutang ditentukan ditentukan
nya (tax evasion).
oleh fiskus oleh WP
Berdasarkan tahap orientasi awal yang
Peran WP WP bersifat WP bersifat
dilakukan dalam studi ini, penulis melihat
pasif pasif
bahwa masih banyak ketidakpatuhan yang
Peran Fiskus Fiskus Fiskus
dilakukan oleh WP karena sistem self asses-
bertindak sebagai
sment system ini, pertama, masih banyaknya
aktif fasilitator
WP tidak mengetahui cara menghitung
Timbulnya Timbul Timbul
pajaknya sendiri meskipun mereka mem-
pajak karena karena UU
punyai penghasilan yang lumayan tinggi.
terutang surat dan karena
Mereka tahu bahwa ada kewajiban untuk
ketetapan perbuatan
membayar pajak tapi mereka pura-pura
pajak (SKP)
Sumber: Mardiasmo (2008)
tidak mau tau karena mereka bingung harus
menghitung dengan cara bagaimana. Infor-
Berdasarkan tabel 1 di atas, penulis men- masi ini juga didukung dengan penelitian
coba melakukan pendeskripsian awal dari dari Damayanti (2012) yang menyatakan
analisa yang telah dilakukan oleh Mardi- bahwa pada saat ini masih banyak dijumpai
asmo (2008). Dari tabel 1 di atas nampak WP yang belum paham akan kewajiban
bahwa WP diberikan kepercayaan penuh perpajakannya, seringkali mereka mengakui
oleh pemerintah untuk menghitung sendiri bahwa setelah mempunyai NPWP mereka
kewajiban perpajakannya. Keputusan ini tidak mengetahui konsekuensi setelahnya,
tentunya harus dibarengi dengan perilaku sehingga ketika keluar Surat Ketetapan Pajak
WP itu sendiri. Perilaku tersebut adalah (SKP) secara jabatan, Wajib Pajak tersebut
sebuah kesadaran dan kepatuhan untuk merasa keberatan karena merasa tidak ada
menjalankan kewajiban perpajakannya, se- sosialisasi sebelumnya.
hingga dapat ditarik benang merah semen- Kedua, dengan adanya self assessment
tara yaitu untuk menjalankan self assessment system, maka adanya tindakan tax evasion
system dengan baik sangat dituntut sebuah yang memang disengaja. Contohnya, marak-
kepatuhan dari WP itu sendiri serta adanya nya skandal pajak yang dilakukan WP
pemahaman dari Undang-undang tersebut, dengan cara memanipulasi laporan ke-
namun, saat orientasi awal studi ini uangannya, merendahkan besaran pen-
dapatan yang harus diterima ataupun mem-
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 285

buat doubel pembukuan. Fenomena ini tidak wajar (https://investigasi. tempo.co/


dapat kita cermati pada kasus besar seperti toyota). Artinya, Dari praktik ini tentu saja
PT. KAI, pajak pihak ketiga sudah tiga tahun besarnya pajak terutang yang dihitung
tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan sendiri oleh WP akan menjadi lebih sedikit
keuangan itu dimasukkan sebagai pen- atau dibuat sedikit. Hal ini dapat dilakukan
dapatan PT KAI selama tahun 2005. Ke- karena besarnya pajak terutang dapat diutak
wajiban PT KAI untuk membayar surat atik oleh WP sehingga seolah-olah mereka
ketetapan pajak (SKP) sebesar Rp 95,2 Miliar bisa menentukan sendiri berapa besaran
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal pajak yang harus dibayarnya
Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam Dari dua contoh tersebut, studi ini
laporan keuangan sebagai piutang atau melihat bahwa self assessment system menjadi
tagihan kepada beberapa pelanggan yang salah satu proposisi yang membuat WP
seharusnya menanggung beban pajak itu. menjadi tidak patuh. Lebih lanjut, data dari
Kasus lain ditahun 2015, Dirjen Pajak DJP per tanggal 31 Desember 2014 juga me-
Indonesia menuding PT. Toyota Motor nunjukkan bahwa kepatuhan penyampaian
Manufacturing Indonesia melakukan prak- SPT antara tahun 2011 sampai dengan 2014
tik transfer pricing pada saat melakukan masih sangat rendah, di mana self assesment
pengiriman kendaraan ke luar negeri. Di- system merupakan salah satu cara pe-
duga adanya pemindahan beban yang di- mungutan pajak yang diterapkan pada
lakukan dengan memanipulasi harga secara tahun-tahun tersebut dan sampai saat ini.

Sumber: DJB per 31 Desember 2014


Gambar 1
Grafik Kepatuhan Penyampaian SPT

Berdasarkan Gambar 1 di atas dan data tersebut tidak mengindikasikan suatu ke-
dari DJP, nampak adanya gap yang cukup patuhan pajak yang membaik. Selama tiga
tinggi antara WP yang terdaftar wajib SPT tahun terakhir, rasio kepatuhan penyampai-
dengan realisasi SPT. Artinya, masih banyak an SPT PPh atau kepatuhan secara formal
WP yang tidak melaporkan SPT walaupun hanya berkisar 40-61% saja.
sudah jelas bahwa WP tersebut adalah WP Dari gambar 1 di atas dapat dijelaskan
wajib setor SPT. Walaupun di tahun berikut- sebagai konsekuensi logis dari pilihan self
nya mengalami peningkatan, namun hal assessment system yang memberikan ke-
286 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

percayaan sepenuhnya kepada WP untuk memahami aturan dan hukum yang berlaku;
menghitung, menyetor dan melaporkan (3) Perilaku individu yang dipengaruhi oleh
kewajiban perpajakannya. Meskipun sudah kelompok sehingga mempengaruhi individu
diberikan kebebasan untuk menghitung tersebut melakukan tax evasion; (4) Tax audit,
sendiri pajak terutangnya, namun masya- pelaporan informasi dan potongan dalam
rakat yang merupakan WP masih me- pajak; (5) Administrasi pajak yang kurang
mandang bahwa pajak adalah beban bagi dimengerti oleh tax payers; (6) Praktisi pajak;
sebagian besar masyarakat. Hal ini di- (7) Kemungkinan ketahuan dan penegakan
tunjukkan potret aturan pajak yang masih hukum yang kurang dari pemerintah,
merupakan ketentuan-ketentuan dan per- sedangkan Gie (2007) menyatakan dalam
aturan-peraturan yang bersifat memaksa. perpajakan, sudah menjadi rahasia umum
Para WP akhirnya mau tidak mau harus bahwa tidak sedikit orang yang manipulasi
membayar pajak. Dengan adanya sifat pe- pajak dengan cara meminimalkan pen-
maksaan tersebut membuat WP berusaha dapatan pajaknya bahkan ada juga yang
untuk meminimalisir pembayaran pajaknya, tidak membayar pajak sama sekali. Padahal
baik secara ketentuan maupun yang me- mereka sadar bahwa hal itu melanggar
langgar ketentuan yang telah ditetapkan norma-norma agama sekaligus melanggar
oleh Undang-undang. aturan dalam negara. Mereka melakukan hal
Berbagai upaya dilakukan oleh WP tersebut dengan berbagai alasan.
untuk tidak melakukan pelaporan dan pem- Walaupun sudah tersedia ancaman
bayaran pajak karena mereka merasakan hukuman administratif maupun ancaman
keberatan untuk membayar pajak (No Body hukuman pidana bagi WP yang tidak me-
want to pay tax). Upaya tersebut timbul menuhi kewajiban perpajakannya, akan
disebabkan masih rendahnya tingkat ke- tetapi kenyataannya masih banyak WP yang
percayaan masyarakat selaku WP kepada tidak atau belum sepenuhnya memenuhi
pemerintah dan masih rendahnya pula kewajibannya. Hal ini terkait dengan ikhwal
kesadaran dan kepatuhan WP. Salah satu kepatuhan perpajakan atau tax compliance.
upaya yang dilakukan WP dalam me-
minimalisir pajaknya adalah dengan me- Ketidakpatuhan Wajib Pajak: Pintu Masuk
lakukan penggelapan pajak (tax evasion). Realitas
Penggelapan pajak atau tax evasion Tidak sedikit ahli berpendapat bahwa
sangat banyak caranya, yang pada intinya pada umumnya manusia tidak suka mem-
adalah bagaimana menghindari pembayaran bayar pajak (Nobody Wants To Pay Taxes)
pajak dengan perencanaan pajak sehingga sebagai tindakan risk aversion. Dikatakan
memungkinkan melakukan transaksi yang bahwa hanya sekelompok kecil orang yang
tidak akan terkena pajak. Tax evasion mem- merasakan pajak tidak memberatkan me-
punyai akibat bagi negara adalah ber- reka. Mereka merasa membayar pajak terlalu
kurangnya penyetoran dana pajak ke kas sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
negara, atau bahkan tidak ada dana pajak yang seharusnya dia bayar. Pada tahun 1987,
yang masuk ke kas negara. majalah tempo pernah melakukan penelitian
Terdapat beberapa alasan menurut tentang sikap membayar pajak. Dari 991
Richardson (2006) yang menyebabkan WP responden yang diwawancarai, 8,89% di-
melakukan tax evasion adalah: (1) WP ber- antaranya menyatakan bahwa mereka,
persepsi tentang: (a) Tarif pajak terlalu ting- membayar pajak dalam jumlah yang kecil.
gi; (b) Sistem keadilan dan kejujuran dalam Berdasarkan pernyataan beberapa ahli ter-
perpajakan yang kurang; (c) Bagaimana sebut menunjukkan bahwa masyarakat
kebijakan pemerintah dalam membelanja- Indonesia merasa enggan untuk membayar
kan uang dari pembayaran pajak oleh WP; pajak (www.pajak.go.id).
(2) Kecenderungan individu yang kurang
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 287

Masalah kepatuhan WP merupakan pajakannya sesuai dengan aturan perpajak-


masalah yang banyak dijumpai di berbagai an yang berlaku. Dengan demikian tingkat
negara. Simon James dan Clinton (2002) kepatuhan WP dapat di ukur dengan Tax
dalam Supriyati (2011) menyatakan bahwa Gap yaitu perbedaan antara apa yang ter-
pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) surat dalam peraturan perpajakan dengan
adalah WP mempunyai kesediaan untuk apa yang dilaksanakan oleh WP. Tax gap
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai de- dapat pula diartikan sebagai perbedaan
ngan aturan yang berlaku tanpa perlu antara seberapa besar pajak yang dapat
diadakannya pemeriksaan, investigasi sek- dikumpulkan dengan besar pajak yang se-
sama, peringatan, ataupun ancaman dan harusnya terkumpul (James dan Alley, 1999).
penerapan sanksi baik hukum maupun Berikutnya Internal Revenue Service
administrasi, sedangkan menurut Gunadi (Brown dan Mazur, 2003) mengelompokkan
(2005) kepatuhan adalah kesediaan WP kepatuhan WP terdiri dari 3 tipe kepatuhan:
untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai (1) kepatuhan penyerahan SPT (filing com-
dengan aturan-aturan yang berlaku tanpa pliance), (2) kepatuhan pembayaran (payment
perlu diadakan pemeriksaan, investigasi compliance), dan (3) kepatuhan pelaporan
seksama, peringatan ataupun ancaman dan (reporting compliance). Ketiga tipe kepatuhan
penerapan sanksi baik hukuman maupun tersebut bila di ukur secara bersama akan
administrasi. Artinya, kepatuhan dapat di- memberikan gambaran yang komperhensif
definisikan sebagai perilaku WP dalam me- tentang kepatuhan WP.
menuhi kewajiban perpajakannya sesuai Dari dua peneliti tersebut, terdapat
dengan peraturan yang berlaku. Untuk itu, beberapa karakteristik yang harus ada pada
Choiruman (2004) berargumentasi yaitu ber- saat kita akan menjustifikasi apakah WP
hubung penerimaan pajak dibutuhkan un- tersebut dikatakan tidak patuh. Artinya
tuk membiayai penyelenggaraan peme- semua berdasarkan justifikasi sebuah peri-
rintahan maupun pembangunan, maka pe- laku WP. Perilaku tersebut kemudian diukur
merintah akan terus berupaya menggali dan dibuat sebuah indikator untuk menilai
potensi pajak (tax coverage) seoptimal mung- apakah WP tersebut patuh ataukah tidak,
kin dan juga meningkatkan kepatuhan wajib namun satu hal yang belum dapat diukur
pajak (taxpayers compliance). adalah bagaimana kesadaran dari WP untuk
Dari informasi di atas, nampak bahwa menjalankan kewajiban perpajakannya. Pe-
kepatuhan adalah sebuah sikap taat yang nulis melihat bahwa kedua pernyataan
tidak perlu dipaksakan dengan segala aturan tersebut hanya mengkaitan antara adanya
ataupun reward tertentu. Artinya terdapat aturan dan bagaimana menjalankan aturan
dua kondisi yaitu dipaksakan dengan ada- tersebut sehingga tidak menyiratkan bagai-
nya aturan dan melakukan sendiri ke- mana seorang warga negara yang harusnya
wajiban perpajakannya. Dalam hal ini ter- paham bahwa mereka adalah bagian ke-
dapat kontradiksi antara sebuah kepatuhan berhasilan dan berkembangnya sebuah
dan keterpaksaan yaitu patuh karena ter- negara.
paksa bukan patuh karena kesadaran. Lebih lanjut beberapa peneliti yang
Seperti yang telah diutarakan dalam melakukan studi kepatuhan pajak antara
penjelasan di atas, bahwa sistem self asses- lain, Jackson, Miliron dan Troy melalui
sment system membutuhkan sebuah ke- tinjauan terhadap literatur kepatuhan meng-
patuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Studi identifikasi adanya 14 faktor kunci yang di-
mengenai kepatuhan WP telah dilakukan gunakan peneliti dalam meneliti kepatuhan
oleh peneliti dalam tataran positivistik, salah pajak yang secara garis besar dikelompok-
satunya adalah James dan Alley (1999) yang kan dalam empat kelompok (Jackson et al.,
mengemukakan kepatuhan WP menyangkut 1986) yaitu demografic (age, gender and edu-
sejauh mana WP memenuhi kewajiban per- cation), non compliance opportunity (income
288 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

level, income source, and occupation), an pajak menggunakan teori ini untuk me-
attitudinal and perceptions (fairness of the law nguji perilaku kepatuhan pajak WP. Ber-
system and peer influence) dan tax system/ dasarkan teori ini, perilaku individu menjadi
structural (complexity of the tax system, proba- tidak atau patuh terhadap ketentuan per-
bility of detection and penalties and tax rates). pajakan dipengaruhi oleh niat untuk ber-
Enaharo dan Jayeola (2012) menyatakan perilaku. Niat berperilaku tidak atau patuh
kepatuhan pajak juga dapat di lihat dari segi dipengaruhi yang oleh tiga faktor yaitu: 1)
keuangan publik (public finance), penegakan behavioral belief yaitu keyakinan akan hasil
hukum (law enforcement), struktur organisasi dari suatu perilaku (outcome belief) yang
(orgazational structure), tenaga kerja (employ- membentuk variabel sikap (attitude), 2)
ees), etika (code of conduct). normative belief yaitu keyakinan individu
Teori tentang tax compliance pertama kali terhadap harapan normatif yang menjadi
dikemukakan oleh Allingham and Sandmo rujukannya yang membentuk variabel nor-
(1972). Teori ini mengasumsikan ketidak ma sujektif (subjective norm) dan 3) control
patuhan sering disebabkan karena sisi belief yaitu keyakinan/persepsi individu ten-
ekonomi. Teori ini berkeyakinan tidak ada tang keberadaan hal-hal yang mempe-
individu bersedia membayar pajak secara ngaruhi (mendukung atau menghambat)
sukarela (voluntary compliance). Oleh sebab perilaku yang membentuk variabel kontrol
itu WP akan selalu menentang untuk mem- perilaku yang dipersepsikan (perceived beha-
bayar pajak (risk aversion). Menurut teori ini, vioral control). Niat berperilaku merupakan
faktor utama yang mempengaruhi ke- variabel perantara dalam membentuk peri-
patuhan pajak antara lain: pendapatan tetap laku (Ajzen, 2002). Ini berarti pada umum-
(I), tarif pajak (t), probabilitas dilakukan nya manusia bertindak sesuai dengan niat
audit (p), dan besarnya sanksi yang mungkin atau tendensinya.
dikenakan (f). Individu diasumsikan me- Berdasarkan beberapa studi terdahulu,
miliki endowment pendapatan yang tetap dan walaupun dari tataran positivistik, namun
harus dilaporkan ke pemerintah. temuan tersebut merupakan pintu masuk
Kepatuhan yang dikaitkan dengan tarif yang perlu untuk dipertimbangkan pada
pajak juga ditemukan oleh Alm, Bahl, saat penulis melakukan tahapan untuk me-
Murray (1990). Ketiga peneliti tersebut neropong informan yaitu WP di Surabaya.
menemukan bahwa kepatuhan para pem- Menurut penulis jika semua hasil temuan
bayar pajak menemukan bahwa hanya 8% tersebut disatukan maka akan terdapat se-
wajib pajak di Jamaika yang menghitung buah kesempurnaan adalah konsep bagai-
dan membayar pajak penghasilan dengan mana sebuah kepatuhan dijalankan baik
benar, dan 26% melakukan lebih bayar (tax dalam sisi aturan, perilaku maupun ke-
refunds), sedang sisanya sebesar 66% kurang sadaran, namun kembali lagi bahwa realitas
bayar (unpaid tax). Artinya, wajib pajak akan tidak dapat dipaksakan sebuah temuan
lebih patuh (lebih menentang) terhadap adalah apa yang ada bukan apa yang di-
sistem pajak bila tarif pajaknya semakin adakan.
rendah (tinggi), namun untuk meningkat-
kan kepatuhan wajib pajak, diperlukan per- TEROPONG REALITAS
ubahan komprehensif (comprehensive change) Pendekatan Nonpositivistik-Deskriptif
yang meliputi perubahan tarif pajak (tax dalam Mendekati Realitas
rate), dasar pengenaan pajak (tax base), dan Studi ini menggunakan pendekatan
perbaikan administrasi perpajakan (tax non-positivistik dengan metode deskriptif.
administrative reform). Penulis mempunyai keyakinan dalam pe-
Selanjutnya adalah penemuan yang di- nelitian non-positivistik lebih mampu untuk
lakukan oleh Ajzen (2002) dengan Theory of menghadapi ketidakleluasaan dunia sosial
Planned Behavior. Beberapa peneliti kepatuh- dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 289

metode lebih lanjut, metode deskriptif ada- ditas data. Lima informan tersebut tidak
lah pencarian fakta dengan interpretasi yang ditampilkan dalam nama yang sesungguh-
tepat (Moloeng, 2007). Penelitian deskriptif nya. Untuk itu penulis menggunakan pseu-
mempelajari masalah dalam masyarakat ser- donym, artinya penulis tidak akan meng-
ta tatacara yang berlaku dalam masyarakat gunakan nama asli informan, melainkan
serta situasi tertentu, termasuk tentang nama samaran atau inisial. Hal ini di-
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap, panda- maksudkan untuk menjaga kerahasiaan
ngan, serta proses yang sedang berlangsung identitas informan.
dan pengaruh dari suatu fenomena. Dalam
metode deskriptif, peneliti bisa saja mem- Tabel 2
bandingkan fenomena tertentu sehingga Key Informan
merupakan suatu studi komparatif .
Nama Usaha
Sumber dan jenis data Ibu NW Pengusaha Warnet
Menurut Moloeng (2007), sumber data di Surabaya
paling utama dari penelitian dengan pen- Bapak BD Pemilik Bengkel
dekatan non-positivistik adalah kata-kata Bapak AW Sepeda Motor
dan tindakan. Selebihnya adalah tambahan Ibu DP Suplier ATK
seperti dokumen dan lain-lain. Sumber dan Bapak FB Pemilik Gerai Batik
jenis data dalam penelitian ini diperoleh dari Exportir
Sumber: Penulis
Key Person (informasi kunci),yaitu WP baik
pribadi maupun badan di Surabaya. Dalam
Dari kelima informan tersebut di atas,
hal ini pengambilan sampel bersifat snowball
penulis mendapatkan berbagai informasi,
sampling artinya penarikan sampel dalam
namun tidak semua informasi dimasukkan
penelitian dengan pendekatan kualitatif ini
sebagai data dalam studi ini. Untuk itu ada
dimaksudkan untuk memilih informan yang
beberapa informasi yang harus direduksi
benar-benar relevan dan kompeten dengan
oleh penulis.
masalah yang akan diteliti dan dilakukan
secara berulang-ulang. Pengambilan sampel
Pisau Analisis
berdasarkan penelusuran sampel sebelum-
Penulis menggunakan analisa interaktif
nya. Beberapa sampel atau informan studi
dari Miles dan Huberman (Sutopo, 2006).
ini diambil dari penelitian yang dilakukan
Dalam analisis ini dibagi menjadi 4 kompo-
oleh Diamastuti dan Prastiwi (2015) yang
nen pokok yaitu (1) pengumpulan data,
menguji perilaku UMKM dalam menang-
merupakan proses awal dalam studi ini, (2)
gapi berlakunya PP 46 tahun 2013. Kemudi-
Reduksi data, merupakan proses seleksi,
an dari beberapa informan tersebut penulis
memfokuskan pada realitas praktik, pe-
mulai melanjutkan pengamatannya untuk
nyederhanaan dan abstraksi data yang ada
studi ini. Artinya, ada beberapa informan
dalam files note. Proses ini berlangsung terus
yang tetap digunakan dalam studi ini
menerus selama penelitian berlangsung, (3)
sebagai pintu masuk untuk mendapatkan
sajian data, merupakan rakitan organisasi
informan lainnya khususnya yang berasal
informasi yang memungkinkan kesimpulan
dari pelaku UMKM, sehingga Informan
deskripsi berbentuk narasi yang me-
dalam studi ini yang awalnya hanya 5 orang
mungkinkan simpulan dilakukan, (4) pe-
menjadi 20 orang atau WP yang berdomisili
narikan simpulan.
di Surabaya, namun untuk key person pe-
nulis tetap menggunakan 5 informan yang
Teknik Pengumpulan Data
sudah ada sejak awal studi ini.
Penulis datang ke tempat di mana
Untuk informan lainnya digunakan se-
subyek yang hendak diteliti, mengamati dan
bagai triangulasi untuk menentukan vali-
290 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

berinteraksi dengan aktor sosial dalam wak- data yang cukup penulis kemudian secara
tu yang relatif panjang. Setelah memperoleh sistematik menganalisis dengan metode

Pengumpul
an data

Reduksi Sajian
Data Data

Penarikan
simpulan

Sumber: Sutopo (2006)


Gambar 2
Tahapan Analisis Data

yang tepat, kemudian menginterpretasi- jumlah KPP di Surabaya. Tahapan observasi


kannya. Setelah penulis melakukan semua ini tidak dilakukan hanya sekali, penulis
langkah tersebut, kemudian melaporkannya melakukan tahapan observasi 12 sd 17 kali
sesuai dengan data atau fenomena yang (mulai Januari sd April 2015) pada WP yang
diperoleh di lapangan. Penulis mengguna- sedang melakukan kewajiban perpajakan-
kan beberapa teknik yang relevan dengan nya di sejumlah KPP Surabaya. Selain itu
jenis penelitian ini. Melalui wawancara akan penulis juga melakukan observasi secara
ditambahkan teknik lain yang mendukung, langsung pada beberapa usaha di Surabaya
antara lain: baik usaha mikro (UMKM) maupun bebe-
rapa perusahaan. Berdasarkan hasil pen-
Teknik Observasi dekatan dengan beberapa WP tersebut, dan
Teknik ini dilakukan dengan cara rekomendasi dari petugas KPP di Gubeng
observasi atau pengamatan guna melihat dan Wonocolo, akhirnya penulis dapat me-
kegiatan keseharian dengan menggunakan nentukan siapa yang nantinya akan diguna-
panca indera sebagai alat bantunya. Maksud kan sebagai key informan dalam studi ini,
dengan panca indera adalah penulis datang selain informan yang telah penulis dapatkan
ke sejumlah KPP hanya untuk mengamati pada studi sebelumnya.
kegiatan yang dilakukan oleh beberapa
informan. Hal ini perlu untuk dilakukan Teknik Wawancara
untuk melakukan pendekatan agar bersedia Pada proses pengumpulan data berikut-
dijadikan informan kunci. Selanjutnya, pe- nya dilakukan dengan teknik wawancara.
nulis dapat langsung melakukan pengamat- Kegiatan wawancara pada informan dilaku-
an ke objek yang menfokuskan pada pe- kan untuk mendapatkan informasi secara
nelitian ini. Pendekatan ini dilakukan de- langsung dengan mengungkapkan per-
ngan maksud agar penulis dapat dengan tanyaan pada para informan (Subagyo,
mudah menggali informasi tanpa adanya 2004). Pada tahapan ini, penulis setelah
pemaksaan. melakukan pengamatan pada sejumlah WP
Pada tahapan ini, penulis melakukan di beberapa KPP, kemudian memilih bebe-
pengamatan langsung pada beberapa WP rapa informan untuk melakukan wawan-
yang sedang melakukan proses pemenuhan cara. Wawancara dilakukan tidak terstruktur
hak dan kewajiban perpajakannya di se- namun mendalam. Artinya, penulis meng-
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 291

giring informan menjawab pertanyaan tanpa dikatakan bahwa pemungutan pajak dengan
terbebani sehingga semua pernyataannya sistem (MPO/MPS) dinyatakan tidak ber-
meluncur dengan baik tanpa sebuah tekan- hasil, Hal ini terjadi karena tidak didukung
an. Penulis menggiring informan dengan dengan sikap jujur dari WP serta pe-
cara mengajak bicara santai terlebih dahulu ngawasan yang kurang intensif dari pihak
kemudian penulis mulai menggiring infor- pemerintah/fiskus.
man tanpa mereka sadari seolah-olah tidak Perkembangan selanjutnya, kegagalan
sedang melakukan wawancara. Selain itu dari system MPS/MPO tidak menyurutkan
penulis juga melakukan wawancara pada optimisme aparat pajak untuk membangun
WP dengan datang langsung pada kantor system perpajakan modern dan menjadikan
atau tempat usahanya. Dari 5 informan pemerintah dan berbagai kalangan men-
kunci yang telah ditentukan, sesuai dengan dukung reformasi perpajakan pada tahun
pisau analisisnya, maka studi ini melakukan 1983. Reformasi tersebut mengubah konsep
tahapan untuk mereduksi hasil wawancara pemungutan official assessment system men-
yang tidak sesuai dan fenomena yang ada jadi konsep self assessment system. Sampai
dan melakukan tahapan penyeleksian untuk saat ini Indonesia masih menggunakan self
memotret realitas yang ada sebagai gambar- assessment system.
an yang utuh. Menurut Hutomo (2009), sistem self
assessment system sebagai mekanisme pe-
Teknik Dokumentasi mungutan PPh berdasarkan peraturan per-
Teknik dokumentasi dilakukan dengan undang-undangan perpajakan yang berlaku
mencari data dan berupa catatan, transkrip, saat ini telah mengisyaratkan tujuan pe-
buku, majalah, prasasti, notulen rapat, merintah: (1) memberikan kemudahan bagi
agenda, dan lain sebagainya (Arikunto, WP PPh dalam melaksanakan kewajiban
2004). Pada tahapan ini, penulis melakukan perpajakannya; (2) mencari sistem pe-
pencarian dalam beberapa literatur yang mungutan PPh yang tepat bagi daerah yang
berkaitan dengan topik studi ini, kemudian memiliki latar belakang geografis wilayah
peneliti juga melakukan pendokumentasian kepulauan; (3) mewujudkan suatu keseraga-
untuk menunjukkan bahwa penulis telah man secara nasional dalam hal pemungutan
melakukan beberapa tahapan baik pengama- PPh.
tan maupun wawancara Seperti kita ketahui definisi Wajib Pajak
(WP) adalah setiap orang pribadi yang
NAPAK TILAS MENUJU REALITAS memiliki penghasilan di atas pendapatan
Corak dan Perilaku Wajib Pajak (WP) Di tidak kena pajak (PTKP) (Mardiasmo, 2008).
Surabaya Dalam praktiknya, beberapa WP merasakan
Menurut Bohari (2003), embrio sistem bahwa beban perpajakannya sangat sulit
self assessment system ini pada dasarnya untuk dilakukan meskipun dalam kenyata-
sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun annya WP tersebut mempunyai penghasilan
1976 melalui Undang-Undang No. 8 tahun di atas PTKP. Hal ini dikarenakan banyak-
1967, Jo, PP II tahun 1967 tentang tata cara nya WP yang mengalami kendala misalnya
pemungutan pajak atas Pajak Pendapatan, masih buta huruf dan tidak mengetahui
Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan, yang bahwa mereka mempunyai kewajiban per-
lebih dikenal dengan sistem Menghitung pajakan. Hal ini terungkap saat melakukan
Pajak sendiri/menghitung Pajak Orang wawancara dengan Bapak BD pemilik beng-
(MPS/MPO), namun dalam praktiknya kel sepeda motor yang pempunyai peng-
ternyata sistem ini tidak sesuai dengan hasil hasilan lebih dari Rp. 3000.000 setiap bulan-
yang diharapkan. nya.
Penerimaan dari sektor pajak pada saat “Kulo mboten nate bayar pajak. Kulo mboten
itu justru mengalami penurunan. Atau dapat saget ngitunge Buk (pen: saya tidak bisa
292 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

menghitungnya Bu). Lha wong kulo ngeh Demikian pula dengan Bapak AW
mboten saget moco tulis (Saya juga tidak bisa sebagai suplier ATK di beberapa perusahaan
baca tulis)” di Surabaya yang menyatakan pendapatnya
Sedangkan menurut Ibu SY (seorang Ibu sebagai berikut:
Rumah Tangga yang membuka catering “Saya biasanya minta bantuan teman untuk
untuk beberapa sekolah Full Day di Sura- membuatkan pajak saya. Saya tidak tau dari
baya dengan penghasilan lebih dari Rp. mana perhitungannya. Tugas saya hanya
8.000.000 setiap bulannya). membayar, pusing kalo disuruh menghitung,
“Saya memang tidak punya NPWP dan saya terlalu rumit”
juga tidak tau apakah saya harus bayar pajak Sedangkan menurut Bapak FB, seorang
atau tidak. Hidup sekarang untuk makan aja pengusaha yang bergerak dibidang ekspor
susah apalagi kalo harus disuruh bayar pajak impor menyatakan:
juga” “Tanpa pajak, maka Negara ini akan menjadi
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Negara terbelakang. Sekarang mau dapat
kesadaran untuk memenuhi kewajiban per- uang darimana Negara jika tidak dari pajak.
pajakan masih belum maksimal. Meskipun Jalan, trotoar dan sarana umum lainnya di-
berdasarkan klasifikasinya kedua informan biayai dari pajak. Menurut saya, kita sebagai
tersebut masuk dalam katagori WP Pribadi. warga Negara yang baik haruslah taat pajak,
seperti slogan ”orang bijak taat pajak”.
Artinya secara klasifiaksi mereka adalah WP
meskipun belum mempunyai NPWP, karena
Dari berbagai pernyataan tersebut pe-
penghasilannya lebih dari PTKP. Bahkan
nulis dapat menggambarkan berbagai ke-
menurut penulis, mereka terlihat sangat
ragaman perilaku yang ditunjukkan oleh
acuh terhadap kebijakan perpajakan yang
beberapa informan tersebut. Menurut Noto-
diterapkan pemerintah Indonesia karena ke-
atmodjo (2003), perilaku merupakan semua
tidaktahuannya atau bahkan mungkin ke-
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
tidakmauan untuk menjadi WP.
diamati langsung, maupun yang tidak dapat
Selain ketidak tahuan dari WP, penulis
diamati oleh pihak luar.
juga menemukan bahwa WP merasakaan
Dalam praktiknya berbagai perilaku
keengganan untuk membayar pajak karena
tersebut menunjukkan beberapa WP belum
berbagai hal. Bapak RD, seorang WP yang
merasakan manfaat dari pajak. Menurut
berdomisili di Kawasan Darmo Surabaya
beberapa WP, pajak itu menyulitkan (lihat
menyatakan:
pernyataan Bapak BD, Ibu SY dan Bapak
“Saya paham bahwa pajak adalah sumber
pendapatan Negara. Tapi saya jadi enggan AW) dan pasti ada kebocoran atau korupsi
untuk bayar pajak, karena saya tau pasti uang di dalamnya (pernyataan Bapak RD), namun
saya di korupsi oleh beberapa oknum. Sakit beberapa informan sudah menyadari bahwa
rasanya kalo dengar tentang itu. Kita susah tanpa pajak maka infrastruktur tidak mung-
payah cari uang kemudian kita sudah dipaksa kin terwujud dan masyarakat tidak merasa-
untuk menyisihkan uang kita buat Negara… kan dampak dari kemajuan Negara ini
eh ndak taunya diambil oknum. Jadi ya saya
(Lihat pernyataan Bapak FB dan Ibu MZ).
isi formulir pajaknya “sak karepku dewe”,
benar atau salah saya tidak ambil pusing” Kita tidak dapat memungkiri bahwa
Namun adapula WP yang sudah rutin pajak mempunyai dampak yang sangat
membayar pajak antara lain yang diungkap- besar pada negara ini. Hal ini dapat kita lihat
kan oleh Ibu MZ sebagai ibu rumah tangga dari potensi perpajakan di Indonesia yang
dan pemilik salon dan spa di daerah Bratang. besar, namun sayang belum tergarap opti-
“Saya dan perusahaan saya sudah rutin untuk mal. Dari sekitar 250 jutaan penduduk Indo-
membayar pajak, karena saya tahu itu me- nesia, hingga Januari 2015 baru tercatat se-
rupakan kewajiban saya sebagai warga kitar 26,8 Juta WP orang pribadi. Padahal
Negara. Meskipun berat, saya anggap sama pemilik pekerjaan potensial mencapai 44,8
seperti jika saya harus membayar zakat” juta orang. Belum lagi penduduk usia 15
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 293

tahun yang dianggap produktif bisa men- yang dilakukan oleh staf pajak berupa
capai 206,6 juta orang (Media Akuntansi, penggelapan dan korupsi menyebabkan WP
2015). Artinya, potensi yang besar belum merasa malas untuk menunaikan kewajiban-
mendorong beberapa WP untuk mempunyai nya. Selain itu seringnya berganti-ganti ke-
kesadaran membayar pajak. bijakan menyebabkan WP juga merasa bi-
Bisa kita pahami, pajak bisa menjadi ngung. Berikut ini penjelasan dari beberapa
penggerak bagi pertumbuhan perekonomi- informan berkaitan dengan pernyataan di
an di negara Indonesia, tapi juga bisa kita atas.
pahami bahwa tidak ada satu orangpun Pernyataan Ibu DP pemilik usaha kon-
yang menghendaki membayar pajak. Walau- veksi di Surabaya:
pun berbagai macam slogan misalnya “Kalo bisa ya tidak bayar pajak... tapi
“orang bijak taat pajak” digelorakan, namun nyatanya tidak bisa kan?”
tetap saja para WP diam seribu bahasa Pernyataan Bapak HW yang bekerja
(Diamastuti dan Prastiwi, 2015). Hal ini da- pada provider jasa telekomunikasi:
pat dibuktikan dengan peningkatan target “Saya setiap tahun bayar pajak buktinya saya
punya NPWP...kalo tidak punya NPWP maka
pajak sekitar 6% yang dikarenakan rendah-
saya tidak bisa ikut tender di pemerintahan”
nya tax ratio yaitu 12-13% sebagai akibat
Pernyataan Bapak SS seorang aka-
rendahnya tingkat kepatuhan WP dan ter-
demisi:
batasnya kapasitas administrasi perpajakan. “Jangan ragukan kepatuhan saya membayar
Menurut Bapak Mardiasmo selaku wakil pajak, gini-gini NPWP saya sudah sejak
menteri keuangan RI (Media Akuntansi, tahun 1984”
2015). Berkaitan dengan ketiga pernyataan
“Harusnya pembayar pajak tidak hanya ter- informan di atas, menggambarkan terjadi
paku pada mandatory participation. Tapi keberagaman tanggapan dan perilaku ten-
harus dibangun kesadaran kolektif bahwa
tang kewajiban untuk membayar pajak. Pada
pembayar pajak wajib hukumnya untuk me-
nopang pembangunan nasional”.
informan pertama mencerminkan seorang
Pernyataan Bapak Mardiasmo di atas yang belum menyadari akan penting pajak
menunjukkan bahwa masih kurangnya ting- bagi kesejahteraan dirinya khususnya dan
kat kesadaran para WP dalam membayar masyarakat pada umumnya, sedangkan
pajaknya yang ditunjukkan sebagai manda- informan kedua dan ketiga, mencerminkan
tory participant. Mandatory participant adalah seorang yang sudah menyadari akan ke-
partisipasi yang tidak berasal dari sebuah wajibannya sebagai warga negara yang baik.
kesadaran. Kepatuhannya hanya lantaran Berdasarkan informasi ketiganya, dapat pe-
adanya punishment bila WP tidak membayar nulis jabarkan bahwa masih terjadi ke-
pajak, sehingga jika tidak ada punishment timpangan kesadaran dalam memenuhi ke-
maka semua masyarakat tidak akan mau wajiban pajaknya.
untuk membayar pajak. Hal ini dapat kita Selain itu ketimpangan kesadaran da-
lihat di negara manapun jika pajak tidak lam memenuhi kewajiban perpajakan juga
dipaksakan maka tidak ada satu orangpun disebabkan tingkat kesulitan dalam meng-
yang mau membayar pajak (nobody wants to hitung utang pajaknya, mengingat peng-
pay taxes). hitungan pajak di Indonesia menggunakan
Penulis sebagai salah satu WP di Indo- sistem self assessment system. Berikut per-
nesia menyadari bahwa pajak adalah sumber nyataan Ibu DP sebagai pemilik salah satu
bagi pembangunan nasional, namun dalam gerai Batik terkenal di Surabaya:
“Butuh keahlian khusus untuk menghitung
praktiknya hal ini sulit dilakukan. Dalam hal
besarnya pajak kita. Meskipun sudah ada buku
ini penulis tidak dapat menyalahkan be- petunjuk tapi tetap saja saya tidak bisa
berapa WP yang melakukan tindakan peng- mengerjakan, akhirnya saya minta bantuan
ingkaran tersebut. Banyaknya kecurangan tenaga ahli, saya harus keluar dua kali
294 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

ongkos...satu bayar pajak satu bayar tenaga mereka juga melakukan tindakan peng-
ahlinya...sangat menyulitkan kalo menurut hindaran pajak secara illegal (tax evasion),
saya” dan penunggakan pajak (tax arrearage).
Informasi dari Bapak GR: Aktivitas yang dilakukan oleh WP ini tentu-
“Memang agak sulit untuk menerapkan
nya melawan aturan perpajakan dan hukum
menjadi langsung benar pada saat meng-
hitung pajak, namun lambat laun saya bisa perpajakan.
tahu bagaimana cara menghitungnya” Adapun sanksi yang bisa dijatuhkan
Menurut seorang mahasiswa PTN di pada WP bisa berupa sanksi administrasi
Surabaya yang mempunyai usaha Event maupun pidana sebagaimana telah diatur
Organizer: dalam Kitab Undang–Undang Hukum
“Sebenernya susah Bu, apalagi kalo aturan- Pidana, Undang–Undang No.31 Tahun 2001
nya sering berganti-ganti. Masih baru bisa Jo.Undang–Undang No.31 Tahun 1999 Ten-
menghitung…eh aturan untuk menghitung- tang Pemberantasan Tindak Pidana Korup-
nya sudah berubah” si dan Undang–Undang No.6 Tahun 1983
Berdasarkan pernyatan ke dua informan Jo. Undang–Undang No.10 Tahun 1997 Jo.
di atas menjelaskan bahwa aktivitas mem- Undang–Undang No.16 Tahun 2000 tentang
bayar pajak sangat menyulitkan bagi me- Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
reka. Bahkan salah satu informan menyebut- Seperti kita ketahui, upaya penghindar-
kan bahwa aktivitas membayar pajak men- an pembayaran pajak dapat dikategorikan
jadi high cost, karena harus ada dana tambah- dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah peng-
an untuk membantu menghitung utang hindaran pajak dengan legal (tax avoidance).
pajaknya. Berkaitan dengan pernyataan ini Dalam tipe ini, WP berusaha untuk me-
akan memungkinkan WP menjadi tidak per- ngurangi jumlah pajak yang harus dibayar
duli terhadap kewajibannya. Seperti per- dengan mencari kelemahan peraturan per-
nyataan Bapak RH seorang pengusaha per- pajakan (loopholes). Upaya yang dilakukan
cetakan di daerah Kapasan: untuk mengurangi jumlah pajak yang di-
“Kalo ndak ketauan kan ndak apa-apa to Bu... bayar adalah legal dan tidak menyalahi per-
nanti kalo ketauan ya tinggal bayar denda...
aturan yang ada. Tipe kedua adalah peng-
Mana ada bu orang yang mau bayar pajak”
Sedangkan Menurut Ibu NW seorang hindaran pajak secara illegal (tax evasion).
Dalam tipe ini, WP dengan sengaja tidak
pengusaha warnet:
“Tak awur Bu...penjualan saya tak karang... melaporkan secara utuh kekayaan dan peng-
ben kethoke cilik. Meskipun tarifnya 1% tetap hasilannya yang mestinya kena pajak.
saja besar buat kami pengusaha mikro in” Tindakan demikian ini dapat dikenai
Berdasarkan uraian pada uraian di atas, hukuman. Tipe ketiga adalah penunggakan
nampak bahwa informan mempunyai se- pembayaran pajak (tax arrearage). Penung-
buah statemen bahwa kalo tidak dipaksa gakan pajak (karena memang tidak mau
maka tidak ada satu orangpun yang mau membayar pajak) adalah tipe dari ketidak-
disuruh membayar pajak. Artinya, tidak ada mauan membayar pajak. Sama halnya de
satu orangpun yang mau bayar pajak (nobody ngan ‘tax evasion’, menunggak pembayaran
wants to pay taxes). Beberapa informan juga pajak dapat dikenakan hukuman.
melakukan tahapan untuk penghitungan Meskipun terdapat perbedaan dalam
perpajakan terkadang tidak sesuai dengan substansi antara perbuatan tax avoidance, tax
aturan yang diterapkan oleh pemerintah. evasion, dan tax arrearage, namun ketiganya
Hal ini tentunya didorong oleh beberapa merefleksikan ketidakgairahan masyarakat
motivasi antara lain untuk mengurangi dalam membayar pajak. Pada kasus tax
besarnya pajak yang terutang. Lebih lanjut, avoidance, motivasi untuk membayar jauh
jika ditilik dari pernyataan Bapak RH dan lebih baik daripada kasus tax evasion. Orang-
Ibu NW bukan saja tidak perduli, namun orang yang melakukan tax avoidance tidak
semata-mata karena rendahnya kegairahan
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 295

untuk membayar pajak, tetapi juga di- uangan Agus Martowardjojo di era Presiden
karenakan motivasi untuk memperoleh ke- SBY dalam salah satu even pada bulan
untungan finansial yang sebesar-besarnya. Agustus 2011 di Gedung Bank Indonesia,
Para pelaku tax avoidance menganggap Jakarta Pusat sebagai berikut:
perilakunya halal dan tidak melanggar "Selain banyaknya pengusaha nasional yang
hukum, sedangkan untuk tax evasion dan tax mangkir dari kewajiban membayar pajak, ke-
arrearage jelas melanggar hukum, karena WP sadaran masyarakat Indonesia untuk mem-
bayar pajak juga masih minim. Dari 238 juta
memang berniat untuk menghindari dan
jumlah penduduk Indonesia, hanya 7 juta saja
menggelapkan pajak. yang taat pajak.Kalau seandainya terdapat 22
Menindaklanjuti ketidakgairahan pem- juta badan usaha, hanya 500.000 yang
bayar pajak dalam memenuhi kewajibannya, membayar pajak.
maka DJP selaku yang punya ‘Gawe” atau Pernyataan diatas, memverifikasi per-
pihak pemerintah yang mengelola dan nyataan sebelumnya, artinya pemerintah
mengawasi pajak masyarakat telah melaku- merasakan keprihatinan terhadap masya-
kan berbagai macam aktivitas mulai dari rakat yang sampai saat ini belum menyadari
sosialisasi, memberikan award bagi WP yang bahwa pajak untuk kepentingan bersama.
taat, membuat lomba berkaitan dengan Kalaupun terdapat kebocoran terhadap
kepatuhan dan sebagainya, namun hal ter- realisasi penerimaan pajak, itu dilakukan
sebut masih dirasakan kurang mengena oleh oleh oknum dan tidak semua fiskus me-
DJP. Seperti yang diungkapkan oleh tiga lakukan kecerobohan korupsi.
informan staf KPP Gubeng dan Wonocolo:
“Memang sih kalo saya lihat ada peningkatan Siluet Pertama: self assessment system
realisasi penerimaan pajak di KPP Gubeng menyebabkan munculnya perilaku tax
dibandingkan dengan tahun keamrin. Tapi avoidance, tax evasion dan tax arrearage
sepertinya rata-rata mereka membayar pajak
karena ada rasa takut bukan karena ke-
sadaran” (keterangan Ibu RS).
Kesadaran: Jejak Sebuah Kepatuhan
“Terkadang sosialisasi yang dilakukan oleh Pada sistem self assessment system yang
beberapa KPP di Surabaya ini untuk me- telah diterapkan pemerintah mempunyai
ningkatkan kesadaran membayar pajak seperti suatu konsekuensi yaitu WP diwajibkan
tidak digubris. Mereka yang datang hanya untuk mendaftarkan diri, menghitung, me-
segelintir saja” (keterangan Bapak SL). laporkan dan menyetorkan pajaknya. Arti-
“Beberapa terobosan mulai dibuat oleh DJP nya, pemerintah mempunyai mindset bahwa
supaya mereka mau membayar pajak, antara
WP atau masyarakat Indonesia adalah
lain tindak pidana bagi WP yang nakal dan
mengaktifkan kembali lembaga menyanderaan masyarakat yang patuh. Hal ini sesuai
(Gijzeling)”. (Keterangan Bapak ZD). dengan pernyataan dari Chong dan Lai
Berdasarkan pernyataan dari pihak (2009) yang menyatakan bahwa kepatuhan
pegawai pajak yang mengkolektif pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara
masyarakat Nampak bahwa masyarakat sukarela merupakan tulang punggung self
belum memanfaatkan kepercayaan peme- assesment system. Kepatuhan pajak yang ti-
rintah untuk menghitung pajak terutang dak meningkat mengancam upaya peme-
sendiri. Anggapan bahwa masyarakat Indo- rintah untuk meningkatkan kesejahteraan
nesia adalah masyarakat yang patuh dan taat masyarakat (Chau, 2009). Hal ini dikarena-
pada aturan masih ditampilkaan oleh se- kan tingkat kepatuhan pajak secara tidak
gelintir orang saja, belum seluruh WP. langsung mempengaruhi ketersediaan pen-
Mereka terkadang mempunyai NPWP na- dapatan untuk belanja (Jung, 1999).
mun kewajiban untuk melapor dan mem- Menurut James et al. (2004), pengertian
bayar pajak tidak pernah dilakukannya. Hal kepatuhan pajak (tax compliance) adalah WP
ini nampak pada pernyataan Menteri Ke- mempunyai kesediaan untuk memenuhi
kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan
296 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

yang berlaku tanpa perlu diadakan pe- sadaran, di mana ia dapat memberikan atau
meriksaan, investigasi seksama, peringatan, bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu
ancaman dan penerapan sanksi baik hukum dalam lingkungan, sedangkan al-Banjari
maupun administrasi. Artinya, WP melaku- (2008) menyatakan bahwa kesadaran di-
kan berbagai kewajiban perpajakannya tidak klasifikasikan dalam dua katagori yaitu (1)
merasakan terpaksa dan dengan sadar atas ekstropeksi yaitu kesadaran yang diarahkan
kemauannya sendiri. Hal ini sesuai dengan ke luar proses untuk memahami yang ada di
pernyataan sebelumnya dari Bapak Mardi- dunia luar dan introspeksi; (2) kesadaran
asmo selaku wakil menteri keuangan yang instropeksi yaitu kesadaran yang diarahkan
menyatakan “...harus dibangun kesadaran ke dalam proses untuk memahami kegiatan
kolektif dalam membayar”. Artinya, kesadar- psikologi sendiri dengan memperhatikan
an kolektif harus diperjuangkan, di mana dunia luar.
munculnya kesadaran kolektif pasti berasal Untuk itu kesadaran dalam kaitannya
dari kesadaran diri yang direfleksikan dalam kepatuhan, menurut penulis termasuk da-
sebuah lingkungan. lam katagori kesadaran ekstropeksi. Hal ini
Kesadaran kolektif yang dimaksud di dapat dijelaskan karena setiap individu
atas merupakan sikap sukarela dari WP, adalah makhluk sosial yang selalu ter-
namun hal ini sangat sulit diwujudkan. Satu hubung dengan lingkungannya. Dalam hal
hal yang menyebabkan kesulitan tersebut ini, kesadaran yang ditunjukkan oleh be-
adalah adanya definisi pajak dengan frase berapa WP timbul karena adanya interaksi
“yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat dengan dunia luar yaitu adanya sebuah
memaksa.” Bertitik tolak dari frase ini me- aturan dan kewajiban yang mengharuskan
nunjukkan membayar pajak bukan semata- mereka untuk membayar pajak.
mata perbuatan sukarela atau karena suatu
kesadaran. Frase ini memberikan pemaha- Siluet kedua: Self assessment system
man dan pengertian bahwa masyarakat membutuhkan sebuah kesadaran bukan
dituntut untuk melaksanakan kewajiban keterpaksaan dalam menciptakan sebuah
kenegaraan dengan membayar pajak secara kepatuhan
sukarela dan penuh kesadaran sebagai
aktualisasi semangat gotong-royong atau Bencana Ketidakpatuhan
solidaritas nasional untuk membangun Kepatuhan dan ketidakpatuhan dalam
perekonomian nasional. membayar pajak bukan hanya menjadi topik
Frase tersebut muncul dalam realitas saat ini saja. Pada jaman penjajahan, masya-
praktik yang ditampilkan oleh sebagian rakat umum beranggapan bahwa membayar
informan (lihat pernyataan RH, NW, MZ). pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh
Frase ini menunjukkan bahwa WP merasa penguasa. Sampai sekarang kepatuhan
terpaksa melakukan penghitungan, pelapor- masyarakat membayar pajak masih belum
an dan pembayaran pajak. Tidak ada sebuah mencapai tingkat sebagaimana yang di-
kesadaran dalam diri sebagai bentuk ke- harapkan. Umumnya masyarakat masih
patuhan pada aturan negara. Meskipun sinis dan kurang percaya terhadap keberada-
dalam realitas praktik lainnya menampilkan an pajak karena masih merasa sama dengan
beberapa WP sudah mempunyai kesadaran upeti, memberatkan, pembayarannya sering
yang cukup bagus (lihat pernyataan FB, SS, mengalami kesulitan, ketidak mengertian
HW, GR). masyarakat apa dan bagaimana pajak dan
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku ribet menghitung dan melaporkannya. Oleh
mereka muncul karena ada kesadaran dalam sebab itu, tidaklah mudah menyadarkan
dirinya sebagai bentuk refleksi dari ke- semua WP untuk memenuhi persyaratan
patuhan. Menurut Giddens (2004) refleksi sistem perpajakan (James, 1996). Ketidak
merupakan bentuk dari pengungkapan ke- patuhan dalam membayar pajak akan me-
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 297

ngancam upaya pemerintah untuk me- bagian dari upaya penagihan pajak dengan
ningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal surat paksa.
ini dikarenakan tingkat kepatuhan pajak Lembaga penyanderaan pada dasarnya
secara tidak langsung mempengaruhi ke- sudah dikenal dalam lapangan hukum per-
tersediaan pendapatan untuk belanja data sebagai upaya paksa agar pihak yang
(Jung, 1999). berutang melaksanakan kewajibannya ke-
Ketidakpatuhan WP dapat berkembang pada pihak yang berpiutang, sedangkan
apabila tidak adanya ketegasan dari instansi dalam hukum pajak lembaga sandera di-
perpajakan, hal ini dapat mencapai suatu kenakan terhadap WP yang memliki utang
titik dimana lumpuhnya sistem perpajakan pajak dalam jumlah tertentu yang tidak atau
(Ratna et al., 2012). Untuk itu, WP agar tidak mempunyai itikad baik untuk meluna-
berada dalam koridor peraturan perpajakan, si utang pajaknya. Lembaga penyanderaan
maka perlu dilakukan upaya intensifikasi, merupakan bentuk penegakan hukum (law
pemeriksaan terhadap WP yang memenuhi enforcement) dibidang perpajakan yang di-
kriteria untuk diperiksa. Tujuan pemeriksa- harapkan dapat berjalan efektif dan ber-
an pajak adalah untuk meningkatkan ke- dampak pada pencairan tunggakan pajak.
patuhan (tax compliance) seorang WP dan di- Seperti dilansir oleh Jawa Pos (10 Okto-
harapkan memiliki pengaruh bagi pe- ber 2015) bahwa Kanwil Jatim II telah me-
ningkatan penerimaan pajak. Menurut Salip ngambil tindakan preventif untuk menertib-
dan Wato (2006) penerimaan pajak di kantor kan WP yang menunggak yaitu dengan me-
Pelayanan Pajak akan meningkat seiring nyandera (gijzeling) terhadap tiga WP yang
dengan timbulnya kepatuhan WP sebagai berasal dari Jawa Timur. Informan Jawa Pos
akibat dari praktik pemeriksaan pajak yang yaitu Bapak Nader Sitorus menyatakan bah-
menggunakan sistem self assesment. wa pihaknya sengaja mengambil tindakan
Hal Ini terbukti dalam praktiknya, tersebut karena sebelumnya sudah mem-
masih banyak WP yang tidak melakukan berikan teguran dan peringatan namun tidak
kewajiban perpajakannya sehingga me- pernah direspon oleh ketiga perusahaan
nyebabkan timbulnya tunggakan pajak yang penunggak pajak tersebut. Nader juga
mengakibatkan berkurangnya penerimaan menginformasikan:
pajak. Untuk itu, pemerintah merasa perlu “Selama tahun 2015, kami telah menyadera
untuk menggiatkan penagihan pajak yang lima penunggak pajak kurang lebih 6 bulan”
merupakan serangkaian tindakan agar WP Pengapnya ruang tahanan diharapkan
melunasi utang pajak dan biaya penagihan membuat WP menjadi tidak kerasan, se-
pajak dengan cara menegur atau mem- hingga akan berpikir ulang untuk melanjut-
peringatkan, melaksanakan penagihan se- kan tindakan pengelapan pajak. Selanjutnya
ketika dan sekaligus, memberitahukan surat WP akan merenungkan tindakannya dan
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksana- berpikir kembali untuk melunasi kewajiban
kan penyitaan, melaksanakan penyanderaan pajaknya.
(gijzeling), dan melelang barang yang telah Tindakan memaksa yang dilakukan
disita (Suandy, 2011). oleh DJP tentunya didasarkan banyaknya
Landasan hukum penagihan pajak di- tindakan penggelapan pajak (Tax Evasion)
atur dalam Undang-undang Nomor 19 dan tindakan penghindaran pajak (Tax
Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan arrearage) yang dilakukan oleh beberapa WP
Surat Paksa sebagaimana telah diubah nakal. Contohnya, kasus penggelapan pajak
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun yang dilakukan oleh pegawai pajak Gayus
2000. Proses penagihan pada dasarnya me- Tambunan dan Dhana Widyatmika. Tidak
rupakan upaya hukum memaksa WP agar hanya penggelapan pajak yang dilakukan
membayar utang pajaknya, sedangkan Lem- oleh dua pegawai pajak tersebut, tetapi juga
baga penyanderaan (gijzeling) merupakan suap pajak.
298 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

Selain itu, kasus penggelapan pajak oleh manusia atau kebebasan bagi WP. Meskipun
perusahaan Asian Agri. gijzeling sudah mulai digalakkan oleh pe -
Asian Agri diduga melakukan peng- merintah namun dalam praktiknya gijzeling
gelapan pajak sejak tahun 2004 sampai 2005 merupakan aktivitas yang penuh dengan
sebesar Rp 1,4 miliar. Modus yang diguna- pertimbangan. Hal ini dapat berdasarkan
kan dalam kasus ini yaitu dengan mereka- pernyataan beberapa staf pajak di DJP
yasa jumlah pengeluaran perusahaan. Aki- Wonocolo:
bat kasus ini negara menderita kerugian “Intinya proses Gijzeling merupakan proses
yang cukup besar. Berkaitan dengan banyak- penagihan pajak akhir setelah semua tindakan
nya kasus yang berkaitan dengan peng- penagihan pajak persuasif lainnya dari mun-
cul surat teguran, surat paksa dan lain-lain
gelapan pajak, maka saat ini (pada tahun
telah dilakukan secara maksimal, sehingga
2015) pemerintah mulai menggalakkan lem- karena merupakan tindakan akhir butuh
baga penyanderaan (gijzeling) untuk meng- adanya persiapan yang teliti terhada proses
antisipasi para penunggak pajak yang nakal Gijzeling dan yang paling krusial adalah
Lembaga sandera (gijzeling) dalam memperhitungkan kemampuan membayar
hukum pajak diberlakukan sebagai tindakan WP. Sehingga sebelum pelaksanaan Gijzeling,
terakhir Direktorat Jenderal Pajak (DJB) Jurusita pajak telah memantau apakah WP
tersebut mampu membayar atau tidak. Jika
dalam melakukan penagihan utang pajak
tidak memiliki kemampuan bayar kemudian
terhadap WP bandel yang tidak melunasi dimasukkan ke penjara tentu membebani kita.
utang pajaknya dan dinilai tidak kooperatif Sehinga saya yakin yang saya lakukan dapat
dalam menyelesaikan kewajibannya. Me- membuat penunggak pajak langsung mem-
nurut Brotodihardjo (1989), gijzeling atau bayar pajaknya”
penyanderaan ialah penyitaan atas badan “Kalau dari sisi kemanusiaan kan memang
orang yang berutang pajak. Tindakan ini Gijzeling upaya paksa. Berarti kan ada pihak
juga suatu penyitaan, tetapi bukan langsung yang berkenan terus dipaksa. Tapi karena ini
telah sesuai dengan Undang-Undang dan WP
atas kekayaan, melainkan secara tidak lang-
tidak melaksanakan kewajibannnya ya saya
sung, yaitu diri orang yang berutang pajak, rasa sudah adil. Justru dengan melaksanakan
sedangkan tujuan dilakukannya gijzeling Gijzeling dan tindakan paksa lainnya saya
adalah untuk mendorong kesadaran, pe- rasa telah berlaku adil pada masyarakat karena
mahaman, dan penghayatan masyarakat telah menegakkan peraturan yang berlaku”.
bahwa pajak adalah sumber utama pem- Berdasarkan kedua pernyataan staf
biayaan negara dan pembangunan nasional, pegawai pajak sebagai juru sita meng-
serta merupakan salah satu kewajiban ke- gambarkan bahwa gijzeling dilakukan jika
negaraan, sehingga dengan penagihan pajak semua yang peringatan, teguran dan paksa-
melalui surat paksa tersebut setiap anggota an sudah dilakukan namun tidak ada itikat
masyarakat wajib berperan aktif dalm me- baik dari para WP yang nakal tersebut.
laksanakan sendiri kewajiban perpajakan- Untuk melakukan proses tersebut butuh
nya. Upaya gijzeling dilaksanakan setelah banyak energi dan waktu karena semua
upaya penagihan oleh DJB melalui se- bukti-bukti harus terkumpul lebih dahulu
rangkaian upaya administratif teratur be- sebelum dilakukan tindakan gijzeling
rupa pemberian Surat Teguran (ST), Surat
Paksa (SP), Surat Perintah Melakukan Pe- Siluet ketiga: ketidakpatuhan WP me-
nyitaan Aset (SPMP) dan Pelelangan tidak nyebabkan pemerintah melakukan tindak-
mendatangkan hasil. Dari sudut hukum an penyanderaan (Gijzeling).
pidana langkah hukum yang ditempuh oleh
Dirjen Pajak melalui gijzeling ini dapat di- MERANGKAI KEPINGAN SILUET DA-
katakan sebagai bagian dari law enforcement LAM SEBUAH CERITA PENDEK
dengan pengertian penegakan hukum ber- Perilaku WP terhadap kewajiban pajak-
kaitan dengan pengurangan hak asasi nya selalu menjadi bahan perbincangan
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 299

yang cukup serius tidak hanya di Indomesia dialami oleh WP pada saat melakukan pe-
saja namun juga di berbagai Negara. Dari ngisian sendiri (self assessment system) untuk
berbagai fenomena yang nampak menunjuk- menghitung berapa besar hutang pajaknya.
kan bahwa WP di Indonesia dalam me- Sehingga membuat mereka tidak gairah
nyikapi kewajiban pajaknya diterjemahkan dalam menjalankan kewajiban perpajakan-
dengan perilaku yang beragam. Adanya nya. Dari berbagai ketidakgairahan tersebut
yang merasa “aware” ada yang bersikap muncul berbagai perilaku yang tidak di-
pesimis bahkan apatis. Semua perilaku itu sarankan untuk dilakukan yaitu perilaku
mencerminkan bahwa WP menerjemahkan tidak melaporkan pajak sampai dengan
kepatuhan dan kesadaran berpajak masih penggelapan pajak. Untuk itu, studi me-
berwarna atau masih belum seragam. Ke- maknai bahwa ketidakgairahan dalam mem-
beragaman ini disebabkan karena WP me- bayar pajak menyebabkan munculnya peri-
nerjemahkan self assessment system dengan laku tax avoidance, tax evasion dan tax
perilaku yang beragam pula. Untuk itu, arrearage.
perilaku WP dalam menjalankan kewajiban Sulitnya untuk menghitung sendiri ke-
pajaknya dapat dirangkum dalam sebuah wajiban pajak menyebabkan beberapa WP
cerita yang didasarkan dari beberapa keping berusaha menghindari kewajibannya. Semen-
fenomena sebagai sebuah temuan. tara, susahnya mencari kehidupan yang
Bagi Calon WP, sistem self assessment layak membuat mereka merasa sayang
system dianggap tidak menguntungkan, se- untuk menyisihkan penghasilan atau ke-
hingga sebagian besar mereka enggan untuk untungannya bagi negara. Selain itu ketidak
mendaftarkan dirinya bahkan menghindar percayaan kepada pemerintah menyebabkan
dari kewajiban ber-NPWP. Data-data ten- mereka berpikir dengan pajak hanya akan
tang dirinya selalu diupayakan untuk di- memperkaya pemerintah atau aparat pajak.
tutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP. Para WP mengharapkan agar uang yang
Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal diserahkan kepada negara digunakan de-
ini, namun yang paling menyolok dalam ngan sebaik-baiknya oleh pemerintah.
temuan studi ini adalah, adanya tingkat Orang, masyarakat atau WP ingin melihat
kesulitan yang cukup tinggi dalam meng- dengan jelas apa yang telah dilakukan ter-
hitung pajak sehingga mereka enggan untuk hadap uang pajak yang telah mereka bayar.
bersentuhan dengan pajak. Seperti kita ke- Apakah ada perbaikan di dalam pelayanan
tahui masyarakat Indonesia masih banyak terhadap mereka sebagai warganegara?
mengalami buta aksara dan masih berada di Apakah urusan dalam berbagai hal yang
bawah garis kemiskinan. Atau bisa dikata- semula kurang lancar kini berubah menjadi
kan bahwa masyarakat Indonesia masih lancar?. Jika pertanyaan ini tidak dapat
kurang mengerti pengetahuan pajaknya. dijawab dengan maka akan timbul per-
Kondisi ini menyebabkan banyak WP harus nyataan, “pajak kita dikemanakan oleh pe-
meminta orang lain menghitungkan besar merintah”
hutang pajaknya. Artinya, self assessment Prasangka negatif kepada aparat pajak
system masih belum berjalan sesuai dengan atau pemerintah menyebabkan para WP
yang diharapkan oleh pemerintah. Selain itu, bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan
masih sedikitnya informasi yang semestinya cenderung menahan informasi dan tidak
disebarkan dan dapat diterima masyarakat kooperatif. Mereka akan berusaha mem-
mengenai peranan pajak sebagai sumber perkecil nilai pajak yang dikenakan pada
penerimaan negara dan segi-segi positif mereka dengan memberikan informasi se-
lainnya. sedikit mungkin. Untuk itu perlu usaha
Berdasarkan informasi yang berhasil keras dari lembaga perpajakan dan media
dikumpulkan oleh penulis, nampak semakin massa untuk membantu menghilangkan
jelas bahwa tingginya faktor kesulitan yang prasangka negatif tersebut.
300 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

Alan Lewis (1982) dalam Agustina Fenomena pengingkaran terhadap ke-


(2012) beranggapan bahwa sikap masyarakat wajiban perpajakan yang dilakukan oleh
terhadap pemerintah menentukan kegairah- beberapa WP yang nampak pada studi ini
an membayar pajak. Pemerintah yang me- menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan ter-
nimbulkan perasaan takut pada rakyat hadap perpajakan masih perlu dipertanya-
disebut dengan pemerintah yang bersifat kan. Salah satu indikator yang dapat di-
koersif, rakyat merasa tidak mempunyai gunakan untuk mengukur kepatuhan WP
jalur untuk menyampaikan kata hatinya adalah Pelaporan SPT Tahunan.
(impotence), dan rakyat merasa terasing Beberapa informan menunjukkan bah-
(alienation) dari pemerintah dalam beberapa wa mereka tidak patuh karena mempunyai
hal, khususnya dalam penyusunan kebijak- beberapa motif antara lain adanya motif
an perpajakan. Hal ini akan membuat bisnis tertentu yang dimiliki WP yang ingin
rakyatnya menghindari pembayaran pajak mendapatkan NPWP, seperti agar dapat
yang memunculkan tax evasion dan tax mengikuti tender pemerintah dan juga men-
arrearage jadi rekan pemerintah ataupun untuk ke-
Menurut James dan Wallschutzky (1995) pentingan bisnis lainnya, sehingga ketika
beberapa alasan mengapa WP melakukan tidak lolos tender, WP tersebut tidak men-
tax evasion adalah: (1) WP berpersepsi ten- jalankan kewajiban perpajakannya seperti
tang: (a) Tarif pajak terlalu tinggi; (b) Sistem SPT Tahunan atau menyetorkan utang pajak.
keadilan dan kejujuran dalam perpajakan Bagi WP yang lolospun atau menjadi rekan
yang kurang; (c) Bagaimana kebijakan pe- pemerintah, hanya menjalankan kewajiban
merintah membelanjakan uang dari pem- perpajakanya pada saat kontrak berjalan dan
bayaran pajak oleh WP; (2) Kecenderungan apabila sudah selesai kepentingan bisnisnya
individu yang kurang memahami aturan maka WP tersebut tidak lagi men- jalankan
dan hukum yang berlaku; (3) Perilaku kewajiban perpajakannya.
individu yang dipengaruhi oleh kelompok Berdasarkan hal tersebut dapat kita
sehingga mempengaruhi individu tersebut simpulkan kepatuhan yang dilaksanakan
melakukan tax evasion; (4) Tax audit, pe- oleh WP masih dalam tataran keterpaksaan
laporan informasi dan potongan dalam bukan karena adanya kesadaran dari yang
pajak; (5) Administrasi pajak yang kurang bersangkut. Pengetahuan tentang perpajak-
dimengerti oleh tax payer; (6) Praktisi pajak; an yang dimiliki ternyata hanya digunakan
(7) Kemungkinan ketahuan dan penegakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan
hukum yang kurang dari pemerintah; dan tertentu bukan sebuah kepatuhan yang se-
(8) Servis dari WP yang kurang dinikmati. benarnya. Untuk itu akan sangat susah jika
Pendapat dari James dan Wallschutzky pengetahuan pajaknya tidak digunakan se-
(1995) juga ditemukan pada studi ini ter- bagaimana mestinya. Padahal pengetahuan
utama dalam pernyataan nomer 2 yaitu tentang pajak ternyata mempengaruhi ke-
kecenderungan individu yang kurang me- sediaan orang untuk melaporkan pe-
mahami aturan dan hukum yang berlaku, nyimpangan yang dilakukan oleh orang lain,
sehingga mereka merasa bahwa pajak hanya khususnya untuk penyimpangan dalam
akan menghabiskan harta kekayaannya, pa- jumlah yang besar. Keadaan demikian ini
jak hanya akan mempersulit dirinya karena dikenal dengan istilah normative constraint,
ketidaktahuan dalam menghitung pajak. namun hal ini tidak dipergunakan.
Akibatnya tax evasion tidak dapat dihindar- Menurut Izza et al (2008), kecurangan ini
kan. Tax evasion dalam studi ini dapat di- dapat dikurangi bila pelaku tax evasion
maknai sebagai sebuah tindakan peng- merasa bahwa perbuatannya diketahui oleh
ingkaran yang dilakukan oleh WP dalam petugas dan dihukum. Untuk menjembatani
menjalankan kewajiban pajaknya hal ini, maka DJP selalu berupaya mem-
bangun kesadaran dan kepedulian serta
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 301

sukarela WP, karena kegiatan ini sangat ber- material adalah suatu keadaan dimana WP
korelasi secara signifikan dengan pencapai- secara substantif/hakekat memenuhi semua
an target penerimaan pajak, namun demi- ketentuan material perpajakan, yakni sesuai
kian, dukungan seluruh lapisan masya- isi dan jiwa undang-undang perpajakan,
rakat sangat dibutuhkan. Bahkan DJP me- sedangkan yang dimaksud kepatuhan for-
nyatakan bahwa meningkatkan kesadaran mal adalah suatu keadaan dimana WP
masyarakat adalah tantangan utama. Se- memenuhi kewajiban perpajakan secara
belum menentukan langkah alternatif untuk formal sesuai dengan ketentuan dalam
membangun kesadaran dan kepedulian undang-undang perpajakan.
sukarela WP, perlu melandasi pemikiran Artinya, informan dalam studi ini ham-
kita bahwa kesadaran membayar pajak pir rata-rata masih memenuhi kewajiban
harus datang dari diri sendiri dan dipupuk perpajakannya secara formal. Masih merasa-
sejak masa kanak-kanak. kan sebuah keterpaksaan belum sampai
Berdasarkan uraian di atas, studi ini pada tingkatan hakekat atau sebuah ke-
dapat mendeskripsikan bahwa self assessment sadaran. Artinya, dapat dikatakan bahwa
system membutuhkan sebuah kesadaran WP belum menjalankan kewajiban pajaknya
bukan keterpaksaan dalam menciptakan se- secara sukarela. Deskripsi ini diperkuat
buah kepatuhan. Rahmany (2012) telah dengan pendapat Sulthoni (2013) yang me-
melakukan sebuah kajian dan menyatakan nyatakan bahwa kepatuhan atas dasar suka-
bahwa pada kenyataannya kepatuhan per- rela dibangun diatas kepercayaan dan siner-
pajakan di Indonesia belum baik, yang gi. Transparansi dalam pemenuhan kewajib-
menyebutkan bahwa tingkat kepatuhan WP an pajak memerlukan rasa sukarela sebagai
masih rendah, dari 55 juta WP pribadi hanya tulang punggung pada self assesment system
9 juta yang taat, dan dari 12 juta WP badan, dimana WP bertanggung jawab menetapkan
baru 500 ribu yang taat membayar pajak. sendiri kewajiban pajaknya dan tepat waktu
Demikian pula menurut Petrus Tambunan membayar dan melaporkan pajak atas
(2012) yang menyatakan bahwa WP yang penghasilan. Sedangkan WP yang dikatakan
terdaftar di Ditjen Pajak Per 30 April 2012 patuh bila memenuhi persyaratan sebagai
mencapai 14.101.933 orang, namun SPT yang berikut (sesuai Keputusan Menteri Keua-
diterima baru 7.733.271. ngan No. 544/KMK.04/2000): (1) Tepat wak-
Realisasi yang berhasil dikumpulkan tu dalam menyampaikan surat pemberi-
oleh penulis berkaitan dengan target pajak tahuan untuk semua jenis pajak dalam 2
yang juga mengindikasi mengenai ke- (tahun) terakhir, (2) Tidak mempunyai tung-
patuhan yaitu catatan DJP hingga 31 Juli gakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
2015 (www.pajak.go.id), realisasi penerima- telah memperoleh ijin mengangsur atau
an pajak mencapai Rp 531,114 triliun. Dari penundaan bayar pajak, (3) Tidak pernah
target penerimaan pajak yang ditetapkan dijatuhi hukuman
sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 Dari pernyataan di atas nampak jelas
triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai bahwa kepatuhan harusnya dilandasi se-
41,04%. Jika dibandingkan dengan periode buah kesadaran bukan sebuah keterpaksaan.
yang sama di tahun 2014, realisasi pe- Jika dilandasi dengan keterpaksaan maka
nerimaan pajak di tahun 2015 ini mengalami hasilnya seperti yang terjadi pada saat ini
pertumbuhan yang cukup baik di sektor baik di Surabaya maupun di Indonesia.
tertentu, namun juga mengalami penurunan Mereka melaporkan dan membayar pajak
pertumbuhan di sektor lainnya, sedangkan hanya karena takut jika didenda, takut jika
Armia (2002) menyatakan bahwa terdapat diperkarakan di meja hijau. Akibatnya, WP
dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan akan selalu mencari celah bagaimana tidak
material dan kepatuhan formal. Kepatuhan membayar pajak namun tidak diketahui oleh
pemerintah. Berbagai cara mereka lakukan
302 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

hanya untuk tidak membayar pajak ataupun yang perlu digarisbawahi adalah gijzeling
mengurangi pajak terutangnya (tax evasion). merupakan salah satu upaya dalam rangka
Fenomena tax evasion sebagai dampak penegakan hukum (law enforcement). Tindak-
dari self assessment system membuat pe- an tersebut dapat menambah penerimaan
merintah perlu untuk mengantisipasi apa- negara, namun demikian, perlu ditekankan
bila ketidakpatuhan lebih menarik di- kepada masyarakat bahwa tindakan gijzeling
bandingkan dengan kepatuhan. Untuk itu bukan hanya untuk mencapai target dalam
pemerintah mengambil sikap tegas dengan anggaran negara. Dengan dikekang ke-
melakukan penyanderaan (gijzeling) jika WP bebasannya sementara waktu, WP diharap-
tetap membandel meskipun telah diberikan kan dapat melunasi utang pajaknya. Artinya,
peringatan. penerapan gijzeling dilakukan untuk men-
Gijzeling adalah langkah terakhir yang ciptakan efek jera sehingga slogan nobody
dilakukan oleh pemerintah jika mendapat- wants to pay taxes sudah terhapus dan di-
kan WP yang membandel (Muliari, 2009). gantikan dengan orang bijak taat pajak.
Dalam menjalankan gijzeling, syarat yang Penulis yakin semua masyarakat ingin
harus dipenuhi adalah utang pajak se- disebut sebagai orang bijak, supaya menjadi
kurang-kurangnya sebesar seratus juta orang bijak maka membayar pajak bukan
rupiah dan penanggung pajak diragukan lagi sebuah keterpaksaan namun menjadi
itikad baiknya dalam melunasi pajak. Untuk sebuah kesadaran.
menjaga prinsip kehati-hatian, pelaksanaan
gijzeling hanya dilakukan setelah ada Surat DAFTAR PUSTAKA
Perintah Penyanderaan atas izin Menteri Agustina, R. 2012. Penerapan Self assessment
Keuangan atau Gubernur dan diterima oleh system Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap
penanggung pajak. Waktu penyanderaan Tingkat Kepatuhan WP Bandung. Jurnal
maksimal 6 bulan sejak penanggung pajak Unikom
dimasukkan tempat penyanderaan dan da- Alm, J., B. Roy., dan M. N. Murray. 1990. Tax
pat diperpanjang. Meskipun telah dilakukan Structure and Tax Compliance. The
penyanderaan, hal tersebut tidak meng- Review of Economics and Statistics 72(4):
akibatkan hapusnya utang pajak dan ter- 603-613.
hentinya pelaksanaan penagihan. Ajzen, I, 2002. Constructing a TPB Question-
Menurut beberapa informan dari KPP di naire: Conceptual and Methodological
Surabaya, jika kebijakan gijzeling dilaksana- Considerations. September (Revised
kan dengan tepat, tindakan law enforcement January, 2006).
tersebut akan mendorong WP untuk patuh Akbar, I. N., D. Atmanto dan A. Jauhari,
membayar pajak. Menurut Herbert Kelman 2015. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak
(1966) dalam Compliance, Identification, and Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan
Internalization: Three Process of Attitude Self Assesment System. Jurnal Perpajakan
Change Problem, gijzeling dapat dijadikan (JEJAK) 7(1).
salah satu motif membayar pajak karena Allingham, M. G. and A. Sandmo. 1972.
didorong oleh ketakutan akan mendapatkan Income Tax Evasion: A Theoritical Ana-
hukuman bila tidak membayar kewajiban lysis. Journal of Public Economics 1.
perpajakannya (Klepper and Nagin, 1989). Al-Banjari, R. R. 2008. Prophetic leadership.
Mengingat Indonesia menerapkan sis- Penerbit Diva press. Yogyakarta
tem self assessment, pada tahap akhir, pe- Armia, C. 2002. Pengaruh Budaya terhadap
nerapan gijzeling akan menciptakan tingkat Efektivitas Organisasi: Dimensi Budaya
kesadaran yang tinggi untuk membayar Hofstede. JAAI 6(1): Juni 2002. Diakses
pajak secara sukarela dan membangun ke- tanggal 30 April 2010 dari http://google.
percayaan masyarakat dalam membayar co.id/
kewajiban perpajakan. Untuk itu, satu hal
Ke (Tidak) Patuhan Wajib Pajak... – Diamastuti 303

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Gunadi. 2005. Fungsi Pemeriksaan Terhadap
pendekatan praktik. PT. Rineka Cipta. Peningkatan Kepatuhan pajak (Tax
Jakarta. Complience). Jurnal Perpajakan Indonesia
Bohari. 2003. Penerapan Self Assesment 4(5).
System dalam Sistem Perpajakan Nasi- Hutagaol, J. 2007. Perpajakan: Isu-isu Kontem-
onal. Majalah Ilmiah Hukum Amanna porer. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Gappa No.13/Tahun XI/ Januari-Maret Izza, N, I. Alfi dan A. Hamzah. 2008. Etika
2003. Penggelapan Pajak Perspektif Agama:
Brotodiharjo, R. S. 1991. Pengantar Ilmu Sebuah Studi Interpretatif. Simposium
Hukum Pajak. Edisi Pertama. Buku Per- Nasional Akuntansi XII. IAI
tama. Cetakan Pertama. PT. Eresco. James, S dan C. Nobes. 1996. The Economic of
Bandung. Taxation: Principles, Policy and Practice.
Choiruman, A. 2004. Pemeriksaan Pajak 1996/1997 Edition, Europe: Prentice
Masa Depan, http://www.indodigest.com/ Hall.
Indonesia-specialthoughts-106.html James, S dan C. Alley. 2004.Tax Compliance,
Choong, K. F. dan M. L Lai. 2009. Self Self-Assesment and Tax Administration.
Asesment Taxs Sistem and Compliiance Journal of Financial and Management in
Complexity: Tax Practitioner Perspectif. Public Services 2(2).
Oxford Buisiness and Economics Con- James, S., dan I. Wallschutzky. 1995. Con-
ference Program. siderations Concerning the Design of an
Chung, K. 2002. Does Fairness Matter in Tax Appropriate System of Tax Rulings.
Reporting Behavior?. Journal of Economic Revenue Law Journal 175.
Psychology 23. Jackson, B., Millirion dan D. Toy. 1986. Tax
Damayanti, D. 2012. Pegawai Direktorat compliance research, finding, problems
Jenderal Pajak: http://www.pajak.go.id/ and prospects. Journal of Accounting
article/indikator-dibalik-naiknya-permoho Literature: 125-166.
nan-keberatan-dan-banding, Senin, 25 Juni Jung, W.O. 1999. Tax paper Diclousure and
2015. Penalties Law. Seul National Univercity.
Diamastuti, E. dan D. Prastiwi. 2015. Peri- October: 151: 742.
laku Mitra Binaan dalam Menyikapi Kelman, H. 1966. Compliance, Identification,
Penerapan Peraturan Pemerintah No- And Internalization: ThreeProcess of Atti-
mor 46 Tahun 2013 (Studi pada Mitra tude Change”, dalam Problems in Sosial
Binaan PT. SEMEN INDONESIA (Per- Psychology, McGrawhill. New York.
sero) Tbk). Prosiding Seminar Nasional Klepper, S and D. Nagin, 1989. Tax Compli-
dan The 2nd Call For Syariah Paper ance and Perceptions of the Risks of
(SANCALL 2015). Detection and Criminal Prosecution.
Enahoro, J. A. and Olabisi Jayeola. 2012. “Tax Law and Society Review 23(2).
Administration and Revenue Genera- Mardiasmo. 2008. Perpajakan. Yogyakarta:
tion of Lagos State Government, Nige- Andi Offset.
ria”. Research Journal of Finance and Media Akuntansi. 2015
Accounting. ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN Moloeng, L. J. 2007. Metodologi Penelitian
2222-2847 (Online) 3(5). Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosda-
Giddens, A, D. Bell dan M. Forse. 2004. La karya. Bandung.
Sociologie. Histoire et Ideas. Terj. Sosiolohi Muliari, S. 2009. Pengaruh Persepsi Tentang
Sejarah Pemikiran. Kreasi wacana. Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib
Yogyakarta. Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib
Gie, K, K. 2007. Moralitas Aparat Pajak. di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
http://google.co.id/. Di akses tanggal 13 Denpasar Timur. Jurnal Akuntansi dan
Januari 2015. Bisnis 6(1).
304 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 3, September 2016 : 280 – 304

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Peri- Supriyati. 2011. Pengaruh Pengetahuan


laku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta. Pajak Dan Persepsi Wajib Pajak Ter-
Ratna, S, Maria M dan N N. Afriyanti 2012. hadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal
Pengaruh Kepatuhan WP dan Pe- Akuntansi: The Indonesian Accounting
meriksan Pajak pada Peneriman PPh Review 1(1): 27-36.
pasal 25/29 WP Badan di KPP Pratama Sulistyo. 2015. Blogku. www.pajak.go.id di-
Denpasar Timur. Jurnal Audit, Akuntansi akses tanggal 21 Oktober 2015.
dan Bisnis 7. Sultoni. 2013. PMK 16/PMK.03/2013 Makin
Rima, N. P. 2013. Hubungan Jumlah dan Meneguhkan DJP. Diakses dari www.
Kepatuhan WP Badan dengan Pe- pajak.go.id diakses tanggal 14 agustus
nerimaan PPh KPP Pratama. Jurnal 2015.
EMBA 1(3): 730-740. Tarjo dan I. Kusumawati. 2006. Anallisis
Richardson, G. 2006. The Impact of Tax Prilaku WP Orang Pribadi terhadap Pe-
Fairness Dimensions on Tax Compliance laksanan Self Assessment System: Satu
Behavior in an Asian Jurisdiction: The Studi di Bangkalan. JAAI. 10(1): 101-120.
Case of Hong Kong. International Tax Trisnayanti, I. A .I dan I. K Jati. 2015.
Journal Pengaruh Self Assessment System, Pe-
Salip dan T. Wato. 2006. Pengaruh Pe- meriksaan Pajak dan Penagihan Pajak
meriksan Pajak Terhadap Peneriman pada penerimaan PPN. E-Jurnal Akun-
Pajak (Studi Kasus: Di KPP Jakaarta tansi Universitas Udayana 13(1): 292-310.
Kebon Jeruk). Jurnal Keuangan Publik Hutomo, Y. B. 2009. Pajak Penghasilan, Konsep
4(2). dan Aplikasi Berdasarkan Undang-Undang
Slamet, E dan S. Jurdi. 2005. Politik Per- No. 36 Tahun 2008 Beserta Peraturan
pajakan, Membangun demokrasi Negara. UI pelaksana. Universitas Atma Jaya.
Press. Jakarta. Yogyakarta.
Suandy, E. 2002. Hukum Pajak. Salemba
Empat.

View publication stats

Você também pode gostar