Você está na página 1de 7

HUBUNGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI TERHADAP KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA 1-4 TAHUN


Angina Rohdalya Solin1, Oswati Hasanah2, Sofiana Nurchayati3
1
Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
Email: na.dalya2702@gmail.com

Abstract

Stunting (short) is the late growth of children which results in not reaching normal height, this is influenced by the
presence of chronic nutritional problems, both in the mother / prospective mother during the fetus, nutrition at the age of
infants / toddlers and infectious diseases suffered during infancy. The aim of the study was to see the relationship
between the incidence of infectious diseases and the incidence of stunting in infants. This research was conducted at the
Pekanbaru Rejosari Health Center with a descriptive correlation design study using a retrospective approach. The
research sample was taken by accidental sampling on 30 respondents. The sample inclusion criteria were toddlers aged
1-4 years, toddlers who visited the Rejosari Health Center. The measuring instrument used is the meter and
anthropometric table of the Indonesian Ministry of Health and a questionnaire about the frequency of diarrhea and ISPA
that has been tested for validity and reliability. The statistical test results of diarrheal infectious disease on stunting
events using the Chi-Square test obtained p value (0,000) < (α = 0.05) and the results of statistical tests for the incidence
of ISPA infection against stunting events were obtained p value (0.001) <(α = 0.05) showed that there was a
relationship between diarrheal infectious disease and ISPA in the incidence of stunting in infants with the results
expected by the government to have a real effort on the health of children under five, to improve good nutrition and
treatment for sick children in order to avoid infectious diseases which caused toddlers are left to experience infectious
diseases for a long time.

Keywords: Acute Respiratory Tract Infection (ISPA), Diarrhea, Infectious Disease and Stunting

PENDAHULUAN merupakan masalah kesehatan yang harus


Balita pendek (stunting) adalah balita ditanggulangi. Global Nutrition Report tahun
dengan status gizi yang berdasarkan panjang 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam
atau tinggi badan menurut umurnya bila 17 negara, di antara 117 negara, yang
dibandingkan dengan standar baku WHO- mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) wasting dan overweight pada balita.
tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD Pendek terjadi karena dampak kekurangan
dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z- gizi kronis selama 1.000 hari pertama
scorenya kurang dari -3SD (Kemenkes RI, kehidupan anak. Masalah balita pendek
2016). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit
pengertian pendek dan sangat pendek adalah yang diderita selama masa balita. Seperti
status gizi yang didasarkan pada indeks masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang berbagai kondisi lain yang secara tidak
merupakan padanan istilah stunted (pendek) langsung mempengaruhi kesehatan balita.
dan severely stunted (sangat pendek). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
Balita pendek (stunting) dapat diketahui stunting diantaranya adalah pendidikan orang
bila seorang balita sudah diukur panjang atau tua, pekerjaan orang tua, status ekonomi
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan keluarga dan penyakit infeksi (Anshori, 2013).
standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Penyakit infeksi merupakan salah satu
UNICEF (2011) ada 165 juta (26%) balita masalah dalam bidang kesehatan yang dari
dengan stunting di seluruh dunia. Di waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi
Indonesia, sekitar 37,2% anak balita merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari
mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/ satu orang ke orang lain atau dari hewan ke
Riskesdas, 2016). Karenanya persentase balita manusia (Putri, 2010). Setiap tahun, infeksi
pendek di Indonesia masih tinggi dan menewaskan 3,5 juta orang yang sebagian
JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 65
besar terdiri dari anak-anak miskin dan anak Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Riau
yang tinggal di negara-negara berpenghasilan (2015) ISPA sebesar 83.92 %. Ada banyak
rendah dan menengah (WHO, 2014). Penyakit faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA.
infeksi rentan terjadi dan sering dialami pada Wantania dkk (2012) dalam Maharani (2017)
balita. Dimana balita merupakan kelompok kejadian ISPA dipengaruhi oleh agen
umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, dan penyebab seperti virus dan bakteri, faktor
salah satu masalah yang sering dialami pada pejamu (usia anak, jenis kelamin, status gizi,
balita adalah diare dan ISPA. imunisasi dll) serta keadaan lingkungan
Menurut WHO (2015) melaporkan (polusi udara dan ventilasi). Usia anak
terdapat 6,1% kematian balita didunia yang merupakan faktor predisposisi utama yang
disebabkan oleh penyakit infeksi diare dan menentukan tingkat keparahan serta luasnya
ISPA. Di indonesia, sekitar 83 % kematian infeksi saluran nafas. Selain itu, status gizi
disebabkan oleh penyakit infeksi, kelahiran juga berperan dalam terjadinya suatu penyakit.
dan kondisi gizi yang didapatkan oleh anak- Hal ini berhubungan dengan respon imunitas
anak (Fikawati, 2017). Diare adalah suatu seorang anak. Penyakit ISPA sering dikaitkan
keadaan yang ditandai dengan bertambahnya dengan kejadian malnutrisi dan stunting pada
frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari anak (Fikawati, 2017).
yang disertai dengan perubahan konsistensi Anak yang menderita penyakit infeksi
tinja menjadi cair dengan/tanpa darah dan dengan durasi waktu yang lebih lama, maka
dengan/tanpa lendir. Diare menjadi salah satu kemungkinan akan lebih besar mengalami
penyebab kematian terbanyak ke dua pada kejadian stunting. Serta lebih cenderung
anak berusia di bawah lima tahun (WHO, mengalami gejala sisa (sekuel) akibat infeksi
2012). umum yang akan melemahkan keadaan fisik
Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa anak (Gibney, 2002).
diare merupakan salah satu penyakit infeksi Menurut hasil penelitian Wanda Lestari,
dan merupakan penyebab kematian terbanyak penyakit infeksi merupakan risiko stunting.
pada anak dibawah lima tahun. Diare sebagai Penelitian ini dilakukan berdasarkan apakah
penyebab kematian anak umur dibawah 1 pernah menderita diare dalam 2 bulan terakhir.
tahun sebanyak 31% dan kematian anak umur Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak
3-5 tahun sebanyak 25% (Kemenkes RI, yang menderita diare dalam 2 bulan terakhir
2011). Sedangkan menurut Dinas Kesehatan memiliki risiko sebesar 5,04 kali untuk
Provinsi Riau (2015) angka kejadian diare menjadi stunting dibandingkan dengan anak
terbanyak adalah 25,2 %. Faktor lain yang yang tidak pernah diare dalam 2 bulan
akan dialami oleh balita selain diare ialah terakhir. Hal ini sejalan dengan penelitian lain
terjadi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bahwa anak yang mengalami diare dalam
sebanyak 30% (Anshori, 2013) kurun waktu 24 bulan pertama kehidupan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) cenderung untuk lebih pendek 1,5 kali dan
merupakan penyakit yang sering terjadi pada terjadi risiko stunting sebesar 7,46 kali pada
anak. Jumlah kasus ISPA di masyarakat anak yang diare. Hasil penelitian Anshori
diperkirakan sebanyak 10% dari populasi (2013) dalam penelitiannya menyatakan
(Depkes RI, 2009). ISPA adalah penyakit bahwa anak dengan riwayat penyakit infeksi
menular yang menjadi penyebab utama seperti ISPA berisiko empat kali lebih besar
kematian pada anak usia < 5 tahun di dunia. untuk mengalami stunting dibandingkan
Hampir 7 juta anak meninggal akibat ISPA dengan anak yang tidak memiliki riwayat
setiap tahunnya. Kasus terbanyak terjadi di penyakit infeksi. Peneliti ini juga sejalan
Bahamas (33%), Romania (27%), Timor Leste dengan penelitian yang dilakukan oleh
(21%), Afganistan (20%), Lao (19%), Welasasih (2012) dalam penelitiannya
Madagascar (18%), Indonesia (16%), dan menyatakan bahwa sebagian besar balita
India (13%) (WHO, 2015). Prevalensi ISPA di stunting sering menderita sakit sebanyak 14
Indonesia pada tahun 2013 adalah 25,0% dan orang (53,8%), sedangkan pada kelompok
prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada balita normal sebagian besar jarang mengalami
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%. sakit yaitu sebanyak 21 orang (80,8%).

JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 66


Survey awal dari hasil wawancara pada Tabel 1
tanggal 13 Oktober 2018 di Wilayah Kerja Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Puskesmas Rejosari Pekanbaru. yang peneliti Karakteristik Responden
Frekuensi Presentase
lakukan pada 8 orang balita yang mengalami F (%)
1. Jenis Kelamin
stunting, 5 diantaranya pernah mengalami Laki-laki 15 50,0
penyakit infeksi seperti penyakit diare dan Perempuan 15 50,0
ISPA pada saat balita berumur 1 – 4 tahun. 2. Usia
Sedangkan 3 diantaranya tidak pernah Toddler (12-36) 23 76,4
mengalami penyakit infeksi. Pra-sekolah (37-48) 7 23,6

Tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui hubungan kejadian penyakit 2. Analisa Bivariat
infeksi terhadap kejadian stunting pada balita. Tabel 2
Hubungan kejadian penyakit infeksi diare
METODOLOGI PENELITIAN terhadap kejadian stunting pada balita
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Sangat
Normal Total P
Pendek
Puskesmas Rejosari Pekanbaru. Penelitian ini Diare valu
N % N % N % e
menggunakan desain penelitian deskriptif
Sering 14 93,3 1 6,7 15 100 0,00
korelasi dengan pendekatan retrospektif.
0
Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu Jarang 3 20 12 80 15 100
penyakit infeksi sebagai variabel independen Total 17 56,7 13 43,3 30 100
dan kejadian stunting sebagai variabel Tabel 2 memperlihatkan bahwa balita yang
dependen. mengalami diare dengan kejadian stunting
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 93,3% dengan hasil yang diperoleh
seluruh balita yang berusia 1-4 tahun yang P value (0,000) < (α =0,05) menyatakan
berada di wilayah kerja Puskesmas Rejosari. bahwa adanya hubungan yang kuat antara
Teknik yang digunakan dalam pengambilan penyakit infeksi diare terhadap kejadian
sampel adalah teknik accidental sampling stunting pada balita.
sebanyak 30 orang responden dengan kriteria
inklusi yaitu balita usia 1-4 tahun, balita yang Tabel 3
berkunjung ke Puskesmas Rejosari dan ibu Hubungan kejadian penyakit infeksi ISPA
yang memberikan izin untuk menjadi terhadap kejadian stunting pada balita
responden. Sangat
Alat pengumpul data yang digunakan Pendek
Normal Total P
ISPA
adalah kuesioner tentang frekuensi diare N % N % N % value
dikatakan “Serimg” apabila frekuensinya ≥ 2 Sering 15 83,3 3 16,7 18 100 0,001
Jarang 2 16,7 10 83,3 12 100
kali/6 bulan dan dikatakan “Jarang” apabila
Total 17 56,7 13 43,3 30 100
frekuensinya <2 kali/6 bulan, sedangkan
dikatakan ISPA apabila frekuensi “Sering” ≥ 5 Tabel 3 memperlihatkan bahwa balita yang
kali/6 bulan dan “Jarang” apabila frekuensinya mengalami ISPA dengan kejadian stunting
< 5 kali/6 bulan serta menggunakan meteran sebanyak 83,3% dengan hasil yang diperoleh
dan tabel antropometri Kemenkes RI. Data P value (0,001) < (α =0,05) menyatakan
dianalisis menggunakan uji alternatif Fisher’s bahwa adanya hubungan antara penyakit
exact. infeksi ISPA terhadap kejadian stunting pada
balita.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan 1. Karakteristik Responden
bahwa diperoleh jenis kelamin laki-laki dan Hasil penelitian yang dilakukan
perempuan memiliki persentase yang sama terhadap 30 orang responden balita
sebanyak (50,0%). Pada variabel usia diperoleh hasil yang sama dengan jumlah
responden yang paling banyak adalah usia responden berjenis kelamin laki-laki 50,0%
toddler (76,4%). dan 50,0% berjenis kelamin perempuan.
Penelitian sesuai dengan Halim (2018)
JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 67
mengatakan bahwa hasil analisa jumlah yang banyak sehingga perlu diganti
menunjukkan balita yang mengalami untuk membantu penyembuhan diare pada
stunting proporsinya sama, baik balita laki- anak dan juga menjaga balita tetap sehat
laki maupun perempuan. Hasil dibulan-bulan berikutnya. Dimana
penelitiannya didapatkan masing-masing pemberian Zink ini berguna untuk
berjumlah 14 sampel atau 50% dan terlihat mengurangi lamanya dan tingkat keparahan
bahwa tidak ada perbedaan komposisi jenis diare serta menghindari terjadinya diare
kelamin antara kelompok anak usia toddler pada 2-3 bulan berikutnya yang akan
dan prasekolah yang mengalami stunting berdampak pada balita yang mengalami
dan yang tidak mengalami stunting. stunting (Fikawati, 2017).
Gambaran karakteristik responden
pada penelitian ini dapat dilihat dari tabel 1 2. Hubungan Kejadian Penyakit Infeksi
dimana untuk usia rata-rata responden yang ISPA dengan Kejadian Stunting
terbanyak rentang 12-36 bulan sebanyak Hasil penelitian menunjukkan hasil
76,4 %. Penelitian di Pati yang distribusi balita stunting kategori sangat
menunjukkan bahwa panjang badan lahir pendek yang mengalami ISPA sangatlah
merupakan faktor risiko kejadian stunting tinggi yaitu (83,3%) sedangkan pada balita
pada anak usia 12-36 bulan. yang sering mengalami ISPA dengan
Hal ini disebabkan semakin rendahnya kategori normal sebanyak (17,7%).
kurva tinggi badan menurut usia (TB/U) Frekuensi terbanyak yang ditunjukan pada
pada anak yang berusia dibawah 2-3 tahun, balita yang stunting (sangat pendek) dengan
kemungkinan menggambarkan proses gagal sering mengalami ISPA yang menyebabkan
bertumbuh atau stunting yang masih sedang turunnya nafsu makan pada balita.
berlangsung atau sedang terjadi. Sementara Penelitian ini sejalan dengan yang
pada anak yang berusia lebih tua (37 dilakukan oleh Picauly (2013)
sampai dengan 48 bulan), akan menunjukkan bahwa anak yang memiliki
menggambarkan keadaan di mana anak riwayat penyakit infeksi memiliki peluang
tersebut telah mengalami kegagalan mengalami stunting lebih besar
pertumbuhan atau telah menjadi stunted dibandingkan anak yang tidak memiliki
(pendek) (Fikawati, 2017). riwayat penyakit infeksi seperti diare dan
ISPA. Sehingga berpeluang 2,3 kali
1. Hubungan Kejadian Penyakit Infeksi mengalami stunting dibandingkan dengan
Diare dengan Kejadian Stunting anak yang tidak memiliki riwayat.
Pada penelitian yang telah dilakukan, Bardonoso dkk (2015), infeksi yang
didapatkan hasil bahwa balita dengan dimaksud adalah penyakit diare dan infeksi
frekuensi sering sebanyak 93,3% orang pernafasan, dikaitkan dengan stunting pada
dengan mengalami kejadian diare pada anak-anak usia 12-48 bulan yang tinggal
balita yang mengalami stunting dengan didaerah miskin dan pedesaan serta
kategori sangat pendek, sedangkan balita perkotaan. Dari data kuesioner telah
yang sering mengalami diare dengan didapatkan riwayat anak yang mengalami
kategori normal sehingga dikatakan tidak diare dan ISPA. Dimana penyebab utama
stunting sebanyak 6,7% orang. Hal ini terjadinya stunting pada balita adalah
sejalan dengan penelitian Widari (2018), makanan dan penyakit infeksi. Asupan
bahwa balita yang memiliki riwayat infeksi energi yang berasal dari protein, seng dan
diare lebih berisiko mengalami stunting zat besi juga turut memberikan kontribusi.
yaitu 4,808 kali lebih besar mengalami Protein yang berfungsi sebagai
stunting daripada balita yang tidak pembentuk jaringan baru dan
mengalami riwayat diare. Kejadian diare ini perkembangan tubuh, memelihara,
dapat menyebabkan efek jangka panjang memperbaiki serta mengganti jaringan
berupa defisit pertumbuhan tinggi badan. rusak. Walaupun asupan energi balita
Selama masa diare dialami oleh balita, terpenuhi tetapi, balita yang mengalami
maka mineral Zink akan ikut hilang dalam defisiensi asupan protein yang berlangsung

JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 68


lama akan menyebabkan pertumbuhan balita yang sering mengalami penyakit
tinggi badan yang terhambat. Sedangkan infeksi diare dan mengalami stunting
kebutuhan seng secara fisiologis meningkat (sangat pendek) sebanyak 14 (93,3%),
pada periode pertumbuhan cepat, akibat sedangkan balita yang sering mengalami
terjadinya proses replikasi DNA, transkripsi diare tetapi, tidak stunting (normal)
DNA dan fungsi endokrin. Dimana Seng sebanyak 1 (6,7%) orang. Hasil uji statistik
berperan dalam sintesis DNA dan RNA diperoleh p value (0,000) < (α = 0,05)
yang berperan penting dalam replikasi dan dengan tingkat kejadian diare terhadap
diferensiasi kondrosit dan osteoblast, kejadian stunting. Berdasarkan hasil
transkripsi dan sintesis somatomedin, penelitian dengan balita yang sering
osteokalsin dan kolagen serta metabolism mengalami penyakit infeksi ISPA dan
karbohidrat, protein serta lemak. mengalami stunting (sangat pendek)
Zat besi merupakan microelement yang sebanyak 15 (83,3%), sedangkan balita
esensial bagi tubuh dimana zat ini yang sering mengalami ISPA tetapi, tidak
diperlukan dalam hemopobesis yaitu stunting (normal) sebanyak 3 (16,7%)
pembentukan molekul hemoglobin (Hb), orang. Hasil uji statistik yang diperoleh p
sehingga apabila jumlah zat besi dalam value (0,001) < (α = 0,05) dengan tingkat
bentuk simpanan cukup, maka kebutuhan kejadian ISPA terhadap kejadian stunting
untuk pembentukan sel darah merah dalam yang menunjukkan bahwa adanya
sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Akan hubungan yang signifikan antara kejadian
tetapi jika tidak terpenuhi, maka terjadinya penyakit infeksi terhadap kejadian stunting.
ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil
Maka balita akan mengalami risiko penelitian Desyanti dan Nindya (2017),
kekuragan besi. Berkurangnya asupan besi menunjukkan analisis hasil dengan Chi-
yang dimiliki balita akan menyebabkan Square bahwa terdapat hubungan yang
terhambatnya pertumbuhan pada balita, jika signifikan antara riwayat diare dan kejadian
berlangsung dalam waktu lama akan stunting, riwayat ISPA dan stunting. Anak
menyebabkan stunting pada balita (Sundari, yang sering mengalami berisiko 3,7 kali
2016). lebih besar. Sejalan dengan hasil penelitian
Hasil penelitian yang telah yang dilakukan di Karangasem yang
dilaksanakan didapatkan data yang menunjukkan bahwa penyakit infeksi dapat
singnifikan bahwa terdapat hubungan antara mengganggu pertumbuhan linear dengan
kejadian penyakit infeksi terhadap kejadian terlebih dahulu mempengaruhi status gizi
stunting. Akan tetapi, didapatkan juga data anak balita. Hal ini terjadi karena penyakit
bahwa balita yang jumlah frekuensi ISPA infeksi dapat menurunkan intake makanan,
“Jarang” sebanyak 10 (83,3%) yang mengganggu absorbsi zat gizi sehingga
mengalami stunting kategori sangat pendek. menyebabkan hilangnya zat gizi secara
Hal tersebut dapat terjadi, dikarenakan langsung dan meningkatkan kebutuhan
beberapa faktor penyebab lainnya adalah metabolik. Hasil penelitian ini dapat
berat lahir yang rendah, stimulasi dan disimpulkan bahwa adanya hubungan yang
pengasuhan anak kurang tepat, asupan singnifikan antara riwayat penyakit infeksi
nutrisi kurang serta faktor lingkungan seperti diare dan ISPA terhadap kejadian
lainnya (Fikawati, 2017). Penelitian ini stunting dengan beberapa faktor penyebab
sejalan dengan Nurkarimah (2018) terjadinya stunting.
menunjukkan hasil analisis data didapatkan
hasil bahwa dari keseluran responden anak SIMPULAN
usia 6-24 bulan di Puskesmas Rejosari, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang stunting sebesar (37,9%), karakteristik responden dengan jenis kelamin
dan yang tidak mengalami stunting sebesar laki-laki dan perempuan miliki proporsi yang
(62,1%). sama yaitu (50,0%) sedangkan karakteristik
Hasil penelitian yang dilakukan pada usia balita 12-36 bulan sebanyak 76,4 %. Hasil
30 orang responden memperlihatkan bahwa penelitian kejadian diare dan stunting, dimana

JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 69


menunjukkan hasil bahwa sebanyak (93,3%) Fakultas Kedokteran Universitas
yang sering mengalami diare dan stunting, Diponegoro.
sedangkan sering mengalami ISPA dengan Bardosono, S., Sastroamidjojo, S., & Lukito,
stunting sebanyak (83,3%) .Berdasarkan hasil W. (2007). Determinants of Child
Fisher's Exact bahwa kejadian penyakit Malnutrition during the 1999
infeksi terhadap kejadian stunting pada balita Economic Crisis in Selected Poor
diperoleh p value (0,000) < (α = 0,05) pada Areas of Indonesia. Diperoleh Tanggal
balita yang mengalami diare dan p value 17 Januari 2019. Asia Pacific Journal
(0,001) < (α = 0,05) pada balita yang of Clinical Nutrition.
mengalami ISPA, yang menunjukkan ada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
hubungan yang signifikan antara kejadian (2009). Pedoman Pengendalian
penyakit infeksi terhadap kejadian stuting pada Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
balita. Akut, Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
SARAN Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
1. Bagi Puskesmas Desyanti, C., & Nindya, T. S. (2017).
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan
masukan bagi institusi dalam Praktik Higiene dengan Kejadian
meningkatkan pelayanan kesehatan Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan
terutama upaya preventif dan kuratif untuk di Wilayah Kerja Puskesmas
peningkatan kesehatan balita, peningkatan Simolawan. Diperoleh Tanggal 18
gizi pada balita serta memberikan Januari 2019 Surabaya. Amerta Nutr.
pengobatan balita yang mengalami sakit Dinas Kesehatan Provinsi Riau. (2015). Profil
sehingga terhindar dari penyakit infeksi. Kesehatan Riau. Pekanbaru: Dinas
Kesehatan Provinsi Riau.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Fikawati, S. (2017). Gizi Anak dan Remaja.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai Depok: Rajawali Pers Kementerian
data dasar bagi peneliti selanjutnya untuk Kesehatan Republik Indonesia. (2015).
melakukan upaya mengatasi kejadian Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
stunting pada balita. Kementrian Kesehatan Indonesia.
Gibney, J., Michael, B, M., Margarets, J, M.
UCAPAN TERIMA KASIH
K., Lenore, A. (2002). Gizi Kesehatan
Terima kasih yang tak terhingga atas
Masyarakat. Jakarta: EGC.
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
Halim, A. L. (2018). Hubungan Faktor-faktor
dalam penyelesaian laporan penelitian ini.
Risiko dengan Stunting pada Anak
1 Usia 3-5 Tahun di TK/PAUD
Angina Rohdalya Solin : Mahasiswa
Kecamatan Tuminting. Diperoleh
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
Tanggal 21 Januari 2019. Jurnal Medik
Indonesia.
2 dan Rehabilitasi (JMR) Vol.1 No. 2.
Oswati Hasanah, M.Kep.,Sp.Kep.An:
International Food Policy Research Institute.
Dosen Departemen Keperawatan Anak
Global Nutrition Report 2014: Actions
Fakultas Keperawatan Universitas Riau,
and Accountability to Accelerate the
Indonesia.
3 world’s Progress on Nutrition.
Ns. Sofiana Nurchayati, M.Kep : Dosen
Diperoleh Tanggal 20 Januari 2019.
Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Washington, DC.
Fakultas Keperawatan Universitas Riau,
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Situasi
Indonesia.
kesehatan Anak dan BAlita di
Indonesia. Jakarta: Kementrian
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan RI.
Anshori, H. (2013). Faktor resiko kejadian
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
stunting pada anak usia 12-24 bulan.
(2016). Profil Kesehatan Indonesia.
Semarang: Program Studi Ilmu Gizi

JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 70


Jakarta: Kementrian Kesehatan Sundari, E. (2016). Hubungan Asupan Protein,
Indonesia. Seng, Zat Besi dan Riwayat Penyakit
Maharani, D. (2017). Profil Balita Penderita Infeksi dengan Z-score TB/U pada
Infeksi Saluran Nafas Akut Atas di Balita. Diperoleh Tanggal 19 Januari
Poloklinik Anak RSUP DR. M. Djamil 2019. Jurnal Of Nutrition
Padang Tahun 2012-2013. Diperoleh college. Vol. 5 No. 4 Jilid 5.
Tanggal 21 Januari 2019. Jurnal Wantania, J. M., Naning, R., & Wahani A.
Kesehatan Andalas. 2012). Infeksi respiratori akut. Dalam:
Nurkarimah. (2018). Hubungan Durasi Buku ajar respirologi anak IDAI.
Pemberian ASI Eksklusif dengan Jakarta: EGC.
Kejadian Stunting pada Anak. Welasasih, D. B., & Wirjatmadi, R. B. (2012).
Diperoleh Tanggal 5 Oktober 2018 Beberapa Faktor Yang Berhubungan
JOM FKp, Vol. 5 No. 2. Dengan Status Gizi Balita Stunting.
Picauly, I. (2013). Analisa Determinan dan Diperoleh Tanggal 15 Oktober 2018
Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi The Indonesian Journal of Public
Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Health, (8)3:99-104.
Sumba Timur NTT. Diperoleh Tanggal Widari, D. (2018). Hubungan Berat Badan
10 Januari 2019. Jurnal Gizi dan Lahir Rendah dan Penyakit Infeksi
Pangan. dengan Kejadian Stunting pada Baduta
Putri, Z. F. (2010). Uji Aktivitas Antibakteri di Desa Maron Kidul Kabupaten
Ekstrak Etanol Daun Sirih(piper betlel) Probolinggo. Diperoleh Tanggal 19
terhadap Propionibactenium Acne dan Januari 2019. Dinas Kesehatan Kota
Staphylococcus Aureus Multireisten. Surabaya, Jawa Timur.
Universitas Muhammadiyah, Surakarta. World Health Organization. (2012). World
Unicef Indonesia. (2013). Ringkasan kajian health statistics. Diperoleh Tanggal 1
gizi ibu dan anak, Oktober 2012. November 2018
Diperoleh tanggal 16 Oktober 2018 http://www.who.int/gho/publications/w
dari https://www.unicef.org/. orld health statistics.
RISKESDAS. 2013. Riset Kesehatan Dasar. World Health Organization (WHO) 2015.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Commission on Ending Childhood
RISKESDAS. 2016. Riset Kesehatan Dasar. Obesity. Geneva, World Health
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Organization, Departement of
Noncommunicable disease
surveillance.

JOM FKp Vol. 6 No.1, (Januari-Juni) 2019 71

Você também pode gostar