ARTIKEL
KASUS ALERGI KULIT
DAN MASALAH
PENATALAKSANAANNYA
S.C. Kurniati
Pendahuluan
jenyakit alergi dan imunologik yang bermanifestasi pada
kulit termasuk masalah yang paling sering dljumpai
‘leh para dokter khususnya spesialis kulit dan kelamin,
Diantara berbagai bentuk kelainannya: dermatitis kontakaler-
ik, dermatitis atopik dan urtikaria merupakan penyakit alergi
kulit yang terbanyak dijumpai di dalam praktek sehari-hari”,
Reaksi alergi terhiadap substansi asing terjadi mengikuti 4
bentuk reaksi Klasik tipe Geil dan Coombs (1963), yaitu’:
Tipe: Reaksi anafitaktk atau hipersensitivitas tipe cepat,
dengan contoh kiinis urtikaria,
Tipe Il: Reaksi sitotoksik, antara lain bermanifestasi sebagai
Purpura trombositopenik alergik
Tipe ill : Pembentukan kompiets imun dan reaksi Arthus,
dengan contoh klinis vaskulits alergik
Tipe IV : Real rsensitivitas tipe tambat, dengan contoh
Klasik dermatitis kontak alergik, sedangkan kom-
ponen selular sistem imun kulit meliputi: sel dendrit,
epidermal, limfosit, keratinosit dan sel mast®9.
Penataizksanaan kasus alergikult seringkali memperofeh
hasil yang kurang memuaskan olen karena perjalanan
Penyakit ini sering menjadi kronik cesialf, dengan rekurensi
tinggi”, Pengobatan secara medikamentosa saja tidak cukup
untuk mengatasinya, melainkan sangat periu pendekatan
sesuai proses-proses dasamnya"
Tingkat | : Pada proses dasar sensitisasi imunologik, pen-
dekatan terapeutiknya dengan cara menghindan
alergen dan komponennya, metakukan desen-
sitasi dan menginduksi toleransi
S.C. Kurniati
Kepala SMF Kulit Kelamin RSU Tangerang
Tingkat It: Pada taraf interaksi sel alergen dan efektor,
pendekatan ditujukan kepada pencegahan atau
penguranigan alergen, mengurangi produksi dan
blokade reseptor antibadi
Pada taraf penglepasan mediator, terapi
farmakologik diberikan antara lain berupa
Kortikosteroid, siklosporin dan antihistamin.
Pada taraf efek mediator di jaringan target,
pemberian teraplfarmakologik antara lain berupa
antagonis reseptor H,
Di Rumah Sakit Umum Tangerang, jumtah kasus penyakit
alergi kulit bersama dermatitis lainnya merdiuduki peringkat
pertama dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini, diikuti oleh
kelompok infeksi bakteri dan infeksi jamur di kul
Pada kesempatan ini akan dilaporkan hasil penelitian
mengenai insidens kasus penyakit alergi kulit Serta
Penatalaksengannya secara garis besar di lingkungan SMF
kKult-Kelamin RSU Tangerang selama 3 tahun terakhirdengan
harapan agar para Ternan Sejawat Dokter Umum dapat lebih
mengenal dan mengatasi kasus-kasus serupa di dalam
praktek sehari-hari, juga melakukan Seleksi untuk melakukan
rujukan bagi kasus yang memerlukannya,
Tingkat tit
Tingkat IV:
Bahan an Cara Penel
Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mem-
elajari catatan medik penderita kelommpok .asus-kasus baru
penyakit alergi kulit yang melakukan kunjungan di Polikinik
dan Bangsal Rawat inap SMF Kulit-Kelamin RSU Tangerang,
pada periode tanggal 2 Januari 1983 sampai dengan 31
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996ARTIKEL
Desember 1995.
Diagnosis pada kasus dilegakkan atas dasar anamnesis,
gambaran klinis. pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
spesifik lainnya bila dipandang peru.
Pada penelitian ini dievaluasi mengenai perbandingan
‘antarajumlah kasus baru alergi kulit dengan kasus baru yang
datang berobat, distribusi jenis keiamin kasus, distribusi
kelompok umur pada setiap diagnosis penyakit, distibusijenis
ppekerjaan aktivitas kasus dinubungkan dengan jenis penyakit,
serta beberapa tindak lanjut khusus yang dilakukan lerhadap
penyakit tertentu penatalaksanaan kasus secara garis besar
akan dibahas pula di dalam hasil penelitian i
Hasil Penelitian
Dalam periode 3 penelitian yaitu 1993 sampaf dengan
1995, telah berhasil dikumpulkan data-data kasus baru
penyakit alergi kul di lingkungan SMF Kult Kelamin RSU
‘Tangerang dengan rincian sebagai berikut
Jumiah kasus baru penyakit alergi kul tercatat 5.691
asus, dengan umur termuda seorang bayi laki-laki 1 bulan
penderita dermatitis atopik dan kasus tertua seorang laki-laki
berusia 89 tahun penderita eritroderma. Ditinjau dari perban-
dingan jumlah kasus bara penyakitalergi kul terhadap jumlah
seluruh kunjungan, maka diperoleh angka 35,60% (tahun
1993), 36,62% (lahun 1994) dan 34,94% (tahun 1995) atau
rata-rata 35,70% kasus baru alergi kult setiap (Tabel 1),
Penderita penyakit alergi kul berjenis kelamin perempuan
pada umumnya berjumlah lebih banyak dibandingkan kasus
lakitaki, yaitu pada tahun 1993 dengan perbandingan $7,41%:
42.59%; tahun 1984 dengan perbandingan 59,96%: 40,04%
dan tatiun 1995 dengan perbandingan 60,50%: 39,50%, atau
rata-rata kasus perempuan dibandingkan lak-iaki mempunyai
perbandingan 59,34%: 40,66% (Tabel 2)
Ditinjau dari segi diagnosis dan kelompok umur kasus,
maka penyyakit alergi Kull yang paling sering djumpai berturut-
turut adalah dermatitis numularis sebanyak 1,783 (31,33%)
orang dari seluruh kasus dengan perbandingan jumtah laki-
laki: perempuan = 714: 1.069 kasus (40.04% : 59,98%), dan
kelompok urnur yang terbanyak mempunyai kasusnya adatah
di antara 15-24 tahun yaitu sebanyak 496 kasus (27,62%)
‘dengan perbandingan jumiah laki-laki: perempuan = 30,65%
$69,35%,
Jumiah kasus kedua paling banyak adalah dermatitis
kontak atergik yaitu 1.477 (25,95%) dar seluruh kasus dengan
perbandingan jurnlah laki-aki : perempuan = 537 : 940 kasus
(85,88% : 64,12%) dan kelompok umur yang terbanyak
‘mempunyai kasus berada di antara 25-44 tahun yaitu 634
(42,92%) kasus dengan perbandingan kasus laki-laki
Perempuan = 38,49% : 61.51%. Peringkat ketiga ditempati
leh dermatitis atopik dengan jumlah 955 (16,78%) kasus,
dengan perbandingan jurnlah Kasus laki-laki : perempuan =
413: 542 (43,25% : 56,75%), dan kelompok umur yang
terbanyak mempunyai kasus ada di antara 25-44 tahun
dengan jumlah kasus 218 (22,93%) orang dengan per-
bandingan kasus laki-laki : perempuan = 40,18% : 59,82%
juga kelompok umur 1 - 4 tahun yaitu 218 (22,83%) kasus
perbandingan jumlah kasus laki-aki : perempuan = 97 : 121
(44,50% : 55,50%). Penyakit urtikaria menduduki tempat
keempat dengan jumlah kasus 627 (11.02%). dengan
perbandingan jumlah lak-lak’ : perempuan = 43,86% : 56,14%,
dan kelompok umur yang terbanyak mempunyai kasus di
antara 15-24 (184 orang = 29,35%) tahun dengan per
bandingan laki-laki : perempuan = 105 ; 136 (43.57%
56.43%). Dermatitis venenata menduduki peringkat kelima
dengan jumlah 201 (3,53%) kasus dan perbandingan kasus
{aki-faki; perempuan = 79 : 122 (39,30% : 60.70%), kelompok
‘umur 15-24 tahun mempunyai jumiah kasus terbanyak yaitu
sebanyak 86 orang (42,79%) dengan perbandingan laki-laki
perempuan = 24 : 62 (27,90% : 72,10%). Insect bites yang
‘mempunyai kasus 144 (2,53%) orang berada ditempat
keenam dengan perbandingan jumlah laki-laki perempuan
37 50% : 62,50%. Kelompok umur 15-24 tahun mempunyai
jumlah kasus terbanyak yaitu 54 orang (37,50%) dengan
perbandingan laki-aki : perempuan = 11,43% (20,37%
79.63%). Penyakit erupsi obat berada di temmpat kelujuh
dengan jumlah kasus 125 orang (2.18%) dengan per-
bandingan jumiah lakitaki : perempuan = 50 : 75 (83% : 67%).
Kelompok umur 25-44 tahun mempunyai jumlah kasus
terbanyak yaitu 52 orang (41 60%) dengan perbandingan Iaki-
aki: perempuan = 21: 31 (40,38% ; 59,62%). Erupsi
akneiformis berbagai sebab, eksantema fikstum dan dermatitis
alimentosa berturut-turut mengisi peringkat ke delapan,
sembilan dan sepuluh dengan jumlah kasus berturut-turut 86
‘orang (1.51%), 85 orang (0,97%) dan $4 orang (0,95%). Selain
10 diagnosis penyakit alergi kulit di atas, kami memperoleh
411 penyakit lainnya yang dapat dikategorikan sebagai kasus
penyakit alergi-imunologi kulit dengan frekuensi kurang dari
4% Selama 3 tahun periode penelitian ini (Tabel 3).
‘Aktivitas rutin maupun jenis pekerjaan kasus alergi kult
sangat perlu diketahui oleh karena eral kaitannya dengan
substansi alergen, walaupun harus diingat bahwa sebagian
peryakit mempunyai kelainan dasar endogen. Penyakit der-
matitis numularis diderita terutama oleh kelompok pelajar!
‘mahasiswa, dengan jumlah 579 (32,47%) kasus, dan laki-
Jaki jumlahnya lebin secikit dibandingkan perempuan dengan
perbandingan angka 32,12: 67,88%, Dermatitis Kontak alergik
terutama diderita olen pekerja pabrik yailu sebanyak 672
(45,50%) kasus dan jumlah kasus laki-laki lebih sedikit
dibandingkan perempuan dengan angka 40,18% : 59,83%.
Kelompok baiita paling sering menderita dermatitis atopik
dibandingkan aktivitas lainnya, dengan jumlah kasus 218 o7-
aang (22,82%), dan kasus laki-laki lebih sedilit ibandingkan
perempuan dengan angka 44, 49% : 55,51%,
Kelainan urtikaria terutama diderita oteh para pelajar!
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996ARTIKEL
mahasiswa, dengan jumlah kasus 155 orang (24,72%), jumlah
laki-laki tidak begitu berbeda jumiahnya dengan perempuan
ditunjukkan dengan perbandingan angka 48,39% : 51,61%.
Dermatitis venenata sebagian besardiderita oleh pelajat/
mahasiswa, yaitu Sejumiah 61 kasus (30.35%) dan jumian
kasus laki-aki dibandingkan perempuan = 29,51% : 70,09%
Pelajar/mahasiswa juga paling sering menderita insect
bites yaitu sebanyak 43 kasus (29,86%), dan kasus laki-laki
dibandingkan perempuan = 18,50% : 81,40%,
Erupsi obat lebih banyak diderita oleh pekerja pabrik
dengan angka 48 kasus (38,40%) dengan sebagian besar
kasusnya perempuan; erupsi akneoformis oleh berbagai
sebab juga paling banyak diderita oteh pekerja pabrik dengan
angka 50%, sebagian besar kasus berjenis kelamin laki-laki,
sedangkan aksantema fikstum yang terbanyak dijumpai di
kalangan pelaiarmahasiswa lebih banyak diderita oleh
erempuan. Selain penyakit erupsi aknaiformis, kelainan yang
lebin banyak diderita oleh laki-laki adalah eriroderma den
eritemma multiforme, sedangkan jenis kelamin penderita
dermatitis stasis tampaknya berimbang. Pada penyakit alergi
kulitlainnya tampak bahwa sebagian besar kasusnya berjenis
kelamin perempuan (Tabel 4).
Penatalaksanaan kasus alergikulit pada umumnya dapat
dilakukan secata rawat jalan dengan pemberian medikamen-
tosa secara oral dan topikal, serta menganjurkan kasus Untuk
‘menjatani kontrol ulang. Tetapi kami menjumpai 127 kasus
(2.23%) yang memertukan penatalaksanaan khusus yaitu se-
cara terpadu bersama dokter spesials bidang lain, pertakuan
rawat inap untuk penataiaksanaan lebih intensif (semasangan
infus dan terapi parenteral, eksplorasi fokus infeksi dan
penyakit lain yang terkait, dan pemeriksaan penunjang
lainnya), Sampai dengan merujuk kasus ke Rumah Sakit tipe
‘A untuk memperoleh penatalaksanaan yang lebin adekual,
Kasus-kasus sindrom Steven Johnson (45%), eritroderma
(83.33%) dan erupsi obat tipe eksantematosa (25.61%),
eritema nodosum (25%) dan vaskulitis (11%) pada umumnya
lebih banyak memeriukan penatalaksanaan lebin spesifik
dilingkungan SMF kami. Kasus lupus eritematosus kutan dan
penyakit bertepuh (pemfigusdan pemfigoid bulosa) karnirujuk
ke pusat pelayanan yang febih tinggi (Tabel §)
Pembahasan
Insidens penyakit alergi kult di RSU Tangerang yang men-
‘capai angka rata-rata 35,70 per tahun merupakan angka yang
‘cukup tinggi, dan menjadi kelompok penyakit kul yang pa-
ling banyak dijumpai. Tampaknya masyarakat di wilayah
‘Tangerang menpunyai banyak kemungkinan untuk terkena
bahan alergen dari lingkungan fisiknya maupun berasal dart
sumber potensi faktor endogennya, Sebagai perbandingan,
jumiah kasus alergi kult pada tahun 1994 mencapai angka
36,62%, sedangkan dermatitis seboreik yang pada saat itu
berada di peringkat kedua mempunyai angka 7, 93% dan
angka yang diperingkat ketiga hanya mencapai 6,45%.
‘Jumlah asus alergi Kult dengan jenis kelamin perempuan
febin banyak dibandingkan kasus laki-aki yaity dengan
perbandingan rata-rata 59,34% : 40,66%. Hal tersebut dapat
dijelaskan dengan alasan bahwa aktivitas perempuan rata-
rata lebih majemuk, baik di dalam dapur maupun ¢i luartempat
tinggainya, secara formal maupun non formal
Di antara bentuk-bentuk alergi kul. penyakit dermatitis
merupakan gambaran klinis yang paling sering dijumpai,
walaupun pertu diingat batwa tidak semua dermatitis didasari
‘oleh mekanisme alergi. Dermalitis adalah proses peradangan
superfisial pada kulit dengan gejala subyektif pruritus dan
efloresensi lesi yang polimorfik, dengan perjalanan kilinis
‘cenderung menjadi kronik. Dokter spesialis kulit paling sering
‘menjumpai kasus dermatitis dibandingkan dengan penyakt
kulitfainnya®®-
Dermatitis numularis mempunyai gambaran lesi berupa
plakat eritematosa berukuran gatal, dengan perjalanan kronik
resid. Pada usia anak, keadaan ini dapat merupakan mani-
festasidari dermatitis atopik™, sehingga besac kemungkinan
bahwa kasus kami yang berusia anak (39,82%) sebenamya
merupakan penderita dermatitis atopik. Selain pengaruh faktor
‘endogen, penyebabnya sering dikaitkan dengan infeksi fokal,
alergi makanan dan kekeringan kulit. Lesi sering terdapat
dianggota gerak, dan kasus laki-laki lebih banyak dibanding-
kan perempuan, dengan onset puncak antara 55-65 tanun®”.
Tetapi hasil penelitian kami menunjukkan bahwa puncak uur
‘onset ciantara 15-24 tahun (27,82% kasus). Kelompok pelajar!
mahasiswa sebagian besar perempuan, paling banyak
terkena (32,47%) dengan eksaserbasi yang erat kaitannya
dengan jenis makanan tertentu. Pada tindak lanjutnya
sejumiah 0, 22% kasus mengalami komplikasi infeksi dan
autosensitasi sehingga harus dilakukan rawat inap dan
penatalaksariaan terpadu bersama dokter spesialislainnya.
Dermatitis kontak alergik mesupakan manisfestasi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, dan terjadi akibat pajanan individu
‘yang tersensitasi dengan bahan alergen kontak. Bahan yang
paling sering menjadi penyebab antigen potensiat adalah rhus,
arafenilendiamin,nikel, karet dan dikromat. Kasus terbanyak
aijumpai pada golongan pekerja , mencapai angka 90% #,
Dermatitis venenata merupakan gambaran spesifiknya yang
khusus, disebabkan oleh sekret/debris serangga serta getah
tumbun-tumbuhan dengan bentuk esi finiar'* Dermatitis,
fotokontak alergik terjadi akibat kontak bahan kimia di kulit
yang diaktivitasi oleh pajanan sinar matahari®®. Usia pekerja
(25 - 44 tahun) memang paling banyak dijumpai pada
Nini (42,92%) terutama jenis kelamin perempuan dan
dermatitis kontak alergik ini mengenai pekerja pabrik sebagai
‘asus lecbanyak, dengan angka 45,50%. Sejumlah 1,62 kasus,
mengalami komplikasi sehingga harus di
dan penatalaksanaan terpadu dengan
termasuk merujuk kasus ke fumiah sakittipe A guna menjalani
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli- September 1996ARTIKEL
ui tempel (patch-test) banan alergen tersangka, Dermatitis
venenata yang diderita terutama oleh kelompok umur 15 - 24
tahun (42,79%) tampaknya sesuai dengan kelompok usia
yang masih aktif berkontak dengan alam. Para pelajar/
mahasiswa yang banyak beraktivtas di luar ruangan memung-
kinkan lebih sering dengan sekretidebres serangga ataupun
getah tumbun-tumbuhan. Kami menjumpai kasus dermatitis
fotokontak alergik yang jumlahnya berimbang pada keloripok
umur 15-24 dan 25-44 tahun (masing-masing 35,85%).
Pekerja pabrik yang lebih mungkin terkena bahan alergen
fotosensitif memang lebih banyak kasusnya (32,08%). Satu
kasus (1.89%) sempal kami rawat inapkan berhubung
keadaan penyakitnya cukup serius.
Dermatitis atopik merupakan penyakit akibat reaksi
hipersensivitastipe cepat, bersama rhinokonjungtivitis alergika
dan asma. Kelainan yang mempunyai gejala subyektif sangat
galal ini terutama diderita oleh anak-anak, dan pada 90% anak
™anifestasi dermatitis atopik terjadi pada umur sekita 5 tahun,
Gambaran Klinisnya sesuai dengan fase infantil (2 bulan -
tahun), fase anak (4- 10 tahun) serta fase remaja dan dewasa
(10- 20 tahun) dan terdapat pula gambaran spesifik iainnya,
seperti xerosis cutis" *.. Kami menjumpai 150 bayi (67.87%)
yang menderita dermatitis atopik dibandingkan hanya 83
kasus bayi yang menderita penyakit alergi Kult fainnya,
Sehingga sesuai dengan pemyataan Arndt, dkk (1995) bahwa
dermatitis atopik merupakan penyakit alergi kulit yang
tersering pada bayi. Kasus terbanyak dijumpai pada fase
anak dan fase infantil (1-4 tahun) dan antara 25-44 tahun.
Dua (0.21%) kasus dilakukan sawat inap ofeh karena
komplikasi infeksi cukup berat. Staphylococcus aureus,
‘demikian pula infeksi jamur, lebih mudah mengenai penderita
atopik dibandingkan orang normal".
Urtikaria dan angiodema terjadi akibat vasoditatasi
pembuluh darah yang menyebabkan permeabilitas vaskular
‘meningkal, dan ektravasasi protein juga cairan yang terutama
disebabkan oleh pelepasan histamin dan terbentuklah wheal
Pembengkakan sebatas dermis disebut urtikaria, sedangkan
angiodema mengenai pembuluh yang terletak lebih dalam,
yaitu di submukosa, dermis dan subkutis. Urtkaria akut yang
‘mempunyai periode kurang dari 6 minggu, mengenai 20%
‘populasi dalam hidupnya, biasanya disebabkan oleh makanan
atau infeksi. Urtikaria kronik yang mengenai 80-90% populasi,
selain disebabkan oleh obat dan makanan, dapat juga akibat
engaruh faktor luar sepertfisik, suhu udara, tekanan ataupun,
idiopatik®-*). Kelompok umur 25-44 tahun merupakan kasus
terbanyak kami (38,44%) dengan dominasi perempuan.
Pelajar/mahasiswa paling banyak terkena (24,72%). Pada
keadaan lesiluas atau kasus kronik-residif, kami retakukan
aktivitas kttusus berupa eksplorasi fokus infeksi maupun uji
lusuk (prick test)
Hipersensitivitas terhadap sengat serangga (Insect bites)
disebabkan oleh alergen atau toksin yang “disuntikkan” oleh
Arthropoda kedalam tubuh. Mekanisme toksik dapat terjadi
‘secara langsung (antara lain racun, saliva) atau tidak langsung
(misalnya inhalasi atau ingesti debrisnya). Reaksi yang terjadi
dapat bersifatiokal disekitargigitan, reaksitoksik antara lain
gejala gastrointestinal, sampai anafilaksis yang berakibat
kematian'"?. Kasus kami berada terutama pada kelomnpok
umur 15-24 tahun (37,5%), perempuan lebin banyak
dibandingkan kasus laki-laki. Tampaknya kegiatan pelajar/
mahasiswa memungkinkan mereka mudah berkontak dengan
serangga, sehingga terkontaminasi toksinnya, dibandingkan
dengan aktivitas kasus lainnya (29,86%).
Erupsi alergi obat dapat terjadi melalui mekanisme
imunologik (ipe I I atau Il) alau non imunologik. Bentuknya
dapat berupa reaksi alergitipe cepat (1 jam), reaksi akselerasi
(1-72 jam), reaksi lambat (iebih dari 2 hari) dan gambaran
klinis yang lersering adalah "erupsi obal eksantematosa’.
Bentuk lainnya adalah reaksi anafilaktik. entroderma, sindrom
Steven-Johnson, vaskulitis, eksantema fikstum, eritema
‘nodosum, eritema multiforme dan nekrosis epidermal toksik.
Golongan obat yang bereaksi lebin dari 1% berturut-turut
adalah amoksisilin, rimetoprim-sulfametoksazol, ampisilin,
preparat darah dan sefalosporin, penisilin semisintetik,
eritromisin, penisilin G dan sebagainya. Kasus erupsi obat
ceksantematosa yang kami jumpaiterutama di kelompok umur
25-44 tahun (41,60%) teruama perempuan dan aktvitas kasus
terutama sebagai pekerja pabrik (38,40%). Sejumlah 25,60%
asus terpaksa harus dirawat inapkan berhubung luas lesi
dan intensitas penyakit tidak memungkinkan terapi hanya
secara konvensional.
Enupsi aknelformis merupakan reaksi alergi oleh berbagai
sebab dengan bentuk lesi menyerupai akne. Perbedaannya
dari akne sejati adalah dengan tidak menjumpai komedo,
timbut mendadak dan kadang-kadang disertai demam.
Penyebabnya antara lain bahan kimia, ingesti obat, makanan
‘ertentu maupun pengaruh lingkungan'™. Kasus kami paling
banyak berumur antara 15-24 tahun (56,98%), sebagian besar
laki-laki, dan profesi utamanya sebagai pekerta pabrik (50%),
Eksantema fikstum ditandai olen adanya esi kemerahan,
berbatas tegas berbentuk bulal atau lonjong dengan ukuran
bervariasi, muiai dari edema kemuugian berubah menjadi ungu
kehitaman atau coklat. Lesi dapat timbul berkali-kall ditempat
yang sama, mengenai kui atau mukosa, terutama disebabkan
ingesto obat golongan sulfonamid *"*), Kami menjumpai 55
asus (0,96%) dengan umur 25-44 tahun (30.91%) sebagai
penderita terbanyak, terutama perempuan (52,73%) dan
aktivitas pelajar/mahasiswa paling sering menderita kelainan
ini (25,45%),
Reaksi hipersensitivitas terhadap makanan yang berma-
nifestasi antara lain dalam bentuk dermatitis alimentosa mem-
punyai spektrum alergen sesuai dengan umur kasus, yaitu
bayi dan anak pada umumnya dari protein hewani dan orang
‘dewasa berasal dari sayur, buah dan bumbu®, Kami men-
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996ARTIKEL
jumpai 54 kasus (0,97%) dengan jumlah terbesar pada ke~
fompok umur 25-44 tahun (44%) dan wanita lebih banyak
(70.34%), aktivitas karyawan paling sering terkena kelainan
(85.19%), satu kasus (1,85%) memertukan penatalak-
ssanaan yang lebih khusus.
Penatalaksanaan asus alergi kul lebih bersifat individual,
dengan dasar-dasar prinsip uum pencegahan alegen, terapi
farmakologik dan pemberian imunoterapi bila diperlukan'™,
Pencegahan/kontrol lingkungan meliputi penerapan standard
metode kontrol ingkungan yang ditujukan untuk mengurangi
ajanan bahan-bahan yang bersifat alergen dan irtan, serta
peralatan mekaniknya antara lain berupa unit penyaring udara,
kontrol Khusus terhadap serangga sampai dengan menya-
rankan penderita supaya pindan ke daerah yang iklim dan
lingkungannya yang lebih sesuai. Terapi farmakologik meliputi
Pemberian obat-obatan anti alergi. Maddin (1995) menyatakan
bahwa antihistamin merupakan obat yang terpenting olen
karena histamin dianggap sebagai mediator utama penyebab
reaksi alergi. Dahulu, hidroksizin merupakan obat pilihannya,
tetapi sekarang lebih dikembangkan antihistamin H, non
sedasi oleh karena tidak mengandung efek sedasi dan
antikolinergik yang memberatkan kasus, walaupun Klot-
feniramin dan feniramin hidrogen maleat dan siproheptadin
tetap dipertukan untuk mengatasi pruritus dan bagikasus yang
memerlukan efek sedasinya. Di antara antihistamin 4, yang
populer di indonesia adatah loratadin, terfenadin, astemizol
dan setirzin. Karena astemizol dan terfenadin mempunyai
efek samping berinteraksi obat dengan preparat azol dan
‘makrolid serta menginduksi aritmia jantung, dan setiizin tidak
dapat dianjurkan untuk anak-antak dan menimbulkan rasa
gantuk, maka loratadin merupakan obat pilitan dengan
alasan dapat diberikan kepada semua umur, bekerja cepat
dan dosis tunggal untuk kasus urtikaria, dan menguntungkan
bagi kasus dermatitis atopik oleh karena mempunyai efek anti
alergik yang terpisah dari antinistamin, secara efek antipruritus
yang jelas
Preparal antihistamin H, yang dikombinasikan dengan H,
‘akan mempercepat penyembuhan urtikaria kronik. Preparat
famotidin ataupun ranitidin menjadi pilinan yang lebih aman
dibandingkan simetidin yang mempunyai efek samping
‘menurunkan kadar doksepin dalam darah dan mempengaruhi
‘enim mikrosom hepar®-".*, Untuk kasus insect bites harus
diperhatikan bahwa sisa sengat tercabut selurunnya‘,
Pemakaian antihistamin topikal, juga anestesi lokal tidak
populer oleh karena merupakan bahan sensitasi kuat™. Obat
farmakologik lainnya adalah obat adrenergik, metil-santin dan
bat anti kolinergik, dan sebagainya. Pemakaian kortikosteroid
sister diindikasikan untuk reaksi alergi akut berat, reaksi
alergi setf-imited, reaksi alergi kronik berat atau alergijangka
lama yang mempunyai riwayat pemakaian kortikosteroid,
dapal diberikan pada anak dan dewasa dengan cara
‘pemberian yang bervariasi"”-. Pilihan antibiotiktopikal antara
lain atrium fusidat yang rendah daya sensitasinya, juga
smupirocin 2% yang belum pemah dilaporkan resistensinya
ternadap Staphylococcus serta sangat kurang daya
sensitasinyal"®!. Preparat suportif antara lain vitamin kami
berikan pula secara selektif sesusai kondisi kasus.
Kasus penyakit alergi kult temyata bermanifestasi Klinis
dengan sangat bervariasi. Kami pun perlu bekerja sama
dengan bidang spesialisasi lainnya bila ternyata keadaan
kasus menjadi terkompiikasi dan perlu penatalaksanaan
khusus seperti yang terjadi pada 127 kasus (2,23%) dari
seluruh kasus alergi kult pada penelitian ii.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini selama 3 tahun terakhic memberikan
kesimpulan, bahwa
~ Penyakitalergi kulit mempunyai angka morbiditas tertinggi
yaitu 5. 691 kasus baru dengan angka rata-rata 35,70%
ddibandingkan dengan kasus baru penyakit kul lainnya
- Kasus penyakit alergi kulit dengan jenis kelamin
perempuan jumtahnya lebih banyak dibandingkan dengan
kasus laki-aki yaitu $9,4% : 40,66%, dengan puncak usia
penderita 25-44 tahun (32,5%).
+ Lima penyakit alergi kulit dengan jumtah terbanyak,
‘melipati:
1. Dermatitis numularis sebanyak 31,43% kasus, kasus
perempuan lebih sering (59,96%), onset puncak pada
kelompok umur 15-24 tahun (27,82%), dengan aktvitas
terutama sebagai pelajar (32,5%).
2. Dermatitis kontak alergik dengan jumlah 24,26% kasus,
lebin banyak pada perempuan (64,12%), onset puncak
pada kelompok umur 25-44 tahun (42,92%), dengan
aktivitas terutama sebagai pekerja pabrik (45,50%).
Sebagai varian dermatitis kontak alergik, kami men-
jumpai:
a, Dermatitis veneneta yang berjumlah 3,53% kasus,
lebih banyak diderita oleh perempuan (60,70%),
onset puncak pada kelompok umur 15-24 tahun
(42,79%) dan aktivitas utamanya sebagai pelajar/
mahasiswa (30.95%).
. Dermatitis fotokontak aleraik yang berjumlah 0,93%
kasus, lebih banyak diderita olen perempuan
(62,26%), onset puncak pada kelompok umur 15-
24 tahun dan 25-44 tahun (masing-masing 35.85%)
dan pekerja pabrik paling sering menderitanya
(32,08%).
3. Dermatitis atopik yang mengenai 16,78% kasus, lebih
banyak pada perempuan (56,75%), onset puncak
berada di kelompok umur 25-44 tahun (22,93%) dan
1-4 tahun (22,83%) dan usia aktivitas balita paling
banyak menderita ketainan ini (22,82%).
4, Untikaria (dan angiodema) diderita oleh 11.02% kasus,
kasus perempuan lebih sering (66,14%), onset puncak
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli- September 1996ARTIKEL
pada kelompok umur 15-24 tahun (28,35%), dan
aktivitas kasus terutama sebagai pelajar/mahasiswa
(24.72%).
5. Insect bites dengan jumlah 2,53% kasus, lebih banyak
pada perempuan (59,03%), onset puncak pada
kelompok umur 15-24 tahun (37,50%) dan aktivitas
kasus terutama sebagai pelajar/mahasiswa (29,86%).
Daftar Pustaka
1 Gislomani G, Basle mechanisms A alergc skin condtons. In Gude
ines fr teatrnent of alerge skin dsorders London, 1995 : 19:23
2. Krebs A Drug erupon : pathogenesis, diagnesis and cic! mani
festatons, In Champion RH ed. Recent advances p Dermatlogy No.
7. Eainbugh | Chutcit Lingstne, 1988: 185-75.
3. Bos 40, Basic immunology of the dermatologist. Dalam: Penvaki
Kai san Kelamin ot Indonesia akhc abad 20 ed, Etnawali K chi
umputa maiaiah Konas Vil Pedoski, Perdosk Yogyakarta, 1895
+8
4. Herz BM, Lipper U, Zuberbler Tefal, Mechanistic approach tothe
treatment of allergic disorders. i guidelines for treatment of alerge
skin disorders. London, 1996 : 19-23,
5. Arndt KA, Gowers KE, Chuttar’ AR. Dermatitis (Eezer). In Arak KA
ed, Mancal of Dermatologic therapeutics 5 ed. Boston : Lite Brown
avd Company, 1905 » «258
6. Djuanda 8. Dermatitis: Dalam llmu Penyakit Kut dan Kamin ed I
Ed Ojmnde A, dik, Jakarta - Baal Penerbt FKUL, 1994 : 12-25.
7. Sder NA Fepaiek TB. Nummulareczomatous dermal. In Fizpatrck
Te, Een AZ, Wo K, Freecberg IM, Auslen KF eds. Dermaoiogy in
general medicine 3+ ed, New Yerk MeGrawia Book Co, 1987: 1408-
An
8. Lucky AW, Toby Mamias CG. Alergle diseases ofthe Ksin | Lanar JG
IR, Fischer TJ, Adeinan DC. eds, Manual of Alergy and immurolegy
3 ed. Boston: Lite Grown anc Company, 1985. 205-27.
9. ‘Amdt KA, Boress KE, Chuta AR. Uricara. n Amdt KA Ed, Manual
of Dermaicloge therapeutics §* ed. Bosion : Lite Brown and Com
pay, 1996; 197-201
10. Goldstein SM. Urticaria ans angiodema. In Lawlor IG J, Fischer TS
‘Adelman OC eds Manual of Alergy and immunology 3 ed. Boston
Lite Brown and Company, 1996 : 206-27.
114 Arndt KA, Bowers KE, Chittani AR. Urticaria In Arndt KA Ed. Manual
of Dermatologic therapeutics 5® ed Boston: Lite Brown and Com-
pany, 1995: 197-201
42. Amdt KA, Bowers KE, Chutlani AR. Urticaria. in Art KA Ed, Manuat
of Dermatoiogic therapeutics 6% ed. Boston : Lite Brown and Com-
pany, 1995: 60,
13, Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Diseases of the skin, Clini
cal Dermatology 8° ed, Philadelphia - WB Sunders Company, 1990
252-7.
114. Sieagar R, Rosyanto-Manadi ID, Muls K. Eksantema fkstum at Rumsh
Sait Or. Pkngadi, Medan, Dalam Penyakt Kult dan Kelamin ot Indo-
‘esi akhi abad 20 ed. Einavati K dkk. Kumpulan Makalan Konas Vil
Perdoski, Perdoski Yogyakarta. 1995 : 85-8
15. Hamzah M. Erupsi Alergi Obat. Dalam iu Penyakt Kult dan Kelemin
‘ed. Il Ed, Djuanda A, dk, Jakarta. Bala Penerbt FKUI, 1963: 112-21,
16, Young E, Management of fod alley. Dalam Penyakt Kult dan Kelarin
«Indonesia akhir abad 20, ec. Etnawall dik. Kumpulan Makalah Konas
Vil Perdosk, Perdoshi Yogyakarta, 1995: 748
17, Fischer TJ, OfBien KP, Enis GN. Basle principles of therapy fr aller-
‘de disease In Lowor JG jr, Fischer TJ, Adelman DC eds. Manual of
ale and immunelogy 3*. Boston : Litle Brown and Company, 1995
51-93,
18. Madcin S, Anthistamin inthe treatment of allergic skin disorders : Aut
‘and pedatic efficacy. In Guldaines for treatment of alerge skin disor.
ders, London, 1995 : 33-8
18. Verbov JL. Systemic therapy - a Review. In Vickers CFH ed. Modern
management of Common skin diseases. Edinbrugh: churchill
Livingstone, 1986 = 211-5
20. Wikinson JD, Me Kenzie AW, Wilkinson OS, Treatmant. In champion
RH ed. Recent advances in Dermalclogy no. 7. Edinburgh : Churchil
LUvingstone, 1986 : 177-00,
21. Degreet b, Topical steroids in the treatment of alergic skin doserders
‘cult and pediatic efficacy In Guldelnes for Treaiment of allergic skin
disorders. London, 19985 : 47-50.
2. Giana 8. PimpinallN. Topica! Corticosteroids, Which dug and when?
‘Medical Progress; 3 92-6.
Tabel | Tabel 2
JUMLAH KASUS BARU ALERG! KULIT DAN JUMLAH KASUS BARU ALERGI KULIT DAN
KASUS BARU YANG DATANG BEROBAT KASUS BARU YANG DATANG BEROBAT
TAHUN 1999 1995 TAHUN 1993. 1995
aun] wasusaaru | KASUS BARU ] Tan es EL To
fr
envawor nuuT_ | ALERGL KUL eeepc
7983 5080 ter | 60 =
- oe 1 S| ewe ver [ease | same | orm [rn
= seus Varo fanze | fame [ree | oan] 150 | seae | ss
‘te mm | mm] two | com | um
JUMLAH 15,940 S601 ee UMA 2314 “one | 3377 sa34 | 5.601
RATARATA ATARATA L
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 9, Juli - September 1996,