Você está na página 1de 15

REFERAT

PERDARAHAN POSTPARTUM OLEH KARENA ATONIA UTERI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Kepaniteraan Klinik Stase Obstetri Dan Gynekologi

Oleh :

ASTRID GAYATRI
J 500040032

Konsulen : dr. Jaya Massa Sp.OG

Kepada :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

LEMBAR PENGESAHAN
1
REFERAT

PERDARAHAN POSTPARTUM OLEH KARENA ATONIA UTERI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Stase Obsgyn

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh

ASTRID GAYATRI
J 500040032

Menyetujui dan Mengesahkan

Pembimbing : dr. Jaya Massa Sp.OG

Mengetahui,

Ketua Program Profesi Dokter FK UMS Pembimbing

dr. Prasetyo Budi Dewanto, MSc.,Sp.Rad dr. Jaya Massa Sp.OG

NIK. 1001050 NIP. 140109514

BAB I

PENDAHULUAN
2
Perdarahan pospartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu 3 penyebab
terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju. Pencegahan, diagnosis
dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi dampak tersebut.

Diperkirakan ada sekitar 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya;
paling sedikit 128.000 perempuan mengalami pendarahan sampai meninggal.
Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan
kematian ibu.

Mengkaji mengenai perdarahan postpartum oleh karena atonia uteri, maka sebelumnya
perlu diketahui sekilas mengenai perdarahan postpartum dan atonia uteri itu sendiri.

BAB II

ISI

3
PERDARAHAN POSTPARTUM

Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam
24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).

Epidemiologi

• ±14 juta kasus/tahun


• Penyebab nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia
• Sedikitnya 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. ( Omo
A. Madjid, Dr, SpOg,2007)

Masalah di Indonesia
Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang
bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan postpartum terlambat datang di rumah
sakit, waktu tiba keadaan umum / hemodinamiknya sudah memburuk. Akibatnya
mortalitas tinggi.

Klasifikasi Klinis

1) Perdarahan Postpartum Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan


Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan
postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan
jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2) Perdarahan masa nifas (Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca


Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan postpartum sekunder terjadi
setelah 24 jam pertama. Perdarahan postpartum sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

Gejala Klinis

Gejala klinis berupa perdarahan pervaginam yang terus menerus setelah bayi lahir.
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-
lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat
bila perdarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama.

4
ATONIA UTERI

Definisi
Atonia uteri adalah Uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan
fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes
Jakarta ; 2002)

Gambar 1: Kondisi normal uterus postpartum dan Kondisi atonia uteri postpartum

Patofisiologi

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan


sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka
pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan.
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum. Miometrum
lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-
masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut
kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti
tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan
miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan
postpartum.

Insidensi

Didapatkan sekitar 50-60% dari 4-15% persalinan mengalami atonia uteri

5
Perdarahan postpartum oleh karena atonia uteri
Kontraksi miometrium dan perdarahan kala tiga
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika
uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat
mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya
plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh
darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

Etiologi

1.Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.


2.Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3.Multipara dengan jarak keahiran pendek
4.Partus lama / partus terlantar Kala satu dan/atau dua yang memanjang
5.Malnutrisi
6.Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong
uterus sebelum plasenta terlepas.
7. Persalinan cepat (partus presipitatus)
8.Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin yang berlebihan
(augmentasi)
9. Infeksi intrapartum
10.Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/
eklampsia
11.Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus bicornis, bekas operasi, uterus
couveloair pada solusio plasenta
12. Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan antepartum)
13. Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya atau riwayat plasenta manual
14.IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)

15.Tindakan operatif dengan anestesi umum terlalu dalam (e.g:miloz,valium,halotan).

Manifestasi klinis
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek
• Perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer)
• Kadang ditemukan syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).

6
Diagnosis

Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir
biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir,
biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi
uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik. Sisa
plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa plasenta
yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri terhadap sisa
plasenta, sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi
kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahum. Laserasi
(robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. Diagnosis perdarahan
postpartum juga memerlukan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah
lengkap,CT, BT, kadar fibrinogen, dan lain-lain.

Pencegahan atonia uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150
cc/jam.

Penatalaksanaan Atonia Uteri

Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu


resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan (e.g. Ringer Laktat) cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi
oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah

Masase fundus uteri selama 15-30 detik

7
Evaluasi kontraksi uterus, jika kontraksi uterus belum baik lakukan langkah
selanjutnya.

Pemberian uterotonika

a. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal.


Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena
ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.
b. Masukkan 20 unit oksitosin di Ringer Laktat yang terpasang pada
pasien. Alasan: Oksitosin secara IV cepat merangsang kontraksi uterus.
Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
• Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi
dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan
tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
• Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
• Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal,
intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.
Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15
menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
• Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi
8
otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga
kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan
gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten
yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%.
Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.

Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI; Gambar 2):


a. Kosongkan vesica urinaria ibu dengan kateter.
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan secara obstetrik (menyatukan kelima hujung jari) melalui introitus
ke dalam vagina ibu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi
secara penuh
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding
anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan
belakang
d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi
plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk
berkontraksi.

9
Gambar 2: Kompresi Bimanual Internal
Sumber: Gabbe et al, 1991.
e. Evaluasi keberhasilan:
• Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan
pantau ibu secara melekat selama kala empat.
• Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa
ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika
perdarahan berasal dari laserasi, segera lakukan penjahitan untuk
menghentikan perdarahan.
• Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga
untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 3 )
kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak
berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

1. Kompresi Bimanual Eksternal


a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri
dan di atas simfisis pubis (Gambar 3).
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus
uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
c. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan
belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara
manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi..

10
Gambar 3 : Kompresi Bimanual Eksternal Sumber:WHO/FHE/MMH,Geneva,94-
5

Kompresi aorta abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan


kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu
badan hingga mencapai kolumna vertebralis
(diharapkan tepat menekan aorta
abdominalis). Penekanan yang tepat akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut
arteri femoralis dan aorta abdominalis. Lihat
hasil kompresi dengan memperhatikan
perdarahan yang keluar.

Gambar 4 : Kompresi aorta abdominalis Sumber: WHO

2. Uterine lavage

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam


cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian
1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa
infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan
salin keluar.

3. Uterine Packing

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan


maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat
mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-
spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil

11
memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi. Penggunaan uterine packing saat ini tidak
disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan
sebagai tampon uterus.

4. Operatif

• Ligasi arteri uterina

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka


keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan
disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC,
ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Gunakan jarum
atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena
uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke
miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina.
Hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan
kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah
ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri
uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke
servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.

• Ligasi arteri Iliaka Interna

Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya


harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis
ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan
dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan
dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum
dan sesudah ligasi.

12
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan
waktu dan kondisi pasien.

• Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher
B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri.

Gambar 5 : Teknik B Lynch. Sumber : http://www.cblynch.com/

• Amputasi Uterus

Amputasi uterus peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika


terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

BAB III

PENUTUP

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),


dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.
Manajemen atonia uteri terdiri dari tindakan konservatif dan operatif. Perdarahan
13
post partum oleh karena atonia uteri terjadi disebabkan tidak berkontraksinya
miometrium sehingga menyebabkan anyaman pembuluh darah yang berjalan di
miometrium menjadi vasokonstriksi sehingga terjadilah perdarahan.

Pencegahan, diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci


untuk mengurangi angka kejadian perdarahan postpartum oleh karena atonia
uteri.

Perawatan intrapartum harus selalu menyertakan perawatan pencegahan


perdarahan pospartum dini, identifikasi faktor risiko, dan ketersediaan fasilitas
untuk mengatasi kejadian perdarahan pospartum dini.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.cblynch.com/

http://www.emedicine.com/emerg/topic481.htm chat 10

http://www.ecureme.com/lib/inet.asp?keyword=Uterine%20Atonic
%20Bleeding&Category=pregnancy
14
http://fkunsri.wordpress.com/

http://wwww.gfmer.ch/Endo/lectures_09/primary_postpartum _haemorrhage.htm chat 10

http://health.nytimes.com

http://kuliahbidan.wordpress.com

http://www.Pdpersi.com

http://www.rashaduniversity.com/. Rashad/dsutaattreat.htm

http://www.steinergraphics.com/surgical/index.html

http://www.who.int

15

Você também pode gostar