Você está na página 1de 77

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai keberadaan organisasi nirlaba


atau yang dapat disebut juga organisasi sektor publik. Organisasi tersebut dapat berupa
institusi pemerintahan, partai politik, sekolah, rumah sakit, yayasan, dan organisasi lain
yang bersifat non-profit. Organisasi-organisasi tersebut memberikan pelayanan bagi
masyarakat, dan semata-mata memberikan pelayanan tersebut untuk kesejahtraan
masyarakat.

Karakteristik organisasi sektor publik atau organisasi nirlaba berbeda dengan


organisasi komersil pada umumnya. Perbedaan utama yang mendasar adalah cara
organsasi mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan dalam menjalankan operasinya.
Organisasi komersil mendanai operasinya melalui hasil operasi perusahaan dan juga
investasi dari pemegang saham, sedangkan organisasi nirlaba mendanai operasinya
dengan cara khusus, yakni dengan sumbangan atau donasi yang bersifat sukarela.

Saat ini, masyarakat Indonesia telah memandang pentingnya pelaporan keuangan


organisasi sektor publik. Hal ini dapat kita lihat dengan cukup besarnya animo
masyarakat untuk mengetahui hasil audit BPK terhadap pemerintah setiap tahunnya.
Masyarakat Ingin mengetahui apakah Pemerintah telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan prinsip good governance.

Pada tahun 2004 lahir Undang –Undang No.1/2004 tentang Perbendaharaan


Negara. Undang-Undang ini menjadi landasan bagi penerapan anggaran berbasis kinerja
dilingkungan sektor publik. Dengan mengacu pada Pasal 68 dan Pasal 69 Undang –
Undang tersebut, instansi pemerintah dan organisasi non profit lainnya, yang tugas pokok
dan fungsinya adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat, dapat menerapkan
pengelolaan keuangan yang lebih fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi,
dan efektifitas.

Politeknik Kesehatan Bengkulu atau yang sering disebut juga Poltekkes Bengkulu
merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang berada dibawah naungan Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) yang secara langsung menjadi bagian dari
Kementrian Kesehatan RI yang bertugas dlam pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan. Politeknik Kesehatan Bengkulu merupakan pengembangan jenjang
pendidikan tinggi negara pendidikan tenaga kesehatan Indonesia dan merupakan bagian
dari kesehatan dalam bidang pembangunan nasional terpadu yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud bangsa / negara yang
maju, sejahtera lahir dan batin. Politeknik Kesehatan Bengkulu dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial nomor 298 /
Menkeskesos / SK / IV / 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan,
yang merupakan pengembangan dari 11 Akademi di bawah Kementrian Kesehatan RI.

Dalam pelaporan keuangannya, Poltekkes Bengkulu mengguanakan Sistem


Akuntansi Instansi (SAI) yang penggunaannya diatur oleh Dirjen Perbendaharaan
Departemen Keuangan RI. Untuk penyusunan laporan keuangannya, khususnya neraca,
Barang Milik Negara (BMN) merupakan bagian dari asset Pemerintah yang berwujud.
Pada lampiran IV PMK No.59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat, asset Pemerintah didefinisikan sebagai sumber daya
ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
dimasa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau masalah sosial dimasa depan
diharapkan dapt diperoleh, baik oleh Pemerintah ataupun masyarakat, serta dapat diukur
dengan nilai moneter, termasuk sumber daya non moneter yang diperlukan untuk
penyediaan jasa kepada masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara atas
alasan sejarah dan budaya. BMN dapat dikelompokkan menjadi aset tetap dan aset lancar.

Aset lancar adalah asset yang diharapkan untuk segara direalisasikan menjadi kas
dalam waktu 12 bulan setelah pelaporan. BMN yang diperlakukan sebagai aset lancar
adalah Persediaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai jangka waktu 12
bulan untuk digunakan oleh Pemerintah dalam kegiatannya atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. BMN yang dikelompokkan menjadi asset tetap meliputi tanah,
gedung dan bangunan, jalan, irirgasi dan jaringan, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset
tetap lainnya.

Selain masalah perlakuan asset tetap untuk penyusunan laporan keuangan, dalam
Pemerintahaan juga terdapat masalah manajemen asset tetap yang menjadi fokus
perhatian. Menurut Doli D. Siregar (2004), manajemen aset lebih ditujukan untuk
menjamin pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari pemerintah sehinggan dapat
meningkatkan pendapatan, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan guna
mencapai persyratan pemenuhan optimal bagi pelayanan dan tugas instansinyakepada
masyarakat. Manajemen asset terdiri dari lima tahapan, Inventarisasi Asset, Legal Audit,
Penilaian Asset, Optimalisasi Asset, dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Asset (SIMA) dalam pengawasan dan pengendalian asset.

Hingga kini, penelitian mengenai perlakuan akuntansi untuk organisasi sektor public,
khususnya institusi pendidikan khusus milik Pemerintah masih jarang ditemui. Padahal,
penelitian mengenai perlakuan akuntansi tersebut sangat diperlukan untuk mengkaji
kinerja institusi dan nantinya diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi evaluasi kinerja
organisasi sektor public pada umumnya. Selain itu, penelitian mengenai manajemen asset
milik Pemerintah juga jarang dilakukan. Oleh karena itu, Penulis melakukan penelitian
itu untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanapenerapan manajemen asset serta
penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) pada organisasi
pemerintah, khususnya pada institusi pendidikan milik Pemerintah, yang dalam hal ini
Penulis melakukan penelitian pada Politeknik Kesehatan Bengkulu. Penulis akan
membahas topik yang berjudul “Analisa Penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara dan Manajemen Aset Tetap(Studi Kasus Pada Politeknik Kesehatan
Bengkulu)”

1.2 Permasalahan

Beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Penerapan sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu, dimulai dari proses
inventarisasi asset, legal audit, penilaian aset, optimalisai aset, dan pengawasan
serta pengendalian asset

2. Penerapan sistem akuntansi Barang Milik Negara (BMN) untuk asset tetapnya

3. Kepatuhan perlakuan aset tetap di Poltekkes Bengkulu terhadap PSAK 16 dan


PSAP 07 mengenai aset tetap

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis penerapan sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu.

2. Menganalisis penerapan sistem akuntansi Barang Milik Negara (BMN) untuk


asset tetap.

3. Menganalisis kepatuhan perlakuan aset tetap di Poltekkes Bengkulu terhadap


PSAK 16 dan PSAP 07 mengenai aset tetap.

1.4 Ruang Lingkup

Penulis membatasi ruang lingkup penulisan pada sistem akuntansi instansi, yaitu
Sistem Akuntansi BMN, khususnya aset tetap. Penelitian ini berfokus pada
pembahasan mengenai bagaimana sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu
dimulai dari proses inventarisasi asset, legal audit, hingga penilaian asset. Penelitian
ini juga membahas bagaimana akuntansi asset tetap di Poltekkes Bengkulu serta
membandingkan perlakuan tersebut dengan PSAK 16 dan PSAP 07. Pembahasan
pada karya akhir ini dibatasi untuk laporan keuangan Poltekkes tahun 2008-2009.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan case study dengan format
deskriptif yaitu menjelaskan, meringkas berbagai situasi, kondisi dan variable yang
timbul dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini menggunakan
metode pengumpulan data yang terdiri dari:

1. Survey Kepustakaan

Meliputi survey mengenai Standar Akuntansi Keuanagan (PSAK 16 mengenai


Akuntansi Asset Tetap) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP 07
mengenai Akuntansi Asset

Tetap) serta peraturan lainnya mengenai pelaporan Instansi.

2. Survey Lapangan

Melibatkan wawancara, observasi, dan pengambilan data pada laporan keuangan


dan laporan BMN Poltekkes Bengkulu.

3. Analisis Data

Merupakan metode pendekatan analitis yang membandingkan data hasil survey


kepustakaan dan hasil temuan survey di lapangan.

1.6 Skedul / Waktu Penulisan

Penulisan skripsi ini di rencanakan akan dimulai dari awal Juli 2010 hingga akhir
Desember 2010.
1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. BAB 1 : Pendahuluan

Pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan


penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 : Landasan Teori

Merupakan landasan teori dan literature yang membahas tentang asset tetap,
bagaimana perlakuan asset tetap menurut standar yang berlaku serta penjelasan
mengenai perlakuan asset tetap pada organisasi sektor publik.

3. BAB 3 : Profil Politeknik Kesehatan Bengkulu

Bab ini membahas tentang profil lengkap Politeknik Kesehatan Bengkulu yang
menjadi tempat melakukan penelitian (sebagai subjek penelitian).

4. BAB 4 : Analisis Data

Merupakan bagian yang membahas analisis atas data yang diperoleh dari laporan
keuangan objek penelitian.

5. BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

Merupakan bagian akhir dari keseluruhan skripsi yang berisi kesimpulan beserta
saran-saran perbaikan bagi Poltekkes Bengkulu.

BAB II

Landasan Teori
2.1 Aset Tetap

Aset tetap dalam akuntansi adalah asset berwujud yang memiliki umur lebih dari
satu tahun dan tidak mudah diubah menjadi kas. Jenis aset tidak lancer ini biasanya dibeli
untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Aset tetap
biasanya merupakan komponen aset yang nilainya paling besar dalam neraca suatu
entitas. Hal ini kemudian menjadikan penyajian dan pengungkapan aset tetap menjadi
sangat penting dalam laporan keuangan suatu entitas. Dibeberapa entitas, aset tetap
direferensikan sebagai property, plant, and equipment yang meliputi tanah, gedung,
peralatan, dan sebagainya.

Karakteristik utama aset tetap adalah sebagai berikut (Nordiawan, 2007, p.227):

a. Aset tetap biasanya diperoleh untuk digunakan dalam operasional entitas


dan tidak dimaksudkan untuk dijual.

b. Secara umum, aset tetap memiliki manfaal yang cukup lama (biasanya
beberapa tahun) dan oleh karenanya akan disusutkan selama masa manfaat
tersebut.

c. Aset tetap secara fisik dapat dilihat bentuknya.

2.1.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 (Setelah Revisi 2007)

2.1.1.1 Definisi

Menurut PSAK 16 (Revisi 2007) yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset
berwujud yang:

a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan;

b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

2.1.1.2 Pengakuan
Nilai yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam standar ini dapat dikategorikan
dalam dua macam, yaitu biaya perolehan awal dan biaya-biaya setelah perolehan. Biaya
perolehan awal sendiri baru boleh diakui sebagai aset tetap adalah jika:

a. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset


tersebut akan mengalir ke entitas
b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

Biaya-biaya yang terjadi setelah perolehan tersebut tidak semuanya dapat


dikategorikan sebagai bagian dari aset tetap (dikapitalisasi ke dalam aset tetap). Syarat-syarat
agar biaya setelah perolehan awal dapat dikapitalisasi hampir sama dengan syarat-syarat
biaya tersebut dapat diakui sebagai aset tetap, yang intinya adalah terdapat manfaat ekonomis
di masa depan dan biaya tersebut dapat diukur secara handal.

2.1.1.3 Pengukuran Awal Ketika Aset tersebut Diperoleh

Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada
awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan untuk menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat
digunakan sebagaimana mestinya sebagai aset tetap. Biaya perolehan aset tetap menurut
PSAK Nomor 16 Revisi Tahun 2007 meliputi:

1. Biaya perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset sesuai dengan keinginan dan maksud
manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:

a. Biaya persiapan tempat

b. Biaya penanganan dan penyerahan awal

c. Biaya perakitan dan instalasi

d. Biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah


dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut
e. Komisi profesional seperti arsitek dan insinyur

3. Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset.

Pada umumnya nilai perolehan suatu aset tetap sama dengan jumlah biaya (bisa
berupa kas maupun non-kas) untuk memperoleh aset tersebut, selain hal tersebut, aset
tetap dapat diperoleh dari pertukaran aset non-moneter. Prinsip utama pada pengukuran
aset tetap yang diperoleh dari pertukaran aset tetap ini adalah dengan menggunakan nilai
wajarnya, dalam hal nilai wajar aset tetap yang dipertukarkan tidak diketahui, nilai buku
dari aset tersebut dapat digunakan.

2.1.1.4 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada
periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat
perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang
pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya
dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:

1. Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut
dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai asset.

2. Metode Revaluasi ( PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang
nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu
nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap
harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa
jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
Penentuan nilai aset dengan menggunakan nilai wajar pada umumnya dilakukan
melalui penilai yang memiliki kualifikasi profesional. Untuk melakukan penilaian
terhadap tanah dan bangunan biasanya penilai menggunakan bukti pasar. sedangkan
untuk penilaian aset tetap lain seperti pabrik dan peralatan penilai akan menentukan
sendiri nilai pasar wajarnya. Dalam hal tidak ada pasar yang memperjualbelikan aset
tetap yang serupa, penentuan nilai pasar wajar dapat dilakukan dengan pendekatan
penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost
approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada perubahan nilai
wajar suatu aset. Jika nilai wajar yang tercatat berbeda secara material dengan nilai
revaluasi, maka revaluasi lanjutan perlu dilaksanakan. Untuk aset tetap yang mempunyai
perubahan nilai wajar secara fluktuatif dan sifatnya signifikan, revaluasi dapat
dilaksanakan tiap tahun. Sedangkan untuk beberapa aset lain yang tidak mengalami
perubahan secara fluktuatif dan signifikan, revaluasi tidak perlu dilaksanakan setiap
tahun. Untuk aset seperti itu revaluasi dapat dilakukan setiap tiga tahun atau lima tahun.

Untuk metode revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset tetap pada
tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:

1. Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah tercatat


secara bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan
jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan
cara memberi indek untuk menentukan biaya pengganti yang disusutkan
(depreciated replacement cost).

2. Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto
setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut.
Metode ini sering digunakan untuk bangunan

Revaluasi yang dilakukan pada sekelompok aset dengan kegunaan yang serupa
dilaksanakan secara bersamaan. Perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan
revaluasi secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat
yang berbeda-beda. Namun revaluasi dalam kelompok aset dapat dilakukan secara
bergantian (rolling) sepanjang keseluruhan revaluasi dapat diselesaikan dalam waktu
yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.
Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi dilakukan
langsung pada kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika revaluasi dilakukan
pada tahun-tahun berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan
seterusnya, terdapat perlakuan yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah:

• Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung
dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus
diakui di dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset
akibat revaluasi yang pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.

• Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam
laporan laba rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung
didebit ke dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut
tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Penentuan nilai wajar juga dilakukan pada saat perusahaan telah menentukan
adanya aset tetap yang akan dijual, terutama berhubungan dengan penghentian sebagian
operasi perusahaan.

Penyusutan dalam aset tetap merupakan alokasi secara sistematis atas biaya pada
saat awal perolehan dan biaya setelah perolehan yang dapat dikapitalisasi. Penyusutan
dilakukan selama masa manfaat dari aset tersebut. Jumlah yang dapat disusutkan dari
suatu aset adalah sejumlah tercatatnya (baik model biaya maupun model revaluasi)
dikurangi dengan nilai residu aset tersebut. Jumlah tercatat tersebut disusutkan dengan
pilihan berbagai metode penyusutan. Metode penyusutan sendiri harus mencerminkan
ekspektasi pada konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset oleh entitas. Beban
penyusutan akan diakui dalam laporan laba rugi periode tersebut kecuali jika beban
tersebut dimasukkan ke dalam jumlah tercatat aset lainnya.

2.1.1.5 Pengungkapan
Dalam hal pengungkapan, PSAK 16 tentang aset tetap juga mensyaratkan untuk
setiap kelompok aset tetap, laporan keuangan sedikitnya harus mengungkapkan hal – hal
sebagai berikut:

a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah


tercatat bruto;

b. Metode penyusutan yang digunakan;

c. Umur manfaat atau tariff penyusutan yang digunakan;

d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan


dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;

e. Rekonsilisasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang


menunjukkan:

i. Penambahan

ii. Aset yang diklasifikasikan sebagai yang tersedia untuk dijual (available
for sale) atau termasuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang
diklasifikasikan sebagai kelompok yang tersedia untuk dijual atau
pelepasan lainnya;

iii. Akuisisi melalui penggabungan usaha;

iv. Peningkatan atau penurunan akibat revaluasi serta rugi penurunan nilai
yang dikui atau dijurnal balik secara langsung pada ekuitas sesuai PSAK
48;

v. Rugi penurunan nilai yang diakui dan dijurnal balik dalam laporan laba
rugi sesuai PSAK 48;

vi. Penyusutan;

vii. Selisih nilai tukar yang timbul dalam penjabarab laporan keuangan dari
mata uang fungsional menjadi mata uang yang berbeda, termasuk
penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang pelaporan
dari entitas pelapor;

viii. Perubahan lain.


Selain itu, laporan keuangan juga harus mengungkapkan:

a. Keberadaan dan jumlah yang dicadangkan atas hak milik, dan aset
tetap yang dijaminkan untuk utang;

b. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap


yang sedang dalam pembangunan;

c. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap;

d. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang


mengalami penurunan nilai, hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam
laporan laba rugi, jika tidak diungkapkan secara terpisah dalam laporan laba rugi.

Pemilihan metode penyusutan dan estimasi umur manfaat aset adalah hal – hal
yang memerlukan pertimbangan. Oleh karena itu, pengungkapan metode yang digunakan
dan estimasi umur manfaat atau tariff penyusutan memberikan informasi bagi pengguna
laporan keuangan dalam me-review kebijakan yang dipilih manajemen dan
memungkinkan perbandingan dengan entitas lain.

Entitas juga dianjurkan untuk mengungkapkan jumlah-jumlah dari informasi


sebagai berikut:

a. Jumlah tercatat aset tetap yang tidak terpakai sementara;

b. Jumlah tercatat bruto dari setiap aset tetap yang telah disusutkan penuh dan masih
digunakan;

Jumlah tercatat aset tetap yang dihentikan dari penggunaaan aktif dan tidak
diklasifikasikan sebagai yang tersedia untuk dijual (available for sale).

2.1.2 Aset Tetap – Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07

2.1.2.1 Definisi dan Klasifikasi

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 07 tentang Akuntansi


Aset Tetap, aset tetap didefinisikan sebagai adalah aset berwujud (tangible asset) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya
signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah:
a. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas
lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor;
b. Hak atas tanah.
Sedangkan yang tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang
dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan
perlengkapan (supplies).
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya
dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan:
a. Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi
siap dipakai.
b. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat
elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya
signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi
siap pakai.
c. Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap dipakai.
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun
oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam
kondisi siap dipakai.
e. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
f. Konstruksi dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses
pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.
Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak
memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai
tercatatnya.

2.1.2.2 Pengakuan

Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi
criteria sebagai berikut:
a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saatpenguasaannya berpindah. Selain itu,
saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah
terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya
sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap
belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses
administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan
proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset
tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap
tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas
sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

2.1.2.3 Pengukuran
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan
menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan
pada nilai wajar pada saat perolehan. Untuk aset tetap yang diperoleh dengan tanpa nilai,
misalnya dengan cara hibah atau donasi, maka biaya aset tetap tersebut adalah nilai wajar
saat aset tersebut diperoleh.
Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya
langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya
perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua
biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
Pada saat pengakuan awal aset tetap tersebut, Biaya perolehan suatu aset tetap
terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang
dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang
membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Contoh biaya
yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. biaya persiapan tempat;
b. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan
bongkarmuat (handling cost);
c. biaya pemasangan (instalation cost);
d. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
e. biaya konstruksi.
Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa
manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan
datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus
ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Kapitalisasi biaya tersebut harus
ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria sebagaimana yang
telah disebutkan dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu
untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi
atau tidak.
Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi
akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali,
maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap
dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Penyusutan aset tetap disajikan sebagai
pengurang nilai aset tetap sesuai dengan harga perolehannya. Apabila terjadi keadaan
yang memungkinkan ada nya penilaikan kembali (revaluation), maka aset tetap akan
disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun
Diinvestasikan dalam Aet Tetap.
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07 tidak mengharuskan
pemerintah untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset
tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun apabila aset
bersejarah tersebut memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai
sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran.
Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap
lainnya.
Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara
permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan
datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari
Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Dan pada akhirnya, aset
tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset
tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

2.1.2.4 Pengungkapan
Dalam hal pengungkapan, laporan keuangan harus mengungkapkan untuk
masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
(carrying amount);
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:
i) Penambahan
ii) Pelepasan
iii) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada
iv) Mutasi aset tetap lainnya
c. Informasi penyusutan, meliputi:
i) Nilai penyusutan
ii) Metode penyusutan yang digunakan
iii) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
iv) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir
periode
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, laporan keuangan juga harus
mengungkapkan:
a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap
b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap
c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi
d. Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap
Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus
diungkapkan:
a. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap
b. Tanggal efektif penilaian kembali
c. Jika ada, nama penilai independent
d. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
pengganti
e. Nilai tercatat setiap jenis aset tetap

2.2 Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

2.2.1 Ruang Lingkup Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) adalah “serangkaian prosedur


manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan
Pemerintah Pusat. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) berlaku untuk seluruh
unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang mendapat dana dari APBN. Sedangkan yang tidak termasuk
dalam ruang lingkup SAPP antara lain adalah:

a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)


b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :

i) Perusahaan Perseroan

ii) Perusahaan Umum

c. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah

2.2.2 Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Berdasarkan PMK no. 59/PMK.06/ 2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Pemerintah Pusat, tujuan dari SAPP adalah sebagai berikut:

a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui


pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten
sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;

b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan
kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang
berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap
otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;

c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan


suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;

d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,


pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.

2.2.3 Karaketeristik Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Ciri-ciri pokok atau karakteristik dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat antara
lain sebagai berikut:

a. Basis Akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah


basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan
Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
ekuitas dalam neraca. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui
pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima
atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh
transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi,
tanpa memperhatikan saat kas ata setara kas diterima atau dibayar.

b. Sistem Pembukuan Berpasangan

Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi


yaitu: Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan
mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.

c. Dana Tunggal

Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan


operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan
Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.

d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara


berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di
daerah.

e. Bagan Perkiraan Standar

SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan


yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.

f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan


pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap
transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
2.2.4 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai


pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR,
laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK.
Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Anggaran

Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian


Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi
realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan
dengan anggaran dalam satu periode.

b. Neraca Pemerintah

Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca


SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan
informasi posisi keuangan pemerintah pusat berkaitan dengan aset, utang dan
ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.

c. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas
dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk
dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran.

d. Catatan atas Laporan Keuangan

Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang
tersaji di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan
Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
2.2.5 Klasifikasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem akuntansi pemerintah pusat terdiri dari :

a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP)

Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal


Perbendaharaan (Ditjen PBN) dan terdiri dari:

i) SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan


Laporan Arus Kas dan Neraca Kas Umum Negara (KUN);

ii) SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi


Anggaran dan Neraca SAU.

Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan


SAKUN, dilaksanakan oleh unit-unit Ditjen PBN yang terdiri dari:

i) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

ii) Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN);

iii) Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI)

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian


negara/lembaga. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data
untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam pelaksanaan SAI,
kementerian Negara / lembaga membentuk unit akuntansi keuangan (SAK) dan
unit akuntansi barang (SABMN). Unit akuntansi keuangan terdiri dari:

i) Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA);


ii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon1 (UAPPA-E1);

iii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);

iv) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) ;

Unit akuntansi barang terdiri dari:

i) Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);

ii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon1 (UAPPB-E1);

iii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB-W);

iv) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).

c. Jenis-jenis Laporan Keuangan

Laporan-laporan keuangan yang dapat dihasilkan dari proses komputerisasi


SAPP adalah:
2.3 Manajemen Barang Milik Negara

Menurut PMK no. 59 /PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan


Keuangan Pemerintah Pusat, Barang Milik Negara (BMN) meliputi semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Perolehan lainya dalam definisi diatas anatar lain adalah:
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau;
d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sesuai dengan UU no.1 tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan
mengatur pengelolaan barang milik Negara. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna
Parang bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya, sedangkan kepala kantor dalam
lingkungan kementerian/lembaga adalah sebagai Kuasa Pengguna Barang dalam
lingkungan kantor yang bersangkutan.
Selanjutnya Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan
menatausahakan barang milik Negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-
baiknya. Oleh karena itu, disebutkan dalam Pasal 16 PMK no.59/ PMK.06/ 2005, maka
Kuasa Pengguna Barang melaksanakan akuntansi yang akan menghasilkan data transaksi
BMN, Laporan BMN, dan laporan manajerial lainnya termasuk yang sumber dananya
berasal dari anggaran pembiayaan dan perhitungan. Laporan ini kemudian akan
dikonsolidasikan ke Laporan BMN tingkat kementrian dan disampaikan kepada Mentri
Keuangan c.q Direktur Jendral Perbendaharaan setiap semester.
Menurut Pasal 3 (2) PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, pengelolaan BMN/BMD meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan;
c. penggunaan;
d. pemanfaatan;
e. pengamanan dan pemeliharaan;
f. penilaian;
g. penghapusan;
h. pemindahtanganan;
i. penatausahaan;
j. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Oleh karena itu, Kuasa Pengguna Barang dan Pengurus Barang pada suatu Satuan
Kerja sebenarnya merupakan manajer/pengelola barang yang ada dibawah
pertanggungjawabannya, sehingga penyelenggaraan manajemen barang/aset dapat
berjalan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya. Untuk ke depannya,
manajemen aset lebih ditujukan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang
berkelanjutan dari pemerintah sehingga dapat meningkatkan pendapatan, yang akan
digunakan untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal
bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya bagi masyarakat.
Menurut Doli D. Siregar(2004), manajemen aset terdiri atas lima tahapan kerja
yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan terintegrasi seperti terlihat pada
gambar 2.1, yaitu:

Gambar 2.1
Alur Manajemen Aset

a. Inventarisasi Aset

Inventarisasi Aset terdiri atas dua aspek yaitu Aspek Fisik dan Aspek
Yuridis/Legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis,
alamat, dan lain-lain. Sedangakan Aspek Yuridis adalah status penguasaan, masalah
legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dll.

Proses kerja yang dilakukan antara lain adalah pendataan,


kodifikasi/labelling, pengelompokan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan
tujuan manajemen aset.

b. Legal Audit

Legal Audit merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa:

i) Inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau


pengalihan aset,

ii) Identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan

iii) Strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait


dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.

Dalam pelaksanaan Legal Audit, permasalahan yang sering ditemui antara


lain:

i) Status hak penguasaan yang lemah,

ii) Aset dikuasai oleh pihak lain,

iii) Pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dll.

c.Penilaian Aset

Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas
aset yang dikuasai. Biasanya dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen.
Hasil dari nilai tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan
maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang akan dijual.

d. Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang


bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal
dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai
Pemda diidentifikasi dan dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan yang
tidak memiliki potensi

Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor


unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional,
baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sedangkan untuk
aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya. Hasil akhir
dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program
untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.

e.Pengawasan dan Pengendalian

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan


suatu permasalahan yang sering menjadi hujatan terhadap Pemerintah pada saat ini.
Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja aspek ini adalah
pengembangan SIMA. Melalui SIMA, transparansi kerja dalam pengelolaan aset
sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan
pengendalian yang lemah.

Dalam SIMA keempat aspek itu diakomodasi dalam sistem, dengan


menambahkan aspek pengawasan dan pengendalian. Setiap penanganan terhadap
satu aset, termonitor dengan jelas, mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang
bertanggungjawab menanganinya, sehingga akan meminimalkan KKN di
lingkungan Pemerintah.
BAB III

Profil Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu

Politeknik Kesehatan Bengkulu adalah unit pelaksana teknis Badan


Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) kesehatan.
Politeknik Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan profesional dalam
program Diploma I, II, III dan IV sesuai peraturan dan perundang – undangan yang
berlaku.

UPT ini memiliki Visi “Menghasilkan tenaga kesehatan profesional yang dapat
mewujudkan masyarakat mandiri dalam mencapai hidup sehat dan dapat bersaing di
pasar global”. Sedangkan Misi dari Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta sarana dan


prasarana pendidikan
b. Peningkatan mutu proses belajar dan mengajar yang efektif
dan efisien
c. Mengembangkan koordinasi dan advokasi dengan
stakeholder serta kemitraan yang luas
d. Mengembangkan penelitian dan pengabdian masyarakat
e. Peningkatan dan pengembangan jurusan sesuai dengan
potensi pasar

3.1 Sejarah Singkat Poltekkes Bengkulu

Politeknik Kesehatan Bengkulu pada awal berdirinyanya adalah Sekolah Pengatur


Perawat yang didirikan sesuai dengan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.06 /
Pend / 1968 tanggal 12 November 1968. Sekolah ini memulai tahun ajaran pertama pada
Januari 1969 sampai angkatan IX ditahun 1980, dengan jumlah lulusan 276 orang.
Selanjutnya pada tahun 1979 dimulai pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK) yang didirikan sesuai SK.Menkes RI No.245/Menkes/SK/VI/1979 tanggal 27 Juni
1979. Pendidikan yang dimulai pada Januari 1979 tersebut berakhir pada tahun 1993.
Bersamaan dengan pendidikan SPK tersebut, juga dilaksanakan pendidikan sebagai
berikut :

a. Sekolah Pembantu Para Medis (SPPM)

SPPM ( Crash Program ) diselenggarakan sesuai dengan SK. Menkes RI


No. 107/B.Keu04/SK/I/1984 tanggal 12 Januari 1983, menerima siswa lulusan
SLTA, sampai dengan dua angkatan tahun 1983 dan 1984, jumlah lulusan 45
orang.

b. Supplementary Training Program

Didirikan sesuai dengan SK Kapusdiknakes Depkes RI No. 145/Um


Diknakes/X/1984 tanggal 22 Oktober 1984 dua angkatan, jumlah lulusan 65
orang.

c. Program Pendidikan Bidan

Mulai melaksanakan program pendidikannya terhitung mulai tahun 1987


(SK Menkes RI No.1753/Kep/Diknakes/V/1987) sampai dengan tahun 1999.
Untuk PBB A sebanyak dua belas angkatan dan PBB C satu angkatan.

Pada tahun 1993 berdiri Akademi Keperawatan (AKPER) Depkes Bengkulu.


Akademi ini merupakan konversi dari SPK Depkes Bengkulu sesuai SK. Menkes RI
No.HK.00.06.1.1.017, tanggal 04 Januari 1993. Pelaksanaan Akper sampai dengan tahun
2001 yaitu sebanyak delapan angkatan dengan lulusan sebanyak 265 orang.

Memasuki tahun 1998, Departemen Kesehatan (sekarang Kementrian Kesehatan)


mendirikan program pendidikan baru, yakni Akademi Kebidanan (AKBID). Akademi ini
diselenggarakan berdasarkan SK. Menkes. RI. No. HK.00.06.1.1.935 B tanggal 31 Maret
1998, penyelenggaraan pendidikan terhitung tahun 1998.

Pada tahun yang sama, di Kota Curup (Kabupaten Rejang Lebong) juga
diselenggarakan program pendidikan Akademi Keperawatan Depkes Curup. Akademi ini
juga merupakan hasil koversi dari SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) Curup, yang
didirikan sesuai dengan SK.Menkes RI nomor HK.00.06.102148 tanggal 18 Mei 1998.
SK yang penyelenggaraan pendidikannya dimulai tahun ajaran 1998/1999.

Pada tahun 2001, berdiri Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu. Institusi


pendidikan ini berdiri sesuai dengan keputusan Menkes dan Kesos RI tentang organisasi
dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan No.HK.00.06.2.1.04516 tanggal 26 November 2001
tentang penetapan Polteknik Kesehatan Bengkulu. Diawal pendiriannya, Politeknik
Kesehatan Bengkulu menyelenggarakan dua program pendidikan, yakni Jurusan
Keperawatan dan Jurusan Kebidanan. Dua program pendidikan tersebut merupakan
konversi dari Akademi Keperawatan (Akper) Depkes Bengkulu dan Akademi Kebidanan
(Akbid) Depkes Bengkulu yang bersamaan dengan keluarnya surat keputusan ini berakhir
pelaksanaan program pendidikannya.

3.2 Profil Poltekkes Bengkulu

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)


dilingkungan Kementrian Kesehatan, dipimpin oleh Direktur yang berada dibawah Badan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara profesional bertanggung jawab
kepada kepala Pusdiknakes (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan).

Politeknik Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan profesional


dalam program Diploma I - Diploma III dan atau Diploma IV sesuai peraturan dan
program pendidikan D.III Kebidanan baik jalur umum, jalur khusus ataupun program
khusus, Diploma III Gizi dan Diploma III Keperawatan baik jalur umum, jalur khusus
ataupun program khusus. Pada tahun 2006 dibentuk kelas unggul keperawatan yang
berlokasi di Bengkulu namun merupakan bagian dari jurusan keperawatan di Curup
(Kabupaten Rejang Lebong).

Berdasarkan tugas Poltekkes Bengkulu sebagaimana telah disebutkan diatas,


dengan memperhatikan potensi yang tersedia serta masalah yang dihadapi, beberapa
tujuan yang ingin dicapai manajemen adalah sebagai berikut:
• Tersediannya SDM, sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dalam
jumlah yang sesuai
• Menjadi Institusi pendidikan kesehatan yang bereputasi dimasyarakat.
• Meningkatkan koordinasi dan advokasi jejaring taraf nasional maupun
internasional.
• Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.
• Terselenggarannya program unggulan.
• Terwujudnya pendidikan D.IV dan pengembangan Jurusan baru.
• Meningkatkan manajemen pengelolaan institusi pendidikan.

Untuk menyelenggarakan tugas sebagai penyelenggara program pendidikan di


lingkungan Kementrian Kesehatan, Politeknik Kesehatan Bengkulu mempunyai fungsi:

1. Pelaksana pengembangan pendidikan profesional dalam sejumlah keahlian di


bidang Kesehatan.
2. Pelaksana pengembangan dibidang profesioanal dan kesehatan.
3. Pelaksana pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan bidang yang
menjadi tugas dan tanggung jawab.
4. Pelaksanaan pembinaan citivitas akademika dan hubungan dengan
lingkungan.
5. Pelaksanaan kegiatan pelayanan administratif.

Saat ini, Poltekkes Bengkulu menyelenggarakan tiga jurusan program


pendidikan. Ketiga jurusan itu antara lain adalah:

1. Jurusan Kebidanan
2. Jurusan Gizi
3. Jurusan Keperawatan:

a.Program Pendidikan Keperawatan Bengkulu


b. Program Pendidikan Keperawatan Curup

Bagan Organisasi Poltekkes Bengkulu ditunjukkan pada gambar berikut ini:


Gambar 3.1
Bagan Organisasi Poltekkes Bengkulu
3.3 Ikhtisar Kebijakan Akuntansi

Sesuai dengan Catatan Atas Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu, penyusunan


dan penyajian laporan keuangan telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam penyusunan laporan keuangan tersebut juga
telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan
pemerintahan.

Adapun prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan


keuangan Politeknik Kesehatan Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan

Pendapatan adalah semua penerimaan Kas Umum Negara (KUN) yang


menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang
menjadi hak pemerintah pusat dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah
pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada KUN. Akuntansi
pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan
dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan.

b. Belanja

Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana


lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat. Belanja diakui pada saat terjadi
pengeluaran kas dari KUN. Khusus pengeluaran melalui bendahara
pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas
pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN).

Belanja disajikan dimuka laporan keuangan menurut klasifikasi


ekonomi/jenis belanja, sedangkan di Catatan atas Laporan Keuangan, belanja
disajikan menurut klasifikasi organisasi dan fungsi.

c. Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya. Dalam pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam
seperti hutan, kekayaan di dasar laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui
pada saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah.

Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset Tetap, dan Aset
Lainnya.

a. Aset Lancar

Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera
untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12
(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas,
piutang, dan persediaan.

Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas


dalam bentuk valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs
tengah BI pada tanggal neraca.

Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai yang timbul


berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya.

Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) dan Tuntutan Ganti Rugi


(TGR) yang akan jatuh tempo 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca
disajikan sebagai bagian lancar TPA/TGR.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau


perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Persediaan dicatat di neraca berdasarkan:


• harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian,
• harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri,
• harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh
dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan.
b. Aset Tetap
Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh
pemerintah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan pada neraca Satker per
31 Desember 2009 berdasarkan harga perolehan.
Pengakuan aset tetap yang perolehannya sejak tanggal 1 Januari 2002
didasarkan pada nilai satuan minimum kapitalisasi, yaitu:
• Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan
olah raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp. 300.000
(tiga ratus ribu rupiah), dan
• Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama
dengan atau lebih dari Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum


kapitalisasi tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali
pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya
berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

c. Aset Lainnya

Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi


jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah
Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak Ketiga,
Dana yang Dibatasi Penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-
lain.

TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan


aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang dinilai
sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar oleh
pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.

TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/


pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut
penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat
langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar
hukum yang dilakukan oleh bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian
dalam pelaksanaan tugasnya. TPA dan TGR yang akan jatuh tempo lebih
dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai aset
lainnya.

Kemitraan dengan pihak ketiga merupakan perjanjian antara dua


pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan
yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha
yang dimiliki.

Dana yang Dibatasi Penggunaannya merupakan kas atau dana yang


alokasinya hanya akan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan tertentu
seperti kas besi perwakilan RI di luar negeri, rekening dana reboisasi, dan
dana moratorium Nias dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Aset Tak Berwujud merupakan aset yang dapat diidentifikasi dan


tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam
menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi
software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta (copyright), paten,
goodwill, dan hak lainnya, hasil kajian/penelitian yang memberikan
manfaat jangka panjang.

Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat


dikategorikan ke dalam TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak
Ketiga, maupun Dana yang Dibatasi Penggunaannya. Aset lain-lain dapat
berupa aset tetap pemerintah yang dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah. Di samping itu, piutang macet Satker yang dialihkan
penagihannya kepada Departemen Keuangan cq. Ditjen Kekayaan Negara
juga termasuk dalam kelompok Aset Lain-lain.
d. Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena
penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan,
entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah
juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah.
Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Kewajiban
pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang.

a. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek


jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas
bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek meliputi Utang
Kepada Pihak Ketiga, Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian
Lancar Utang Jangka Panjang, Utang Bunga (accrued interest) dan Utang
Jangka Pendek Lainnya.

b. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika


diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua
belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban dicatat sebesar nilai
nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali
transaksi berlangsung.

Aliran ekonomi sesudahnya seperti transaksi pembayaran,


perubahan penilaian karena perubahan kurs mata uang asing, dan
perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan
menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

e. Ekuitas Dana

Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara


aset dan utang pemerintah. Ekuitas dana diklasifikasikan Ekuitas Dana Lancar
dan Ekuitas Dana Investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset
lancar dan utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan selisih
antara aset tidak lancar dan kewajiban jangka panjang.

3.4 Aset Tetap Poltekkes Bengkulu

Aset tetap di Poltekkes Bengkulu dicatat dengan biaya perolehan aset tersebut
dikurangin dengan akumulasi penyusutan. Yang termasuk dalam aset tetap Poltekkes
Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap dipakai.
Menurut petunjuk pelaksanaan aset di Poltekkes Bengkulu, tanah dinilai
dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya
pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya
pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan
sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua
yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut
dimaksudkan untuk dimusnahkan. Apabila penilaian tanah dengan menggunakan
biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah didasarkan pada nilai
wajar/harga taksiran pada saat perolehan.

b. Gedung dan Bangunan


Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang
dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan
Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan
Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada
periode akuntansi ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja
modal yang diakui untuk aset tersebut. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari
donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak
kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan
jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan
pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan
ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena
peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan
efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian. Pengurangan adalah penurunan
nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
c. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin dicatat sebesar biaya perolehannya. Peralatan dan
Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset
tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset
tersebut.Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat
Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi:
penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan
nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau
diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga
perolehan Peralatan dan Mesin tersebut.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan


Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang
dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan,
Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan.
Jalan, irigasi, dan jaringan diakui sebesar biaya perolehan. Biaya
perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai.
Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain
yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Biaya
perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak
meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan,
biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama. Biaya perolehan untuk
jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya
langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga
kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya
pengosongan dan
pembongkaran bangunan lama.

e. Aset Tetap Lainnya


Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan
ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan,
Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional
pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori
aset ini adalah Koleksi Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/
Kebudayaa /Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman.
Aset tetap lainnya diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset
tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak,
biaya perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan. Biaya perolehan asset
tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak
langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya
perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
f. Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan
mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan
jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai.
Konstruksi dalam pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya
perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:
• Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang
mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan;
pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan
bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
• Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat
dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya
rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan
dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat
diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti
biaya inspeksi.
Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:
• Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
tingkat penyelesaian pekerjaan;
• Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH

4.1 Manajemen Aset Tetap

4.1.1 Inventarisasi Barang Milik Negara di Poltekkes Bengkulu

Dalam pelaksanaan manajemen BMN, Poltekkes Bengkulu melakukan


inventarisasi ulang pada tahun 2008. Inventarisasi ulang ini dilakukan dengan sistem
kodefikasi pada BMN. Hal ini ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam hal
penatausahaan ataupun dalam hal pembukuan aset sehingga seluruh aset tersebut dapat
dibukukan secara seragam dan juga dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi
yg berkenaan dengan BMN, seperti jumlah fisik, lokasi, dan kondisinya.

Pengelolaan BMN di Poltekkes Bengkulu dilakukan oleh Unit Urusan Umum dan
Humas di bawah Sub Bagian Administrasi Umum. Bagian ini melakukan tugas
menghimpun data inventaris/ aset termasuk menyimpan seluruh dokumen kepemilikan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Bagian Urusan Umum dan Humas dibantu oleh pengurus
barang yang ada pada masing-masing unit kerja dan secara periodik (persemester atau
pertahun) menyampaikan Rekapitulasi Inventaris kepada Bagian Urusan Umum dan
Humas.

Tahapan Inventarisasi BMN di Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Menbentuk tim inventarisasi

b. Membagi tugas adan menyusun jadwal pelaksanaan inventarisasi


c. Mengumpulkan dokumen BMN

d. Menyiapkan label sementara

e. Membuat denah ruangan, memberi nomor ruangan dan menentukan


penanggung jawab ruangan

f. Menyiapkan kertas kerja inventarisasi

2. Pelaksanaan

a. Menghitung jumlah BMN per sub-sub kelompok barang

b. Mencatat BMN ke dalam kertas kerja inventarisasi

c. Menempelkan label pada BMN yang telah dihitung

d. Menentukan kondisi BMN dengan kriteria baik, rusak ringan, atau rusak berat

e. Menyusun Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)

f. Membandingkan LHI dengan dokumen BMN yang ada

g. Membuat daftar BMN yang tidak ditemukan, belum pernah dicatat, dan rusak
berat serta daftar koreksi nilai

h. Menyampaikan LHI kepada Pengelola Barang

3. Tindak Lanjut

a. Menelusuri BMN yang tidak ditemukan

b. Membuat usulan penghapusan BMN yang rusak berat

c. Menindaklanjuti hasil inventarisasi ke dalam SIMAK-BMN

Kegiatan inventarisasi dimulai dengan membuat kodefikasi BMN. Sistem


kodefikasi BMN di Poltekkes Bengkulu didasarkan pada penggolongan, kepemilikan,
dan lokasi barang sesuai dengan kode yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan.
Menurut kode yang ditetapkan Kementrian Keuangan dalam PMK No.59/PMK.06/2005
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, barang dapat
diklasifikasi ke dalam golongan, bidang, kelompok, subkelompok dan sub-subkelompok.

Kodefikasi BMN yang diterapkan di Poltekkes Bengkulu terdiri dari kode lokasi
ditambah dengan tahun perolehan dan kode barang ditambah dengan nomor urut
pendaftaran. Kode lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit
penaggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 15 angka yang memuat kode
UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB, dan UAPKPB dengan sususan sebgai berikut:

Gambar 4.1
Kode Lokasi BMN
Sumber: Lampiran IV PMK no. 59/PMK.06/2005

Penjelasan kode lokasi BMN diatas adalah sebagai berikut:

a. Kode UAPB,mengacu kepada kode Bagian Anggaran Kementerian


Negara/Lembaga yang bersangkutan.
b. Kode UAPPB-E1, mengacu kepada Kode Anggaran unit eselon I pada
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan
c. Kode UAPPB-W, mengacu kepada Kantor Wilayah atau Kode Wilayah
Anggaran. Unit kerja pada kantor pusat kementerian negara/lembaga dan unit
eselon-1, kode UAPPB–W diisi dengan 00
d. Kode UAKPB, mengacu kepada Kode Satuan Kerja pada DIPA
e. Kode UAPKPB (Unit Akuntansi Pembantu Kuasa Pengguna Barang),
sebelumnya mengacu kepada urutan nomor Bagian Proyek yang tercantum pada
kode DIP untuk Bagian Proyek, karena saat ini sudah tidak ada proyek maka
cukup diisi 000 atau diisi kode UAPKPB. Pembentukan UAPKPB bersifat
opsional untuk UAKPB yang satu atau beberapa bagiannya terpisah oleh jarak
yang relatif jauh dan atau span of controll yang terlalu besar. Pembentukan
UAPKPB harus dikonsultasikan dengan dan disetujui oleh penanggungjawab
UAPPB-E1.

Sedangkan kode barang dari BMN terdiri dari golongan, bidang, subkelompok,
dan sub-subkelompok sebagai berikut:

Gambar 4.2
Kode Barang BMN
Sumber: Lampiran IV PMK no. 59/PMK.06/2005
Pengelompokan/klasifikasi BMN seperti tersebut di atas berhubungan dengan
Sistem Akuntansi BMN pada masing-masing jenjang organisasi Akuntansi BMN. Pada
tingkat UAKPB, BMN berupa aset tetap diklasifikasikan ke dalam sub-sub kelompok,
pada tingkat UAPPB-W diklasifikasi ke dalam sub kelompok, pada tingkat UAPPB-E1
dan UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok. Sedangkan BMN berupa persediaan
pada tingkat UAKPB dan UAPPB-W diklasfikasikan ke dalam sub kelompok, sedangkan
pada tingkat UAPPB-E1 dab UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok.
Dengan demikian, Kode Registrasi adalah kode yang terdiri dari Kode Lokasi
ditambah dengan tahun perolehan dan Kode Barang ditambah dengan nomor urut
pendaftaran. Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan kode
seperti pada gambar 4.3.
Sebagai contoh
4.1.2 Legal Audit

Dalam rangka inventarisasi BMN, Poltekkes Bengkulu juga telah melakukan legal
audit, yaitu menentukan inventarisasi satatus penguasaan aset. Bagian Umum dan Humas
Poltekkes Bengkulu telah melakukan pengecekan status penguasaan aset dengan cara
mengecek semua sertifikat dan bkti kepemilikan aset, seperti sertfifikat tanah, BPKB
kendaraan bermotor dan sebagainya.

Legal audit yang dilakukan Poltekkes Bengkulu telah memberikan manfaat yang
besar terutama untuk menentukan BMN mana yang seharusnya diikutsertakan dalam
pencatatan aset tetap pada laporan keuangannya. Legal audit juga dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai permasalahan legal menyangkut status kepemilikan suatu aset, antara
lain status hak oenguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset
yang tidak termonitor, dan lain-lain. Sebagai bukti, Poltekkes Bengkulu dapat
mengetahui adanya tanah dan bangunan di Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang
seharusnya menjadi tanah yang dikelola Poltekkes Bengkulu dan saat ini sedang di kuasai
oleh pihak lain. Tanah dan bangunan ini kemudian dikeluarkan dari laporan keuangan
dikarenakan status penguasaaan atau pengelolaannya sedang tidak berada ditangan
Poltekkes Bengkulu.

4.1.3 Penilaian Aset

Penilaian aset merupakan suatu proses kerja dalam manajemen aset tetap dimana
dalam proses ini dilakukan penilaian atas aset yang sedang dikuasai. Penilaian aset
dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil penilaian berupa saldo aset tetap
pada laporan keuangan per 31 Desember 2009 sebesar Rp 57.511.807.392 dengan rincian
seperti pada table 4.1. Saldo ini kemudin digunakan sebagai saldo awal aset tetap untuk
periode akuntansi berikutnya.

Penilaian aset tetap pada tahun 2009 telah memberikan saldo aset yang lebih
relevan bagi pencatatan di laporan keuangan periode terkait dan periode selanjutnya.
Namun, ada beberapa aset, misalnya alat peraga kesehatan berupa kerangka manusia
yang terbuat dari kayu yang sudah ada sejak tahun 1980, yang tidak dapat dinilai fair
value-nya pada saat penilaian aset ini. Hal ini disebabkan karena aset yang bersangkutan
sudah sangat tua dan tidak lagi ada pasar untuk aset tersebut, sehingga aset tersebut sulit
diperkirakan nilainya di masa kini. Dengan demikian, penilaian aset ini tidak dapat
dikatakan berhasil sepenuhnya dalam memperkirakan nilai aset di Poltekkes Bengkulu.

Tabel 4.1
Rincian Nilai Aset Tetap Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009
%Naik /
No. Uraian 31-Des-09 31-Des-08
(Turun)
1 Tanah 6.240.100.000 82.585.700 1
2 Peralatan dan Mesin 26.345.124.715 10.486.094.638 40
3 Gedung dan Bangunan 13.996.127.200 8.475.841.725 61
4 Jalan/Irigasi/Jaringan 79.425.000 368.836.000 464
5 Aset Tetap Lainnya 1.829.498.677 1.860.301.224 102
6 Kontrusi DlmPengerjaan 9.021.531.800 - -
-
Jumlah 57.511.807.392 21.273.659.287 37

Sumber: Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009

4.1.4 Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset merupakan salah satu proses kerja dalam manajemen aset.
Proses kerja ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah /
volume, legal dan ekonomi yang dimiliki ast tersebut. Pada tahapan ini, aset yang
dikuasai pemerintah diidentifikasi dan di kelompokkan atas aset yang memiliki potensi
dan yang tidak memiliki potensi.

Menurut Doli D. Siregar (2004), pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan


barang milik daerah yang tidak lagi digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Satker yang bersangkutan, akan dimanfaatkan secara optimal oleh pihak ketiga dengan
tidak mengubah status kepemilikan. Bentuk-bentuk optimalisasi pemanfaatan aset milik
daerah dapat berupa (Supriyadi, 2008, p.33):

a. Penyewaan aset

Penyewaan BMN adalah penyerahan hak penggunaan/pemakaian atas aset daerah


kepada Pihak Ketiga dalam hubungan sewa-menyewa dimana pihak penyewa
diharuskan membayar imbalan/uang sewa untuk jangka waktu tertentu yang
dibayar secara bulanan atau tahunan untuk masa jangka waktu tertentu.

b. Pinjam Pakai

Pinjam pakai atau peminjaman adalah penyerahan peminjaman BMN kepada


suatu instansi pemerintah atau kepada pihak lain yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan untuk jangka waktu tertentu tanpa imbalan/ sewa.

c. Kerjasama Pemanfaatan (KSP)

Kerjasama pemanfaatan BMN dimana Pihak Ketiga Menanamkan modal yang


dimilikinya. Selanjutnya pihak kedua secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
ataupun bergantian mengelola manajemen dan proses operasi nya untuk jangka
waktu tertentu dan keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masing-
masing atau berdasarkan yang telah disepakati kedua pihak sebelumnya.

d. Bangun Guna Serah (BSG) dan Bangun Serah Guna (BGS)

BGS merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swata bertanggungjawab


membangun, termasuk membiayainya yang kemudian dilanjutkan dengan
pengoprasian dan pemeliharaannya, untuk suatu jangka waktu tertentu. BGS
merupak bentuk kerjaasama dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun
bangunan serta fasiltasnya, termasuk membiayainya.

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu


melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Rumah dinas
tersebut disewakan karena sejak pertengahan 2007, rumah dinas tersebut tidak digunakan
oleh pejabat yang bersangkutan. Selain itu, terdapat juga ruangan dalam lingkup
Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada pihak lain yang digunakan untuk usaha
photo copy. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada optimalisasi aset berupa
penyewaan aset, dikarenakan kontrak penyewaan rumah dinas dan ruangan yang telah
disebutkan di atas tidak diperpanjang oleh pihak penyewa.

4.1.5 Pengawasan dan Pengendalian Aset

Menurut Doli D. Siregar (2004), salah satu sarana yang efektif untuk
meningkatkan kinerja keempat aspek diatas adalah pengembangan Sistem Informasi
Manajemen Aset (SIMA). Dalam sistem ini, keempat aspek tersebut diakomodasi dalam
sistem dengan menambahakan aspek pengawasan dan pengendalian, sehingga tiap
penanganan terhadap aset dapat termonitor dengan jelas, mulai dari lingkup penanganan
hingga siapa yang bertanggungjawab menanganinya (Supriyadi, 2008, p.30).

SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi SIMAK-BMN yang


juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN. Lewat aplikasi ini, dilakukan pemantauan
(monitoring) terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada dibawah penguasaannya. Hasil dari
kegiatan monitoring tersebut dilaporkan dalam Formulir Monitoring Pengguna/Pemakai
Barang/ Aset Milik Negara yang dilaporkan tipa semester kepada Kementriaan Keuangan
bersamaan dengan Laporan BMN.

4.2 Penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)


dilingkungan Kementrian Kesehatan, yang ini berdiri sesuai dengan keputusan Menkes
dan Kesos RI tentang organisasi dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan
No.HK.00.06.2.1.04516 tanggal 26 November 2001 tentang penetapan Polteknik
Kesehatan Bengkulu. Menurut pasal 8 PMK No.59/PMK.06/2005, setiap kementrian/
lembaga wajib melaksanakan SAI, yang terdiri dari SAK dan SABMN. Oleh karena itu,
Poltekkes Bengkulu sebagai PUT di lingkungan Kementrian Kesehatan juga wajib
melaksanakan SAI tersebut.

Penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu dimulai tahun 2008. Dalam


menjalankan Sistem Akuntansi BMN (SABMN), Poltekkes Bengkulu menggunakan
aplikasi SIMAK-BMN yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan pada tahun 2006,
dan kemudian diperbaharui pada tahun 2007 dan 2008 untuk menyempurnakan
kelemahan pada sistem sebelumnya. Simak-BMN ini digunakan sebagai aplikasi untuk
akuntansi aset tetap, yang dimulai pada saat mencatat aset pada saat baru diperoleh,
hingga merekapitulasi jumlah tercatat aset untuk dijadkan jumlah tercatat pada Neraca
dan menghasilkan daftar BMN sebagai bahan Catatan atas Laporan Keuangan.

4.2.1 Pencatatan Aset Tetap

Dalam melakukan pencatatan aset tetap, Poltekkes Bengkulu selalu melakukan


pencatatan (recording) dokumen sumber, verifikasi dan pelaporan BMN. Dokumen
sumber dalam SABMN berasal dari transaksi BMN yang sumber dananya berasal dari
DIPA maupun dana dari pendapatan institisu pendidikan. Dokumen sumber yang
digunakan dalam proses akuntansi BMN di Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Saldo awal

Menggunakan catatan dan/ atau Laporan BMN perode sebelumnya. Saldo


awal aset tetap yang digunakan di Poltekkes Bengkulu adalah saldo dari periode
sebelumnya, yang dimasukkan sebagai saldo awal pada aplikasi SIMAK-BMN.
Saldo aset tetap per 31 Desember 2008 adalah sebesar Rp21.273.659.287 adalah
hasil inventarisasi fisik. Sedangkan saldo aset tetap per 31 Desember 2009 sebesar
Rp57.511.807.392 yang merupakan saldo 2008 ditambah dengan pembelian yang
dilakukan dengan dana DIPA maupun dana pendapatan institusi pendidikan.

b. Perolehan/ Pengembangan/ Penghapusan

• Berita Acara Serah Terima BMN


Merupakan bukti penyerahan BMN yang berasal dari pihak lain, misalnya
untuk BMN yang berasal dari hibah.

• Bukti Kepemilikan BMN

Dibuktikan dengan sertifikat tanah, surat bukti kepemilikan BMN atas


nama Pemerintah RI untuk bangunan dan surat kepemilikan lain untuk
BMN lain selain tanah dan bangunan, misalnya BPKB untuk kendaraan
bermotor.

• Surat Perintah Membeli (SPM)/ Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)

SPM merupakan surat untuk membeli BMN, dan SPM yang telah disetujui
dikeluarkan SP2D-nya

• Faktur Pembelian

• Kuitansi

• Surat Keputusan Penghapusan

Surat Keputusan Penghapusan merupakan surat persetujuan Mentri


Keuangan atau usulan penghapusan BMN yang diajukan oleh Poltekkes
Bengkulu selaku Kuasa Pengguna Barang

• Dokumen lain yang sah

Jenis transaksi yang dicatat dalam SABMN meliputi tiga jenis, yaitu:

a. Perolehan BMN

Saldo Awal BMN merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran
berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannnya SABMN yang merupakan
akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya. Perolehan BMN yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
• Pembelian, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil
pembelian. Pembelian tahun 2008 tercatat sebesar Rp.488.977.248.
Sedangkan pembelian tahun 2009 tercatat sebesar Rp.7.250.215.832.
• Hibah, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penerimaan
dari pihak ketiga diluar Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
• Sumbangan
b. Perubahan/ Mutasi BMN
Perubahan/ mutasi BMN dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
• Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas/nilai
BMN yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang
pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang.
• Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang
dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan dari BI
Ekstrakomptabel ke BI Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN
dalam BI Intrakomptabel.
• Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi
BMN.
• Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas, merupakan koreksi pencatatan
atas nilai/kuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan
sebelumnya.
Mutasi BMN berdasarkan laporan BMN 2009 adalah bertambah senilai
Rp.29.631.480.898, dan berkurang sebesar Rp.2.499.057.663.
c. Penghapusan BMN
Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari
pembukuan berdasarkan suatu surat keputusan pengahapusan oleh instansi yang
berwenang. Penghapusan meliputi hal-hal berikut ini:
• Transfer Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN ke
UAKPB lain dalam satu UAPB di lingkungan Kementrian Kesehatan.
• Hibah, merupakan transaksi penyerahan BMN kepada pihak
ketiga.
• Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam
klasifikasi BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi
Reklasifikasi Masuk.
• Koreksi Pencatatan, merupakan transaksi untuk mengubah catatan
BMN yang telah dilaporkan sebelumnya.
Pada tahun 2009, total nilai BMN yang telah dihapus adalah sebesar
Rp.1.6287.330.733. Nilai pengapusan tersebut bukan hanya berasal dari
pengajuan penghapusan tahun 2009, tetapi juga pengajuan penghapusan tahun
2008 yang baru direalisasikan pada tahun 2009. Proses penghapusan ini
merupakan suatu masalah tersendiri terkait dengan birokrasi berjenjang yang
berlaku. Permasalahan penghapusan ini akan lebih lanjut dibahas pada
pembahasan selanjutnya.

Dalam Aplikasi SIMAK-BMN di Poltekkes Bengkulu ada beberapa


dokumen yang dihasilkan. Dokumen itu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Buku Inventaris (BI) Intrakomptabel
b. Buku Inventaris (BI) Ekstrakomptabel
c. Buku Persediaan
d. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah
e. Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung
f. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor
g. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan
h. Daftar Inventaris Lainnya (DIL)
i. Daftar Inventaris Ruangan (DIR)
j. Laporan BMN Semesteran dan tahunan, meliputi Laporan
BMN gabungan Intrakomptable dan Ekstrakomptabel
k. Laporan Kondisi Barang (LKB)
Poltekkes Bengkulu tidak terdapat Buku Barang Bersejarah.
Data neraca untuk aset tetap sudah menggunakan data hasil dari SABMN
melalui aplikasi SIMAK-BMN. Data aset tersebut kemudian diposting kedalam
SAK melalui fasilitas jurnal aset. Contoh jurnal aset adalah sebagai berikut:
• Jurnal Standar saldo awal Aset Tetap
DR Aset Tetap XXX
CR Diinvestasikan dalam aset tetap XXX
• Jurnal Belanja Modal (Capital Expenditures)
Khusus realisasi Belanja Modal, terdapat perlakuan khusus dalam
pencatatan transaksi ini karena pada saat belanja modal direalisasikan
tidak hanya transaksi keuangan yang terkait, namun juga transaksi aset.
Pencatatan ini seringkali disebut juga dengan jurnal ikutan atau jurnal
korolari yang mengikuti setiap adanya belanja modal. Jurnal korolari ini
hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Aset Tetap
Sebelum Disesuaikan, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset
Tetap. Jurnal untuk SAI dan SAU adalah sebagai berikut:
DR Belanja Modal XXX
CR Kas pada KPPN/BUN XXX
DR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan XXX
CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap XXX
Pada saat aset tetap diakui, Jurnal Standar di SAI akan dilakukan
penyesuaian dengan mendebet perkiraan Aset tetap yang sudah definitif,
dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Selain itu apabila
aset tetap sudah diakui maka harus ada pembatan jurnal korolari yang
pernah dibuat saat terjadi belanja modal yaitu dengan mendebet akun
Diinvestasikan dalam Aset Tetap dan mengkredit akun Aset Tetap
Sebelum Disesuaikan.
DR Aset Tetap XXX
CR Diinvestasikasn dalam Aset Tetap XXX
DR Diinvestasikasn dalam Aset Tetap XXX
CR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan XXX
• Jurnal Penerimaan Hibah
DR Aset Tetap XXX
CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap XXX
• Jurnal Penggantian Aset Tetap dengan Aset Tetap Lain (Kasus
Rugi)
DR Aset Tetap XXX
DR Akumulasi Penyusutan Aset Tetap XXX
DR Rugi PEghapusan Aset Tetap XXX
CR Aset Tetap XXX
CR Kas XXX
Jurnal aset ini sesuai dengan jurnal yang termuat dalam Direktur Jendral
Perbendaharaan No. Per-01/PB/2005 tentang Pedoman Jurnal Standard an Posting
Rules pada Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat.

4.2.2 Pengakuan dan Pengklasifikasian BMN

Penerapan kapitalisasi dalam Akuntansi BMN mengacu pada keputusan Menteri


Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001 tanggal 18 Mei 2001 tentang
Pedoman Kapitalisasi BM/KN dalam Sistem Akuntansi Pemerintah. Penerapan
kapitalisasi dalam Akuntansi BMN, mengakibatkan Poltekkes Bengkulu membagi Buku
Inventaris dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Buku Inventaris (BI) Intrakomptabel
BMN yang dicatat dalam BI Intrakomptabel adalah sebagai berikut:
1. Barang yang tidak bergerak dan barang bergerak yang mempunyai
Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap, yaitu Rp.300.000 untuk
peralatan dan mesin serta RP.10.000.000 untuk bangunan
2. Penerimaan barang barang tidak bergerak akibat pertukaran dari
pihak lain yang tidak dikapitalisasi
3. Transfer masuk/penerimaan dari pertukaran/pengalihan masuk
yang tidak dikapitalisasi
b. BI Ekstrakomptabel, mencakup BMN berupa aset tetap yang tidak memenuhi
kriteria kapitalisasi. BMN yang dimasukkan dalam kriteria ekstrakomptabel
dicatat sebagai beban periodic dan tidak dimasukkan ke dalam jumlah tercatat
aset pada Neraca.

4.2.3 Penyajian BMN

Penyajian jumlah tercatat BMN untuk tahun anggaran 2009 dapat dilihat pada
table 4.2.
Tabel 4.2
Rincian Aset Tetap Menurut Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu
per 31 Desember 2009
Nama Aset Tetap Saldo
Tanah 6.240.100.000
Peralatan dan Mesin 26.345.124.715
Gedung dan Bangunan 13.996.127.200
Jalan/Irigasi/Jaringan 79.452.000
Aset Tetap Lainnya 1.829.498.677
Konstruksi Dalam Pengerjaan 9.021.531.800
Jumlah 57.511.807.392
Sumber: Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009

4.2.3.1 Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai.
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi
perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah.
Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah
tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah,
misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik
sebelumnya.
Saldo tanah per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 6.240.100.000,- mengalami
kenaikan sebesar Rp. 6.157.514.300 yaitu penyesuaian terhadap harga tanah
dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Rp. 82.585.700.

Penerapan pengakuan Tanah di Poltekkes Bengkulu telah sesuai dengan PSAK 16


maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa tanah diakui pada
saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak kepemilikannya telah diserahkan.
Pengukuran tanah juga telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada
PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.3.2 Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau
dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan
dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah
BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu,
serta Tugu Titik Kontrol.
Saldo Gedung dan Bangunan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.
13.996.127.200,- naik sebesar Rp.5.520.285.475 dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya sebesar Rp.8.475.841.725.

Penerapan pengakuan gedung dan bangunan di Poltekkes Bengkulu telah sesuai


dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa
gedung dan bangunan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak
kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran gedung dan bangunan juga telah sesuai
dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.3.3 Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat


elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya
lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan
Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Ukur, Alat Kantor dan Rumah
Tangga, Alat Komunikasi, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium,
Komputer, serta Alat Peraga.
Saldo peralatan dan mesin per 31 Desember 2009 sebesar Rp.26.345.124.715,
naik sebesar Rp.15.859.030.077 dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya sebesar
Rp.10.486.094.638.

Penerapan pengakuan peralatan dan mesin di Poltekkes Bengkulu telah sesuai


dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa
peralatan dan mesin diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak
kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran peralatan dan mesin juga telah sesuai
dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.3.4 Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun
oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN
yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air,
Instalasi, dan Jaringan.
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Aset di Poltekkes Bengkulu, Jalan, Irigasi, dan
Jaringan diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan
menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan
jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan
biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi
biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan,
dan pembongkaran bangunan lama. Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan
yang dibangun secara swakelola meliputi biayalangsung dan tidak langsung, yang terdiri
dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan
pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
Saldo Jalan, Irigasi, dan Jaringan per 31 Desember 2009 sama dengan nilai
Irigasi dan Jaringan per 31 Desember 2008, hal ini disebabkan oleh tidak adanya
penambahan, pengurangan dan penghapusan Irigasi dan Jaringan. Saldo Jalan, Irigasi,
dan Jaringan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.79.425.000.
Penerapan pengakuan jalan, irigasi, dan jaringan di Poltekkes Bengkulu telah
sesuai dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan
bahwa jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah
atau hak kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran jalan, irigasi, dan jaringan juga
telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.3.5 Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan
Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan
dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi
Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaa/Olah Raga, Hewan, Ikan dan
Tanaman.
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Aset di Poltekkes Bengkulu, Aset Tetap Lainnya
diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui
kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta
biaya perizinan. Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola
meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga
kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa
konsultan.
Nilai Aset Tetap Lainnya per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 1.829.498.677,-
turun sebesar Rp. 30.802.547,- dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya sebesar
Rp. 1.860.301.224.

Penerapan aset tetap lainnya di Poltekkes Bengkulu telah sesuai dengan PSAK 16
maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa aset tetap lainnya
diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak kepemilikannya telah
diserahkan. Pengukuran aset tetap lainnya juga telah sesuai dengan prinsip historical cost
yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.3.6 Konstruksi dalam Pengerjaan


Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset
tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
periode waktu tertentu dan belum selesai. Karena Konstruksi Dalam Pengerjaan belum
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tanggal 14 Januari
1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara,
maka Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diproses dalam SABMN sehingga langsung
dibukukan oleh Unit Akuntansi Keuangan dan hanya disajikan dalam Neraca. Konstruksi
Dalam Pengerjaan belum dicatat dalam buku inventaris namun telah tercatat dalam
Perkiraan Buku Besar dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.
Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam
jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap. Suatu aset berwujud
harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat
diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan. Konstruksi Dalam Pengerjaan
dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut
dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
Saldo konstruksi dalam pengerjaan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.
9.021.531.800. Sedangkan saldo konstruksi dalam pengerjaan ditahun sebelumnya adalah
nol.

Penerapan konstruksi dalam pengerjaan di Poltekkes Bengkulu telah sesuai


dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa
konstruksi dalam pengerjaan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau
hak kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran konstruksi dalam pengerjaan juga
telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

4.2.4 Pengungkapan BMN pada Laporan Keuangan

4.2.4.1 Tanah
Dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan mengenai:

• Dasar penilaian yang digunakan

• Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut


jenis tanah yangmenunjukkan:
.i Penambahan
.ii Pelepasan
.iii Mutasi tanah lainnya
Pengungkapan untuk tanah pada laporan keuangan konsolidasian sudah
mencantumkan hal-hal yang harus diungkapkan diatas, termasuk rekonsisiliasi jumlah
tercatat pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN.
Terdapat tanah dan bangunan di Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang
seharusnya menjadi tanah yang dikelola Poltekkes Bengkulu yang saat ini tidak berada
dalam penguasaan dan pengelolaan Poltekkes Bengkulu. Tanah tersebut kini ditempati
oleh pihak lain, meskipun dalam pernyataan sertifikat/ buku tanah, tanah tersebut adalah
milik Kementrian Kesehatan RI dan seharusnya digunakan untuk keperluan Poltekkes
Bengkulu.

4.2.4.2 Gedung dan Bangunan

Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan
Bangunan;

Pengungkapan untuk gedung dan bangunan pada Laporan Keuangan


Konsolidasian sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat
pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan
Keuangan Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi gedung dan
bangunan.

4.2.4.3 Peralatan dan Mesin

Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan
Mesin.

Pengungkapan untuk peralatan dan mesin pada Laporan Keuangan Konsolidasian


sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat pada akhir dan
awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan Keuangan
Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi peralatan dan mesin.

4.2.4.4 Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, Irigasi, dan Jaringan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain
itu di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai
berikut:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi, dan
Jaringan

Pengungkapan untuk jalan, irigasi, dan jaringan pada Laporan Keuangan


Konsolidasian sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat
pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan
Keuangan Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi jalan, irigasi,
dan jaringan.

4.2.4.5 Aset Tetap Lainnya

Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan
penambahan dan penghapusan.
c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya
Pengungkapan untuk aset tetap lainnya pada Laporan Keuangan Konsolidasian
sudah mencantumkan dasar penilaian dan jumlah tercatat pada akhir dan awal periode
yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan Keuangan Konsolidasian belum
mencantumkan kebijakan untuk aset tetap lainnya.

4.2.4.6 Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain


itu di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai
berikut:
a. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan
jangka waktu penyelesaiannya
b. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya
c. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan
d. Uang muka kerja yang diberikan
e. Retensi

Pengungkapan Untuk konstruksi dalam pnegerjaan belum mencantumkan


informasi-informasi sebagaimana dicantumkan diatas.

4.3 Analisi dan Pembahasan Masalah

4.3.1 Analisis Pelaksanaan Manajemen Aset Tetap

Analisis mengenai pelaksanaan Manajemen Aset Tetap di Poltekkes Bengkulu


meliputi analisis terhadap setiap aspek dari manajemen aset, yaitu inventarisasi, legal
audit, penilaian aset, optimalisasi aset, serta pengawasan dan pengendalian.

4.3.1.1 Analisis terhadap Inventarisasi Aset

Dalam pelaksanaan penatausahaan BMN, Poltekkes Bengkulu baru melakukan


inventarisasi ulang pada tahun 2008. Inventarisasi tersebut dilakukan dengan cara
kodefikasi terhadap setiap BMN yang dimilikinya. Semua tahapan inventarisasi aset, baik
itu kodefikasi dan juga semua proses inventarisasi BMN lain setelah kodefikasi yang
meliputi persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut telah sesuai dengan PMK no.
59/PMK.06/2005.

4.3.1.2 Analisis terhadap Legal Audit

Dalam rangka inventarisasi BMN, Poltekkes Bengkulu juga telah melakukan


legal audit, yaitu menentukan inventarisasi satatus penguasaan aset. Bagian Umum dan
Humas Poltekkes Bengkulu telah melakukan pengecekan status penguasaan aset dengan
cara mengecek semua sertifikat dan bkti kepemilikan aset, seperti sertfifikat tanah, BPKB
kendaraan bermotor dan sebagainya.

Legal audit juga dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan legal
menyangkut status kepemilikan suatu aset, antara lain status hak oenguasaan yang lemah,
aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain.
Sebagai bukti, Poltekkes Bengkulu dapat mengetahui adanya tanah dan bangunan di
Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang seharusnya menjadi tanah yang dikelola
Poltekkes Bengkulu dan saat ini sedang di kuasai oleh pihak lain. Tanah dan bangunan
ini kemudian dikeluarkan dari laporan keuangan dikarenakan status penguasaaan atau
pengelolaannya sedang tidak berada ditangan Poltekkes Bengkulu.

4.3.1.3 Analisis terhadap Penilaian Aset

Penilaian aset dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil penilaian
berupa saldo aset tetap pada laporan keuangan per 31 Desember 2009 sebesar Rp
57.511.807.392. Saldo ini kemudin digunakan sebagai saldo awal aset tetap untuk
periode akuntansi berikutnya.

Penilaian aset tetap pada tahun 2009 telah memberikan saldo aset yang lebih
relevan bagi pencatatan di laporan keuangan periode terkait dan periode selanjutnya.
Namun, ada beberapa aset, misalnya alat peraga kesehatan berupa kerangka manusia
yang terbuat dari kayu yang sudah ada sejak tahun 1980, yang tidak dapat dinilai fair
value-nya pada saat penilaian aset ini. Hal ini disebabkan karena aset yang bersangkutan
sudah sangat tua dan tidak lagi ada pasar untuk aset tersebut, sehingga aset tersebut sulit
diperkirakan nilainya di masa kini. Dengan demikian, penilaian aset ini tidak dapat
dikatakan berhasil sepenuhnya dalam memperkirakan nilai aset di Poltekkes Bengkulu
secara keseluruhan.

4.3.1.4 Analisis terhadap Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset dilakukan untuk aset-aset yang tidak digunakan agar tidak
membebani laporan keuangan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, optimalisasi
aset dapat dilakukan dengan penyewaan aset, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, serta
BGS/BSG.

Sebelum melakukan optimalisasi aset, Poltekkes Bengkulu melakukan pendataan


aset-aset yang tidak digunakan sesuai fungsi dan tugas pokok instansi pemerintahan.
Setelah itu, aset-aset tersebut dikaji potensi yang dimilikinya, mulai dari potensi
mendatangkan keuntungan (profitability) atau potensi untuk dipasarkan (marketability).
Selanjutnya barulah proses optimalisasi aset dapat dilakukan.

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu


melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Rumah dinas
tersebut disewakan karena sejak pertengahan 2007, rumah dinas tersebut tidak digunakan
oleh pejabat yang bersangkutan. Selain itu, terdapat juga ruangan dalam lingkup
Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada pihak lain yang digunakan untuk usaha
photo copy. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada optimalisasi aset berupa
penyewaan aset, dikarenakan kontrak penyewaan rumah dinas dan ruangan yang telah
disebutkan di atas tidak diperpanjang oleh pihak penyewa.

4.3.1.5 Analisis terhadap Pengawasan dan Pengendalian Aset

Aspek pengawasan dan pengendalian aset dilakukan dengan pengembangan


SIMA. SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi SIMAK-BMN yang
juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN. Lewat aplikasi ini, dilakukan pemantauan
(monitoring) terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada dibawah penguasaannya. Hasil dari
kegiatan monitoring tersebut dilaporkan dalam Formulir Monitoring Pengguna/Pemakai
Barang/ Aset Milik Negara yang dilaporkan tipa semester kepada Kementriaan Keuangan
bersamaan dengan Laporan BMN.

Pengawasan dan pengendalian aset ini dilakukan dilakukan untuk meminimalisasi


peluang terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dilingkungan instansi
pemerintahan. Pengawasan dan pengendalian aset yang dipusatkan pada satu system
justru akan membuka peluang terjadinya manipulasi terhadap system yang
memungkinakan adanya manipulasi aset. Oleh karena itu, sebaiknya aspek pengawasan
dan pengendalian tidak hanya dipusatkan pada satu system, SABMN, tapi juga dilakukan
control aset dan examination terhadap aset secara berkala.
4.3.2 Analisis Penerapan SABMN

Analisis penerapan SABMN ini berfokus pada pengungkapan aset, penghapusan


aset, penyusutan aset pada Laporan Keuangan Konsolidasian, pengklasifikasian aset ke
dalam BI Intrakomptabel dan BI Ekstrakomptabel, serta masalah satuan baku jumlah
barang.

4.3.2.1 Analisis terhadap Pengungkapan Aset Tetap

Pengungkapan merupakan salah satu masalah yang ditemui dalam analisis


terhadap penerapan SABMN. Masalah mengenai pengungkapan aset tetap pada laporan
keuangan adalah sebagai berikut:

a. Pengungkapan untuk gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan


irigasi dan jaringan serta aset tetap lainnya pada Laporan Keuangan
Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi.

b. Pengungkapan untuk Konstruksi dalam Pengerjaan pada Laporan


Keuangan Konsolidasian belum mencantumkan informasi-informasi sebagaimana
diatur pada standar.

Masalah pengungkapan ini sebaiknya segera diatasi oleh Poltekkes Bengkulu.


Pengungkapan aset tetap yang disyaratkan pada standar bertujuan membuat laporan
keuangan lebih informatif bagi penggunanya. Oleh karena itu, Poltekkes sebaiknya
segera mencantumkan informasi-informasi yang disyaratkatkan oleh PSAK 16 dan PSAP
07 pada Catatan atas Laporan Keuangan agar laporan keuangan lebih informatif bagi
penggunanya.

4.3.2.2 Analisis terhadap Penghapusan Aset

Salah satu masalah utama dalam penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu


adalah penghapusan aset. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar
barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk
membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab
administrasi dan fisik atas barang yang berada dibawah penguasaannya.

Dalam rangka penghapusan BMN, Poltekkes Bengkulu membentuk panitia


penghapusan yang diusulkan dan ditetapkan oleh Pimpinan unit Eselon 1 selaku UPPB-
E1. Susunan panitia penghapusan BMN terdiri dari unsure-unsur satuan kerja yang
membidangi perlengkapan, dalam hal ini Bagian Umum dan Humas, serta Bagian
Keuangan. Keanggotaan panitia penghapusan juga dapat mengikutsertakan unsur teknis
dan tenaga ahli dan instansi lembaga lain yang terkait dengan jenis barang yang akan
dihapuskan. Tugas panitia penghapusan antara lain:

.a Meneliti/ memeriksa barang yang akan dihapus, meliputi:

.i Menginventaris dan meneliti barang yang akan dihapus

.ii Menilai kondisi fisik barang yang akan dihapus

.iii Menetapkan perkiraan nilai batas terendah penjualan barang yang telah
dihapus

.iv Membuat berita acara penilaian/ pemeriksaan

.b Menyelesaikan kelengkapan administrasi usulan penghapusan

.c Mengajukan usulan penghapusan kepada Direktur Poltekkes selaku


UPKPB

.d Mengkoordinasikan dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan


Lelang setempat apabila penghapusan BMN tersebut ditindaklanjuti dengan
lelang berdasarkan Keputusan Penghapusan dari Menteri Keuangan. Penerapan
system lelang untuk BMN yang akan dihapuskan ini berbeda dengan penghapusan
aset tetap pada PSAK 16 yang langsung menghapus aset dari laporan keuangan
dengan cara djual, disewakan berdasarkan sewa pembiayaan atau disumbangkan.
.e Menyusun laporan termasuk membuat berita acara tindak lanjut
penghapusan (risalah lelang).

Sehubungan dengan KMK no.31/KM.6/2008 tentang Pelimpahan Sebagian


Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara untuk dan atas nama Menteri Kuangan menandatangani Surat dan/atau
Keputusan Menteri Keuangan, yang berwenang mengajukan usul/permohonan
rekomendasi penghapusan BMN adalah Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Barang. Sebagai tindak lanjutnya, usulan rekomendasi penghapusan BMN dilakukan
secara berjenjang/ hierarkis, yaitu:

a. Panitia penghapusan menyampaikan usul penghapusan BMN kepada


Direktur Poltekkes selaku UPKPB.

b. Direktur Poltekkes menyampaikan usulan penghapusan BMN kepada


kepada Pimpinan Unit Eselon 1 (UPPB-E1).

c. Pimpinan Unit Eselon 1 (UPPB-E1) menyampaikan usulan penghapusan


BMN kepada Menteri Keuangan selaku UPPB.

Usulan penghapusan BMN yang disampaikan harus melampirkan hasil penelitin


dan penilaian panitia penghapusan yang dituangkan dalam suatu berita acara dan
ditandatangani oleh seluruh panitia penghapusan, serta diketahui oleh Direktur Poltekkes.
Dokumen berita acara ini dilengkapi dengan:

d. Laporan daftar BMN yang diusulkan untuk dihapus, yang memuat data sebagai
berikut:

i. Nama BMN

ii. Harga perolehan BMN (merupakan harga yang tercantum dalam Buku
Inventaris Intrakomptabel atau Ekstrakomptabel dari SIMAK-BMN)

iii. Kondisi BMN


iv. Nilai limit terendah penjualan

v. Sebab/ alasan penghapusan BMN

d. Dokumen yang mendukung penghapusan

d. Foto BMN yang diusulkan untuk dihapus

d. Rekomendasi penghapusan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atas


penghapusan BMN yang diajukan oleh Kepala Satuan Keja kepada Kepala Kantor
Pelayanan kekayaan Negara dan Lelang atas penghapusan BMN sebagai berikut:

.i Tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan BMN perpaket usulan


sampai dengan Rp.250.000.000

.ii Selain tnah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan BMN perpaket
usulan sampai dengan Rp.100.000.000

Prosedur penghapusan ini menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Usulan


penghapusan yang dilaksanakan berjenjang dan banyaknya dokumen yang diperlukan
mengakibatkan terbuangnya waktu, materi dan sumber daya lain yang digunakan untuk
pemeliharaan aset yang diusulkan untuk dibuang dan seharusnya dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain.

Misalnya, Poltekkes Bengkulu telah membentuk panitia penghapusan aset sejak


tahun 2008 dan mengajukan usulan penghapusan pada tahun yang sama. Namun, karena
berbelitnya birokrasi, surat keputusan untuk penghapusan dari Menteri keuangan baru
terbit pada tahun 2009, sehingga aset yang diajukan untuk dihapus sudah bnayak yang
rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi. Hal ini sekaligus menghilangkan kesempatan
mendapatkan dana hasil lelang yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan
lain.

Pada tahun 2009, total nilai BMN yang telah dihapus adalah sebesar
Rp.1.6287.330.733. Dalam penghapusan BMN yang dilakukan oleh Poltekkes Bengkulu,
terdapat permasalahan lain, yaitu tidak adanya pengklasifikasian BMN yang akan
dihapuskan menurut kondisinya. Hal ini bertentangan dengan aturan SIMAK-BMN yang
mengharuskan adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan dihapuskan, apakah BMN
tersebut dalam kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat. Kondisi ini menyebabkan
informasi mengenai penghapusan BMN Poltekkes Bengkulu tidak informative bagi
penggunanya, dan dapat menyebabkan proses penghapusan BMN di Poltekkes Bengkulu
menjadi lebih rumit.

Permasalahan birokrasi dan tidak adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan
dihapuskan ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam penerapan SABMN di
Poltekkes Bengkulu. Khusus untuk masalah birokrasi, masalah ini seharusnya juga
menjadi permasalahan seluruh instansi pemerintahan yang menerapkan SABMN. Hal ini
dikarenakan permasalahan birokrasi telah lama menjadi perhatian utama masyarakat dan
sudah seharusnya pula pemerintah menaruh perhatian lebih pada permaslahan
penghapusan BMN ini. Birokrasi yang berbelit-belit akan terus menjadikan penerapan
SABMN menjadi tidak efektif dan berisiko menimbulkan kerugian Negara dalam jumlah
yang tidak sedikit.

Selain kedua permasalahan diatas, penyajian untuk aset tetap yang sedang
diajukan penghapusannya masih tercatat di Neraca Poltekkes Bengkulu sebagai bagian
dari nilai tercatat Aset Tetap. Padahal, aset-aset ini sudah tidak lagi digunakan untuk
menunjang kegiatan operasional Poltekkes Bengkulu. Hal ini menyebabkan kerancuan
pada definisi aset tetap yang tercatat di Neraca. Aset-aset tetap yang sedang diajukan
penghapusannya dan sudah tidak lagi digunakan untuk operasional sebaiknya tidak lagi
dicatat ke dalam kelompok Aset Tetap dan dicatan dalam kelompok akun yang terpisah,
misalnya Aset Lainnya.

4.3.2.3 Analisis terhadap Penyusutan Aset

Di Poltekkes Bengkulu, masalah utama lain yang terjadi dalam penerapan


SABMN adalah penyusutan terhadap aset tetap. Penyusutan ini tidak diterapkan pada
Laporan Keuangan Konsolidasian ke Kementrian Kesehatan. Penyusutan tersebut
seharusnya dilakukan untuk saldo-saldo akun Gedung dan Bangunan, Peralatan dan
Mesin, serta Jalan, Irigasi, dan Jaringan.
Salah satu alasan penyusutan belum dapat dilakukan pada laporan keuangan
konsolidasian adalah karena belum terpetakannya semua aset yang menjadi milik
Poltekkes Bengkulu atau yang berada di bawah penguasaan mereka. Beberapa aset yang
mengalami permasalahan ini adalah aset yang umurnya sudah sangat tua namunmasih
dipakai. Pada saat inventarisasi fisik dilakukan tahun 2008, aset yang berumur tua ini
memiliki nilai tercatat yang sangat kecil dan tidak dapat direvaluasi karena barangnya
sudah sangat langka di pasaran dan sulit untuk mendapatkan nilai yang wajar untuk aset
tersebut.

Permasalahan mengenai penyusutan ini seharusnya dapat teratasi dengan


penilaian aset oleh tim penilai independen yang dilakukan tahun 2009. Setelah dilakukan
penilaian aset, aset-aset yang menjadi milik atau berada dibawah penguasaan Poltekkes
Bengkulu seharusnya sudah terpetakan dengan cukup baik dan dapat diketahui nilainya.
Selain itu, SAK juga telah emnjabarkan metode depresisasi yang dipilih, yaitu metode
garis lurus, sehingga dengan demikian sudah seharusnya Poltekkes Bengkulu melakukan
depresiasi terhadap aset tetapnya. Poltekkes Bengkulu seharusnya memberlakukan
depresiasi agar jumlah tercatat aset lebih mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)


dilingkungan Kementrian Kesehatan, dipimpin oleh Direktur yang berada dibawah Badan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara profesional bertanggung jawab
kepada kepala Pusdiknakes (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan).

Manajemen aset tetap di Poltekkes Bengkulu terdiri dari lima tahapan kerja yang
satu sama lainnya berhubungan dan saling terintegrasi, yaitu:

a. Inventarisasi Aset

Kegiatan inventarisasi aset dimulai dengan kodefikasi pada BMN. Sistem


kodefikasi BMN di Poltekkes Bengkulu didasarkan pada penggolongan,
kepemilikan, dan lokasi barang sesuai dengan kode yang ditetapkan Kementrian
keuangan pada PMK no.59/ PMK.06/ 2005 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

b. Legal Audit

Unit Urusan Umum dan Humas Poltekkes Bengkulu telah melakukan


pengecekan status penguasaan aset dengan mengecek semua sertifikat dan bukti
kepemilikan aset, seperti sertifikat tanah dan BPKB kendaraan bermotor. Pada
laporan BMN tahun 2007, total nilai BMN berstatus milik Poltekkes Bengkulu
adalah Rp. 57.511.807.392, dan tidak ada BMN yang berstatus buka milik
Poltekkes Bengkulu.

c. Penilaian Aset

Penilaian aset dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil


penilaian berupa saldo aset tetap pada Laporan Keuangan per 31 Desember 2009
sebesar Rp 57.511.807.392.

d. Optimalisasi Aset

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu


melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Selain itu,
terdapat juga ruangan dalam lingkup Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada
pihak lain yang digunakan untuk usaha photo copy. Total nilai pendapatan sewa
pada tahun 2008 adalah Rp. 421.470. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada
optimalisasi aset berupa penyewaan aset yang terjadi.

e. Pengawasan dan Pengendalian Aset

Aspek pengawasan dan pengendalian aset dilakukan dengan


pengembangan SIMA. SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi
SIMAK-BMN yang juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN.
Penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu dimulai tahun 2008. Dalam
menjalankan Sistem Akuntansi BMN (SABMN), Poltekkes Bengkulu menggunakan
aplikasi SIMAK-BMN yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan pada tahun 2006,
dan kemudian diperbaharui pada tahun 2007 dan 2008 untuk menyempurnakan
kelemahan pada sistem sebelumnya. SIMAK-BMN ini digunakan sebagai aplikasi untuk
akuntansi aset tetap, yang dimulai pada saat mencatat aset pada saat baru diperoleh,
hingga merekapitulasi jumlah tercatat aset untuk dijadkan jumlah tercatat pada Neraca
dan menghasilkan daftar BMN sebagai bahan Catatan atas Laporan Keuangan.

Jenis transaksi yang dicatat dalam SABMN meliputi tiga jenis, yaitu:

Perolehan BMN

b. Perubahan/ Mutasi BMN


Penghapusan BMN
Data neraca untuk aset tetap sudah menggunakan data hasil dari SABMN melalui
aplikasi SIMAK-BMN. Data aset tersebut kemudian diposting kedalam SAK melalui
fasilitas jurnal aset.
Di Poltekkes Bengkulu, perlakuan aset tetap telah sesuai dengan PSAK 16 dan
PSAP 07 tentang aset tetap. Beberapa permasalahan yang ditemui pada penerapan
SABMN adalah sebagai berikut:
1. Pengungkapan Aset Tetap
Pengungkapan aset tetap pada laporan keuangan belum memenuhi
persyaratan pengungkapan aset tetap yang di standarkan pada PSAK 16 dan
PSAP 07.
2. Penghapusan Aset
Tidak adanya pengklasifikasian BMN yang akan dihapuskan menurut
kondisinya bertentangan dengan aturan SIMAK-BMN yang mengharuskan
adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan dihapuskan, apakah BMN tersebut
dalam kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat. Kondisi ini menyebabkan
informasi mengenai penghapusan BMN Poltekkes Bengkulu tidak informative
bagi penggunanya, dan dapat menyebabkan proses penghapusan BMN di
Poltekkes Bengkulu menjadi lebih rumit.
Usulan penghapusan berjenjang dan banyaknya dokemen yang diperlukan
mengakibatkan terbuangnya waktu, materi, dan sumber daya lain yang digunakan
untuk pemeliharaan aset yang diusulkan untuk dibuang dan seharusnya dapan
dimanfaatkan untuk urusan lain.

Selain itu, aset tetap yang sedang diajukan penghapusannya masih tercatat
sebagai komponen Aset Tetap pada Neraca. Aset-aset tetap yang sedang diajukan
penghapusannya dan sudah tidak lagi digunakan untuk operasional sebaiknya
tidak lagi dicatat ke dalam kelompok Aset Tetap di Neraca, tetapi dimasukkan ke
dalam kelompok Aset Lainnya, karena sudah digunakan untuk menunjang
kegiatan operasional Poltekkes Bengkulu.

3. Penyusutan terhadap Aset Tetap


Penyusutan terhadap aset tetap tidak diterapkan pada Laporan Keuangan
Konsolidasian ke Kementrian Kesehatan. Penyusutan tersebut seharusnya
dilakukan untuk saldo-saldo akun Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin,
serta Jalan, Irigasi, dan Jaringan.

Você também pode gostar