Você está na página 1de 10

4.2.

Analisa Kebutuhan Air

Analisa kebutuhan air tanaman pada studi ini mengacu kepada


Artikel FAO no. 24, mengenai “Crop water Requirements”.
Komponen kebutuhan air tanaman meliputi kebutuhan untuk
Evapotranspirasi (ETc), yang tergantung pada masa pertumbuhan
Tanaman, olah tanah, perkolasi dan penggantian lapisan air.
Namun bila curah hujan cukup memadai maka kebutuhan di atas
akan dapat dikurangi dengan hujan efektif (“effective
precipitation”).

4.2.1. Evapotranspirasi Potensial (ETo)

Secara umum laju evaporasi sangat tergantung kepada tingkat


kejenuhan uap air di udara. Sedangkan tingkat kejenuhan uap air
diudara tergantung kepada temperatur, kecepatan angin dan sinar
matahari. Dengan demikian tingkat evapotranspirasi sangat
tergantung kepada kondisi iklim pada suatu saat. Karena setiap
saat kondisi iklim berubah, tergantung pada posisi matahari
terhadap ekuator, maka besar evapotranspirasi untuk setiap saat
juga berbeda.
Pada studi ini nilai evapotranspirasi dihitung dengan metode
Penmann yang telah dimodifikasi (“modified Penmann”), seperti
yang dijelaskan di bawah ini.

Metode Penmann Modifikasi


Metode ini untuk mengestimasi evapotranspirasi potensial (ETo)
menggunakan data klimatologi. Persamaan Penmann ini pada
dasarnya terdiri atas dua komponen, yakni komponen radiasi dan
komponen aerodinamis.
Rumus Penmann Modifikasi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
ETo = C[W.Rn+(1+W).f(u).(ea – ed)]
Radiasi Aerodinamis
Dengan :
ETo = Evapotranspirasi Potensial
C = Faktor Koefisien
W = Faktor bobot tergantung pada temperatur dan
elevasi untuk pengaruh radiasi terhadap ETo.(dari
Tabel)

Sedangkan Rn adalah Radiasi Netto, mm/hari, didapat dari :

Rn = Rns – Rn1

Dengan :
Rns = Radiasi gelombang pendek yang sampai ke bumi
yang dapat didekati dengan :

Rns = Ra(1-a)(0.25+0.50n/N)

Dengan :
Ra = Radiasi ekstra teresterial, mm/hari – fungsi dari
Lintang
a = Koefisien pantulan = untuk padi diambil 0.25
n/N = Rasio Lama penyinaran matahari aktual terhadap
lama penyinaran matahari maksimum yang mungkin
terjadi pada suatu lokasi dan suatu saat itu (dari
Tabel).
Dan,
Rn1 adalah radiasi gelombang panjang , dengan pendekatan :

Rn1 = f(T).f(ed).f(n/N) ; ( dari Tabel. )


(1-W) = Faktor bobot tergantung pada temperatur dan
elevasi untuk pengaruh kecepatan angin dan
kelembaban terhadap ETo
ea = Tekanan uap air jenuh rerata dalam milibar (mbar)
pada temperatur rerata
ed = Tekanan uap air diudara aktual dalam mbar
f(U) = Fungsi kecepatan angin.

Prosedur penerapan pada komponen yang berbeda :


a. Komponen Radiasi
- ea merupakan tekanan uap air jenuh dalam mbar pada
temperatur rerata yang dihitung dari temperatur minimum
dan maksimum. Nilai ea ini dapat diketahui dari tabel
berdasarkan nilai temperatur rerata.
- ed merupakan tekanan uap air rerata aktual dalam mbar,
didapat dari rumus [ea.(RH rerata/100) dalam mbar; dengan
RH adalah kelembaban relatif rata-rata.
- f(u) merupakan fungsi kecepatan angin yang dapat dihitung
dengan rumus :

0.27 [ 1 + U/100)]

Dengan :
U merupakan kecepatan angin selama 24 jam dalam km/hari
pada ketinggian 2 m, faktor koreksi bila ketiggian alat tidak
2 m dapat dicari pada tabel.
b. Komponen Radiasi
Komponen radiasi ini n/N dapat pula dicari dengan tingkat
tutupan awan melalui konversi dari bilangan oktan terhadap
desimal (puluhan).

Prosedur perhitungan evapotranspirasi potensial ini secara


sistematis dapat dilihat pada Tabel 4.22. berikut.
4.2.2. Faktor Pertumbuhan Tanaman (Kc)

Tahap pertumbuhan tanaman padi dapat dibagi menjadi empat


tahap yakni tahap pengolahan lahan, tahap pertumbuhan dan
tahap pemasakan buah serta tahap panen. Setiap varietas
tanaman padi mempunyai tenggang waktu yang berbeda pada
setiap tahapnya. Namun dalam studi ini dianggap semua daerah
irigasi menggunakan varietas yang sama, sehingga masa
tanamnya dapat dianggap sama yakni selama 4 (empat) bulan,
yakni :
Olah Tanah - 1 Bulan
Pertumbuhan - 2 Bulan
Pemasakan & Panen - 1 Bulan
Nilai Kc tiap periode masa pertumbuhan tanaman padi menurut
KP-01, berturut-turut adalah sebesar 1,10 –1,10 – 1,05 – 1,05 –
0,95 dan 0,00 (mm/hari) selama masa pertumbuhan tanaman
sampai masa pemasakan.
Pada golongan di dalam suatu daerah irigasi bila penggarapan
lahan terdistribusi merata selama 15 hari, maka nilai Kc reratanya
adalah sebagai berikut :
1,10 1,10 1,05 1,05 0,95 0
1,10 1,10 1,05 1,05 0,95 0

Kc rerata = 0,55 1,10 1,075 1,05 1,00 0,425 0

4.2.3. Kebutuhan air pertumbuhan Tanaman


(“consumptive use” = ETc)

Setelah besar evapotranspirasi potensial diketahui dari hasil


perhitungan dengan metode Penmann modifikasi, maka
Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman ETc dapat dihitung
dengan mengalikan faktor pertumbuhan tanaman dengan
evapotranspirasi potensialnya.

ETc = Kc. ETo

4.2.4. Olah Tanah (OT)


Sebelum tanah siap ditanami padi, perlu dilakukan pengolahan
tanah, dengan cara menjenuhkan tanah sedalam 1,5 m dan
kemudian digenangi air setinggi 50 mm pada saat ditanami.
Pada tanah dengan tekstur yang halus tanah retakan (dengan
porositas 40%) perlu air setebal 200 mm untuk menjenuhkan
tanah sedalam 1,5 m. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pada
studi ini diambil kebutuhan air untuk olah tanah setebal 250 mm,
dengan lama pengolahan 30 hari. Sesuai dengan Kriteria
Perencanaan Irigasi, perhitungan pemberian air untuk olah tanah
ini dapat dihitung dari persamaan yang dikembangkan oleh Vande
Goor dan Ziljstra (1968), sebagai berikut :

IR = Mek/(ek-1)

Dengan :

IR = Kebutuhan pasokan air untuk olah tanah (mm/hari)


M = Kebutuhan air untuk mengganti evaporasi dan
perkolasi setelah tanah jenuh air (mm/hari) didapat
dari :

M = Eo + P

Eo = Evaporasi untuk air terbuka (mm/hari) = 1,1 ETo.


P = Perkolasi(mm/hari)

K = MT/S

Dengan :

T = Periode olah tanah (hari)


S = Kebutuhan air untuk penjenuhan tanah ditambah
lapisan air 50 mm, sehingga total menjadi 200 + 50
= 250 mm seperti diuraikan di atas.

4.2.5. Perkolasi (P)


Untuk pertumbuhannya tanaman padi memerlukan air hampir
sepanjang masa tanamnya. Dengan demikian tanaman ini
memerlukan lapisan air pada akarnya minimal setinggi 3 cm.
Untuk mempertahankan tinggi lapisan air yang diperlukan maka
dibutuhkan tambahan air yang hilang akibat perkolasi dan
evapotranspirasi. Jenis tanah akan menentukan besar perkolasi.
Tanah yang porous akan mempunyai perkolasi yang tinggi,
demikian sebaliknya.

4.2.6. Penggantian Lapisan Air (PLA)

Untuk menjaga mutu air pada petak sawah, maka perlu diadakan
penggantian lapisan air pada selang waktu tertentu. Penggantian
lapisan air sebanyak dua kali disarankan untuk dilakukan yakni
pada waktu 1 (satu) bulan dan 2 (dua) bulan setelah penanaman.
Kebutuhan air untuk penggantisan lapisan air ini dihitung
berturut-turut 1,67 – 1,67 – 1,67 – 1,67 (mm/hari).
Pada satu golongan di dalam suatu daerah irigasi bila
penggarapan lahan terdistribusi merata selama 15 hari, maka nilai
PLA reratanya adalah sebagai berikut :

1,67 1,67 1,67 1,67


1,67 1,67 1,67 1,67

PLA rerata = 0,835 1,67 1,67 1,67 0,835

4.2.7. Hujan Efektif (“Effective Precipitation”)

Hujan efektif didefinisikankan sebagai hujan yang dapat ditahan


oleh zona akar tanaman sehingga dapat mengurangi kebutuhan
tanaman akan air dari saluran.
Berdasarkan Kriteria Perencanaan Irigasi (KP) yang dikeluarkan
oleh Direktorat Irigasi-I, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum, tahun 1986, besar nilai hujan efektif diperhitung
sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hujan andalan 80%
( delapan puluh persen).

Hujan andalan 80% tersebut di atas telah dihitung untuk masing-


masing wilayah penelitian ini, seperti ditunjukan pada Tabel 4.25.

Ketentuan ini digunakan untuk tahap perencanaan suatu daerah


irigasi, sedangkan untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan
terlalu kasar. Dengan demikian pada studi ini standar tersebut
tidak digunakan.
Petak sawah merupakan kolam dengan genangan maksimal 15
cm yang dijaga oleh pelimpas/pematang. Maksud penggenangan
ini adalah untuk mencegah tumbuhnya rumput liar. Bila
genangan telah melebihi pematang maka air akan melimpas dari
satu petak ke petak lainnya. Curah hujan yang jatuh ke petak
sawah dapat dimanfaatkan maksimal setinggi pematang dan
menghentikan pasokan air dari saluran segera setelah turun
hujan. Perhitungan hujan efektif idealnya diperoleh dari
perhitungan “water balance” di tingkat petak sawah dari hari ke
hari. Hal ini dapat disimulasikan selama periode tanam padi dari
tahap penyiapan lahan sampai pemasakan.
Untuk menghitung hujan efektif dibuat simulasi neraca air pada
petak sawah, dengan ketentuan genangan air untuk padi
maksimum adalah setinggi pematang yakni 15 cm.

Pada Gambar 4.1 di bawah diperlihatkan bagan alir perhitungan


kebutuhan air.
5. Neraca Air (“Water Balance”)

Setelah ketersediaan air dihitung dan kebutuhan air juga diketahui


dari perhitungan, maka dapat dilihat neraca air di masing-masing
pengambilan di tiap bangunan utama (Bendung atau Bendungan).
Dengan demikian dapat diketahui apakah kondisi hidrologis pada
saat ini dapat memenuhi kecukupan air sesuai dengan luas tanam
yang diharapkan atau tidak. Neraca air merupakan keseimbangan
antara kebutuhan air (Qb) dan ketersediaan air (Qt). Neraca air ini
dapat ditinjau berdasarkan dari tingkat cakupannya, yakni :
- di tingkat sawah
- di tingkat Daerah Irigasi
- Seluruh Satuan Wilayah Sungai (“River Basin”)
Oleh karena dalam studi ini tinjauannya adalah per Daerah Irigasi
yang tidak dalam satu wilayah sungai, maka tinjauan neraca air
yang dilakukan adalah di tingkat Daerah irigasi.
Ada 3 (tiga) kondisi yang akan mungkin dalam neraca air sebagai
berikut :
Qt > Qb : Air tersedia lebih
Qt = Qb : Air tersedia cukup/pas
Qt < Qb : Air tidak cukup/kurang

Oleh karena ketersediaan air diperhitungkan untuk debit andalan


80%, maka akan terjadi kekurangan air pada permulaan musim
hujan dan sepanjang musim kemarau, 1 kali dalam 5 tahun.
Perhitungan neraca air diperlukan untuk merencanakan pola dan
jadwal tanam sebagai pegangan semua instansi yang terkait.

Oleh karena Daerah Irigasi yang ditinjau pada penelitian ini tidak
mempunyai sarana tampungan, maka neraca air yang dihitung
hanya membandingkan ketersediaan air tiap periode dengan
kebutuhan pasokan untuk irigasinya. Neraca air ini sudah
merupakan hasil paling optimal dari coba-coba terhadap pola
tanam dan jadwal tanam. Dengan demikian dapat dijadikan dasar
untuk usulan tata tanam.

Você também pode gostar