Você está na página 1de 10

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi yang diinokulasi dengan Bakteri Endofitik

dalam Berbagai Bahan Pembawa pada Tanah Lebak

Oleh:
Jelly Amalia Santri1), M. Idris Naning2), Siti Masreah Bernas 2)
¹) Mahasiswa dan 2) Dosen Program Studi Ilmu tanah Fakultas Pertanian

ABSTRACT

The aim of this research was to study the effect of endophytic bacteria in a variety of
carrier materials on the growth and yield of rice in the swampland. This research was
conducted in a greenhouse, while soil and plant analysis conducted in the laboratory of
Chemistry, Biology and Fertility of Soil Science Department, Faculty of Agriculture,
Sriwijaya University. Time execution of the study was from August 2009 until January 2010.
The design used was completely randomized design with each treatment combination was
repeated 3 times. The results showed that the inoculation of endophytic bacteria in different
carrier materials have no significant different the growth and yield of rice in the swampland,
except for canopy dry weight and percentage of empty grain. It may conclude that the best
treatment are P2 (fine zeolite carrier) and P5 (composted paddy straw carrier), however the
rice yields are still under standard rate.
Key words: Bacteria, Endophytic, Paddy, Lowland, Materials, Carrier

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak. Penelitian
ini dilaksanakan di rumah kaca Jurusan tanah, sedangkan analisis tanah dan tanaman
dilaksanakan di laboratorium Kimia, Biologi, dan Kesuburan Tanah, Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Agustus 2009
sampai Januari 2010. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan acak lengkap dengan
kombinasi setiap perlakuan diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi
bakteri endofitik dalam berbagai bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak, kecuali terhadap peubah bobot
kering tajuk dan persentase gabah hampa. Perlakuan terbaik terdapat pada P2 dan P5, namun
belum sesuai dengan standar produksi padi varietas Ciherang.
Kata kunci : Bakteri, Endofitik, Padi, Lebak, Bahan, Pembawa

PENDAHULUAN

Luas lahan rawa di Indonesia meliputi 33,40-39,40 juta ha yang tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Lahan tersebut terdiri atas lahan rawa pasang surut
23,10 juta ha dan lahan rawa lebak 13,30 juta ha (Subagjo dan Widjaya-Adhi, 1998 dalam
Suriadikarta dan Sutriadi, 2007). Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007)
menyatakan bahwa, lahan rawa lebak telah diusahakan petani Banjar dan Bugis secara
tradisional sejak ratusan tahun lalu. Akan tetapi, selama ini lahan rawa lebak kurang
mendapat perhatian dari pemerintah walaupun lahan ini berpotensi untuk dikembangkan
menjadi salah satu sentral produksi padi nasional.

1
Tekstur tanah rawa lebak umumnya dicirikan oleh kandungan fraksi liat dan debu yang
tinggi, tetapi fraksi pasirnya sangat rendah (Subagyo, 2006). Dan pada lapisan bawah
terdapat pirit (FeS2) yang berpotensi masam. Sifat kimia, kesuburan dan biologi tanah
tergolong sedang sampai sangat rendah (Noor, 2007). Dengan tanah yang demikian
diperlukan upaya perbaikan, diantaranya pemupukan dan pemanfaatan sumber daya mikroba
yang terdapat dalam jaringan tanaman.
Mikroba endofitik adalah mikroba yang hidup dalam jaringan tanaman, daun, akar,
buah dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis dengan tanaman (Tanaka et al., 1999 dalam
Simarmata et al., 2007). Dari hasil penelitian Gofar et al., (2008), terdapat dua konsorsium
bakteri endofitik yang mampu memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan serapan N
tanaman padi. Bakteri endofitik yang terbukti mampu memacu pertumbuhan tanaman, perlu
disimpan dalam bahan pembawa, agar dapat bertahan dalam waktu lama dan tidak kehilangan
kemampuannya dalam memacu pertumbuhan tanaman. Selama ini bakteri endofitik disimpan
dalam bahan pembawa buatan media LGI. Dalam penelitian ini diharapkan akan ada bahan
pembawa lain yang mampu menggantikan bahan pembawa buatan tersebut, yang lebih efektif
dan efisien. Beberapa bahan pembawa yang dicobakan dalam penelitian ini adalah zeolit,
kompos jerami padi, gambut dan media LGI. Zeolit yang mempunyai kemampuan menjerap
air dan kation yang tinggi diharapkan mampu menyimpan bakteri. Kompos jerami padi
masih menyediakan berbagai senyawa organik dan unsur hara sebagai sumber makanan bagi
bakteri. Adapun gambut, merupakan media yang digunakan sebagai pembawa Rhizobium
dalam inokulan legum, sehingga diharapkan gambut dapat menjadi bahan pembawa yang
baik pula bagi bakteri endofitik. LGI sebagai media tumbuh bakteri endofitik menjadi kontrol
bahan pembawa (Gofar et al., 2008). Bakteri endofitik yang disimpan dalam berbagai bahan
pembawa akan diuji kemampuannya untuk memacu pertumbuhan dan produksi tanaman padi
yang ditanam di tanah lebak.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh bakteri endofitik dalam
berbagai bahan pembawa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak.

Hipotesis

1. Diduga bakteri endofitik dalam berbagai bahan pembawa berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak.
2. Diduga gambut merupakan bahan pembawa terbaik dalam menginokulasi bakteri endofitik
untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Jurusan Tanah, sedangkan analisis tanah dan
tanaman dilaksanakan di laboratorium Kimia, Biologi, dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya dari bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010.
Penelitian dilakukan dalam pot dan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan kombinasi setiap perlakuan diulang 3 kali, perlakuan yang
diberikan adalah:
1. Kontrol (P0)
2. Aplikasi bakteri endofitik dengan bahan pembawa media LGI (P1)
3. Aplikasi bakteri endofitik dengan bahan pembawa zeolit halus (P2)
4. Aplikasi bakteri endofitik dengan bahan pembawa zeolit kasar (P3)

2
5. Aplikasi bakteri endofitik dengan bahan pembawa gambut (P4)
6. Aplikasi bakteri endofitik dengan bahan pembawa kompos jerami padi (P5)
Secara keseluruhan terdapat 6 x 3 = 18 pot. Perlakuan kedua sampai keenam diikuti
dengan pemberian pupuk N 75 % kebutuhan tanaman sesuai dengan dosis pupuk N terbaik
jika dikombinasikan dengan aplikasi bakteri endofitik hasil penelitian Gofar et al., (2008).

Penelitian ini dilakukan dengan 8 (delapan) tahap pekerjaan, yaitu:


1). Persiapan Tanah
Tanah yang digunakan sebagai media tanam diambil dari lapisan 0-30 cm, di daerah
lebak di Arboretum Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Tanah selanjutnya dikeringkan
udara, kemudian ditumbuk dan diayak, lalu ditimbang sebanyak 10 kg dan dimasukkan ke
dalam pot.

2). Persiapan Bakteri Endofitik


Biakan konsorsium bakteri endofitik diperbanyak dalam media LGI. Perbanyakan
dimulai dengan memipet 5 ml biakan dan mencampurkannya dalam 495 ml media LGI steril,
lalu diinkubasi dalam mesin kocok selama 6 hari (untuk mendapatkan biakan dengan
kepadatan 109 spk ml-1).

3). Persiapan Bahan Pembawa


Sebelum digunakan semua bahan pembawa (media LGI, zeolit halus, zeolit kasar,
gambut dan kompos jerami padi) disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf dengan
suhu 1210 C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

4). Inokulasi
Sebelum diinokulasi, benih padi disterilisasi dengan larutan HgCl2 0,1 % selama 3
menit, kemudian dicuci dengan aquadest steril 4 kali. Benih steril tersebut kemudian
direndam dalam biakan yang terdapat dalam bahan pembawa selama 24 jam.

5). Pembibitan dan Penanaman


Benih padi yang telah direndam selama 24 jam, disemai sampai berumur 8 hari dalam
cawan petri. Setelah berumur 8 hari, diambil satu bibit padi yang sehat untuk ditanam dalam
pot.

6). Pemupukan
Perlakuan yang diberikan ke tanah sebagai media tanam adalah pemberian pupuk SP
36 dengan dosis 100 kg ha -1, pupuk KCl dengan dosis 100 kg ha -1. Pupuk urea dengan dosis
75 % kebutuhan tanaman, sebagai perlakuan diberikan dua kali masing-masing setengah
dosis sesuai dosis perlakuan pada saat tanam dan 4 minggu setelah tanam (MST). Pupuk
tersebut ditempatkan dengan cara dibenamkan sedalam 5 cm di bawah permukaan tanah di
samping kiri dan kanan tanaman padi.

7). Panen Berangkasan Tanaman Saat Primordia


Panen berangkasan dilakukan pada awal primordia, setelah tanaman mengalami
bunting lebih dari 75 %. Pengambilan sampel tanaman untuk pengamatan bobot kering tajuk
dan analisis kandungan nitrogen tanaman.

3
8). Panen Hasil
Panen dilakukan setelah lebih dari 75 % bulir masak pada setiap rumpun. Untuk
komponen produksi pengambilan sampel berupa bobot 100 butir, bobot gabah kering panen,
persentase gabah hampa, dan jumlah gabah per malai.

Data yang dikumpulkan ada 2 jenis, yaitu vegetatif dan generatif. Data vegetatif
meliputi: tinggi tanaman yang diamati setiap 2 minggu, jumlah anakan maksimum, jumlah
anakan produktif, bobot kering tajuk, kandungan nitrogen tanaman fase primordia dan
ammonium tanah fase primordia. Dan data generatif meliputi: bobot 100 butir, bobot gabah
kering panen dan persentase gabah hampa.

Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Ragam (uji F) dan jika hasil uji F ada
pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji BNJ
pada taraf kepercayaan 95 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah Awal


Berdasarkan kriteria menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), tanah yang digunakan
tergolong bereaksi masam (pH 4,70), dengan kejenuhan Al tinggi (34,44 %) dan kejenuhan
basa sangat rendah (9,68 %). Kejenuhan basa yang sangat rendah ini diikuti oleh nilai
kapasitas tukar kation (KTK) yang rendah (14,88 cmol (+) kg-1). Sementara itu, nilai K-dd dan
Na-dd tergolong sedang (0,32 cmol(+) kg-1 dan 0,44 cmol(+) kg-1), Ca-dd dan Mg-dd tergolong
sangat rendah (0,53 cmol(+) kg-1 dan 0,15 cmol(+) kg-1) serta N-total dan P-tersedia tergolong
sedang (0,24 % dan 8,40 µg g-1). Akan tetapi, kandungan C-organik pada tanah ini tergolong
sangat tinggi (5,17 %). Menurut Naning et al., (2008), tingginya kandungan bahan organik
pada tanah rawa disebabkan oleh proses dekomposisi yang terhambat akibat lahan yang
selalu tergenang.

Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa aplikasi bakteri endofitik
dalam berbagai bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Hasil
pengamatan rata-rata tinggi tanaman pada 2, 4, 6, 8 10 dan 12 MST akibat pengaruh bakteri
endofitik dalam berbagai bahan pembawa terhadap pertumbuhan tanaman padi disajikan pada
Gambar 1.

4
Gambar 1. Perkembangan rata-rata tinggi tanaman

Dari gambar di atas terlihat bahwa tinggi tanaman mengalami perkembangan seiring
dengan bertambahnya umur. Dari hasil pengamatan selama masa pertumbuhan, tinggi
tanaman terbaik terdapat pada P2 dan P5. Diduga hal ini disebabkan P2 dan P5 mampu
menyediakan bahan makanan bagi bakteri endofitik untuk bertahan hidup dan
berkembangbiak, sehingga populasinya pun bertambah. Menurut Ginting (2007), zeolit yang
mempunyai luas permukaan lebih besar mempunyai daya serap terbaik pada temperatur
ruang. Selain itu, mineral zeolit bukan merupakan mineral tunggal, melainkan sekelompok
mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Sementara itu, Matsuguchi, (1979) dalam
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2007) menyatakan senyawa C-N
jerami padi merupakan substrat bagi metabolisme mikroorganisme. Karbon akan digunakan
oleh mikroorganisme sebagai sumber energi sedangkan nitrogen untuk síntesis protein,
sehingga dapat menstimulir fiksasi N. Sedangkan pada P1, P3 dan P4 pertumbuhan tanaman
tidak menunjukkan hasil tertinggi dan terendah. Diduga hal ini disebabkan bakteri endofitik
tidak dapat berkembangbiak secara optimal sehingga populasinya tidak meningkat. Pada P1
diduga hal ini terjadi karena tidak tersedia nutrisi yang cukup yang dapat dimanfaatkan oleh
bakteri endofitik. Sedangkan pada P3, diduga pengaruh luas permukaan penyebab lebih
sedikitnya bakteri endofitik yang terserap dibandingkan zeolit halus sehingga mempengaruhi
kepadatan populasi bakteri yang terserap. Dan pada P4, diduga gambut tidak mempunyai
bahan organik yang mengandung unsur hara yang beragam seperti pada kompos jerami
padi sehingga bakteri endofitik yang ada tidak mendapatkan sumber makanan yang
cukup untuk berkembangbiak guna meningkatkan jumlah populasinya. Polak (1975) dalam
Hartatik dan Suriadikarta (2006) mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan
Kalimantan umumnya didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu, komposisi bahan
organiknya sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering,
sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein
umumnya tidak melebihi 11%.

Jumlah Anakan Maksimum

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan maksimum.
Unsur N merupakan unsur yang mempengaruhi proses peningkatan jumlah anakan. Dalam
penelitian ini diduga bakteri endofitik yang diinokulasi dalam berbagai bahan pembawa tidak
efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi pada tanah lebak.
Dikatakan Usman (1983) dalam Purwaningsih (2004), suatu bakteri yang dapat menginfeksi
tanaman inang tertentu tidak selalu efektif. Menurut Michiels et al. (1989) dalam Dewi
(2007), berhasil tidaknya proses fiksasi N oleh mikroba penambat N sangat ditentukan oleh
berbagai hal, di antaranya: 1) pengaruh temperatur dan pH, 2) aktivitas nitrogenase, 3)
potensi dan efisiensi fiksasi N. Pada pH yang rendah mikroba penambat N seperti
Azotobacter masih dapat juga tumbuh tetapi tidak aktif (Isminarni et al., 2007). Aktivitas
enzim salah satunya dipengaruhi oleh pH (Sutedjo, 1991 dalam Isminarni et al., 2007).
Enzim seperti nitrogenase dapat bekerja optimum pada pH netral, sehingga dapat
mempengaruhi efisiensi penambatan N.
Dari data pengamatan, perlakuan yang menunjukkan jumlah anakan maksimum
terbanyak terdapat pada P2. Hal ini diduga karena zeolit halus mempunyai luas permukaan
lebih besar, selain itu mineral zeolit juga mengandung beberapa unsur hara yang diduga dapat
dimanfaatkan oleh baktri endofitik.

5
Bobot Kering Tajuk

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi bakteri endofitik dalam berbagai bahan
pembawa berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering tajuk fase primordia. Data hasil
sidik ragam disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Pengaruh aplikasi bakteri endofitik dalam berbagai bahan pembawa


Perlakuan Bobot kering tajuk (gr/rumpun)
P0 4,6367 a
P1 8,2967 ab
P2 10,4400 b
P3 6,5167 ab
P4 6,4900 ab
P5 10,7567 b
BNJ 0,05 = 4,32
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
5 % dengan nilai BNJ 0,05 = 4,32

Berdasarkan tabel diatas, perlakuan yang menunjukkan bobot kering tajuk terbaik
terdapat pada pada P2 dan P5. Diduga hal ini disebabkan P2 dan P5 mampu menyerap dan
menyediakan bahan makanan bagi bakteri endofitik untuk bertahan hidup dan
berkembangbiak. Ginting (2007) menyatakan bahwa zeolit yang mempunyai luas permukaan
lebih besar mempunyai daya serap terbaik pada temperatur ruang. Selain itu, mineral zeolit
bukan merupakan mineral tunggal, melainkan sekelompok mineral yang terdiri dari beberapa
jenis unsur, seperti K, Na, Ca dan Mg yang diduga dapat dimanfaatkan oleh bakteri endofitik.
Sedangkan Nuraini (2009) menyatakan bahwa bahan organik merupakan sumber energi bagi
kehidupan organisme. Kompos jerami mempunyai kandungan bahan organik sebesar 35.11 %
per ton.

Kandungan Nitrogen Tanaman Fase Primordia

Bell dan Kovar (2008) menyatakan bahwa kebutuhan unsur hara N untuk tanaman padi
pada masa primordia adalah sebesar 3,0-3,4 %. Dari hasil analisis laboratorium, terlihat
bahwa tak satupun perlakuan yang memiliki kecukupan unsur N. Ini berarti inokulasi bakteri
endofitik dalam berbagai bahan pembawa pada tanaman padi belum bekerja secara efektif
dalam menambat N. Proses penambatan nitrogen oleh bakteri penambat nitrogen sangat
berkaitan dengan suatu sistem enzim. Aktivitas enzim salah satunya dipengaruhi oleh pH
(Sutedjo, 1991 dalam Isminarni et al., 2007). Enzim dapat bekerja optimum pada pH netral.
Pada pH masam aktivitas enzim sangat menurun bahkan tidak dapat bekerja.

Ammonium Tanah Fase Primordia

Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting dalam sel,
termasuk protein, DNA dan RNA. Prentis (1984) dalam Dewi (2007) menyatakan bahwa
tanaman dan mikroba umumnya mendapatkan nitrogen dari senyawa seperti ammonium
(NH4+) dan nitrat (NO3-). Dari hasil analisis laboratorium, nampak bahwa kadar ammonium
tanah pada setiap perlakuan sangat rendah. Diduga ammonium yang terdapat dalam tanah
telah diserap oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhannya.

6
Jumlah Anakan Produktif

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan produktif. Dari data
pengamatan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang mempunyai jumlah anakan produktif
tertinggi terdapat pada P2 dengan rata-rata jumlah anakan produktif 6 batang, namun masih
tergolong rendah. Jumlah anakan produktif padi varietas Ciherang bisa mencapai 14 batang
(Priyatmoko, 2009).
Menurut Kemura et al., (1990) dalam Fitri (2009), salah satu kelemahan dari
pemanfaatan mikroba rizosfer adalah jika mikroba dari tanah tertentu yang telah teruji
kemampuannya dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman diinokulasi pada tanah lokasi lain,
belum tentu dapat mempertahankan kemampuannya yang telah teruji itu akibat ketidak
mampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

Bobot 100 Butir Gabah Padi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap bobot 100 butir gabah padi. Bobot 100
butir gabah padi tertinggi terdapat pada P2 dan P5 yaitu sebesar 2,60 g pot-1, sedangkan bobot
terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu sebesar 2,53 g pot-1. Ini menunjukkan bahwa zeolit
halus dan kompos jerami padi mampu menjadi bahan pembawa bakteri endofitik walaupun
pengaruhnya belum memenuhi standar produksi padi varietas Ciherang. Diduga zeolit halus
yang mempunyai luas permukaan lebih besar mampu menjadi bahan pembawa yang lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Rakhmatullah et al., (2007) menyatakan bahwa
daya serap zeolit tergantung dari jumlah ruang hampa dan luas permukaan. Sedangkan pada
kompos jerami padi, mampu menjadi bahan pembawa yang lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan lainnya karena masih menyediakan bahan organik yang kaya unsur hara sebagai
sumber makanan bagi bakteri.

Bobot Gabah Kering Panen

Bobot gabah kering panen beragam antar perlakuan, yaitu dari 6,55 g pot-1 hingga 11,35
g pot-1. Namun, hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam
berbagai bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap bobot gabah kering panen. Hasil
analisis pada saat primordia menunjukkan bahwa kandungan N tanaman rendah. Diduga hal
ini disebabkan oleh bakteri endofitik belum bekerja secara efektif dalam menambat N.
Dikatakan Usman (1983) dalam Purwaningsih (2004), suatu bakteri yang dapat menginfeksi
tanaman inang tertentu tidak selalu efektif. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut
Michiels et al. (1989) dalam Dewi (2007), berhasil tidaknya proses fiksasi N oleh mikroba
penambat N sangat ditentukan oleh berbagai hal, di antaranya: 1) pengaruh temperatur dan
pH, 2) aktivitas nitrogenase, 3) potensi dan efisiensi fiksasi N.

Persentase Gabah Hampa

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa berpengaruh nyata terhadap persentase gabah hampa.

7
Tabel 2. Pengaruh aplikasi bakteri endofitik dalam berbagai bahan pembawa
Perlakuan Persentase gabah hampa
P0 23.42 b
P1 12.07 ab
P2 8.59 a
P3 12.89 ab
P4 12.36 ab
P5 8.45 a
BNJ 0,05 = 11,88
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
5 % dengan nilai BNJ 0,05 = 11,88

Berdasarkan tabel diatas, perlakuan yang menunjukkan persentase gabah hampa


tertinggi terdapat pada P0. Banyak hal yang mempengaruhi hampanya gabah. Rendahnya
kandungan N akan menyebabkan besarnya persentase gabah hampa. Suhartatik, Mastur,
dan Partohardjono (1994); Partohardjono dan Makmur (1993) dalam Arafah dan Sirappa
(2003) menjelaskan bahwa, nitrogen merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan
produksi padi. Hal ini berkaitan dengan peranan nitrogen sebagai pembentuk molekul
organik yang penting dalam tanaman.

Jumlah Gabah Per Malai

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai
bahan pembawa berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah gabah per malai. Jumlah gabah per
malai beragam pada tiap perlakuan, yaitu dari 74,92 butir hingga 98,57 butir. Tanaman padi
memerlukan nitrogen dalam jumlah yang banyak pada awal pertumbuhan sampai
pembungaan untuk memaksimalkan jumlah malai produktif serta pada tahap pematangaan
biji (Yoshida, 1981 dalam Iqbal 2008). Tidak terpenuhinya kebutuhan N akan menyebabkan
jumlah dan kualitas bulir menurun. Pasaribu (1983) dalam Purwaningsih (2004),
mengemukakan bahwa simbiosis antara tanaman dan bakteri yang efektif dan efisien akan
menghasilkan N tertambat yang tinggi, dimana N dapat digunakan oleh tanaman untuk
tumbuh dan berkembang, sehingga pertumbuhannya akan menjadi lebih baik dan dapat
meningkatkan hasil panen tanaman yang dibudidayakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Inokulasi bakteri endofitik dalam berbagai bahan pembawa berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi di tanah lebak, kecuali terhadap peubah
bobot kering tajuk dan persentase gabah hampa.
2. Perlakuan terbaik terdapat pada P2 dan P5. Hal ini diduga karena P2 mempunyai luas
permukaan lebih besar, sehingga mempunyai daya serap terbaik dan masih mempunyai
bahan makanan yang dapat dimanfaatkan bakteri endofitik. Sedangkan pada P 5, diduga
masih terdapat hara yang beragam yang dapat digunakan bakteri endofitik, sehingga dapat
menstimulir fiksasi N.
3. Dari penelitian ini belum didapat perlakuan terbaik yang dapat memenuhi standar
produksi padi varietas Ciherang. Diduga hal ini disebabkan belum efektifnya proses

8
penambatan N karena pH yang rendah, yang mengakibatkan enzim nitrogenase yang
berperan dalam proses penambatan N tidak bekerja.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk menguji perlakuan yang terbaik dengan
melakukan pengapuran untuk memudahkan bakteri endofitik beradaptasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arafah dan M. P. Sirappa. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K pada
lahan sawah irigasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 4(1): 15-24.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Jerami Padi Pengelolaan dan
Pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pengolahan Tanaman Terpadu Padi
Lahan Rawa Lebak. Departemen Pertanian, Jakarta.

Bell, P. F. and J. L. Kovar. 2008. Reference sufficiency ranges field crops.


www.agr.state.ne.us. (diakses 15-12-2009)

Dewi, I. R. 2007. Fiksasi N biologis pada ekosistem tropis: Makalah mata kuliah
biofertilisasi. Universitas Padjadjaran, Bandung

Fitri, S. N. A. 2009. Pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang diinokulasi dengan
bakteri endofitik pemacu tumbuh dan dipupuk nitrogen pada tanah asal lahan
lebak. Tesis pada Program Studi Ilmu Tanaman Pascasarjana Universitas
Sriwijaya, Indralaya (tidak dipublikasikan).

Ginting, A. B., D. Anggraini, S. Indaryati, dan R. Kriswarini. 2007. Karakterisasi komposisi


kimia, luas permukaan pori dan sifat termal dari zeolit Bayah, Tasikmalaya, dan
Lampung. Jurnal Teknik Bahan Nuklir. 3(1): 1-48.

Gofar, N., A. Napoleon., M. Umar Harun. 2008. Eksplorasi bakteri endofitik pemacu tumbuh
asal jaringan tanaman padi rawa lebak dan pasang surut Sumatera Selatan. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Sriwijaya, Palembang.

Hartatik, W dan D. A. Suriadikarta. 2006. Teknologi pengelolaan hara lahan gambut dalam
Didi Ardi S et al (eds). Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. Balai Besar dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. 151-202.

Isminarni, F., S. Wedhastri, J. Widada, dan B. H. Purwanto. 2007. Penambatan nitrogen dan
penghasil indol asam asetat oleh isolat-isolat azotobacter pada pH rendah dan
aluminium tinggi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7(1): 23-30.

Iqbal, A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organic di tanah
Inceptisol. Jurnal Akta Agrosia. 11(1): 13-18.

9
Naning, M. I., S. M. Bernas, D. P. Sulistiyawati, dan S. N. A. Fitri. 2008. Evaluasi lahan rawa
lebak dalam menentukan pola irigasi dan kesesuaiannya untuk tanaman padi sawah.
Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. 65-76. HITI, Palembang

Noor, M. 2007. Rawa lebak. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nuraini. 2009. Pembuatan kompos jerami menggunakan mikroba perombak bahan organik.
Buletin Teknik Pertanian. 14(1): 23-26.

Priyatmoko, J. A. 2009. Deskripsi Varietas  Ciherang. Wordpress.


http://wongtaniku.wordpress.com.(diakses 18-12-2009).

Subagyo, H. 2006. Lahan rawa lebak dalam Didi Ardi S et al (eds). Karakteristik dan
pengelolaan lahan rawa. Balai Besar dan Pengembangan Sumber Daya Lahan
Pertanian. Bogor. Hlm: 99-116.

Purwaningsih, S. 2004. Pengujian mikroba sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan


tanaman Acacia Mangium pada pasir steril di rumah kaca. Jurnal Biodiversitas. 5(2):
85-88.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Jerami Padi; Pengelolaan dan
Pemanfaatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Rakhmatullah, D. K. A., G. Wiradini, dan N. P. Ariyanto. 2007. Pembuatan adsorben dari


zeolit alam dengan karakteristik adsorption properties untuk kemurnian bioetanol.
Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Simarmata, R., S. Lekatompessy, dan H. Sukiman. 2007. Isolasi mikroba endofitik dari
tanaman obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan analisis potensinya sebagai
antimikroba. Jurnal Berk. Penel. Hayati. 13: 85-90.

Suriadikarta, Didi Ardi dan M. T. Sutriadi. 2007. Jenis-jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa. 26 (3): 115-122.

10

Você também pode gostar