Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Maman A. Djauhari 2)
maman@dns.math.itb.ac.id
“If a man does not know to what port he is steering, no wind is favourable”
(Seneca)
Abstract
Education is one of the elements that is worth considering besides science and technology in
order to put Indonesia to the same level as the one of the developed nations have reached.
The importance of education in the Sundanese ethnic values is prominent, which gives
priority to a man having an education. It is expressed in its songs and rhymes. Further, the
values say that education will help a man interact with others fully well. Moreover, in its
broader sense, education will ultimately lead the people of a nation to defend their country.
However, the current facts show that education in Indonesia tends to shape someone to give
priority on strengthening his/his family’s/his clan’s own economy combined with a hedonistic
and consumptive life style. All of these will lead to the negative impacts to the nation’s
resilience. Therefore, the future education of Indonesia must be committed to the nation
identity and resilience besides science and technology.
Sebagai anak-anak Ibu Pertiwi, kita patut orang pertama yang sadar tentang hal itu
merenungkan kembali tentang keberadaan dan melakukan action.
kita dan tentang kontribusi kita kepada Sang Bagaimana kita bisa mampu
Ibu. Mau kita apakan jamrud di khatulistiwa mewujudkan mimpi itu? Pada bagian
itu? Dengan apa kita mewujudkannya? berikut akan dikemukakan bahwa
Kedua pertanyaan inilah yang akan kita sebenamya leluhur kita telah memiliki nilai-
coba cari jawaban terbaiknya. Penulis yakin, nilai, yang diwariskan kepada kita, agar kita
tidak ada seorangpun anak bangsa yang membaca alam secara rasional; agar kita
tidak menginginkan Ibu Pertiwi sehat, besar, bertumpu pada sains dan teknologi dengan
kuat, cemerlang, dihormati, berpengaruh, pendidikan yang baik.
dan bermartabat. Dengan apa kita
meraihnya? Sejarah peradaban manusia 2. Nilai-nilai Luhur Kultur Leluhur
mengajarkan kearifan kepada kita bahwa: Hingga tahun 1950 an masih terdengar
“Tidak ada perkembangan peradaban Ibu-ibu di daerah Pasundan, tatkala menina
modem tanpa penguasaan sains dan bobokan bayinya, melantunkan tembang
teknologi dengan pendidikan yang baik.” berikut yang berisi pesan agar si anak
Sedangkan tingkat peradaban modern mengambil sekolah sebagai jalan hidupnya.
ditentukan oleh tingkat kecerdasan dalam Sekolah adalah jalan terbaik meraih
berkomunikasi dengan jagat (univers) secara martabat. Perhatikanlah bait-bait tembang si
rasional/ilmiah. Barangkali Socrates adalah Ibu.
Istilah “bumi alam” pada bait kedua menambang the indigeneous culture. Tapi
mengandung makna ajakan kepada murid mengapa kultur luhur warisan leluhur
agar berpikir global. Bagi masyarakat seolah-olah kurang diapresiasi oleh
Sunda, di mana pun mereka berada, sama masyarakatnya sendiri? Terlebih oleh
saja. Bumi alam adalah bumi Allah. Yang generasi muda? Padahal itu adalah salah
penting, harus bisa “nitipkeun diri satu daya tawar terhadap globalisasi?
(menitipkan diri)” atau “bisa ngigelanana Tampaknya yang kurang adalah upaya
(mampu berbaur)” dan manusia Sunda mentransformasikan the indigeneous culture
harus cageur (sehat jasmani dan rohani), tersebut menjadi aktivitas PIPTEK. Ataukah
bageur (patuh, ta’at secara cerdas dan karena kita sebagai bangsa belum memiliki
ikhlas, serta generous termasuk dalam budaya mencipta sains dan teknologi?
membagi ilmu), singer (banyak ide, kreatif,
dan inovatif termasuk dalam scientific 3. Globalisasi: Definisi & Cakupannya
knowledge production), dan pinter (smart International Institute for Strategic
dalam penyelesaian masalah). Studies, AS, memberikan definisi
Itulah beberapa artfacts yang globalisasi sebagai “transnational flow of
tersimpan di lumbung kultural warisan goods, money, ideas, lifestyle, and cultural
leluhur Sunda. Penulis yakin, di masyarakat values” Tiga yang disebut terakhir, yakni
lain pun di Nusantara ini berkembang nilai- ide, gaya hidup, dan nilai-nilai kultural akan
nilai seperti itu. Melalui tulisan ini, penulis langsung bergesekan dengan budaya kita
ingin menggugah dan mengajak kita semua atau - kalau kita ceroboh - menggeser
Jurnal Sosioteknologi Edisi 9 Tahun 5, Desember 2006 116
Pendidikan Untuk Apa ?
budaya kita. Kalau kita tidak memiliki daya nilai-nilai kultural asing. Ketahanan bangsa
tawar yang kuat, dengan meningkatkan kita adalah taruhannya.
ketahanan bangsa melalui penciptaan dan Untuk mempertebal keimanan kita
penguasaan PIPTEK, kita hanya akan akan kemampuan kita sendiri, kita patut
menjadi objek globalisasi dan tidak akan menyimak pesan/fatwa para pemimpin
pemah menjadi subjek yang dihormati. dunia masa lalu dalam memandang dunia
Berpegang pada definisi di atas, masa depan. Pada dasarnya mereka
sebenarnya sejarah menunjukkan bahwa berpesan bahwa knowledge is power dan
bangsa kita pernah berjaya sebagai subjek bahwa kita harus memiliki budaya mencipta
globalisasi yang aktif. Primadi Tabrani sains dan teknologi.
dalam “Belajar dari Sejarah” memahamkan
penulis bahwa dua ribu lima ratus tahun 4. Pesan Pemimpin Dunia Tempo Dulu
sebelum Masehi, nelayan Bugis sudah lalu Di awal, penulis mencuplik ungkapan
lalang dan kepulauan Fiji hingga Tanjung Seneca yang pada dasarnya berpesan agar
Harapan di Afrika Selatan. Teknologi tujuan segala aktivitas harusjelas. Kalau
pelayaran mereka berada pada tingkat yang tidak, maka apapun yang seharusnya dapat
setara dengan teknologi pelayaran bangsa menunjang aktivitas tersebut akan menjadi
Viking di Norwegia. Yang berbeda, berkat tidak bermanfaat. Begitujuga dengan
kemampuan berpikir rasional/ilmiah dan pendidikan. Untuk apa pendidikan itu?
kemampuan mencipta sains dan teknologi, Kalau jawabannya tidak jelas, atau kurang
bangsa Norwegia mampu mengembangkan baik, kita tidak akan kemana-mana. Ada
their indigeneous technology hingga alasan kuat - lihat alinea berikutnya -
mencapai bentuknya yang sekarang. mengapa penulis menawarkan jawaban
Sedangkan kapal pinisi kita, karena kita bahwa pendidikan adalah untuk ketahanan
belum memiliki budaya sains, hampir tidak dan kecemerlangan bangsa; untuk
mengalami perkembangan. menjadikan bangsa yang sehat, besar, kuat,
Di awal abad Masehi hingga sekitar cemerlang, dihormati, dan bermartabat.
abad pertengahan, masuk pengaruh Hindu Bagi penulis, inilah makna dan “Pendidikan
dan Budha. Pada periode mi kita menjadi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.”
objek globalisasi. Pada zaman Sriwijaya, Paling sedikit ada tiga kata kunci
kembali kita aktif melakukan globalisasi. yang dipesankan para pemimpin dunia
Setelah itu, masuk Laksamana Chen Ho, tempo dulu untuk meraih kejayaan bangsa.
Islam, dan kemudian disusul dengan Pertama, adalah kepemimpinan
masuknya era physical colonialization dan (leadership). Bangsa ini harus menjadi
intellectual colonialization hingga kini. bangsa pemimpin. Proses pendidikan harus
Sejak Sriwijaya hingga sekarang kita pasif mampu mempersiapkan peserta didik untuk
dalam globalisasi. Bahkan untuk beradaptasi menjadi pemimpin masa depan dan bukan
saja, terhadap dampak globalisasi, kita untuk menjadi pegawai. Sun-Tzu, yang
mengalami kesulitan. Akibatnya, ide, gaya terkenal dengan karyanya “The Art of
hidup, dan nilai-nilai kultural asing mudah War”, mengatakan bagaimana seorang
sekali masuk hampir tanpa filter. Tidak ada pemimpin harus mampu membawa
daya tangkal. Ini berbeda dengan Jepang rakyatnya demi untuk kecemerlangan
atau bahkan Malaysia. Hal itu diperparah bangsa: “Leadership causes people to
oleh sikap sebagian besar masyarakat kita follow their superiors willingly; therefore,
yang merasa telah menjadi manusia modern following them in death and life, the people
dengan hanya meniru ide, gaya hidup, dan will not betray them.” Kata kunci kedua
adalah informasi. Untuk menjadi pemimpin,
Jurnal Sosioteknologi Edisi 9 Tahun 5, Desember 2006 117
Pendidikan Untuk Apa ?
salah satu laporannya, CGSR menulis: “We jelas. Pola hidup seperti ini berakibat sangat
are properly concerned about the fatal bagi ketahanan bangsa. Umpamanya:
motivation and education of our children
and their generation. We are concerned that • Berkembang sikap memandang sains dan
there will be motivated people to replace us. teknologi sebagai bahan untuk dipelajari
We are not sure that our present excellence dan bukan untuk diproduksi,
in higher education is sustainable. The • Paradigma sekolah/perguruan tinggi
decreasing numbers of US citizens sebagai house of culture dan house of
graduating with science PhD’s present wisdom berubah menjadi lembaga
problems for societal and security pencetak calon pegawai,
missions.” Apabila AS saja sudah khawatir • Masyarakat tidak mampu mengapresiasi
dengan pendidikan generasi penerusnya, ilmuwan sebagai profesi yang berada di
apalagi dengan kita? Di lain laporannya, garda depan dalam upaya meraih
CGSR merekomendasikan bahwa: “Science kecemerlangan bangsa.
is important to our flfe and our family. And
the community of science needs our Pola hidup demikian harus segera
support.” Bagaimana dengan kita? Sudah direformasi menjadi pola hidup masyarakat
semestinya ketahanan dan kecemerlangan yang berorientasi untuk ketahanan dan
Ibu Pertiwi ditempatkan diatas segala- kecemerlangan bangsa. Sekarang saatnya
galanya, jauh melebihi kepentingan pribadi, setiap anggota masyarakat diarahkan dan
keluarga, dan kelompok. mengarahkan din untuk membangun tekad
Itulah tadi nilai-nilai yang sudah menjadi aktivis globalisasi melalui PIPTEK.
sepatutnya kita rujuk agar kita mampu Minimal sebagai supporters yang potensial.
mendapatkan jawaban yang tepat untuk Khusus mengenai teknologi, pilihan yang
pertanyaan-pertanyaan berikut. Where are bijak dan strategis bagi bangsa ini adalah
we now? Where are we going to go? Why penciptaan dan pengembangan soft
education andfor what? Sebelum technologies. Kemampuan kita dari segi
merumuskan jawabannya, marilah kita pendanaan dan pemasaran dalam bidang
melihat potret kita sendiri. hard technologies masih terbatas. Lain
halnya dengan soft technologies. Hampir
6. Potret Kita tidak ada hambatan dalam pemasaran dan,
Penulis merasa tidak mudah untuk secara intelektual, bangsa kita mampu
memotret masyarakat kita vis a vis bersaing.
paradigma PIPTEK. Namun demikian, Sangat disayangkan bahwa
penulis menganggap bahwa media massa masyarakat umum, bahkan banyak para
adalah wahana yang mampu mencerminkan sarjana dan public figures, memandang
wajah masyarakat dengan baik. Oleh karena pendidikan secara linear. Padahal, berbeda
itu, pada bagian ini penulis memotret dengan kursus, pendidikan bukanlah seperti
melalui media massa. pipe line. Proses pembelajaran adalah proses
Secara kasat mata, baik pada media untuk mengajak peserta didik berpikir non-
cetak maupun media elektronik, tampak linear dan non-rutin. Melalui pendidikan,
jelas bahwa hampir dalam segala hal, peserta didik memupuk pengalaman agar
ukuran prioritas masyarakat umum adalah kelak dapat memilih habitat hidupnya dan
kepentingan ekonomi pribadi, keluarga, dan meraih kecemerlangan. Pendidikan adalah
kelompok dalam jangka pendek dengan investasi untuk kecemerlangan bangsa. Ia
nuansa hedonism yang kental. Pola hidup adalah ketahanan nasional, kedaulatan
konsumtif secara umum tergambar dengan bangsa, dan martabat (dignity) bangsa.
Jurnal Sosioteknologi Edisi 9 Tahun 5, Desember 2006 119
Pendidikan Untuk Apa ?