Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan padat. Keadaan ini
menyebabkan tingginya angka kecelakaan lalu lintas di indonesia yang mencapai 19 ribu
kasus pada tahun 2009.1 Kecelakaan ini meliputi benturan keras di kepala yang dapat
mengganggu berbagai fungsi dalam tubuh manusia hingga merenggut nyawa. Fungsi yang
terganggu meluas pada seluruh sistem tubuh, meliputi sistem penapasan, pencernaan,
ekskresi, indra. Salah satu komplikasi yang cukup parah adalah edema otak.2 Maka dari itu,
perlu diketahui mengenai hubungan edema otak dengan pengaturan keseimbangan cairan
tubuh yang berkaitan dengan modul ginjal dan cairan tubuh.
II. Pemicu
Seorang wanita berumur 27 tahun, dirawat di ICU setelah kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan cidera kepala 3 hari yang lalu. Pemeriksaan menunjukkan adanya edema
otak tanpa perdarahan. Saat ini kondisi pasien stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 108 kali per menit, suhu
370 Celcius, frekwensi pernafasan 20 kali/menit. Lidah kering, pemeriksaan jantung, paru,
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal kecuali didapatkan turgor kulit menurun.
Perawat ICU melaporkan adanya hipernatremia dari hasil pemeriksaan darah pasien tersebut.
Selain itu ia melaporkan produksi urin pasien banyak dan encer.3
III. Pembahasan
III.1 Edema
Edema yang berasal dari bahasa yunani oídēma atau dikenal dengan pembengkakan
menunjukkan adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal di ruang jaringan interselular
tubuh, biasanya menunjukkan jumlah yang nyata dalam jaringan subkutis.4 Edema biasanya
melibatkan kompartemen ekstrasel, dan pada beberapa kasus intrasel.2
Edema intrasel dapat terjadi lewat 2 kondisi, depresi sistem metabolisme jaringan dan
tidak adanya nutrisi sel yang adekuat. Misalnya, asupan oksigen dan nutrien sangat berkurang
hingga tidak dapat membentuk ATP, maka kerja Na-K ATPase berhenti. Penghentian ini
menyebabkan peningkatan Na intrasel yang turunt menarik air ke dalam sel, sehingga terjadi
edema intraseluler.
Edema ekstrasel terjadi jika terjadi kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang
interstisial dengan melintasi kapiler dan kehahalan sistem limfe untuk mengembalikan cairan
interstisium ke darah. Protein plasma yang bocor ke lapisan interstisium tidak dapat diserap
kembali, ditambah dengan tingginya osmolaritas cairan sehingga terjadi penarikan air lagi
dan memperberat kondisi edema. Hambatan aliran limfe ini dapat disebabkan oleh infeksi,
kanker, pascaoperatif.2
Walaupun banyak gangguan yang dapat menyebabkan edema, namun kelainan ini
biasanya harus berat, untuk dapat menimbulkan edema yang serius. Hal ini dijaga oleh tiga
1
faktor pengaman, (1) komplians interstisium yang rendah ketika tekanan cairan interstisial
berada dalam kisaran negatif, (2) kemampuan aliran limfe untuk meningkat 10 sampai 50 kali
lipat, dan (3) penurunan konsentrasi protein cairan interstisial, yang menurunkan tekanan
osmotik koloidcairan interstisial sewaktu filtrasi kapiler meningkat.2
III.3 Poliuria
Poliuria didefinisikan sebagai kondisi meningkatnya produksi urin secara abnormal 4,
biasanya lebih dari 2,5-3 L/24 jam.7,8 Kondisi ini juga sering disebut diuresis. Biasanya
poliuria ditemukan bersama dengan polidipsia (sering haus). Poliuria sebenarnya merupakan
bentuk fisiologis apabila seseorang berada pada kondisi dingin, pada ketinggian, dan setelah
mengonsumsi banyak cairan.
Homeostasis cairan dikontrol oleh keseimbangan intake cairan, perfusi renal, filtrasi
glomerular, dan reabsorpsi cairan pada duktus koligens. Ketika asupan air meningkat, volume
darah bertambah sehingga meningkatkan glomerular filtration rate (GFR) dan berujung pada
peningkana volume urin. Selain itu, menurunnya osmolalitas akibat banyaknya air
menurunkan fungsi ADH sehingga meningkatkan volume urin. Tingginya kadar zat terlarut
pada tubulus juga menyebabkan diuresis osmotik pasif ke tubulus menyebabkan tingginya
volume urin yang terjadi pada pasien DM.2,7
Poliuria dapat diakibatkan banyak hal, diantaranya intake cairan berlebih, peningkatan
muatan cairan tubular, terganggunya gradien konsentrasi medula, menurunnya produksi
hormon antidiuretik (ADH), terganggunya respon tubular terhadap ADH, serta pasien pasca
obstruksi saluran kemih.8
Turunnya ADH sering terjadi pada diabetes insipidus. Kondisi ini bisa terjadi karena
ada trauma kepala, atau tumor pada hipothalamus maupun hipofisis sehingga terjadi
gangguan produksi ADH (diabetes insipidus kranial).8
III.4 Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. 4 Hal ini terjadi
karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (minum). Gangguan kehilangan
cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidrasi dapat digolongkan menjadi tiga tipe utama:
Hipotonik atau hiponatremik : kehilangan elektrolit primer
Hipertonik atau hipernatremik : terutama akibat kehilangan air
3
Isotonik atau isonatremik : kehilangan elektrolit dan air dalam jumlah yang sama
Tipe yang paling sering terjadi adalah dehidrasi isonatremik yang setara dengan hipovolemia.
Perlu diperhatikan tipe dehidrasi yang terjadi berkaitan dengan penanganannya.9
Dehidrasi mulai menampakan gejalanya setelah pasien kehilangan 2% atau lebih
cairan tubuhnya.10 Pada awalnya, pasien akan merasa kurang nyaman dan kehausan, hingga
kehilangan nafsu makan dan kulit yang kering. Kondisi ini sering diikuti dengan konstipasi.9
Dehidrasi biasanya diikuti dengan gejala sakit kepala, keram otot, pengelihatan kabur
seketika, hipotensi, pusing hingga pingsan. Bila tidak mendapat perlakuan, dapat
menyebabkan kondisi delirium, tidak sadar, pembengkakan lidah, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Pada intinya, dehidrasi dikarenakan meningkatnya pengeluaran cairan lewat muntah,
diare, urin berlebihan (pada penggunaan obat diuretik maupun diabetes tidak tekontrol),
keringat berlebihan, dan demam. Juga dikarenakan kurangnya minum akibat mual,
kehilangan nafsu makan pada kasus penyakit, nyeri tenggorokan dan nyeri mulut. 2,9
Dehidrasi dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyebab, diantaranya aktivitas
berlebih tanpa diiringi minum yang cukup, paparan udara kering dalam waktu lama,
kehilangan darah dan hipotensi akibat trauma fisik, diare, demam, shock, muntah, luka bakar,
menangis, penggunaan metamphetamine, amphetamine, ceffeine dan stimultan lain,
konsumsi minuman beralkohol, penyakit infeksi (kolera, gastroenteritis, shigelosis, demam
kuning), gangguan elektrolit (hipernatremia akibat dehidrasi, hiponatremia akibat diet
garam), puasa, penurunan berat badan secara cepat penolakan asupan nutrisi dan cairan pada
pasien, gangguan menelan, hiperglikemia pada DM, diabetes insipidus, serta penyakit
foodborne. 9
III.5 Hipernatremia
Hipernatremia merupakan kondisi gangguan elektrolit yang didefinisikan sebagai
peningkatan kadar natrium dalam darah.4 Kondisi hipernatremia dicapai jika konsentrasi
natrium di serum > 145 mEq/L. kondisi ini secara umum tidak diakibatkan tingginya jumlah
natrium, melainkan diakibatkan turunnya kadar cairan dalam tubuh. Oleh sebab itu,
hipernatremia biasanya disamakan dengan dehidrasi. Hilangnya cairan dari tubuh diakibatkan
berbagai macam penyebab, meliputi perspirasi, kehilangan cairan dari proses bernapas, feses,
dan urin. Hipernatremia juga dapat disebabkan tingginya asupan garam, seperti pada kondisi
terminum air laut.
Penurunan kadar natrium di darah secara mudah dapat dirasakan sebagai kondisi haus,
sehingga biasanya hipernatremia terjadi pada anak-anak, orang dengan gangguan mental, dan
manula.
Penyebab hipernatremia digolongkan menjadi hipovolemik, euvolemik, dan
hipervolemik. Hipernatremia hipovolemic bila berkaitan dengan kurangnya asupan air dalam
tubuh, tingginya kehilangan air di traktus urinarius seperti pada kasus glikosuria maupun
diuretik osmotik lain, kehilangan air di keringat maupun diare cair. Hipernatremia euvolemic
disebabkan peningkatan ekskresi akibat diabetes insipidus yang berhubungan dengan
inadekuatnya produksi hormon vasopressin oleh hipofisis maupun hilangnya respon ginjal
pada vasopressin. Dan hipernatremia hipervolemic berhubungan dengan tingginya intake
4
cairan hipertonik dan tingginya mineralkortikoid dalam keadaan penyakit (conn’s syndrome
atau cushing’s disease).
Koreksi keadaan hipernatremia dilakukan dengan menambahkan cairan (air) kr dalam
tubuh, baik per oral maupn secara intravena, namun perlu diperhatikan pemberian ini jangan
secara cepat, karena tubuh memiliki daya adaptasi terhadap hipernatremia, dimana bila tubuh
sudah beradaptasi, air yang masuk ke tubuh langsung mengalir ke sel otak yang akhirnya
membengkak, menyebabkan edema otak. 11
III.6 Hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi muncul ketika detah jantung lebih rendah dari
normalnya. Keadaan ini menyebabkan kurangnya asupan darah ke jantung, otak dan bagian
tubuh penting lainnya. Turunnya tekanan ini biasanya berkisar antara 90/60 mmHg hingga
130/80 mmHg.
Secara umum, hipotensi dibagi menjadi tiga macam, hipotensi orthostatic / post
prandial orthostatic hypotension (diakibatkan perpindahan posisi tubuh secara tiba-tiba dari
tiduran ke berdiri, biasanya berlangsung dalam hitungan detik hingga menit, biasanya muncul
setelah makan, disebut post prandial OH), neurally mediated hypotension/ NMH (terjadi bila
seseorang berdiri dalam jangka waktu yang lama), dan severe hypotension brought on by
sudden loss of blood (shock)
Penyebab dehidrasi diantaranya: diabetes, anadilaksis, arrythmias, dehidrasi, puasa,
serangan jantung, gagal jantung, dan shok akibat infeksi, stroke, anafilaksis, trauma berat
maupun serangan jantung. 12
5
V. Daftar Pustaka
1. Silahooji D, Sasmito Y. Angka Kecelakaan Lalu lintas Meningkat. 25 juni 2009.
[online]. Diunduh 29 maret 2011. Tersedia dari: URL: http://berita.liputan6.com/sosbud/
200906/234785/ Angka.Kecelakaan.Lalu.Lintas.Tahun.Ini.Meningkat
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Fisiologi gastrointestinal. Edisi
ke-11. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2006.
3. Pengelola modul ginjal dan cairan tubuh. Buku pedoman kerja mahasiswa modul ginjal
& cairan tubuh 2010-2011. Jakarta: Medical education unit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2010-2011; 2011.
4. Dorlan, W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland. Andy Setiawan dkk., penerjemah ;
Herni Koesoemawati, penyunting. Ed ke-29. Jakarta: ECG; 2002. Terjemahan dari
Dorland’s Illustrated Medical Dictionary
5. Cerebral Edema and Its Management; MJAFI 2003, 59: 326-31. [online]. Diunduh 29
Maret 2011. Tersedia dari: URL: http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf
6. Rabinstein AA. Treatment of Cerebral Edema. The Neurologist. Vol.2. march 2006
[online]. Cited on March 29, 2011. Available from: URL: http://www.sepeap.org
/archivos/pdf/10502.pdf
7. Gerber GS, Brendler CB. Evaluation of the urologic patient: History, physical
examination, and the urinalysis. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007.
8. Sadjadi SA. Polyuria: A Merck Manual od Patient Symptoms. September 2009. [online].
Cited on March 29, 2011. Available from: URL: http://www.merckmanuals.com/
professional /sec17/ch226/ch226i.html
9. Huang LH, Andhala KR, Ellsbury DL, George CS. Dehydration. Medscape. Nov 3,
2009. [online]. Cited on March 29, 2011. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/906999-overview
10. Anita B. The Compleye Guide to Sports Nutrition. A&C Black Publishers LTd. 2008.
11. Lewis JL. Hypernatremia. May 2009. [online]. Cited on March 29, 2011. Available from:
URL: http://www.merckmanuals.com/professional/sec12/ch156/ch156e.html
12. Vorvick L. Hypotension. ADAM, inc. Feb 22, 2009. [online] Cited on March 29, 2011.
Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0004536/