Você está na página 1de 9

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

Kolelitiasis/Koledokolitiasis;Batu Empedu

OLEH:

MUHAMMAD LATTIIFUR ROOFII

AKADEMI KEPERAWATAN PERINTAH


KABUPATEN PONOROGO
2009

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan

Kolelitiasis/Koledokolitiasis;Batu Empedu
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada

saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.

(Williams, 2003)

Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis

Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui.

Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di

kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi

menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah

batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika

bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003)

Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis

Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu

yang terutama tersusun dari kolesterol.

1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi

dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko

terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan

infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan

dengan jalan operasi.

2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu

bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan

lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu

empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh

kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu

empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk

timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan

dalam kandung empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan

batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus

meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat

presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu

empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)

Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis

Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih

banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir

sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya

usia.(Williams, 2003)

Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,

kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan

menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat

mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang

menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan

muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian

pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan

empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian

fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago

kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada

kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat

pengembangan rongga dada.

2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan

menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam

duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan

menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-

gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan

membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen

empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”

4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi

vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala

defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi

vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)

5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai

prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan

akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan

memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya

sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound

berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat

mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami

dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau

bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu

empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,

memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak

digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras

ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)

3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding

kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini

memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat

laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke

dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula

dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan

kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di

duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,

2002)

5. Pemeriksaan darah

* Kenaikan serum kolesterol


* Kenaikan fosfolipid

* Penurunan ester kolesterol

* Kenaikan protrombin serum time

* Kenaikan bilirubin total, transaminase

* Penurunan urobilirubin

* Peningkatan sel darah putih

* Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus

utama

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan

istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi

bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat

dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)

Manajemen terapi :

* Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

* Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

* Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

* Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

* Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan


* Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :

monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui

selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;

melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan

batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau

kateter bilier transnasal.

* Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk

mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit

dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang

terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk

pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu

yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop

ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop

tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk

memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut

spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit

untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan

jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk

mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,

namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan

terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

* ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini

menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan

pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud

memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)


3. Penatalaksanaan bedah

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan

untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan

penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif

jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu

prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya

Tindakan operatif meliputi

* Sfingerotomy endosokopik

* PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)

* Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop

* Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

Penatalaksanaan pra operatif :

1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu

2. Foto thoraks

3. Ektrokardiogram

4. Pemeriksaan faal hati

5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)

6. Terapi komponen darah

7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama

suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka

dan mencegah kerusakan hati.


Diagnosa Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan

3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka

operasi)

5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal

(sekunder terhadap imobilisasi)

6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan

(mual, muntah, drainase selang yang berlebihan)

7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi

Você também pode gostar