Você está na página 1de 13

PERCOBAAN 3

HUKUM-HUKUM LENSA DAN ALAT-ALAT OPTIK

I. Tujuan
1. Menentukan panjang focus (titik api) dari dua lensa cembung dengan mengukur
jarak bayangan dan jarak benda.
2. Menetukan panjang focus sebuah lensa cembung dan kombinasi dari lensa
cembung dan lensa cekung dengan menggunakan metode Bessel.
3. Menyusun alat-alat optic sederhana sbb :
a) Proyektor slide, skala/ukuran bayangan yang ditentukan.
b) Mikroskop, pembesaran yang ditentukan.
c) Teleskop dari Johannes Kepler.
d) Teleskop dari Galileo Galileo (kaca opera).

II. Ruang Lingkup


Panjang focus suatu lensa yang tidak diketahui dapat dicari dengan mengukur jarak
bayangan dan jarak benda serta dengan metode kombinasi dan metode Bessel. Alat
optic sederhana tersusun dari lensa- lensa.

A. Teori Singkat
1. Hubungan antara focus lensa, jarak benda, dan jarak bayangan untuk sebuah
lensa dapat diperoleh dengan menggambarkan jalan-jalan sinar sbb :
Dengan hokum kesebandingan (kesebangunan) segitiga antara ∆ PQR dengan
∆TSR dapat ditulisk an persamaan :

B b
= (3.1)
G g
G f
dank arena ∆URF2 ≈ ∆TSF2 maka : = (3.2)
B b− f
B : tinggi bayangan g: jarak benda
G : tinggi benda (objek) f: focus benda

Persamaan (3.1) dan persama an (3.2) dapat digabungkan menjadi :


1 1 1 b.g
= + atau f = (3.3)
f b g b+ g

Untuk metode Bessel pada Gambar 3.3, karena g1 = bII (jarak benda untuk

kasus I sama dengan jarak bayangan untuk kasus II) dan karena bI = g II ,
maka :
g1 + b1 = d (3.4)
bI − g I = e (3.5)

atau g I = 12 ( d − e) (3.6)

bI = 1 2 ( d + e) (3.7)

Dengan memasukkan persamaan (3.6) dan (3.7) ini ke dalam persamaan (3.3),
maka diperoleh :

d 2 − e2
f = (3.8)
4d
Jadi pene ntuan fokus lensa konfeks f dapat dilakukan dengan mengukur d dan e.

Kalau selanjutnya digunakan susunan lensa yang terdiri atas sebuah lensa
cembung (konveks) yang telah diukur fokusnya dengan cara di atas dan
sebuah lensa cekung (konkaf), maka fokus lensa cekungnya adalah :
1 1 1
= − (3.9)
fz f com f s

f com. f s
atau f z = (3.10)
f s − f com
supaya ada bayangan real (nyata), maka :
1 1
> (3.11)
fs fz
(Abaikan jaran antara kedua lensa).

2. Ukuran pembesaran
2.1 Proyektor Slide
Ukuran pembesaran diperoleh dari :
B b− f
V= = (3.12)
G f
misalkan b=700 mm dan f=100 mm, maka V=6 (3.13)

2.2 Mikroskop
Pembesaran lensa obyektif :
y' a' a'
βob = = = − 1 (3.14)
y g f1
Pembesaran angular dari lensa pembesar (okuler) untuk akomodasi
minimum :
250 mm
τL = (3.15)
f2
Jadi pembesaran total adalah :
V = βob XτL (3.16)

2.3 Teleskop Kepler


Lensa L1 memberikan gambar atau bayangan real terbalik sebesar y’1
untuk obyek yang jauh dan gambar ini diamati melalui lensa pembesar
(lensa okuler) L2 .
Pembesaran angular untuk sudut kecil adalah :
∈' y' f 2 f
τ = = = 1 (3.17)
∈ y ' f1 f2

2.4 Teleskop Galileo


Suatu lensa cekung ditempatkan pada lintasan sinar di depan gambar real
yang dihasilkan oleh lensa L1 (lensa obyektif), sehngga F’1 dan F2
berimpit. Mata akan melihat gambar semu (maya) yang tegak, maka
pembesaran angular adalah :
f1
τ = (3.18)
f2

B. Daftar Alat

No. Nama Alat Kode Tipe Konfigurasi


1 Connecting Cord KABEL-12 0,5 M, Blue
2 Connecting Cord KABEL-13 0,5 M, Blue
3 Lamp Transformer PSV-02 6V Lamp Transformer 1 buah
Kabel Power 1 buah
4 Lensa LENSA-01 f=+20 mm
5 Lensa LENSA-02 f=+50 mm
6 Lensa LENSA-03 f=+100 mm
7 Lensa LENSA-04 f=+300 mm
8 Lensa LENSA-05 f=-50 mm
9 Lensa LENSA-06 f=-200 mm
10 Double Condenser LENSA-07 f=+60 mm Double Condenser 1 buah
Condenser Holder 1 buah
11 Optical Profile Bench BENCH-01 1m Optical Profile-Bench 1 buah
Base 2 buah
Slide Mount, h=30 mm 5 buah
Slide Mount, h=80 mm 1 buah
12 Experiment Lamp LAMP-01 Max. 12 V/ 10 W
13 Lens Holder LHOLD-01
14 Lens Holder LHOLD-02
15 Diaphragm Holder DHOLD-01
16 Diaphragm Holder DHOLD-01
17 Transparency TRANSP-01
18 MP’ Dog Flea PREPARAT-01
19 Stage Micrometer PREPARAT-02 1 MM, 10 DIV
20 Swinging Arm ARM-01
21 Screen, Translucent LAYAR-03 300 MM X 300
MM
22 Screen LAYAR-04 Dengan Arrow
Slit
23 Ground Glass Screen LAYAR-05

Referensi
PHY-WE, University Laboratory Experiments, Edition 94/95, Volume I – 5, 2.2
Laws of Lenses and Optical Instruments.

III. DATA HASIL PERCOBAAN


Tabel 3.1 Pengukuran panjang focus dengan metode konvensional
Lensa g (mm) b (mm) f (mm) f (mm) ef(%)

I 100 ~ 100

(f=100 mm) 150 282 97,72


200 192 97,96 98,598 1,402
300 145 97,75
500 124 99,36
II 50 ~ 50
(f=50 mm) 75 133 47,96
100 100 50 50,916 1,832
200 70 51,85
300 67 54,77
Tabel 3.2 Pengukuran panjang focus dengan metode Bessel
Lensa d e (mm) f (mm) f (mm) ef (%)
(mm)
I 400 60 97,75
(f=100 mm) 500 231 98,32 98,54 1,46%
600 348 99,54
II 200 15 49,72
(f=50 mm) 300 167 51,76 50,94 1,88%
400 279 51,35

Tabel 3.3 Pengukuran panjang focus dengan metode kombinasi


Lensa cembung yang f d e f com f z (mm) ef (%)
dikombinasikan (mm) (mm) (mm) (mm)
dengan lensa cekung
I 100 800 288 174,08 -234,99 17,495
II 50 800 655 65,93 -206,94 3,47

IV. Analisa Hasil Percobaan

1.
• Tabel 3.1
Percobaan ini menggunakan metode konvensional.
Pada lensa I (f teori = 100 mm), didapatkan f praktek rata-rata adalah sebesar
98,598 mm. Dengan demikian deviasi error yang terjadi adalah sebesar
1,402%.
Pada lensa II (f teori = 50 mm), didapatkan deviasi error sebesar 1,832%.
Deviasi error menjadi lebih besar, karena focus yang lebih pendek. Semakin
pendek focus, maka kemungkinan deviasi errornya jadi meningkat.
Adanya kesalahan dengan persentase yang kecil ini adalah wajar mengingat
sulitnya menentukan posisi yang benar-benar tepat dalam percobaan.

• Tabel 3.2
Percobaan ini menggunakan metode Bessel.
Pada lensa I (f = 100 mm), didapatkan f praktikum rata-rata sebesar 98,54
mm. Sehingga deviasi error menjadi sebesar 1,46%.
Pada lensa II (f = 50 mm), f percobaan rata-rata adalah 50,94 mm. Deviasi
error didapatkan sebesar 1,88%.
Nilai deviasi error tersebut dapat timbul karena ketidak telitian dari praktikan
dalam menentukan bayangan terbaik yang terbentuk.

• Tabel 3.3
Percobaan ini menggunakan metode kombinasi.
Pada percobaan ini didapatkan nilai deviasi error yang cukup besar, yaitu
17,495% untuk lensa I dan 3,47% untuk lensa II. Perbedaan deviasi error yang
cukup besar dengan metode lainnya disebabkan oleh lensa gabungan yang
digunakan. Ketika lensa gabungan tersebut digunakan, ternyata kedua lensa
tidak berhimpit dengan tepat, sehingga focus gabungan kurang tepat.

2. Alat-alat yang digunakan pada praktikum


• 2 buah Connecting Cord (KABEL-12-13)
Berfungsi untuk menghubungkan experiment lamp dengan la mp transformer.
• 3 buah Lensa (LENSA-02-03-04)
Berfungsi sebagai pembentuk bayangan.
• 1 buah Double Condensor (LENSA-07) dengan konfigurasi :
* 1 buah Double Condenser
* 1 buah Condensor Holder
Berfungsi untuk meluruskan cahaya supaya tepat mengenai benda.
• 1 buah Optical Profile Bench (BENCH-01) dengan konfigurasi :
* 1 buah Optical Profile-Bench
* 2 buah Base
* 5 buah Slide Mount, h=30 mm
* 1 buah Slide Mount, h=80 mm
Berfungsi untuk tempat untuk menaruh semua peralatan praktikum.
• 1 buah Experiment Lamp (LAMP-01)
Berfungsi sebagai lampu percobaan.
• 2 buah Lens Holder (LHOLD-01-02)
Berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan lensa.
• 2 buah Diaphragm Holder (DHOLD-01)
Berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan diaphragm.
• 1 buah Transparency (TRANSP-01)
Berfungsi untuk objek untuk mengetahui jatunya bayangan terbalik atau tidak.
• 1 buah MP’ Dog Flea (PREPARAT-01)
Adalah preparat yang terdapat kutu anjing.
Digunakan sebagai objek untuk percobaan mikroskop.
• 1 buah Screen, Translucent (LAYAR-03)
Berfungsi sebagai penangkap bayangan.
• 1 buah Screen (LAYAR-04)
Berfungsi sebagai benda.
• 1 buah Ground Glass Screen (LAYAR-05)
Berfungsi untuk memperjelas.

Pada praktikum digunakan double condenser agar cahaya benar-benar lurus


mengenai benda.
Jika tidak digunakan double condensor maka mungkin tidak diperoleh hasil yang
sama, karena cahaya bisa saja tidak tepat mengenai benda sehingga jarak fokus
tidak bisa ditentukan dengan tepat.

3. Perhatikan persamaan-persamaan berikut


S1 + S1 ’ = d (3.4)
S1 ’ – S1 = e (3.5)
S1 = ½ ( d – e ) (3.6)
S1 ’ = ½ ( d + e ) (3.7)
S2 =S1 ’
S2 ’=S1
di mana : S1 =jarak benda ke posisi lensa 1
S1 ’=jarak bayangan 1
S2 =jarak benda ke posisi lensa 2
S2 ’=jarak bayangan 2
d =jarak benda dengan layar
e =jarak posisi lensa 1 dengan posisi lensa 2
h1 =tinggi bayangan 1
h2 =tinggi bayangan 2
h =tinggi benda

Rumus perbesaran bayangan adalah :


h1 S 1 '
=
h S1
maka :
1
( d − e)h1
S1 h1 2 (d − e)
h= = = h1
S1 ' 1 (d + e)
(d + e)
2
atau :
h1 S 2 '
=
h S2

1
( d + e )h 2
S h ( d + e)
h= 2 2 = 2 = h2
S2' 1 (d − e )
(d − e )
2

Kedua persamaan dibandingkan :


1
(d − e) h1
S1 h1 2 ( d − e)
h= = = h1
S1 ' 1 ( d + e )
( d + e)
2
1
(d + e) h2 (d + e)
Sh
h= 2 2 = 2 = h2
S2 ' 1 ( d − e )
( d − e)
2
( d − e)
h1
( d + e)
1=
( d + e)
h2
( d − e)
( d − e)
h2 ( d + e)
=
h1 ( d + e)
( d − e)
h2 ( d − e) 2
=
h1 ( d + e) 2
h2  d − e 
2

= 
h1  d + e 
Jadi Terbukti !

4. Tidak mungkin suatu lensa yang bersifat konvergen pada suatu medium menjadi
bersifat divergen pada medium lainnya. Perhatikan rumus berikut :
n1 n2 n2 − n1
+ =
S S' R
n = indeks bias
S=benda
S’=bayangan
R=jari- jari kelengkungan lensa

Berdasarkan rumus di atas, kita dapat mengetahui bahwa yang berubah jika lensa
dipindahkan dari suatu medium ke medium lainnya hanyalah indeks bias dan
jarak bayangan lensa.
5. Rumus lensa tipis 1 = 1 + 1' tidak berlaku jika percobaan dilakukan di dalam air.
f s s
Hal ini disebabkan adanya perbedaan indeks bias antara air dan udara.
Jika percobaan dilakukan di dalam air, maka rumus yang berlaku adalah :
1 n − n'  1 1 
=  − 
f n'  r ' r ' ' 
dimana n adalah indeks bias masing- masing medium.

6. dari persamaan pembesaran: (3.1)


B b
V= =
G g

maka untuk posisi pertama:


B1 b1
V= =
G g1

B1 g1
b1 =
G --à Persamaan (1)
maka untuk posisi kedua:
B2 b2
V= =
G g2
karena b1 = g2 maka substitusi :
B2 b2
=
G b1

G.b 2
b1 =
B2 -à Persamaan (2)
substitusi persamaan (1) dan persamaan (2)
B1 .g 1 G.b2
=
G B2

G 2 .b2 = B1 .B2 . g1
karena b2 = g1 maka keduanya dapat dihilangkan sehingga persamaannya
menjadi:
G 2 = B1 .B 2

G = B1 .B2
karena tinggi benda h1 dan h2 dinyatakan dalam B1 dan B2,serta h dinyatakan
dalam G, maka persamaannya dapat ditulis juga:
h = h1 .h2

7. Optik Geometris adalah bagian dari fisika yang membahas fenomena-fenomena


atau sifat-sifat cahaya dengan menggunakan alat-alat yang ukurannya relative
lebih besar dibandingkan dengan gelombang cahaya.
Perbedaan optic geometris dengan optic fisis adalah pada peristiwa
penyederhanaan berkas cahaya menjadi satu garis/sinar.
Pada peristiwa tersebut tidak boleh dilakukan dalam optic fisis, karena pada optic
fisis cahaya harus digambarkan sebagai banyak garis dengan kemiringan yang
berbeda-beda (misal pada peristiwa difraksi).

8. Hukum Pemantulan Cahaya :


• Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
• Sudut datang sama dengan sudut pantul.

Hukum Pembiasan Cahaya :


• Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang.
• Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias dari suatu
cahaya yang datang dari suatu medium ke medium lain merupakan suatu
konstanta.

9. Mungkin saja suatu lensa di dalam medium tidak membiaskan cahaya, yaitu jika
lensa terletak pada medium yang berindeks bias sama dengan indeks bias lensa
sehingga panjang fokusnya adalah ~.

V. Kesimpulan
1. Untuk menghitung focus dari suatu lensa, dapat digunakan tiga metode, yaitu :
konvensional, Bessel, dan kombinasi.
2. Fokus teori dengan focus hasil percobaan kemungkinan tidak sama.
Ketidaksamaan ini menyebabkan terjadinya deviasi error.
3. Apabila focus lensa sama dengan jarak benda ke cermin maka jarak bayangan
menjadi tak terhingga.
4. Rumus lensa tipis tidak berlaku di segala medium.
5. Panjang focus ditentukan oleh jarak benda ke lensa dan jarak bayangannya ke
lensa pada metode konvensional, jarak benda bayangan dan jarak 2 posisi lensa
yang bayangannya bagus pada metode Bessel, panjang focus lensa cembung dan
jarak benda bayangan serta jarak 2 posisi lensa yang bayangannya bagus pada
metode kombinasi.
6. Sifat konvegen/divergen dari suatu lensa tidak mungkin berubah.
7. Semua percobaan yang dilakukan kali ini adalah optik geometris.

Você também pode gostar