Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, DM tercantum dalam urutan keempat
14,6 juta pasien yang telah terdiagnosis, sementara sejumlah 6,2 juta pasien tidak
tahun akan membengkak menjadi 300 juta orang pada tahun 2025 (Suyono, 2006).
Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Anonima, 2006).
Umur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengaruhnya
Menurut WHO setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa
1
2
darah akan naik 1-2 % per tahun dan pada saat puasa akan naik sekitar 5,6-13 mg%
tersebut, 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. (Rochmah, 2006). DM tipe
2 adalah salah satu kondisi paling kronis pada pasien usia lanjut (Rajeshwari dkk,
2007).
Patients pada pasien usia lanjut dengan diagnosa DM tipe 2 mengalami banyak
komplikasi sehingga diperlukan kombinasi obat (Rajeshwari dkk, 2007). Pasien usia
glaukoma, dan lain-lain) menerima minimum empat jenis obat, seperti: aspirin,
diresepkan untuk pasien usia lanjut akan menimbulkan banyak masalah termasuk
polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan ketidakpatuhan. Setidaknya 25% obat
yang diresepkan untuk pasien usia lanjut tidak efektif (Prest, 2003).
Pola pengobatan pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus karena berbagai
masalah dapat terjadi yang disebabkan oleh faktor fisiologis, penurunan daya tahan
tubuh pada usia lanjut, faktor farmakokinetik dan faktor farmakodinamik yang terkait
dengan bertambahnya usia (Prest, 2003). Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia
lanjut adalah penurunan massa otot, cairan tubuh, laju filtrasi glomerulus, aliran
3
darah ke hepar serta peningkatan lemak tubuh (Suhardjono dan Soejono, 2001).
faktor-faktor tersebut kurang mendapat perhatian dari para praktisi medik sehingga
pola pengobatan pada usia lanjut seringkali kurang rasional (Mustofa, 1995).
penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada geriatri DM Tipe 2 di RSUD Dr.
rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan tertinggi untuk daerah Surakarta.
Selain itu DM tipe 2 menduduki peringkat delapan dari sepuluh penyakit terbesar
rawat jalan pada tahun 2008, yaitu sebanyak 3.073 pasien (Anonim, 2009). Adanya
poli geriatri di di RSUD Dr. Moewardi Surakarta juga menjadikan pilihan bagi
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola penggunaan OHO yang meliputi golongan obat, dosis, aturan
pemakaian, kombinasi OHO, penggunaan obat penyerta lain dan interaksi obat
pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi
Surakarta?
2. Apakah pemilihan dan aturan pakai OHO sesuai dengan Pedoman Konsensus
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini yang dilakukan selama periode bulan Januari sampai dengan Juli
1. Mengetahui pola penggunaan OHO yang meliputi golongan obat, dosis, aturan
pemakaian, kombinasi OHO, penggunaan obat penyerta lain dan interaksi obat
pada pasien geriatri DM tipe 2 di instalasi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
2. Mengetahui kesesuaian pemilihan dan aturan pakai OHO dengan PERKENI 2006
D. Tinjauan Pustaka
1. Diabetes Mellitus
a. Pengertian DM
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Anonim, 2006c).
hormonal menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
b. Klasifikasi DM
1) DM tipe 1
DM tipe 1 juga disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) (Tjay dan
merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari
5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada
antibodi terhadap sel β yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel β)
dengan antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel β (Suyono, 2004). Kerusakan sel
Gambaran kliniknya biasa timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa
2) DM tipe 2
(Tjay dan Rahardja, 2007). NIDDM atau Diabetes Tidak Tergantung Insulin
(DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin (Anonim, 2001).
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya, artinya terjadi
insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
6
trigliserida tinggi, kadar HDL-C rendah, tekanan darah yang tinggi, kadar gula darah
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
3) DM gestasional
glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasa berlangsung hanya sementara
atau temporer (Anonim, 2005). Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes (Suyono,
2004). Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, riwayat
kadar gula darah kembali normal setelah melahirkan. Namun, GDM meningkatkan
resiko diabetes tipe 2 pada usia lanjut (Rimbawan dan Siagian, 2006).
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, penyebab imunologi
yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Anonim, 2001).
7
c. Komplikasi DM
1. Akut
atau menurun tajam dalam waktu singkat. Penderita umumnya mengalami hal-hal
sebagai berikut:
(a) Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah
(b) Ketoasidosis adalah suatu keadaan kekurangan insulin, dan sifatnya mendadak.
(c) Koma hiperosmolar non ketotik adalah dehidrasi berat, hipotensi, dan
2. Kronik
koroner (Coronary Heart Desease), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah kecil dan merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
(Schteingart, 2005).
8
Gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (Anonim, 2001). Penyebab
sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk di
e. Diagnosis DM
Jika terdapat keluhan khas (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), disertai dengan satu nilai pemeriksaan
glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk keluhan
yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulva), hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali saja abnormal belum cukup kuat menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar
glukosa darah pasca pembebanan (75 g glukosa) ≥ 200 mg/dl (Soegondo, 2004).
9
Pembagian usia lanjut menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (Anonim,
1995) :
Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh 4 faktor yaitu
pertama adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah menjadi air
53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1%
sehingga tinggal 5%. Penurunan jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%,
menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua adalah
turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin
yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucose
transporter-4) juga menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan pada usia
10
lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan
Faktor-faktor resiko timbulnya DM pada usia lanjut yang pertama adalah proses
yang berhubungan dengan umur tua. Dengan bertambahnya umur, maka terjadi
gangguan pada fungsi pankreas dan kerja dari insulin menyebabkan kadar gula darah
meningkat. Faktor yang kedua kegemukan. Orang tua tendensi menjadi gemuk dan
terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperglikemi. Kadar asam lemak bebas
meningkat yang menghambat kerja insulin. Obesitas pada usia lanjut meningkatkan
angka kejadian DM dua kali lipat. Faktor ketiga adalah aktivitas fisik berkurang
rifampicin, barbiturat, tiazid, dan fenitoin. Faktor kelima adalah genetik. Orang usia
lanjut yang mempunyai saudara kandung DM lebih mudah timbul DM. Faktor
yang terdapat bersamaan pada usia lanjut akan menyebabkan hiperglikemia (Sumual
3. Pengobatan DM
terapi non-obat dan terapi obat (Anonim, 2005). Terapi obat pada prinsipnya
diberikan jika penerapan terapi non-obat yang telah dilakukan tidak dapat
Yunir, 2006).
1) Pengaturan diet
(Rimbawan dan Siagian, 2004). Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat
2) Olah raga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Anonim, 2005).
Dianjurkan olah raga teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5 jam yang sifatnya
(Anonim, 2001).
12
b. Terapi obat
2000):
1) Insulin
Insulin adalah suatu hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel-β dari pulau
Langerhans dan merupakan kelompok sel yang terdiri dari 1% masa pankreas
(Rimbawan dan Siagian, 2004). Dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Sediaan
subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal
sepanjang hari yaitu 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia di atas 60 tahun
batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg%
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun
Insulin dikelompokkan berdasarkan mula dan lama kerjanya yaitu: insulin kerja
sedang dengan mula kerja singkat, insulin kerja lama (long-acting). Efek samping
dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami
2005). Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda
dalam hal masa kerja, degradasi, dan aktivitas metabolitnya. Pada pemakaian
faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan
pada keadaan insufisiensi renal dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang
dengan waktu kerja pendek. Glikuidon juga diberikan pada pasien DM dengan
bekerja seperti sulfonilurea dengan menstimulasi sekresi insulin dari sel β-pankreas.
hipoglikemi dan peningkatan berat badan. Namun resiko hipoglikemi yang muncul
lebih rendah daripada akibat penggunaan sulfonilurea (gliburid dan glipizid) (Triplitt
pasien yang mengalami ketoasidosis dan hipersensitif terhadap obat ini (Evoy, 2002).
Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Metformin tidak meningkatkan berat
badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan
hingga 16%, LDL kolesterol hingga 8% dan total kolesterol hingga 5%, dan juga
tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% (Waspadji,
2004). Pada pasien dengan berat lebih, dapat dikombinasi dengan obat golongan
kombinasi yang rasional karena cara kerja berbeda yang saling aditif (Waspadji,
2004). Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadang-kadang diare
(kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
(Anonim, 2006a).
(d) Thiazolidindione
activator receptor-γ (PPAR-γ), yang terutama ada pada sel lemak dan sel vaskular.
liver, dan jaringan lemak (Triplitt dkk, 2005). Thiazolidindione adalah obat golongan
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi
insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Sebagai efeknya penyerapan glukosa ke
dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Kegiatan farmakologi lainnya antara lain
16
dapat menurunkan kadar trigliserida atau asam lemak bebas dan mengurangi
glukoneogenesis dalam hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan
pelepasan insulin seperti sulfonilurea (Tjay dan Raharja, 2007). Dua anggota dari
(Katzung, 2002). Efek samping yang utama dari thiazolidindione adalah udem,
terutama pada pasien hipertensi dan congestive cardiac failure (Walker dan Edward,
2003).
IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pasien yang menggunakan obat ini perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata,
sehingga memuncaknya kadar glukosa darah dihindarkan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat ini bekerja di lumen usus, tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak
berpengaruh pada kadar insulin (Waspadji, 2004). Obat ini umumnya diberikan
dengan dosis awal 50 mg dan dinaikan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari.
Efek sampingnya adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang
dengan dosis rendah dan kenaikannya dilakukan secara lambat baik mengenai dosis
maupun waktu mengingat farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada usia lanjut
18
mengalami perubahan, serta terjadinya perubahan komposisi tubuh. Obat yang telah
dipakai dan cocok dapat dilanjutkan, dosis mungkin diturunkan mengingat protein
binding drug pada usia lanjut sangat menurun, agar tidak terjadi hipoglikemia
(Rochmah, 2006).
4. Penatalaksanaan DM Tipe 2
1) Edukasi
Prinsip pengaturan makan pada diabetisi yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Komposisi
(d) Garam tidak lebih dari 3000 mg. Pembatasan natrium sampai 2400 mg terutama
3) Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit).
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Latihan jasmani yang dianjurkan yang bersifat aerobik, seperti: jalan kaki, bersepeda
4) Intervensi farmakologis.
Intervensi farmakologis dilakukan apabila dengan terapi gizi medis dan latihan
jasmani selama 2-4 minggu kadar gula darah belum mencapai sasaran (Anonim,
2006a).
a) Sulfonilurea
b) Glinid
(b) Insulin
(perencaan makan)
(5) DM yang tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal (Anonim,
2006a).
Pemberian OHO dan insulin dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi dengan
OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien dengan alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Bila kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali dapat, maka OHO dihentikan
(a) Edukasi
(1) Sulfonilurea
dari sel β pankreas. Peringatan bagi pasien dengan gangguan hati dan ginjal
pilihan untuk usia lanjut. Efek samping dari sulfonilurea adalah hipoglikemi
22
dan penambahan berat badan. Dimonitor kadar glukosa darah puasa setiap 2
(2) Glinid
paruh yang lebih pendek sehingga insulin lebih cepat dilepaskan dari sel-β
dalam waktu 1-2 jam. Obat yang termasuk golongan glinid adalah nateglinid
dan repaglinid. Dimonitor kadar glukosa darah puasa setiap 2 minggu dan
HbA1C setiap 3 bulan, dan kadar glukosa darah post prandial pada awal
(3) Biguanid
glukosa darah puasa setiap 2 minggu dan HbA1C setiap 3 bulan. Dosis
dengan serum kreatinin > 1,5 mg/dl dan wanita dengan serum kreatinin >
23
1,4 mg/dl, pasien gangguan hati, congestive heart failure (CHF), asidosis
(4) Thiazolidindione
failure (CHF). Dimonitor tanda-tanda cairan tubuh yang berlebih, AST dan
ALT. Dikontraindikasikan pada pasien dengan ALT > 2,5 kali di atas nilai
normal, penyakit hati, pengguna alkohol berlebih, penyakit jantung kelas III
tidak nyaman pada lambung. Dimonitor kadar glukosa darah post prandial
pada awal penggunaan obat ini, dan HbA1C setiap 3 bulan. Glukosa
(a) Pertama pasien dinilai HbA1C, profil kadar glukosa darah puasa, kadar
pasien, terapi dimonitor pada 2-3 bulan berikutnya sampai target kadar
(c) Jika target kadar glukosa darah tidak tercapai pada 2-3 bulan terapi, dimulai
dengan regimen yang lebih intensif dan dimonitor secara terus menerus dan
titrasi terapi 2-3 bulan berikutnya sampai target kadar glukosa darah
tercapai.
(d) Pada monoterapi atau kombinasi terapi yang tidak tercapai kadar glukosa
(e) Terapi insulin dipertimbangkan pada pasien dengan HbA1C lebih dari 8%
dan gejala hiperglikemia dan pada pasien dengan kenaikan kadar glukosa
menggunakan insulin.
(h) Dimonitor kadar glukosa darah 3 X sehari pada pasien yang menggunakan
(i) Dianjurkan kepada pasien dengan kadar glukosa darah tercapai dengan agen
oral, agen oral plus insulin 1 X sehari, atau dengan insulin 1 X sehari untuk
(j) Dianjurkan pada pasien yang kadar glukosa tercapai untuk memonitor kadar
Lanjutan Tabel 4
Nama Obat, Generik Dosis awal Dosis Komentar
(Brand) Maximum
Rosiglitazon+ Glimepirid 4 mg/ 1 mg atau 4 mg/ 2 8 mg Diberikan dengan
(Avandaryl) mg 1 X sehari rosiglitazon makanan pertama
dan 4 mg
glimepirid
Biguanides
Metformin (Glucophage) 500 mg 2 X sehari atau 2550 mg Diberikan dengan
850 mg 1 X sehari pada terbagi 3 dosis makanan. Dosis efektif
pagi hari maximum 2000 mg/hari
Metformin extended 500 mg 1 X sehari di 2000 mg 1 X Peningkatan dosis 500
release (Glucophage malam hari sehari mg/ hari setiap minggu
XR) Jika kontrol glikemik
tidak ketat,diganti
regimen 2 X sehari
Kemungkinan toleransi
gastrointestinal lebih
baik daripada
immediate-release
metformin
Gliburid+Metformin 1,25 mg/ 250 mg 1 X 20 mg/ 2000 Dosis awal seharusnya
(Glucovance) sehari atau 2 X sehari mg terbagi tidak melebihi dosis
sehari harian gliburide atau
metformin;
Peningkatan dosis
dapat dibuat interval 2
minggu
Sulfonilurea Generasi Kedua
Gliburid (DiaBeta) 1,25-5 mg 1 X sehari 20 mg terbagi Dosis diberikan 1 X
(Micronase) 1-2 dosis 1 X sehari pada saat
sehari atau 2 X sarapan atau pada saat
sehari pertama makan
Dosis > 10 mg/ hari
sebaiknya dibagi dan
diberikan 2 X sehari
Glipizid (Glucotrol) 5mg 1 X sehari; 2,5 mg 1 40 mg terbagi Dosis diberikan 1 X
X sehari pada pasien usia 2 dosis sehari pada 30 menit
lanjut sebelum sarapan atau
setelah saat pertama
makan
Dosis >15 mg/ hari
sebaiknya dibagi dan
diberikan 2 X sehari
Glimepirid (Amaryl) 1-2 mg 1 X sehari 8 mg 1 X Diberikan pada saat
sehari sarapan atau pertama
kali makan
Glinides (Short-acting Secretagogues)
Repaglinid (Prandin) c) Pasien usia lanjut dan 16 mg/ hari Diberikan 15-30 menit
pasien yg sebelumnya sebelum setiap makan
belum melakukan
terapi OHO atau
pasien dengan HbA1c
< 8%: diberi 0,5 mg 3
X sehari
27
Lanjutan Tabel 4
Nama Obat, Generik Dosis awal Dosis Komentar
(Brand) Maximum
d) Pasien yang
sebelumnya terapi dg
OHO atau dengan
HbA1c > 8%: diberi 1-
2 mg 3 X sehari
Nateglinid (Starlix) 120 mg 3 X sehari; 60 mg 120 mg 3 X Diberikan 15-30 menit
3 X sehari pada pasien usia sehari sebelum setiap makan
lanjut
α-Glucosidase Inhibitors
Acarbose (Precose) 25 mg 3 X sehari 100 mg 3 X Diberikan dengan
sehari suapan pertama setiap
makan
Dosis seharusnya
ditingkatkan secara
gradual selama
toleransi lebih dari
beberapa minggu
Miglitol (Glyset) 25 mg 3 X sehari 100 mg 3 X Diberikan dengan
sehari suapan pertama setiap
makan
Dosis boleh
ditingkatkan secara
gradual selama
toleransi lebih dari
beberapa minggu
28
5. Algoritma terapi
Intervensi awal2-4
Pendidikan/Makanan/Latihan
Kombinasi lain:
metformin atau sulfonilurea plus
pioglitazon/rosiglitazon
atau acarbose/miglitol
metformin plus
nateglinid atau repaglinid; atau
insulin atau insulin analog (sebagai
terapi tunggal-kombinasi)2
Terapi kombinasi dilanjutkan A1c Tambahkan intermediate-acting insulin waktu tidur atau
setiap 3-6 bulan glargine 1X 1hari; sebelum supper intermediate-regular
insulin atau campuran lispro/aspart; tambahkan 3 oral
agent; atau diganti dosis terpisah insulin atau terapi
insulin analog 2; dipertimbangkan endocrinologinya
Keterangan:
1. Hanya metformin yang diakui oleh FDA sebagai agen diabetik oral untuk anak-anak (≥ umur 10);
agen oral lainnya boleh digunakan dengan kebijakan klinik.
2. Dilihat algoritma insulin untuk DM Tipe 2 pada anak-anak dan dewasa.
3. Jika pemberian awal dengan GDP ≥ 260 mg/dL yang merupakan gejala pada pasien,
dipertimbangkan intervensi awal insulin atau insulin analog.
4. Jika awal GDP ≥ 210 mg/dL atau A1c ≥ 9.0%, dipertimbangkan terapi kombinasi agen oral
(metformin-sulfonilurea atau pilihan lainnya) pada pemberian.
5. Dilihat algoritma nutrisi secara medis, kehilangan berat dan latihan fisik.
6. Jika awal terapi kombinasi dimulai, ditentukan pilihan terapi tambahan sampai 3–6 bulan jika
target glikemik tidak terpenuhi.
7. Lebih dipilih pada pasien kelebihan berat badan/obese atau pasien dislipidemia.
Gambar 1. Algoritma kontrol glikemi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 anak-anak
dan dewasa (sumber : Triplitt dkk, 2005)
29
6. Rekam medis
Rekam medik diartikan sebagai keterangan baik yang tertulis maupun yang
pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik
yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka
medik dapat menjadi sumber data sekunder yang memadai apabila data yang terekam
7. Penelitian lain
Hasil penelitian pola pengobatan DM tipe 2 pasien geriatri di instalasi rawat jalan
RSUD Adiarsa tahun 2002 sesuai dengan standart pelayanan medis RSUD Adiarsa
dan pengelolaan DM tipe 2 tahun 1998. Golongan dan jenis obat antidiabetika oral
(acarbose) dan dosis maksimal obat-obat tersebut tidak melebihi dosis maksimal
Hasil penelitian pola pengobatan DM tipe 2 pasien geriatri di instalasi rawat jalan
RSUD Banjarnegara tahun 2003 sesuai dengan standart pelayanan medis di rumah
sakit tersebut. Golongan dan jenis obat antidiabetika oral yang diberikan adalah
(metformin), dan dan dosis maksimal obat-obat tersebut tidak melebihi dosis
30
Patients secara retrospektif selama 6 bulan (Juli 2004 - Januari 2005) di Rumah Sakit
Mangalore, Karnataka, India dapat diambil kesimpulan bahwa pada pasien usia
diresepkan enalapril dan ramipril (golongan ACEIs), atenolol dan metaprolol (beta
blockers). Pada pasien DM tipe 2 dengan Coronary Heart Disease (CHD) diresepkan