Você está na página 1de 127

KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR

BUBUR JAGUNG INSTAN

FENNY AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Formulasi dan Isotermik
Sorpsi Air Bubur Jagung Instan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir dari tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Fenny Agustina
NRP F251050131
ABSTRACT

FENNY AGUSTINA. Study of Formulation and Water Sorption Isothermic of


Instant Corn Porrigde. Supervised by Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc and Dr. Ir.
BAMBANG HARYANTO, M.Si.

The objectives of the research were to find the best formulation of instant
corn porrigde and to study the water sorption isothermic of the product to predict
its shelf life. The material used was corn (Zea mays L.) var Pioneer 11. This
research consisted of dry instant corn grits production, instant corn flour
production and instant corn porridge formulation. Product analyses were physical
analyses (yield, bulk density, porosity, rehydration, sorption and volume swelling,
viscosity, wettability and colours), chemical analyses (moisture content, ash
content, protein content, carbohydrate content, fat content, and calorie value),
sensory evaluation (hedonic), and water sorption isothermic.
Pre-gelatinization process using a drum dryer significantly affected the
chemical and physical characteristis of the instant corn flour produced. The best
instant corn grit was produced through slow freezing process followed by oven
drying. The best instant corn flour was produced by pre-gelatinization process
using a drum dryer at 4 rpm speed. The most accepted instant corn porridge
formulation had the composition of : 35 g of dry instant corn grits, 10 g of instant
corn flour, 25 g of maltodextrin and 30 g of milk powder.
The instant corn porridge had a sigmoic isothermic sorption curve. The
isothermic sorption curve implied three fractions of bound water, the first fraction
(Mp) was 3.43% (db) to be equivalent to Aw = 0.13, the second fraction (Ms)
was 20.78% (db) to be equivalent to Aw = 0.86 and the third fraction (Mt) was
37.83%(db) to be equivalent to Aw = 1. The product packaged in alufo had a
longer shelf life than those package in PP and PE. Instant corn porridge product
was predicted to have a 4.5 years shelf life in 85% storage RH .

Key words : Instant corn porrigde, water sorption isothermic, shelf life
RINGKASAN

FENNY AGUSTINA. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung
Instan. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc dan Dr.Ir. BAMBANG
HARYANTO, M.Si.

Produksi jagung menempati urutan kedua setelah beras. Sebagai bahan


pangan alternatif seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dewasa ini, proses pengolahan jagung dituntut untuk mengikuti trend dan selera
konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam
penyajian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula bubur
jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna
pendugaan umur simpan produk.
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung
(Zea mays L) varietas Pioner 11. Penelitian ini terdiri dari proses pembuatan grits
jagung instan kering, pembuatan tepung jagung instan dan formulasi bubur jagung
instan. Analisis produk diantaranya analisis fisik (rendemen, densitas kamba,
porositas, rasio rehidrasi, penyerapan dan pengembangan volume, viskositas,
wetabillity dan warna), analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat,
dan nilai kalori), uji organoleptik (hedonik) serta kajian isotermik sorpsi air guna
menduga umur simpan produk bubur jagung instan yang terbaik.
Proses pregelatinisasi pada pembuatan tepung jagung instan dengan
menggunakan pengering drum (drum dryer) memberikan pengaruh yang nyata
terhadap karakteristik fisik dan kimia dari tepung jagung instan yang dihasilkan.
Penelitian ini menghasilkan komponen penyusun bubur jagung yang terpilih
diantaranya grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat
dan dikeringkan dengan alat pengering oven. Tepung jagung instan terbaik
dihasilkan melalui proses pregelatinisasi menggunakan alat pengering drum
dengan kecepatan putaran 4 rpm. Formulasi bubur jagung instan yang paling
disukai memiliki komposisi sebagai berikut : grits jagung instan kering 35 gr,
tepung jagung instan 10 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan
produk berdasarkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis dari semua
atribut dari uji organoleptik.
Kajian isotermik sorpsi air dari produk bubur jagung instan menghasilkan
kurva isotermik sorpsi yang berbentuk sigmoid. Berdasarkan analisis dari kurva
isotermik sorpsi tersebut dihasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat yang
dibatasi oleh Mp, Ms dan Mt yang tiap-tiap fraksi tersebut berkesetimbangan
dengan aw sebagai berikut : ATP yang dibatasi oleh Mp=3.43% (bk), yang
berkesetimbangan dengan aw= 0.13 ; ATS yang dibatasi oleh Ms=22.78% (bk)
berkesetimbangan dengan aw=0.86 ; ATT yang dibatasi oleh Mt=37.83. Produk
bubur jagung instan yang dikemas dengan kemasan alufo memiliki umur simpan
lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan PE. Pada RH penyimpanan 85%
produk yang dikemas dengan kemasan alufo mempunyai umur simpan selama
4.5 tahun, dengan kemasan PP selama 0.5 tahun dan dengan kemasan PE selama
0.5 tahun.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan narasumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah,
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN FORMULASI DAN ISOTERMIK SORPSI AIR
BUBUR JAGUNG INSTAN

FENNY AGUSTINA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tesis : Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan
Nama : Fenny Agustina
NRP : F 251050131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S


Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Lulus : .................. Tanggal Ujian : 07 Juli 2008


PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang
merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi dalam sebagai tugas akhir
pada Program Studi Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dengan judul
“Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si selaku ketua
dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tulisan ini.
Kepada ayahanda, ibunda dan suami tercinta, penulis mengucapkan
banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama
penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat
keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga
mengucapkan terima kasih.
Terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada ketua Program
Studi Ilmu Pangan Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Betty
Sri Laksmi Jenie, MS yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama
penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan (IPN). Selain itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum : Bu
Rub & Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi & Teh Ida, Pak Yahya,
Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur & Bu Sri, Pak Iyas, Mbak Ari, Bu Antin dan
Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama
penulis melaksanakan penelitian. Kepada Mbak Mar, terima kasih banyak
untuk perhatian dan bantuan dalam urusan administrasi selama penulis
melaksanakan studi di Ilmu Pangan.
Buat teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Hana terima kasih
untuk perhatian dan keluarga baru yang penulis dapatkan selama menetap di Kota
Bogor. Untuk Kak Cynthia, Uda Akhyar terima kasih untuk perhatian dan suka
dukanya selama penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampai pada rekan-rekan
IPN 2005 Mpok Nori, Yonathan, Kak erni, Mbak ema, Fitri, Henny, Dek Dian,
Mas Haris (Yogya), Yoga dan Ayusta untuk setiap keceriaan, perhatian dan
pengertiannya selama penulis menjalankan studi di IPN. Penulis juga
mengucapkan terima kasih buat adik-adik kost-ku yang baik “Sunda karya dan
Exs Andhika House” (Vinny, Tiche, Uuk, Wawa, Aghe, Irma, Ella, Deva, mbak
Firda & dek Faras, mbak Eka, Ike, Isil, Nunu, Mike, Nokie, Zahro) untuk
perhatian dan persaudaraan yang telah terjalin. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan Prima Photocopy (Mas Wiwid, Mas Sandy, Mas
Pardi, Mas Tri, Mas Hary dll) buat bantuan, canda tawa dan dukungan yang
diberikan.
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, karena penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
penulisan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bogor, Juli 2008

Fenny Agustina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 17 Agustus 1981.
Suatu anugerah terbesar dari AllaH SWT karena penulis memiliki sepasang orang
tua yang sangat menyayangi penulis. Ayah H. Razali Kidam Akhmad, SE dan ibu
Hj. Nurlaili Razali, S.Pd adalah kedua orangtua yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk melihat dunia dan suami tercinta Hidayat Zain, ST
yang telah membuat hidup ini lebih berwarna. Penulis merupakan putri tunggal.
Pada tahun 2000, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Batam dan pada tahun
yang bersamaan lulus UMPTN dan diterima sebagai mahasiswi di Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
Pada tahun 2005, penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pada
tahun yang sama, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan strata dua. Penulis diterima sebagai mahasiswi
Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Forum
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (FORMASIP) dan aktif mengikuti berbagai
kegiatan ilmiah yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan kampus.
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN JUDUL i
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN x

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
1.3 Hipotesis 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tanaman Jagung 3
2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum 4
2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia 5
2.2 Karakterisasi Biji Jagung 6
2.2.1 Sifat Morfologi Jagung dan Anatomi Biji Jagung 6
2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung 7
2.3 Pangan Instan 8
2.4 Pengeringan 9
2.5 Pengering Silinder (drum dryer) 10
2.6 Pengering fluidized bed 11
2.7 Kesetimbangan Air 11
2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) 14
2.9 Umur Simpan (Shelf life) 18

3. BAHAN DAN METODE 20


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20
3.2 Bahan dan Alat 20
3.3 Tahapan Penelitian 20
3.3.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 21
3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 23
3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan 24
3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan 25
3.4 Metode Analisis 26
3.4.1 Analisis Sifat Fisik 26
3.4.2 Uji Organoleptik 28
3.4.3 Analisis Kimia 29
3.4.4 Kajian Isotermik Sorpsi Air dan Pendugaan Umur Simpan 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 34


4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 34
4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan kering 35
4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 35
4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung
Instan Kering 36
4.2.3 Karakteristik Fisik Grits Jagung Instan Kering 41
4.2.3.1 Rendemen 41
4.2.3.2 Porositas 43
4.2.2.3 Rasio Rehidrasi 44
4.2.3.4 Penyerapan dan Pengembangan Volume Nasi Jagung 47
4.2.3.5 Sifat Birefringence 49
4.2.4 Karakteristik Kimia Grits Jagung Instan Kering 51
4.2.4.1 Kadar Air 52
4.2.4.2 Kadar Abu 53
4.2.4.3 Protein 53
4.2.4.4 Lemak 54
4.2.4.5 Karbohidrat 54
4.2.4.6 Kalori/ Energi 55
4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 55
4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 55
4.3.1.1 Viskositas 55
4.3.1.2 Daya serap air (wettability) 57
4.3.1.3 Densitas Kamba 58
4.3.1.4 Warna 59
4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan 62
4.3.2.1 Kadar Air 62
4.3.2.2 Kadar Abu 63
4.3.2.3 Protein 64
4.3.2.4 Lemak 64
4.3.2.5 Karbohidrat 65
4.3.2.6 Kalori/ Energi 65
4.4 Produk Bubur Jagung Instan 66
4.4.1 Uji Organoleptik 66
4.4.1.1 Tekstur 66
4.4.1.2 Kekentalan 67
4.4.1.3 Warna 68
4.4.1.4 Rasa 69
4.4.1.5 Aroma 71
4.4.1.6 Penerimaan umum (overall) 72
4.4.2 Komposisi Kimia 73
4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan 74
4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat 76
4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (Mp) 76
4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (Ms) 78
4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt) 80
4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat 82
4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan 83
4.6 Analisa Biaya Bubur Jagung Instan 86
5. SIMPULAN DAN SARAN 90
5.1 Simpulan 90
5.2 Saran 92

DAFTAR PUSTAKA 93

LAMPIRAN 101
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram baha 7
2 Kelembaban relatif larutan garam jenuh 14
3 Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan 26
4 Faktor pengali untuk setiap spindel dan rpm yang digunakan 27
5 Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan
pengukuran kesetimbangan air 32
6 Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan (biji jagung) 34
7 Hasil analisis proksimat grits jagung instan 52
8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan 60
9 Hasil analisis proksimat tepung jagung instan 62
10 Hasil analisis proksimat bubur jagung instan 74
11 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan 75
12 Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan 78
13 Konstanta persamaan Logaritma pada bubur jagung instan 80
14 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan 82
15 Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan 82
16 Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan 85
17 Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan 87
18 Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan 87
19 Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan 88
20 Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan 88
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Tanaman jagung (Zea mays L.) 4
2 Struktur biji jagung 6
3 Lima tipe kurva isotermi sorpsi air 15
4 Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dan pembagian
tiga daerah ikatan 16
5 Peta stabilitas bahan makanan 17
6 Prosedur tahapan penelitian secara lengkap 21
7 Prosedur pembuatan grits jagung bersih 22
8 Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan 23
9 Diagram alir pembuatan tepung jagung instan 24
10 Diagram alir pembuatan bubur jagung instan 25
11 Jagung pipilan, alat penggiling multimill, ayakan dan fludized bed dryer 35
12 Grits jagung bersih 35
13 Visualisasi nasi jagung instan sebelum dikeringkan 36
14 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang
dikeringkan dengan fluidized bed dryer 38
15 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan
dengan fluidized bed dryer 39
16 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang
dikeringkan dengan oven 39
17 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan
dengan oven 41
18 Rendemen grits jagung instan kering 42
19 Porositas grits jagung instan kering 43
20 Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi 45
21 Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi 45
22 Rasio rehidrasi grits jagung instan kering 46
23 Penyerapan air nasi jagung instan 47
24 Pengembangan volume nasi jagung instan 48
25 Bentuk granula pada grits jagung instan kering yang telah mengalami
proses pengeringan dibawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x 50
26 Viskositas tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 56
27 Wetabilitty tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 58
28 Densitas kamba tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 59
29 Lingkaran warna 60
30 Tepung jagung instan dengan kecepatan 4 rpm (a), tepung jagung
instan dengan kecepatan 6 rpm (b) 61
31 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur
bubur jagung instan 67
32 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan
bubur jagung instan 68
33 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna
bubur jagung instan 69
34 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa
bubur jagung instan 70
35 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma
bubur jagung instan 71
36 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall
bubur jagung instan 72
37 Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 76
38 Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode
BET 77
39 Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan
metode Logaritma 79
40 Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan
metode polinomial ordo 2 81
41 Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 84
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Alat pengering silinder (drum dryer) 101
2 Alat pengering fluidized bed (fludized bed dryer) 102
3 Alat tanak laboratorium 103
4 Formulir uji hedonik bubur jagung instan 104
5 Data uji organoleptik 105
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi masalah bagi bangsa
Indonesia saat ini. Ditinjau dari sisi ketersediaan dan kecukupan pangan pokok
berbasis karbohidrat, negara masih sangat bergantung pada komoditas beras.
Kondisi negara yang makanan pokonya hanya bergantung pada satu jenis
makanan pokok saja (dalam hal ini beras) akan menghadapi masalah bila terjadi
gangguan pada sistem produksi dan distribusi. Oleh karena itu diversifikasi
pangan menjadi sangat penting artinya.
Di Indonesia, jagung merupakan komoditas serealia kedua setelah beras
dimana data produksi jagung dari tahun 2000 hingga 2007 mengalami
peningkatan yang cukup besar. kurang lebih dari 9.5 juta ton (tahun 2000)
meningkat menjadi 13.3 juta ton (tahun 2007). Jagung mempunyai peranan
penting dalam hal penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan
ternak. Sebagai bahan pangan, jagung dapat dimanfaatkan sebagai tepung
komposit untuk substitusi terigu.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
proses pengolahan pangan jagung, dituntut untuk mengikuti trend dan selera
konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam
penyajian. Salah satu contohnya dengan menghasilkan produk pangan instan,
seperti beras instan, bubur instan, mi instan, puding instan dan lain-lain.
Bubur merupakan jenis makanan yang mudah untuk dikonsumsi karena
tekstur bubur yang lunak, dan pilihan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan
selera dan keinginan konsumen. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan seperti
Meksiko dan Brazil jagung diolah menjadi produk bubur. Di Meksiko bubur
jagung dikenal dengan nama atole atau pinole, sedangkan di Brazil bubur jagung
dikenal dengan sebutan mingau, carisca dan pamonila (Serna-Salvidar et al.
2001)
Penelitian dalam usaha meningkatkan nilai tambah jagung di Indonesia
sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah bubur jagung instan. Namun bubur
jagung tersebut bentuknya masih seperti bubur bayi (produk MP-ASI).
2

Panggabean (2004) dan Bahrie (2005) telah melakukan penelitian pembuatan


prototipe bubur jagung instan yang juga terbuat dari bahan baku jagung, dari saran
penelitian disebutkan masih diperlukan peningkatan mutu tekstur dan
penampakan juga pengembangan cita rasa dari bubur jagung instan yang
dihasilkan. Dengan melakukan modifikasi penambahan grits jagung instan dan
beberapa bahan penunjang seperti maltodekstrin dan susu bubuk dalam formulasi
pembuatan bubur jagung instan diharapkan produk bubur yang dihasilkan
berkualitas lebih baik dan lebih dapat diterima konsumen.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian adalah menghasilkan formula bubur jagung instan yang
paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan
produk.
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Memberikan alternatif bentuk pangan olahan jagung menjadi makanan cepat
saji.
2. Meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu sumber pangan.
3. Mendukung program diversifikasi pangan berbasis jagung

1.3 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa dengan
didapatkannya formulasi yang optimal pada proses pembuatan produk akan
memberikan karakteristik bubur jagung instan yang berkualitas baik dari segi fisik,
kimia dan organoleptik serta umur simpan yang lama.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung


Jagung (Zea mays L) adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang sering
disebut maize. Jagung berasal dari Meksiko dan merupakan hasil evolusi tanaman
rumput liar Teosinte (Zea mayssp. Mexciana) (Johnson 1991). Berawal dari Peru
dan Meksiko, tanaman jagung berkembang ke daerah Amerika Tengah dan
selatan kemudian berlayar ke Eropa dan bagian utara Afrika. Di awal abad ke-16,
jagung sampai di India dan Cina. Tanaman jagung masuk ke Indonesia dibawa
bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina
(Suprapto dan Rasyid 2002).
Secara botanis jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Ordo : Glumifolrae
Famili : Gramineae
Genus : Zea
Species : mays
Jagung tergolong ke dalam tanaman berumah satu. Bunga jantan tanaman
jagung terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina terbentuk
dipertengahan batang tanaman. Biji jagung berkeping tunggal dan tumbuh
berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung terdapat satu atau
kadang-kadang terdapat dua buah tongkol jagung (Suprapto dan Rasyid 2002).
Tongkol jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung
dan rambut. Kelobot merupakan kelopak buah yang membungkus dan melindungi
biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung berkisar 12 – 15 lembar.
Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan untuk
pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol (Effendi dan Sulastiasti
1991). Gambar Jagung terlihat pada Gambar 1 (http: //www.bima.ipb.ac.id/ image
2007).
4

Gambar 1. Tanaman jagung (Zea mays L)

Biji jagung berbentuk bulat dan tumbuh melekat di tongkol jagung.


Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Jumlah biji jagung
dalam satu tongkol berkisar antara 300-1000 biji jagung. Bagian rambut dari
tongkol jagung merupakan tangkai putik yang muncul melalui sela-sela deret biji
dan tumbuh menjulur keluar dari kelebot. Rambut memiliki cabang-cabang yang
halus yang berfungsi untuk menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi
dan Sulastiati 1991).

2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum


Menurut Hughes dan Metcalve (1972) jagung mempunyai beberapa sub
species yaitu :
• Soft corn (Zea mays amylacea)
Jagung ini disebut juga jagung tepung. Jenis ini banyak ditanam di
Amerika Serikat, Kolombia, Peru, Bolivia dan Afrika Selatan. Biji jagung ini
hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak.
• Pod corn (Zea mays tunicata)
Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya, yang tidak
terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian, jagung ini menjadi tahan lama
dan daya kecambahnya tetap baik. Jagung ini tidak di tanam di Indonesia.
5

• Pop corn (Zea mays everata)


Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji berbentuk
runcing, kecil dan keras, berwarna putih atau kuning. Kalau dibakar bijinya
meletus. Tongkol jagung jenis ini umumnya berukuran kecil.
• Flint corn (Zea mays indurata)
Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji sedang. Bagian
atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir seluruhnya
mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning dan
merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih tahan
kalau disimpan. Di Indonesia jagung ini cukup disukai. Jagung ini banyak
ditanam di Eropa, Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
• Dent corn (Zea mays indentata)
Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena bentuknya seperti
gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas. Lekukan ini
terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Jagung
jenis ini umumnya kurang tahan terhadap hama bubuk.
• Sweet corn (Zea mays sacharata)
Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa manis dan bila
dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering dipanen waktu masih
muda untuk direbus atau dibakar.
• Waxy corn (Zea mays cerantina)
Waxy corn memiliki biji menyerupai lilin. Molekul pati jagung
jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan
menyerupai tepung tapioka. Jagung jenis ini tidak ditanam di Indonesia,
kebanyakan terdapat di Asia Timur antara lain Birma Utara, Filipina, Cina sebelah
timur dan Mansuria.

2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia


Jenis jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah jagung gigi kuda,
jagung mutiara, jagung berondong dan jagung manis. Jenis jagung yang penting
sebagai makanan pokok adalah jenis jagung gigi kuda dan jagung mutiara.
6

Saat ini berbagai varietas unggul telah dianjurkan untuk ditanam di daerah
rendah seperti varietas Arjuna, varietas IPB-4, varietas H-6, varietas Bromo,
varietas Bogor-Composite-2, varietas Genjah Kertas, varietas Kretek. Sedangkan
untuk daerah tinggi disarankan untuk menanam varietas Bastar Kuning, varietas
Bima, varietas Pandu (Panggabean 2004).

2.2 Karakterisasi Biji Jagung


Biji jagung menrupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan
berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis, dan bulat melebar
yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung
diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki
struktur embrio yang sempurna, serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu
baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson
1991).

2.2.1 Sifat Morfologi dan Anatomi Biji Jagung


Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%),
endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Endosperm merupakan
bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas
endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm).
Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula
halnya dengan susunan granula pati didalamnya. Sedangkan endoperm lunak
mengandung pati yang lebijh banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian
endosperm keras (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Gambar 2. memperlihatkan
struktur dari biji jagung.

Gambar 2. Struktur biji jagung


7

2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung


Menurut Jugenheimer (1976), komposisi kimia jagung bervariasi
tergantung pada varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan.
Komposisi kimia jagung putih (white corn) tidak jauh berbeda dengan jagung
kuning (yellow corn), tetapi jagung putih tidak mengandung vitamin A.
Komposisi kimiawi tersebut diatas tidak menyebar merata pada bagian-bagian biji
jagung (Utomo 1982).
Diantara biji-bijian kandungan vitamin A jagung paling tinggi
sebesar 440 SI. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 gram
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram bahan.
Jagung Jagung Jagung Tepung
Komponen kuning kuning kuning jagung Maizena
segar pipilan giling kuning
Energi (Kal) 140.0 307.0 361.0 335.0 343.0
Protein (g) 4.7 7.9 8.7 9.2 0.3
Lemak (g) 1.3 3.4 4.5 3.9 0.0
Karbohidrat (g) 33.1 63.6 72.4 73.7 85.0
Kalsium (mg) 6.0 9.0 9.0 10.0 20.0
Fosfor (mg) 118.0 14 8.0 380.0 256.0 30.0
Zat besi (mg) 0.7 2.1 4.6 2.4 1.5
Vitamin A (SI) 4 35.0 440.0 350.0 510.0 0.0
Vitamin B1 (mg) 0.24 0.33 0.27 0.38 0.00
Vitamin C (mg) 8.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Air (g) 60.0 24.0 13.1 12.0 14.0
Bagian yang dapat dimakan (%) 90.0 90.0 100.0 100.0 100.0
Sumber : Rukmana (1997)

Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, yaitu sebesar 85%
dari total lemak (Berger 1962). Menurut Inglett (1970) komposisi utama lemak
jagung adalah trigliserida. Jagung juga mengandung protein yang disebut zein,
sebanyak 9%. Protein tersebut terutama pada bagian endosperm. Protein utama
dalam jagung adalah glutelin dan dikenal sebagai glutenin.
Kandungan gula jagung sebesar 1-3 % dengan komponen terbesar adalah
sukrosa. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian
endosperm sebanyak 25%. Glukosa, fruktosa dan rafinosa terdapat dalam jagung
dalam jumlah kecil. Dalam biji jagung terdapat serat kasar sebanyak 2.1 – 2.3 %.
Pada bagian pericarp (kulit sekam) terdapat 41-46% hemiselulosa (Inglett 1970).
8

Serealia umumnya kurang akan vitamin C dan vitamin, tetapi banyak


mengandung vitamin B. Vitamin yang terdapat dalam jagung antara lain thiamin,
niasin, riboflavin dan piridoksin. Walaupun jagung mengandung niasin tetapi
sekitar 50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih
dikatakan kekurangan niasin. Kekurangan niasain dapat menyebabkan penyakit
pelagra (Kent 1975).
Kandungan mineral dalam jagung terutama terdapat pada bagian lemabga,
yaitu hampir 75% dari total mineral. Jagung kaya akan posfor dan kalium, tetapi
miskin kandungan kalsium. Kandungan magnesium, natrium dan klorin sangat
sedikit dalam jagung (Berger 1962).

2.3 Pangan Instan


Produk pangan instan berkembang pesat pada masa sekarang ini dengan
beraneka jenis dengan beraneka jenis bentuknya. Berdasarkan konsep dasar proses
instanisasi produk makanan, maka yang dianggap penting adalah perbaikan-
perbaikan proses yang mengarah kepada perlatan mekanis dalam pembuatannya
yang berpengaruh kepada proses kemudahan dalam penyeduhan (penyajian),
pengemasan dan kondisi penyimpanan (Panggabean 2004).
Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk
disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan adalah produk pangan
yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering
dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi
(Hartomo dan Widiatmoko 1993 dalam Hartono 2004).
Australian of Technological Science and Engineering (2000) dalam
Husain (2006) menyatakan bahwa pangan instan merupakan suatu produk pangan
yang penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan
berbagai proses pemasakan. Bahrie (2005) menyatakan bahwa, pada dasarnya
pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air
sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan
biasanya mudah ditambah air (dingin atau panas) dan mudah larut sehingga
mudah disantap.
9

Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah


untuk dicerna. Biasanya bubur dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau
bahan-bahan lainnya. Sedangkan bubur instan adalah salah satu jenis pangan
instan yang merupakan makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi.
Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun
susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis 1992).
Hartomo dan Widiatmoko (1993) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria
yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan,
diantaranya : 1). Sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, 2). Tidak
memiliki lapisan gel yang tidak permiabel sebelum digunakan yang dapat
menghambat laju pembasahan, 3). Rehidrasi produk tidak menghasilkan produk
yang menggumpal dan mengendap.

2.4 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara
stimultan Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk
menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan
akan dilepaskan dari permukan bahan ke udara kering (Pramono 1993).
Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena
perbedan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan
dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memilki masa
simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disi lain, pengeringan menyebabkan sifat
asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan
tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).
Desrosier (1988) menjelaskan bahwa proses pengeringan umumnya
digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan
penjemuran dan pengeringan dengan alat pengeringan. Kelemahan dari
penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi
oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang
dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat
10

pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi


sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminsasi dari debu, serangga, bururng atau
tikus dapat dihindari. Sealin itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk
yang dihasilkan (Desrosier 1988).

2.5 Pengering Silinder (drum dryer)


Pengeringan silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu
atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya
pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemansan internal oleh uap air, air
atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta dikeringkan pada
permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-;lahan.
Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak
(Mujumdar 2000).
Secara umum alat pengering silinder memiliki dua tipe, yaitu silinder
tunggal dan silinder ganda. Pada silinder tunggal, pembentukan film atau lapisan
dilakukan dengan mencelupkan silinder pada bubur atau larutan, sedangkan
silinder ganda didisain dengan dua silinder yang puncaknya paralel dan bahan
yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada daerah di antara dua
drum (APV Crepaco 1992). Prinsip kerja alat pengering silinder adalah silinder
berputar dengan tenaga pengerak motor, dipanaskan dari bagian dalam dengan
menggunakan steam. Panas permukaan drum mencapai suhu 120-170oC. Lapisan
bahan yang akan dikeringkan disebarkan secara merata pada permukaan atas
silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis
oleh pisau yang ada disepanjang permukaan silinder dengan arah melintang.
Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000).
Menurut Parker (2003), pengeringan silinder dapat digunakan untuk
mengeringkan bahan pangan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur
kentang, pasta tomat dan pakan merupakan contoh bahan pangan yang
menggunkaan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi
menyebabkan bahan kering.
Keuntungan menggunakan alat pengering silinder adalah kecepatan
pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Sedangkan
11

kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat
dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki
ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik
(Mujumdar 2000).

2.6 Pengering Fluidized Bed


Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan
untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas
dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk
mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam
bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995).
Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering
fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan
dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara
panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel
bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan
bahan bersentuhan dengan udara panas.
Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan
efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan
bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan
tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana,
proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses
dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini (Anonim
2007).

2.7 Kesetimbangan air


Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung
didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan
bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi
sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH
kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada
suhu tertentu (Handoko 2004).
12

Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan
aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban
relatif (RH) dan kelembaban mutlak (Syarief dan Halid 1993).
Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis).
Kadar air basis basah (Mw) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap
berat bahan. Kadar air berat kering (Md) adalah perbandingan berat air bahan
pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar
air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus
berikut :
100 x Mw
Md =
100 − Mw

Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan
setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air
yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan.
Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar
air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air
disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.
Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air
dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan
pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan
bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun
kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo (1995) yang menjelaskan kriteria
ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas
air (Aw).
Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya
dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan
untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis
atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya (Troller dan Christian 1978). Aw dapat dinyatakan sebagai
potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0,0 – 1,0. Pada nilai Aw 0,0
13

berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas
selama proses kimia, sedangkan nilai Aw 1,0 berarti potensi air dalam proses
kimia dalam kondisi maksimal.
Menurut Winarno (1997) kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam
Aw. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya Aw bakteri = 0,90 ; Aw khamir = 0,80 – 0,90 dan Aw
kapang = 0,60 – 0,80.
Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah
mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini
hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
n2
Aw =
(n1 + n 2 )
Keterangan :
n1 = Jumlah mol zat terlarut,
n2 = Jumlah mol pelarut (air),
n1 + n2 = Jumlah mol larutan
Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan
persamaan berikut :
⎡P⎤ ERH
Aw = ⎢ ⎥ x100 % =
⎣ Po ⎦ T 100

Keterangan : Aw = Aktivitas air


P = Tekanan uap air dalam bahan pangan
Po = Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama
ERH = Kelembaban relatif kesetimbangan (%)
Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol
aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2.
Supriadi (2004) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi,
dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan
larutan garam jenuh sampai dicapai kesetimbangan pada semua larutan sekitar 1-2
14

minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama
dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.

Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh


RH (%) pada suhu
Larutan garam jenuh o
20 C 25oC 30oC
Lithium klorida 12 11 11
Kalium asetat 23 23 23
Magnesium bromida 31 31 30
Magnesium klorida 33 33 32
Kalium karbonat 44 43 42
Magnesium nitrat 52 52 52
Natrium bromida 57 57 57
Tembaga klorida 68 67 67
Lithium asetat 70 68 66
Strontium klorida 73 71 69
Natrium klorida 75 75 75
Amonium sulfat 79 79 79
Kadmium klorida 82 82 82
Kalium bromida 84 83 82
Lithium sulfat 85 85 85
Kalium klorida 86 86 84
Kalium kromat 88 87 86
Natrium benzoat 88 88 88
Barium klorida 91 90 89
Kalium nitrat 94 93 92
Kalium sulfat 97 97 97
Natrium phospat 98 97 96
Sumber : Rockland (1969) dalam Puspitawulan (1997)

2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA)


Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan
RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu
tertentu (Labuza 1968). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air
dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap
bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi
air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat
fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan.
Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva
absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe langmuir,
tipe 2 adalah tipe sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama
15

khusus. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui pada umumnya kurva isotermi


sorpsi air tidak linier (Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi 1995)

Aw Aw
Keterangan :
I =Tipe Langmuir; II =Tipe Sigmoid; III, IV dan V = tidak memiliki nama khusus
Gambar 3. Lima tipe kurva isotermi sorpsi air

Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui
proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses
desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi
penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses
desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1968). Kedua cara
tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak
berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis.
Model analisa logaritma dapat digunakan untuk menentukan kapasitas air
ikatan sekunder. Medel ini merupakan analogi perambatan panas dalam kaleng.
Dalam hal ini kurva isotermi sorpsi air diplot sebagai hubungan kadar air terhadap
(1-Aw). Plug dan Esselen (1963) dalam Soekarto (1978) menemukan hubungan
linier jika perambatan panas diplot sebagai log (To-T) yang merupakan perbedaan
suhu retort dan suhu pusat kaleng, terhadap waktu (t). Dengan memplot nilai log
(1-Aw) terhadap m juga dihasilkan garis lurus. Berdasarkan analog tersebut,
didapatkan model matematik empirik sebagai berikut :
Log (1 − Aw ) = b x m + a

Keterangan :
m = Kadar air (g air/g bahan kering) pada aktivitas air (Aw)
b = Faktor kemiringan
a = Titik potong pada ordinat
16

Penerapan model ini pada produk pangan menghasilkan garis lurus patah
dua. Soekarto (1978) mengartikan bahwa garis lurus pertama mewakili ikatan
sekunder, dan garis lurus kedua mewakili air ikatan tersier. Titik potong kedua
garis ini merupakan titik peralihan dari air ikatan sekunder dan air ikatan tersier,
dan dianggap sebagai batas atas atau kapasitas air ikatan sekunder.
Labuza (1968) membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian,
Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah
monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monilayer
(daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori
bahan. Hal yang serupa juga dikemukan oleh Duchworth (1974) dalam Troller
dan Christian (1978) (Gambar 4).

Keterangan :
A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler

Gambar 4. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan
pembagian tiga daerah ikatan.

Peranan faktor hidratasi bahan pangan dan lingkungannya sangat dominan


dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza
(1968) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (Aw) dalam hubungannya
dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk
peta yang disebut dengan peta stabilitas (Gambar 5) .
Peta stabilitas ini menggambarkan hubungan berbagai jenis kerusakan
sebagai fungsi dari aktivitas air (Aw) dan kadar air yang ditelusuri berdasarkan
kurva ISA dari bahan pangan tertentu.
17

Gambar 5. Peta stabilitas bahan makanan yang menyerupai fungsi dari faktor
hidratasi (Labuza 1968).

Pada daerah I, molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui
suatu ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat,
protein atau garam. Air tipe ini terikat kuat dan seringkali disebut air terikat dalam
arti sebenarnya.
Derajat peningkatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang
terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan
adalah peningkatan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah
II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume
akibat penyerapan air.
Pada daerah II, molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air
murni. Bila sebagaian air pada daerah II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan
reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning,
hidrolisis atau oksidasi lemak akan dikurangi.
Air pada daerah III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan
matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainnya. Air ini disebut air
bebas. Air ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air pada daerah
ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 – 25% dengan
Aw kira-kira 0,80 tergantung dari jenis bahan dan suhu.
18

2.9 Umur simpan (Shelf life)


Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan mengamati
perubahan yang terjadi pada produk selama penyimpanan sampai tidak dapat
diterima oleh konsumen. Arpah dan Syarief (2000) menjelaskan, umur simpan
adalah selang waktu saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada
sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi, sedangkan menurut
Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk
pangan dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada level atau tingkatan
degradasi mutu tertentu.
Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut : (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan
dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan
kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum
digunakan (Syarief dan Halid 1993).
Nilai aw merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menduga
kerusakan makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk
produk yang stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan
bahwa faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dalam bahan pangan
adalah sorpsi isotermi air, permeabilitas film kemasan, rasio luas permukaan
kemasan terhadap berat kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu
penyimpanan produk.
Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :
Me − Mi
Ln
ts = Me − Mc
ts = k A Po
x x
x Ws b
Keterangan :
ts = umur simpan produk (hari)
Me = kadar sir keseimbangan (% bk)
Mi = kadar air awal (% bk)
Mc = kadar air kritis (% bk)
19

Ws = berat bahan (g)


Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg)
k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg)
A = luas permukaan kemasan (m2)
B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan
Me)

Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini


dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH),
metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis
(Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air
keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan
lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya
pada suhu dan RH tertentu (Hall 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap
maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi
jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama
(Brooker et al. 1974).
Proses tercapainya kadar sir suatu bahan dengan lingkungannya karena
bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai desorpsi, sedangkan
bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang
mempunyai kelembaban relatif lebih, maka bahan tersebut mencapai kadar air
keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut
isotermis sorpsi air (Labuza 1968).
20

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium AP4 (Agricultural Pilot Plant
and Processing Project) IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan
Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei 2007 sampai dengan Februari 2008.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bubur jagung instan adalah
jagung lokal varietas P11 (Pioner 11) diperoleh dari Bojonegoro, Jawa Timur.
Bahan lain yang digunakan antara lain air minum dalam kemasan komersial, susu
bubuk komersial, dan maltodekstrin komersial, bahan kimia seperti beberapa
garam jenuh : MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4,
NH4H2PO4 dan K2SO4 yang digunakan untuk kajian ISA dan bahan lainnya untuk
analisis fisik dan kimia.
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling
multi mill, timbangan digital, ayakan 18 mesh dan 80 mesh, baskom, pengering
silinder, pengering oven, pengering fluidized bed, desikator, kompor, panci,
sendok pengaduk dan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia.

3.3 Tahapan Penelitian


Metode percobaan terdiri atas empat tahap. Pada tahap pertama dilakukan
proses pembuatan grits jagung bersih. Pada tahap kedua dilakukan proses
pembuatan grits jagung instan dan pembuatan tepung jagung instan. Pada tahap
ketiga dilakukan proses pembuatan bubur jagung instan dengan modifikasi. Pada
tahap akhir dari penelitian ini dilakukan uji organoleptik, analisis proksimat dan
kajian isotermi sorpsi air (ISA). Tahapan dari seluruh kegitan penelitian secara
lengkap disajikan pada Gambar 6.
21

Biji jagung
TAHAP I
(Tahap Persiapan)

Perhitungan Pembuatan grits


rendemen. jagung

TAHAP II
Perhitungan rendemen,
Uji rasio dehidrasi, Penyerapan air dan
pengembangan volume
sifat birefringence, porositas dan Pembuatan
uji proksimat. Pembuatan Uji viskositas,
tepung jagung
grits jagung wettability, densitas
instan
instan kering kamba, warna dan uji
proksimat

TAHAP III
Pembuatan bubur jagung instan

Uji Organoleptik
dan uji proksimat

Kajian Isotermi Sorpsi Air


(ISA) TAHAP IV

Tekno Ekonomi

Gambar 6. Prosedur tahapan penelitian secara lengkap

3.3.1 Pembuatan Grits Jagung bersih


Pembuatan grits jagung bersih diawali dengan penggilingan biji jagung
utuh (kering) menggunakan alat penggiling multi mill. Selanjutnya dilakukan
pencucian atau pembilasan grits jagung dengan air sampai bersih, kemudian
direndam 1 jam dalam air setelah itu ditiriskan. Pada akhir tahap ini dilakukan
proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed . Hasil
akhir dari serangkaian proses ini adalah grits jagung yang sudah bersih. Diagram
22

alir proses pembuatan grits jagung bersih secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 7.

Biji jagung utuh

Digiling dengan menggunakan alat penggiling multi mill

Grits jagung kotor dedak

Diayak dengan menggunakan


ayakan 18 mesh
Kotoran
Dicuci atau dibilas dengan air
hingga benar-benar bersih

Direndam dalam air selama 1 jam

Grits ditiriskan

Pengeringan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 65oC,


selama 20 menit

Grits jagung bersih

Perhitungan rendemen

Gambar 7. Prosedur pembuatan grits jagung bersih


(Modifikasi Serna Salvidar et al. 2001)
23

3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering


Setelah diperoleh fraksi grits jagung bersih, proses dilanjutkan dengan
pembuatan grits jagung matang atau instan yaitu grits jagung yang sudah bersih
ditambah air (1:3) kemudian ditanak atau dimasak (diaron dan dikukus) pada suhu
±75oC selama 30 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka sifat poros
dari jagung dan tahap awal terjadinya mekanisme gelatinisasi dari pati jagung.

Grits jagung

Dicampur dengan air dan ditanak (1:3) pada suhu ± 75oC selama 30 menit

Didinginkan pada suhu ruang

Dibekukan di dalam freezer(-20oC, 44 jam)

Di-thawing

Pengering oven (±60oC, 6 jam)


Pengering fluidized bed (60oC, 20 menit)

Grits jagung instan

Perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan


pengembangan volume, sifat birefringence, porositas dan uji proksimat

Gambar 8. Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan kering
(Modifikasi Husain 2006)

Sifat pati yang tergelatinisasi inilah yang dimanfaatkan untuk pembuatan


produk instan. Grits jagung yang telah ditanak didinginkan pada ruang. Kemudian,
dibagi menjadi dua. Bagian pertama langsung dikeringkan dan bagian kedua
melewati proses pembekuan cepat di dalam freezer dan selanjutnya di-thawing
pada suhu ruang (27oC) kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan menggunakan pengering oven yang suhu ±60oC, selama 6
jam dan pengering fluidized bed (60oC, selama 20 menit) sehingga dihasilkan
24

produk akhir yaitu grits jagung matang atau instan. Analisa yang dilakukan
terhadap grits jagung matang ini antara lain perhitungan rendemen, uji rasio
rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung, sifat
birefringence, dan porositas. Diagram alir proses pembuatan grits jagung matang
atau instan secara lengkap disajikan pada Gambar 8.

3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan


Pembuatan tepung jagung instan diawali dengan penggilingan grits jagung
bersih dicampurkan dan ditanak atau dimasak dengan air (1:5) pada suhu ±85oC
selama 15 menit sehingga menghasilkan adonan bubur jagung, kemudian
dikeringkan dengan menggunakan alat pengering silinder dengan kecepatan
putaran silinder 4 dan 6 rpm. Pada pengeringan dengan menggunakan pengering
silinder hasil yang didapatkan berupa hancuran lembaran-lembaran tipis. Proses
selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dihancurkan dengan menggunakan
disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan hasil akhirnya adalah tepung
jagung instan. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan dapat diilustrasikan
pada Gambar 9.

Grits jagung bersih

Dicampurkan dengan air (1:5) dan dimasak pada suhu ±85oC selama 15 menit

Adonan bubur jagung

Dikeringkan

Pengering silinder dengan V = 4 rpm Pengering silinder dengan V = 6 rpm

Lembaran-lembaran tipis

Penghancuran dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh
Tepung jagung instan

Uji viskositas, wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat

Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan


(Modifikasi Bahrie 2005)
25

3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan


Setelah diperoleh hasil yang terbaik dari grits jagung instan dan tepung
jagung instan, maka dilakukan formulasi produk sehingga dihasilkan bubur
jagung instan yang diharapkan. Grits jagung instan kering dicampurkan dengan
tepung jagung instan, maltodekstrin dan susu bubuk menjadi satu adonan kering.
Untuk penyajiannya, adonan kering bubur jagung instan tersebut ditambah air
hangat ±150 ml (1-3 bagian air /berat adonan) dan bubur jagung siap untuk
dikonsumsi.
Tiap-tiap formula (Tabel 3) yang diperoleh kemudian diuji organoleptik
untuk melihat sejauhmana daya terima dari panelis terhadap produk. Pengujian ini
dilakukan dengan skala hedonik atau tingkat kesukaan konsumen. Sampel yang
paling disukai diuji nilai gizinya melalui uji proksimat. Prosedur atau tahapan
pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.

Grits jagung instan kering Tepung jagung instan

Susu bubuk

Maltodekstrin

Pencampuran

Bubur jagung instan

Uji organoleptik, uji


proksimat dan kajian ISA

Gambar 10. Diagram alir pembuatan bubur jagung instan


26

Tabel 3. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan


(dalam 100 gr bahan)
Campuran bahan (gr)
Formulasi Tepung Grits jagung
maltodektrin Susu bubuk
jagung instan instan kering
A 10 35 25 30
B 10 40 20 30
C 10 45 15 30
D 10 50 10 30

3.4 Metode Analisis


3.4.1 Analisis Sifat Fisik
• Grits Jagung Instan Kering
1. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992)
Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung didasarkan pada
perbandingan antara berat grits jagung akhir dengan berat biji jagung awal yang
digunakan. Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung instan
didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung instan kering dengan berat
grits jagung awal yang digunakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rendemen (%) = Berat grits jagung instan × 100%
Berat grits jagung bersih

2. Porositas (Suliantari 1988)


Ke dalam gelas ukur berukuran 25 ml dimasukkan butiran-butiran grits
instan sampai tanda tera, kemudian ditambahkan toluen sampai butiran tersebut
terendam lalu diukur volume toluen yang dibutuhkan. Perhitungannya adalah
sebagai berikut :
Vc
N= x100%
V
Dimana : N = Porositas
Vc = Volume Toluen
V = Volume total

3. Uji rasio rehidrasi (Oktavia 2002)


Sampel sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah
dengan 100 ml aquadest. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam waterbath
27

bersuhu 80oC selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu
kamar, kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio
rehidrasi dihitung dengan rumus :
Rasio rehidrasi = Berat sampel setelah rehidrasi (g)
Berat sampel sebelum rehidrasi (g)

4. Penyerapan air dan pengembangan volume (Hubeis 1985)


Penyerapan air dihitung dengan cara memasak grits jagung bersih yang
didapatkan, kemudian membandingkan berat nasi jagung dengan berat grits
jagung awal. Dirumuskan sebagai berikut :
Penyerapan air nasi (%) = Berat nasi jagung – berat grits jagung × 100%
Berat grits jagung

6. Sifat Birefringence (Sugiyono et al. 2004)


Sampel ditimbang 0.1 g dan ditambahkan akuades 0.9 ml. Suspensi yang
terbentuk diteteskan di atas gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup.
Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop polarisasi.

• Tepung Jagung Instan


1. Uji viskositas metode Brookfield
Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield.
Sejumlah sampel kira-kira 5% dimasukkan ke dalam wadah gelas. Lalu spindel
dipasang pada alat viskometer dengan kecepatan putar tertentu. Baca kekentalan
sampel setelah alat dikunci dan dihentikan. Nilai viskositas terukur dalam satuan
cP (centiPoise). Nilai viskositas (cP) = Angka pembacaan x Faktor pengali
(Tabel 4).

Tabel 4. Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan
No. Kecepatan putaran
Spindel 6 12 30 60
1 10 5 2 1
2 50 25 10 5
3 200 100 40 20
4 1000 500 200 100
28

2. Daya serap air / wettability metode wetting time (Park et al. 2001)
Waktu basah didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung
dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel
tepung sebanyak 0.4 g dimasukkan ke dalam air sebanyak 40 ml dalam botol kecil.
Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan, waktu dicatat
dengan menggunakan stopwatch.

3. Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)


Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering
dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan
berat gelas ukur (a gr) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml
sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi
sampel (b gr). Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus :
(b − a ) gr
Densitas kamba =
50ml

4. Warna, metode Hunter (Floyed et al. 1995)


Sampel tepung diukur dengan menggunakan chromameter CR-200
sehingga diperoleh nilai L, a dan b.
Dimana : L = Kecerahan
a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda –
b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –

3.4.2 Uji Organoleptik Bubur Jagung Instan (Soekarto 1985)


Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala
hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki.
Penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa ilmu
pangan dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan. Adapun tingkatan atau skala
yang digunakan dalam pengujian diantaranya sangat suka, suka, agak suka, netral,
agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Dalam
analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka
29

menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak
langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.
Tahap awal dalam penyedian sampel bubur jagung dilakukan dengan
melakukan formulasi komponen-komponen penyusun bubur jagung instan sesuai
dengan Tabel 3. Kemudian adonan bubur jagung instan kering ditambahkan air
panas/hangat (suhu 75oC) sebanyak 1 – 3 bagian/ berat adonannya (± 150 ml).
Bubur jagung yang telah diseduh dengan air disajikan secara acak dan dalam
memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang atau membanding-
bandingkan sampel yang disajikan. Pengujian terhadap uji hedonik harus
dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian
(Lampiran 4). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam bentuk tabel, untuk
kemudian dipilih formula yang paling disukai dengan melihat nilai rata-rata skor
tingkat kesukaan terhadap beberapa atribut organoleptik yang diujikan,
diantaranya tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum
(overall).

3.4.3 Analisis Kimia


• Grits Jagung Instan, Tepung Jagung Instan dan Bubur Jagung instan
1. Kadar air (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang
sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan
diketahui beratnya. Sampel yang telah dikeringkan sampai mencapai berat
konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat
sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air.
Kadar air dapat dihitung dengan persamaan :
a−b a−b
Kadar air (% bb) = x100% ; Kadar air (% bk ) = x100%
a b
Dimana : a = berat sampel mula-mula (gr)
b = berat sampel setelah dikeringkan (gr)
30

2. Kadar abu metode Tanur (AOAC 1995)


Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
sebelumnya telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam dan
diketahui beratnya. Selanjutnya sampel yang telah diabukan dalam tanur pada
suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Dapat dihitung dengan rumus :
berat labu
Kadar abu (%bb) = x100%
berat sampel

kadar labu (%bb)


Kadar abu (%bk) = x100%
100 − kadar air (%bb)

3. Kadar lemak metode Sokhlet (AOAC 1984)


Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan, dibungkus dengan kertas
saring lalu dimasukkan ke dalam labu sokhlet. Sementara itu petroleum eter
dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya
diekstraksi selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak lalu
dikeringkan dalam oven 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir – berat labu awal x100%
Berat sampel

Kadar lemak (%bk) = Kadar lemak (% bb) x100%


100 – Kadar air (bb)

4. Kadar protein metode mikro Kjeldahl (AOAC 1984)


Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat,
setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih,
dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH
pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi
ditampung dalam erlenmayer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu
dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar
nitrogen dihitung berdasarkan rumus :
31

% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14.007 x100%


Mg sampel

Kadar protein (%bb) = 6.25 x % N

Kadar protein (%bk) = Kadar protein (%bb) x100%


100 – kadar air(%bb)

5. Kadar karbohidrat by difference


Kadar karbohidrat dihitung menggunakan analisis by difference yaitu
dengan mengggunakan rumus :
Kadar karbohidrat (%bb) = 100 - % (protein + lemak + air + abu)
Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (protein + lemak + abu)

6. Energi (Almatsier 2002)


Perhitungan nilai kalori makanan dapat dilakukan dengan menggunakan
faktor atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi
faal makanan tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat g/100g) + (9 kkal/g x kadar
lemak g/100g) + (4 kkal/g x kadar protein g/100g)

3.4.4 Kajian Sorpsi Isotermik Air dan Pendugaan Umur Simpan


Pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh
Labuza (1968) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang dihitung
berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel
yang terbaik dari formulasi pembuatan bubur jagung instan yang telah diperoleh
sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang dibuat merupakan kurva hubungan
antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH penyimpanan.
Sebagai tahap awal dilakukan persiapan larutan garam jenuh. Garam-garam
jeniuh yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Sejumlah
garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam desikator, sambil diaduk ditambahkan
sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga
kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi.
Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel
digiling halus kemudian dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api
32

(CaO) sampai memperoleh kadar air 2-3 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram
ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian sampel disetimbangkan dalam
desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH antara 7 – 97% dengan
menggunkaan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC. Selanjutnya
sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh
berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,5 gram). Penentuan kadar air
kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (Apriyantono et al. 1989).
Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data kadar air kesetimbangan yang
digunakan untuk menentukan kurva isotermi Sorpsi Air tepung jagung instan, aw
kritikal serta air terikat.

Tabel 5. Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan


pengukuran kesetimbangan air

Garam jenuh aw
NaOH 0.06
CH3COOK 0.22
MgCl2 0.32
K2CO3 0.43
KI 0.69
NaCl 0.75
KCl 0.84
K2CrO4 0.86
BaCl2.2H2O 0.9
NH4H2PO4 0.91
K2SO4 0.97
Rockland (1969) dalam Kadirantau (2000)

Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan
pada produk yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis
ditentukan berdasarkan uji organoleptik (oleh para panelis). Produk yang
dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara organoleptik, diukur kadar airnya dan
dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk yang yang diuji umur simpan
nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan pada suhu
ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan
berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
33

Me − Mi
Ln
ts = Me − Mc
k A Po
x x
x Ws b

dimana, ts = umur simpan produk (hari)


Me = kadar air keseimbangan (% bk)
Mi = kadar air awal (% bk)
Mc = kadar air kritis (% bk)
Ws = berat bahan kering (g)
Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg)
k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg)
A = luas permukaan kemasan (m2)
B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara
Mi dan Me)

Umur simpan produk bubur jagung instan diperkirakan sebagai waktu


pada saat kadar air produk sama dengan kadar air kritis. Kadar air`kritis produk
tersebut merupakan kadar air pada saat produk telah mengalami perubahan fisik
(basah atau lembab, dan menggumpal). Kondisi suhu dan kelembaban relatif yang
cukup tinggi digunakan untuk mempercepat tercapainya kadar air kritis.
34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih


Pembuatan grits jagung merupakan tahap persiapan dari penelitian ini.
Grits jagung yang dihasilkan selanjutnya akan melalui mekanisme instanisasi dan
menghasilkan produk akhir berupa grits jagung instan. Grits jagung instan ini
merupakan salah satu bahan baku atau penyusun dalam pembuatan bubur jagung
instan disamping tepung jagung instan, susu skim bubuk, dan maltodekstrin bubuk.
Grits jagung instan diperoleh dengan cara menggiling biji jagung pipilan
dengan menggunakan alat penggiling multi mill (Gambar 11). Selanjutnya diayak
(18 mesh). Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan setelah penggilingan
disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan


Rendemen
Komponen
(%)
Grits jagung bersih 47,27
Dedak + menir 29,09
Kotoran : tin cap, pericarp, germ 22,73
Hilang 0,91

Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan melalui proses penyosohan


ini relatif rendah. Rendahnya rendemen grits jagung bersih dipengaruhi oleh mutu
jagung yang digunakan. Berat jagung pipilan akan mengalami penurunan apabila
jagung pipilan tersebut sudah rusak akibat serangan serangga selama proses
penyimpanan atau pengangkutan. Kondisi tersebut akan mempengaruhi jumlah
rendemen grits jagung setelah disosoh. Menurut Imed dan Nawangsih (1995),
serangga yang banyak merusak hasil pertanian terutama dari jenis kumbang
(coleoptera) dan ngengat (lepidoptera). Akibat hama ini, beras dan jagung dapat
kehilangan berat mecapai 23% setelah disimpan beberapa bulan.
Pada proses pembuatan grits jagung bersih dilakukan proses pembersihan
dan pencucian grits jagung dengan cara merendam grits jagung dalam air ±1 jam.
Kotoran, kulit, tin cap, serta germ akan terangkat karena memiliki bobot yang
ringan. Kemudian dilanjutkan dengan menyaring kotoran kulit, tin cap, serta germ
35

tersebut. Proses ini dilakukan berulang kali sehingga mendapatkan grits jagung
yang bersih. Untuk proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat
pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) (Gambar 11) dengan suhu 60oC,
selama ± 20 menit. Grits jagung yang sudah bersih dan kering diproses lebih
lanjut menjadi bahan-bahan penyusun bubur jagung instan. Faktor perendaman
dan pembilasan grits jagung kotor setalah disosoh juga memberikan pengaruh
terhadap jumlah rendemen grits jagung bersih yang dihasikan. Proses pembuatan
grits jagung bersih dapat dilihat pada Gambar 12.

Pencucian

(a) (b) (c) (d)


Gambar 11. Jagung pipilan (a), Alat penggiling multi mill (b), Ayakan (c) dan
fluidized bed dryer (d))

Gambar 12. Grits jagung bersih

4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan Kering


4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering
Proses pembuatan grits jagung instan kering diawali dengan penanakan
grits jagung bersih dengan perbandingan air sebanyak 1:3. Proses awalnya grits
36

jagung tersebut diaron terlebih dahulu selanjutnya dikukus hingga mengalami


gelatinisasi, yang ditandai dengan terbentuk nasi jagung. Nasi jagung yang
terbentuk berwarna kuning terang, mengembang dengan baik, saling lengket satu
sama lain (Gambar 13).
Setelah didinginkan beberapa menit pada suhu ruang nasi jagung dibagi
menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikeringkan pada suhu ruang dan bagian kedua
dibekukan dalam freezer dengan temperatur -20oC selama 44 jam (metode
pembekuan lambat) setelah 44 jam dilakukan proses thawing pada suhu ruang.
Kemudian kedua bagian nasi jagung tersebut dikeringkan dengan menggunakan
alat pengering oven (oven dryer) pada suhu ± 60oC selama 6 jam dan pengering
fluidized bed (fluidized bed dryer) pada suhu 60oC selama 20 menit. Tujuan
dilakukannya pembekuan lambat untuk memecah struktur koloid pati. Pecahnya
struktur koloid pati akan menyebabkan air didalam jaringan koloid pati dilepaskan
ketika proses thawing. Pelepasan air dari dalam jaringan koloid pati akan
memberikan ruang kosong, sehingga tekstur pati akan berpori atau menyerupai
spons. Struktur bahan yang berpori bersifat cepat menyerap air (Chan dan Toledo
1976).

Gambar 13. Nasi jagung instan sebelum dikeringkan.

4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung Instan Kering


Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang
paling umum dan sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993),
pengeringan didefenisikan sebagai suatu proses pindah panas dan menghilangkan
kandungan air secara stimultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering
akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air
yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.
37

Berdasarkan prinsip kerjanya pengeringan merupakan metode untuk


mengeluarkan atau menghilangkan sebahagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkanya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal
atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis,
enzimatis dan kimiawi (Subarna et al. 2007).
Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan yang menggunakan dua
jenis pengering untuk menentukan satu jenis pengeringan terbaik. Karakteristik
khusus yang menjadi penilaian sampel yang dikeringkan adalah produk yang
berwarna seragam, dan bersifat poros sehingga memiliki waktu rehidrasi yang
singkat.
1. Pengering fluidized bed
Alat pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang bekerja
dengan prinsip pengeringan oleh udara panas yang kontak langsung dengan bahan
yang akan dikeringkan. Menurut Subarna et al. (2007), alat pengering juga dapat
dibedakan menjadi pengering tekanan atmosfir (misalnya tray dryer dan fluidized
bed dryer) dan pengering vakum (misal oven vakum dan freeze dryer). Dalam
pengering tekanan atmosfer, panas yang diperlukan untuk penguapan ditransfer
dengan aliran udara yang disirkulasikan. Secara garis besar pengering fluidized
bed memiliki tiga komponen utama yang terdiri atas kipas (fan), medium pemanas
(heater), dan medium pengeringan (dryer) (Hanni et al. 1976) (Lampiran 2.).
Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pendinginan
pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering fluidized
bed ini cukup kering, menggumpal (lengket satu sama lainnya) karena pada
beberapa bagian grits (bagian luar) sudah kering dengan baik sedangkan pada
bagian dalam masih terlihat basah, sehingga dalam proses pengeringan tersebut
nasi jagung instan (grits jagung instan kering) akan menjadi hangus pada bagian
luarnya dan lama kelamaan akan menjadi kecoklatan (Gambar 14). Terjadinya
perubahan tersebut disebabkan oleh mekanisme perpindahan panas yang terjadi
dipermukaan berlangsung secara cepat. Didukung oleh Desrosier (1988) dimana
terjadinya pemanasan pada permukaan bahan secara cepat akibatnya permukaan
bahan yang kontak langsung dengan udara pengering memiliki kadar air yang
lebih rendah dibandingkan bagian dalam bahan. Sehingga apabila proses
38

pengeringan tetap berlangsung maka bahan menjadi berwarna kecoklatan.


Menurut Hovman (1995) yang menjelaskan dimana pada awal pengeringan bahan
masih memiliki kandungan air yang besar. Hal ini menyebabkan volume bahan
menjadi berat sehingga udara panas menagalir dengan kecepatan yang rendah.
Setelah udara panas kontak dengan bahan, air didalam mengalami penguapan.
Penguapan air tersebut menyebabkan penurunan tekanan aliran udara yang
menigkatkan laju alir udara. Proses pengeringan tercapai ketika bahan tersuspensi
dengan udara panas.

Gambar 14. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer.

Adapun grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses


pembekuan lambat terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan dengan pengering
Fluidized bed menghasilkan grits jagung instan yang kurang kering, karena
sebagian besar hanya bagian atasnya yang terlihat kering namun pada bagian
tengah dan dalam masih basah (lembab), ukuran grits instan yang dihasilkan tidak
seragam, terjadi sedikit perubahan warna menjadi lebih gelap (Gambar 15).
Menurut Husain (2006), umumnya kerusakan-kerusakan fisik yang terjadi
pada proses pengeringan jagung adalah penurunan tingkat kecerahan atau
perubahan warna yang tidak diharapkan dan case hardening. Terjadinya Case
hardening pada bahan yang mengandung banyak gula terlarut, dalam proses
pengeringan air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam ke permukaan
bahan. Air akan menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya, tetap tinggal
dipermukaan bahan dan lama kelamaan akan mengeras dan menyebabkan air yang
berada dalam bahan tidak dapat menguap keluar (Muljohardjo 1987).
39

Gambar 15. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan
dengan fluidized bed dryer.

2. Pengering Oven
Proses pendinginan sampel nasi jagung pada suhu ruang dan dikeringkan
dengan menggunakan alat pengering oven menghasilkan grits jagung instan
kering yang sangat kering baik pada bagian luar maupun bagian dalam, tekstur
sangat keras (kasar), menggumpal sulit untuk dipisahkan dan ukuran relatif tidak
seragam, dari segi warna tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan dan
grits jagung instan kering yang dihasilkan tidak poros (Gambar 16).

Gambar 16. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven.

Menurut Husain (2006), kualitas produk yang dikeringkan tergantung pada


kondisi pengeringan. Pendinginan pada suhu ruang yang diberlakukan pada
sampel tersebut belum mampu untuk mengeluarkan air yang terjebak dalam pati
jagung sehingga masih berada didalam, dengan demikian terbentuklah grits instan
yang menggumpal dan tidak poros. Faktor-faktor internal dan eksternal dari bahan
sangat mempengaruhi kecepatan proses pengeringan. Karathanos et al. (1996)
menjelaskan bahwa porositas produk dipengaruhi oleh cara pengering dimana
40

pengeringan yang tidak cepat dan tepat akan menyebabkan tidak terbentuknya
struktur berpori pada produk.
Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan
lambat (freezer -20oC) dan dikeringkan dengan pengering oven menghasilkan
penampakan grits instan yang baik. Grits jagung instan yang dihasilkan kering
sempurna (bagian luar dan dalam), warna tidak berubah, tekstur agak keras,
bersifat poros, ukuran cendrung seragam, dan hanya sebagian kecil grits yang
menggumpal seperti terlihat pada Gambar 17. Menurut Sjoholm dan Gekas (1995),
dengan terdapatnya perangkat blower pada pengering oven dapat meningkatkan
laju pengeringan dengan cara mengalirkan udara secara cepat di sekeliling bahan.
Sebagai dampaknya nasi atau grits jagung instan yang dihasilkan memiliki sifat
atau penampakan seperti yang diinginkan.
Terbentuknya sifat poros pada grits jagung instan yang dihasilkan melalui
pembekuan lambat ini disebabkan tekstur bahan berubah karena dinding sel
pecah yang mengakibatkan bahan menjadi poros. Didukung oleh Hamm dan
Gottesmann (1984) yang menjelaskan bahwa pembekuan lambat dapat merusak
bahan pangan yang dibekukan karena kristal es yang dihasilkan ukurannya besar
dimana kristal es yang berukuran relatif besar dapat merusak dinding sel,
kerusakan mitokondria, kehilangan struktur protein dan pelepasan enzim. Menurut
Husain (2006) metode pembekuan lambat memberikan porositas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode aron kukus.
Penampakan dan sifat mutu dari grits jagung instan yang dihasilkan
dipengaruhi oleh karakeristik pengeringan atau ditentukan oleh metode
pengeringan yang tepat. Proses pengeringan akan menghasilkan struktur poros
yang akan memudahkan air untuk meresap ke dalam produk pada waktu rehidrasi.
Oleh sebab itu, dari ke dua jenis pengering yang digunakan dalam penelitian ini
maka pengering oven merupakan jenis alat pengering yang terpilih.
41

Gambar 17. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan
dengan oven

4.2.3 Karakteristik Fisik Grits jagung Instan Kering


4.2.3.1 Rendemen
Pengukuran rendeman dari sampel grits jagung instan kering ini dilakukan
dengan membandingkan berat produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku
(grits jagung bersih). Dari perhitungan data, didapatkanlah nilai rendemen grits
jagung instan kering dari beberapa metode pembuatannya, adapun nilai rendemen
untuk masing-masing grits instan yang dihasilkan adalah sebagai berikut : grits
yang didinginkan di suhu ruang kemudian di keringkan dengan pengering
fluidized bed (ruang-FB) mempunyai rata-rata rendemen sebesar 87.35%, grits
jagung instan yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan
pengering oven (ruang-OV) mempunyai rata-rata rendeman 88.45%, sedangkan
untuk grits instan yang melalui proses pembekuan lambat (disimpan dalam freezer
suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed
(freeze-FB) rata-rata rendemennya 81.05%, selanjutnya grits (freeze-OV) memilki
rata-rata rendemen sebesar 77.92% (Gambar 18).
Dari data rata-rata rendemen sampel grits jagung instan kering yang
dihasilkan mengalami penurunan dari berat awal bahan baku yang digunakan. Hal
tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Adapun faktor yang mempengaruhi
rendeman sampel diantaranya proses penyosohan biji jagung untuk mendapatkan
grits jagung bersih sebagai bahan baku dalam pembuatan grits jagung instan ini.
Pada saat pengecilan ukuran biji jagung (proses penyosohan) biji jagung akan
pecah menjadi menir besar, menir kecil, grits jagung pecah dedak, kulit biji dan
lembaga, selanjutnya untuk mendapatkan grits jagung bersih, akan melalui tahap
42

penampian dan perendaman dalam air selama ±1 jam pada saat proses tersebut
grits jagung banyak mengalami kehilangan berat akibat komponen-komponen pati
atau molekul-molekul protein larut dalam larutan perendam dan terbuang selama
pencucian dengan demikian akan mempengaruhi besarnya rendemen yang dimilki
sampel tersebut.
Menurut Husain (2006) Proses perendaman dapat menurunkan rendemen
dari nasi jagung instan, hal ini disebabkan karena adanya pengeluaran gel pada
saat pemasakan yang ditandai dengan air pemasakan menjadi keruh. Dalam hal ini
terjadi telah terjadi proses gelatinisasi dimana bila grits jagung yang dimasak telah
tergelatinisasi sempurna maka kandungan karbohidrat yang sebagian besar dalam
bentuk pati menjadi berkurang dan menyebabkan berat yang dihasikan akan
semakin kecil dan berdampak pada rendemen yang semakin kecil pula.
Pembekuan lambat yang diikuti proses thawing, juga memberikan pengaruh yang
besar terhadap berat grits jagung instan kering yang dihasilkan.

100
87.9 86.8 88.7 88.2
81.4 80.7
77.9 77.94
80
Rendemen (%)

60

40

20

0
T-FB T-OV F-FB F-OV
Perlakuan

Keterangan :
T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer
T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven dryer
F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan
fluidized bed dryer
F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven
dryer.

Gambar 18. Rendemen grits jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)


43

4.2.3.2 Porositas
Porositas merupakan bagian yang tidak ditempati oleh partikel atau bahan
padatan, dimana sifat-sifat bulk ditentukan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki
bahan (seperti komposisi dan kadar air), geometri, ukuran dan sifat-sifat
permukaan partikel serta sistem secara keseluruhan (Wirakartakusumah et al.
1992). Selain itu pula, sifat fisik ini juga ditentukan oleh bahan asal dan proses
pengolahannya.
Pada dasarnya produk pangan instan dihasilkan dengan cara
menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan.
Bentuk pangan instan biasanya mudah larut apabila ditambahkan air
(dingin/panas) hingga mudah di santap. Dari hasil perhitungan menghasilkan grits
jagung instan yang mengalami pembekuan lambat dan dikeringkan dengan
pengering oven memiliki nilai persentase porositas terbesar (rata-rata 79%)
dibandingkan dengan grits jagung instan kering lainnya (Gambar 19).

100

78 80
80 76
68 70
66 64
Porositas (%)

62
60

40

20

0
T-FB T-OV F-FB F-OV
Perlakuan

Keterangan :
T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer
T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven dryer
F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan
fluidized bed dryer
F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven
dryer.

Gambar 19. Porositas grits jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)


44

Menurut penelitian Husain (2006) bahwa metode pembekuan lambat


memberikan porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode aron kukus.
Proses pembekuan dan penyimpanan beku akan meningkatkan pengembangan
molekul-molekul pati melalui ikatan hidrogen, kemudian akan melepaskan air
yang terdapat dalam bahan setelah proses thawing sehingga bahan berstruktur
mikrosponge. Grits jagung instan kering yang sudah poros ini akan dengan cepat
menyerap air.
Terbentuknya sturuktur poros atau terbukanya pori-pori pada grits jagung
instan kering yang dibekukan sebelumnya, faktor jenis pengering dan suhu
pengeringan yang digunakan juga memegang peranan penting terhadap sifat
porositas bahan tersebut, dimana bila suhu pengering tidak tepat dalam waktu
yang cepat maka sifat poros bahan akan menutup (Husain 2006).

4.2.3.3 Rasio rehidrasi


Pada penelitian ini, uji rasio rehidrasi dilakukan dengan menggunakan
seperangkat alat tanak laboratorium (altanalab) yang terdiri atas cawan-cawan
kaca, dandang (panci kukusan) dan tatakan yang desain khusus untuk meletakan
cawan kaca (Lampiran 3). Nilai rasio rehidrasi grits jagung instan kering yang
hasilkan dapat dihitung dengan cara menghitung perbandingan antara berat akhir
produk dengan berat awal bahan dalam satuan persentase (%).
Latar belakang dilakukannya pengujian rasio rehidrasi ini adalah untuk
mengetahui seberapa banyak air yang dapat diserap oleh grits jagung instan
melaui proses pengukusan, selain itu dapat mengetahui seberapa besar grits
jagung instan dapat mengembang. Perubahan grits jagung instan kering yang telah
mengalami rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 20.
Pada Gambar 21, terlihat grits jagung instan yang dihasilkan melalui
proses pembekuan lambat mengembang dengan baik bila dibandingkan dengan
grits yang hanya didinginkan pada suhu ruang, teksturnya tampak lebih lembut
dan lengket satu sama lain. Didukung oleh pendapat Winarno (2002) yang
menyatakan bahwa pati merupakan unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi
amilosa dan amilopektin. Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi
mengembang dalam air panas. Pengembangan granula pati bersifat reversible
45

(bolak-balik) jika tidak melewati suhu gelatinisasi tetapi ketika telah melewati
suhu gelatinisasi maka akan terjadi perubahan struktur granulanya. Terdapat tiga
fase mekanisme galatinisasi. Fase pertama air secara perlahan-lahan dan bolak
balik berimbisi ke dalam granula. Fase kedua granula akan mengembang dengan
cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringencenya pada suhu 60-85oC dan fase
ketiga bilamana suhu terus naik maka molekul-molekul amilosa terdifusi keluar
granula akibatnya granula hanya mengandung amilopektin saja dan membentuk
gel.

(a) (b)
Gambar 20. Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi
(a) Grits jagung instan kering sebelum mengalami rehidrasi
(b) Grits jagung instan setelah mengalami rehidrasi

Freeze-OV Freeze-FB

Ruang-OV Ruang-FB

Gambar 21. Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi


46

Dari segi warna yang dihasilkan oleh keempat sampel yang sudah
mengalami rehidrasi tersebut, sampel freeze-OV yang tidak mengalami perubahan
warna yang terlalu signifikan, sedangkan untuk ke tiga sampel lainnya mengalami
perubahan warna dari kuning terang menjadi lebih kuning pucat.
Dari hasil perhitungan rata-rata persentase rasio rehidrasi yang dipaparkan
pada Gambar 22, grits jagung instan freeze-OV mempunyai nilai tertinggi yaitu
dengan 5.96 %, selanjutnya diikuti grits freeze-FB 5.81 %, grits ruang-FB 4.59
dan grits ruang-OV 4.47 %.
Tingginya persentase rasio rehidrasi yang dimiliki sampel grits freeze-OV
tidak terlepas dari pengaruh proses pembekuan lambat dan diikuti proses thawing
sampel sebelum dikeringkan. Dengan adanya proses pembekuan lambat tersebut
maka sampel tersebut akan menjadi lebih poros dan lebih mudah menyerap air
serta mengembang dengan baik. Didukung oleh pendapat Liu et al. (1993),yang
menjelaskan bahwa proses pembekuan akan menghasilkan kristal es yang dapat
merusak struktur dinding sel membran tetapi meminimalkan reaksi-reaksi kimia
dan biokimia. Akibatnya sampel tersebut akan lebih cepat menyerap air.

7
5.89 5.72 6.1
5.81
6
Rasio rehidrasi (%)

5 4.64 4.54 4.49 4.44

3
2

0
T-FB T-OV F-FB F-OV
Perlakuan

Keterangan :
T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer
T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven dryer
F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan
fluidized bed dryer
F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan oven
dryer.

Gambar 22. Rasio rehidrasi grits jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)


47

4.2.3.4 Penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung


Sama halnya dalam pengukuran rasio rehidrasi, penyerapan air dan
pengembangan volume nasi jagung instan dilakukan dengan menggunakan alat
tanak laboratorium. Salah satu tujuan dilakukannya pengukuran penyerapan air
nasi jagung instan ini adalah untuk memperoleh tekstur nasi yang optimum.
Dimana banyak air yang dapat diserap oleh nasi jagung instan dihitung dengan
melihat perbandingan berat nasi jagung instan yang dihasilkan dengan berat grits
jagung bersih (awal). Hasil perhitungan yang diilustrasikan pada Gambar 23,
sampel grits instan freeze-OV mempunyai nilai penyerapan air tertinggi rata-rata
457.3 %, setelah itu diikuti sampel grits instan freeze-FB dengan rata-rata 429 %,
grits instan ruang-FB rata-rata 372.3 % dan ruang-OV dengan rata-rata 343 %.

500
Penyerapan air nasi jagung (%)

456.5 458
428 430
378.5 366
400 350 336

300

200

100

0
T-FB T-OV F-FB F-OV
Perlakuan

Keterangan :
T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer
T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven dryer
F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan
fluidized bed dryer
F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan dengan
oven dryer.

Gambar 23. Penyerapan air nasi jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Adanya perbedaan persentase penyerapan air dari tiap-tiap sampel nasi


jagung instan yang dihasilkan dipengengaruhi oleh suhu pengeringan yang
digunakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006) yang menjelaskan kandungan
protein dan suhu gelatinisasi mempunyai efek pada laju penyerapan air dan waktu
48

pemasakan. Fraksi protein yang paling dominan adalah glutenin, yang bersifat
tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan
pengembangan volume butir padi selama pemanasan.
Pengukuran persentase pengembangan volume nasi jagung instan dihitung
berdasarkan perbandingan antara tinggi nasi jagung yang dihasilkan dengan tinggi
grits jagung bersih (awal). Pengembangan volume nasi jagung instan yang
dihasilkan mempunyai korelasi atau hubungan positif dengan penyerapan air dari
nasi jagung. Nilai persentase pengembangan volume nasi jagung instan tertinggi
dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV dengan rata-rata 81.9%, sama halnya
dengan persentase penyerapan air nasi tertinggi dari sampel grits jagung instan
juga dimiliki oleh grits jagung instan freeeze-OV (Gambar 24). Menurut
Mohapatra dan Bal (2005) menjelaskan bahwa produk beras dengan kemampuan
mengikat air tinggi menyebabkan produk memiliki tekstur yang lembut, rasio
pengembangan tinggi, viskositas maksimum dan mengurangi waktu pemasakan.

97.47
100
Pengambangan volume nasi jagung (%)

75
66.26

49.48
50 45.72

30.68
23.42 21.5
25
14.77

0
T-FB T-OV F-FB F-OV
Perlakuan

Keterangan :
T- FB = Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan fluidized bed dryer
T-OV = Grits jagung instan kering yang di dinginkan pada suhu ruang dan
dikeringkan dengan oven dryer
F-FB = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan
dengan fluidized bed dryer
F-OV = Grits jagung instan kering yang dibekukan dan dikeringkan

Gambar 24. Pengembangan volume nasi jagung instan kering ( Ulangan 1, Ulangan 2)
49

Pada keempat perlakuan, antara ulangan 1 dan 2 memperlihatkan rentang


angka yang cukup jauh. Hal ini disebabkan faktor lama pengeringan yang dialami
oleh kedua ulangan tersebut, faktor teknis seperti kerusakan alat juga dapat
mengakibatkan grits jagung instan yang dihasilkan tidak terlalu kering, sehingga
ketika di kukus, grits jagung tersebut tidak mengembang dengan sempurna.
Faktor utama adalah kualitas dari biji jagung yang digunakan, apabila biji jagung
yang digunakan telah mengalami penurunan mutu akibat serangan hama, sehingga
biji jagung secara fisik telah rusak (berlubang-lubang), sehingga nasi jagung yang
dihasilkan tidak mengembang dengan baik.

4.2.3.5 Sifat Birefringence


Sifat birefringence merupakan sifat granula pati yang mampu
merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga terlihat kontras gelap terang yang
tampak warna biru-kuning.Warna biru kuning pada permukaan granula pati
disebabkan adanya perbedaan indeks refleksi dalam granula pati. Sifat
birefringence pada pati dapat dipengaruhi oleh proses gelatinisasi dimana
gelatinisasi merupakan fenomena umum yang terjadi pada pengolahan pati.
Dikemukan oleh Belitz dan Grosch (1999) secara konsep mekanisme gelatinisasi
adalah hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara
berlebihan dan pemanasan dalam waktu dan suhu tertentu, sehingga granula pati
membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Husain (2006) menjelaskan bahwa, secara alami bentuk pati beragam
tergantung pada sumbernya. Granula pati jagung berbentuk polihedral atau bulat
dengan ukuran 36 mikron (Belitz dan Grosch 1999). Untuk menghasilkan grits
jagung instan kering yang diinginkan, grits jagung telah melewati proses-proses
pengolahan mulai dari penyosohan dan pencucian akan mengalami perubahan
bentuk alami granula patinya menjadi tidak beraturan. Didukung oleh pendapat
Honseney (1998) yang menjelaskan adanya penetrasi panas selama proses
penggilingan atau penyosohan dapat merusak jaringan, menyebabkan terjadinya
peningkatan derajat ketidakteraturan dan menyebabkan banyaknya molekul pati
yang terpisah serta menurunkan sifat kristal.
50

Proses instanisasi yang umumnya menggunakan sumber panas melalui


proses pengaronan atau pengukusan serta proses pengeringan memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk granula pati dari grits jagung instan
kering yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop
polarisasi bentuk granula grits-grits jagung instan kering yang dihasilkan terlihat
pada Gambar 25.
Berdasarkan visualisasi dibawah, dapat dilihat dari keempat jenis grits
jagung instan (T-FB, T-OV, F-FB dan F-OV), hanya grits jagung instan yang
didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan pengering fluidized bed
tidak memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang siginifikan. Dimana,
sifat birefringence dan bentuk granula dari granula pati masih bisa dipertahankan.
Sifat birefringence dari granula pati merupakan sifat fisik bahan yang dapat
merefleksikan cahaya terpolarisasi yang apabila dilihat di bawah mikroskop akan
tampak kristal gelap terang (biru-kuning). Perlakuan panas yang diberikan pada
grits instan ruang-FB ini hanya berupa proses penanakan grits kemudian melewati
pendinginan disuhu ruang kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering
fluidized bed pada suhu 60oC, selama 20 menit sehingga panas yang diterima
sampel lebih sedikit dibandingkan ketiga sampel lainnya sehingga proses
gelatinisasi belum terjadi dengan sempurna.

T-FB T-OV

F-FB F- OV

Gambar 25. Bentuk granula pati grits jagung instan kering yang telah mengalami
proses pengeringan di bawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x
51

Untuk ketiga sampel lainnya (ruang-OV, freeze-FB dan freeze-OV)


memperlihatkan perubahan bentuk granula pati yang sangat signifikan, bentuknya
granula sudah pecah dan sudah tidak beraturan dan sudah kehilangan sifat
birefringencenya. Proses instanisasi yang dialami oleh sampel grits jagung instan
tersebut memberikan efek terhadap granula pati. Sampel mengalami proses
gelatinisasi sempurna sehingga menyebabkan pecahnya granula pati dan
hilangnya sifat sampel yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi
(birefringence). Greenwood (1979) menjelaskan pada proses gelatinisasi terjadi
pengerusakan ikatan hidrogen antar intramolekuler. Ikatan hidrogen ini
mempunyai fungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula.
Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga
terjadi pembengkakan pati. Dengan demikian semakin banyak jumlah gugus
hidroksil dari molekul pati maka kemampuan menyerap air juga akan semakin
besar. Peningkatan kelarutan juga diikuti oleh peningkatan viskositas. Hal ini
disebabkan air yang sebelumnnya bebas bergerak diluar granula pati menjadi
terperangkap dan tidak dapat bergerak bebas lagi setalah mengalami gelatinisasi.
Adapun sifat birefringence pati dapat hilang dengan pemanasan di atas suhu
gelatinisasi pati yang disebabkan oleh pecahnya ikatan molekul pati sehingga
ikatan hidrogen mengikat lebih banyak molekul air. Penetrasi air menyebabkan
peningkatan derajat ketidakteraturan dan meningkatnya molekul pati yang
terpisah serta penurunan keberadaan sifat kristal sehingga jika pemanasan
dilanjutkan maka sifat kristal akan hilang demikian pula sifat birefringence
(Muchtadi dan Budiatman 1991).

4.2.4 Karakteristik Kimia Grits jagung Instan


Berdasarkan uji fisik yang telah dilakukan terhadap beberapa sampel grits
jagung instan kering yang dihasilkan, grits jagung instan freeze-OV merupakan
grits instan yang terpilih sebagai salah satu komponen penyusun dari produk
bubur jagung instan. Grits jagung instan freeze-OV yang selanjutnya di uji
karakteristik kimianya (analisis proksimat). Hasil analisis proksimat dari sampel
uji dapat dilihat pada Tabel 7.
52

Tabel 7. Hasil analisis proksimat grits jagung instan kering.


Komponen gizi Persentase (% bk)
Kadar air 6.3
Kadar abu 0.3
Protein 7.3
Lemak 0.3
Karbohidrat 92.1
Energi (kkal) 400.5

4.2.4.1 Kadar Air


Kestabilan mutu suatu bahan pangan selama penyimpanan, sangat
dipengaruhi oleh kadar air yang dimilikinya. Karena kadar air yang tinggi dalam
suatu bahan pangan akan memberikan kesempatan tumbuhnya mikroorganisme
dan mengaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan
tersebut.
Adapun hasil analisis proksimat dari sampel uji, didapatkan kadar air
sebesar 6.3 (% bk). Sama halnya dengan tepung jagung instan, grits jagung instan
juga belum memiliki standar mutu (SNI), oleh karena itu sebagai bahan
pertimbangan digunakan SNI dari jagung yaitu SNI 01-3920-1995, dan data-data
hasil penelitian tentang grits jagung instan sebelumnya. Menurut SNI 01-3920-
1995, maksimum kadar air yang dimiliki oleh jagung adalah 14 % (b/b). Adanya
perbedaan kadar air yang signifikan antara sampel uji (grits instan) dan jagung,
dilatarbelakangi oleh faktor pengolahan seperti proses pemasakan, pembekuan,
dan pengeringan. Menurut penelitian Husain (2006), dihasilkan grits jagung
instan dengan kadar air sebesar 6.03 (%bk).
Menurut Desrosier (1998), bahwa pengeringan merupakan salah satu cara
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menyerapnya dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan
pangan biasanya dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak
dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut.
Adanya proses pembekuan lambat yang dilakukan selama 44 jam pada
tahapan pembuatan grits jagung instan memberi pengaruh terhadap kadar air
bahan. Syah et al. (2005) menjelaskan bahwa proses pembekuan mampu
mereduksi air yang terdapat dalam produk. Didukung oleh pendapat Husain
53

(2006) yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu pembekuan maka, semakin
banyak air dalam bahan yang akan tereduksi akibatnya kadar air produk yang
dibekukan akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pembekuan.

4.2.4.2 Kadar Abu


Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Dimana, kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan terdiri atas garam organik dan garam
anorganik.Yang termasuk garam organik adalah garam-garam asam malat, oksalat,
asetat, pektat sedangkan yang tergolong garam anorganik diantaranya dalam
bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji et al. 1996).
Hasil analisis proksimat grits jagung instan yang diuji mengandung kadar
abu sebesar 0.3 (%bk). Didukung oleh pendapat Husain (2006), yang menjelaskan
bahwa kandungan kadar abu pada bahan pangan nabati lebih rendah dibandingkan
dengan bahan pangan hewani akibat keberadaan beberapa mineral seperti kalsium,
besi dan fosfor yang terkandung pada bahan pangan hewani.

4.2.4.3 Protein
Menurut Deman (1997), Protein diartikan sebagai suatu komponen
makronutrien yang merupakan susunan dari rantai-rantai asam amino yang terikat
satu sama lain dalam ikatan peptida dan memiliki berat molekul antara 5000
hingga beberapa juta. yang Hasil analisis proksimat menunjukkan grits jagung
instan kering yang diuji mengandung kadar protein sebesar 7.3 (%bk). Bila
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004)
yang menghasilkan beras jagung instan berkadar protein sebesar. 11 % bk untuk
jagung varietas motor dan 10.5 %bk untuk jagung varietas pulut, selain itu Husain
(2006) dalam penelitiannya dalam pembuatan grits jagung instan dengan
menggunakan metode pembekuan lambat, selama menghasilkan grits instan
berkadar protein sebesar 9.89 (%bk).
Adanya perbedaan nilai kadar protein grits jagung instan yang dihasilkan
dengan grits jagung instan lainnya, dipengaruhi oleh mekanisme panas yang
diberikan pada proses pembuatan grits jagung instan. Menurut Zhang et al. (2005)
54

yang mengemukakan bahwa pembekuan dapat merubah struktur protein dan


merusak ikatan hidrogen dari polipeptida dan mengurangi kemampuan daya ikat
air (water holding capacity).

4.2.4.4 Lemak
Istilah lemak (lipida) meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk
lemak dan minyak yang umumnya dikenal dalam makanan, fosfolipida, sterol dan
ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Fennema
(1985) dalam Sediaoetomo (2006) menjelaskan lemak merupakan sekelompok
ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur C, H dan O yang mempunyai sifat
dapat larut dalam zat-zat pelarut (zat pelarut lemak) seperti petroleum benzene
dan eter. Lemak di dalam makanan yang memegang peranan penting adalah
lemak netral (glycerin). Lipida atau lemak mempunyai sifat larut dalam pelarut
non polar misalnya etanol, eter, kloroform dan benzena (Almatsier 2002).
Analisis proksimat menghasilkan kadar lemak grits jagung instan sebesar
0.3 (%bk). Setiawati et al. (2000) yang menjelaskan bahwa lemak terdapat pada
hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Sebagai
bahan perbandingan lemak grits jagung instan kering lebih rendah dibandingkan
lemak yang terkandung pada jagung pipilan. Hardinsyah dan Briawan (1994),
kadar lemak yang dimiliki oleh jagung pipilan baru 3.4 % (bk). Rendahnya kadar
lemak grits jagung instan tersebut dipengaruhi oleh proses penyosokan dan
perendaman dalam pembuatan grits jagung bersih. Bagian biji jagung yang
banyak mengandung lemak seperti endosperm dan perikarp banyak hilang selama
proses penyosohan biji jagung. Proses penyosohan dengan menggunakan alat
penyosoh multi mill mengakibatkan lepasnya bagian perikarp dan endosperm dari
biji jagung, dan selanjutnya akan ikut terbuang bersama air yang digunakan untuk
merendam dan mencuci biji jagung setelah penyosokan.

4.2.4.5 Karbohidrat
Kadar karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan pangan dapat
diketahui dengan metode perhitungan yaitu dengan metode difference. Dimana,
perhitungan tersebut dilakukan dengan cara mengurangkan 100% dengan kadar
55

abu, kadar protein dan kadar lemak. Dari hasil kalkulasi tersebut didapatkanlah
kadar karbohidrat sampel grits jagung instan kering sebesar 92.1 (%bk). Kadar
karbohidrat yang dimiliki sampel uji masih relatif tinggi.

4.2.4.6 Kalori
Tingginya kandungan kalori bertujuan untuk mencegah dan mengurangi
kerusakan jaringan tubuh guna menambah berat badan hingga mencapai normal
(Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia,
2001). Ditambahkan oleh Almatsier (2002) yang menyatakan bahwa manusia
membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan
melakukan aktivitas fisik. Perhitungan dari analisis proksimat menghasilkan kadar
kalori (jumlah energi) yang terkandung dalam grits jagung instan kering yang
dihasilkan adalah sebesar 400.5 kkal. Kandungan kalori yang dimiliki grits jagung
instan kering masih lebih tinggi dibandingkan dengan kalori yang terkandung
dalam jagung pipilan yaitu sebesar 307 kkal/100 gr. Tingginya nilai kalori grits
jagung instan yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar karbohidrat, lemak dan
protein yang dimilikinya, dimana dari hasil analisa nilai gizi grits jagung instan
memiliki kadar karbohidrat, lemak, dan protein lebih tinggi dibandingkan jagung
pipilan sehingga dapat dikatakan grits jagung instan kering masih memenuhi
standar mutu yang ditetapkan (Hardinsyah dan Briawan 1994).

4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan


4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan
4.3.1.1 Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan daya tahan aliran yang diberikan
oleh suatu cairan. Daya tahan ini merupakan hasil pergerakan molekul didalam
cairan akibat gerakan brown dan gaya kohesi antar molekul (Radley 1992).
Pengukuran viskositas sampel dilakukan dengan menggunakan alat viskometer
brookfield dimana spindel yang digunakan adalah no.3, kecepatan 30 rpm dengan
faktor pengali 40.
Dari hasil pengukuran didapatkan data, semakin cepat perputaran alat
pengering silinder nilai viskositas yang dihasilkan semakin tinggi (Gambar 26).
56

Perputaran silinder dengan kecepatan 4 rpm mengakibatkan bahan atau sampel


mengalami kontak dengan panas lebih lama dibandingkan dengan kecepatan 6
rpm. Hal ini mempengaruhi sifat viskositas dari bahan tersebut. Didukung oleh
pendapat Lii et al. (1995) dalam Husain (2006) yang menjelaskan bahwa
pemanasan yang berlebihan dapat menurunkan viskositas gel karena rusaknya
ikatan hidrogen, pecahnya struktur dari pembengkakan granula pati. Selain itu,
ukuran granula pati berbanding lurus terhadap nilai viskositas, semakin besar
ukuran granula maka nilai viskositas bahan akan semakin meningkat.
Dari dua ulangan yang dilakukan, dalam pembuatan tepung jagung instan
dengan kecepatan silinder 6 rpm memperlihatkan angka yang cukup berbeda. Hal
ini dipengaruhi oleh adanya perlakuan panas yang diberikan pada sampel
(pemasakan dan pengeringan). Suhu pengering silinder yang kurang terpantau
menghasilkan tepung jagung instan ulangan 1 lebih kering dibandingkan dengan
ulangan 2. Besar kecilnya nilai viskositas dipengaruhi oleh suhu awal gelatinisasi.
Adanya proses gelatinisasi tersebut menyebabkan penyerapan air kedalam granula
pati sehingga granula semakin membengkak hingga pada suatu titik
pembengkakan bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke ukuran semula
(Winarno 2002). Pembengkakan granula pati menyebabkan peningkatan
viskositas larutan pari secara bertahap selama kenaikan suhu hingga tercapai
sebuah puncak viskositas (Parker 2003).

1720

1600
1240
Viskositas (%)

1100
800
600
600

100
4rpm 6rpm
Kecepatan putaran silinder

Gambar 26. Viskositas tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2 ).


57

4.3.1.2 Daya Serap Air (wettabilityy)


Wettability adalah waktu yang dibutuhkan oleh sampel tepung dalam hal
menyerap air. Untuk itu kualitas tepung jagung instan yang dihasilkan salah
satunya ditentukan oleh daya dispersi yang dimilikinya. Semakin besar daya
dispersi bahan pangan maka semakin mudah larut tanpa harus dilakukan
pengadukan. Menurut Bahrie (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi daya
dispersi suatu bahan pangan adalah porositas, polaritas dan komposisi kimia
bahan.
Barbosa-Canovas & Vega-Mercado (1996) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa sifat fungsional dari bahan yang dikeringkan, yaitu 1) wettability,
merupakan kemampuan tepung untuk menyerap air. Sifat ini dipengaruhi oleh
proses aglomerasi, jumlah yang terserap, adanya partikel non-aglomerat ;
2) sinkability, merupakan kemampuan tepung untuk tenggelam setelah dibasahi
air. Sifat ini dipengaruhi oleh densitas partikel; 3) solubility, merupakan kecepatan
untuk melarut atau disebut juga dengan total kelarutan. Sifat ini dipengaruhi oleh
daya pengembangan dan adanya flek ; 4) dispersibility, merupakan kemampuan
tepung untuk terdistribusi seluruhnya pada air tanpa membentuk gumpalan. Sifat
ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan keberadaan aglomerat.
Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengering silinder
ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap daya serap air tepung jagung
instan yang dihasilkan. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan putaran
silinder 4 rpm mempunyai daya serap air yang lebih cepat dibandingkan dengan 6
rpm seperti yang terlihat pada Gambar 27. Hal ini disebabkan karena dengan
kecepatan 4 rpm tepung yang dihasilkan akan lebih kering dan lebih bersifat poros
sehingga lebih cepat menyerap air, jika dibandingkan dengan kecepatan 6 rpm.
58

15.44

12.27

Daya serap air (detik)


12
9.98

6 5.13

0
4 rpm 6 rpm
Kecepatan putaran silinder

Gambar 27. Daya serap air tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Besar kecilnya daya serap air tepung jagung instan dipengaruhi oleh kadar
air dan suhu gelatinisasi bahan tersebut. Gomez dan Aguilera (1983) menjelaskan
daya dispersi dan indeks penyerapan air bahan dipengaruhi oleh adanya denaturasi
protein, gelatinisasi pati dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama proses
pengolahan. Ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari
makromolekul yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar pati
yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk
menyerap air.

4.3.1.3 Densitas Kamba


Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam satuan g/ml. Nilai densitas
kamba menunjukkan porositas dari suatu bahan. Perhitungan densitas kamba ini
sangat penting, selain dalam hal konsumsi terutama juga dalam hal pengemasan
dan penyimpanan. Menurut Panggabean (2004), makanan dengan densitas kamba
yang tinggi menunjukkan kepadatan produk ruang yang kecil.
Dari pengukuran didapatkan densitas kamba tepung jagung instan dengan
kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibanding kecepatan 6 rpm (Gambar 28).
Dari grafik di bawah ini dapat dijelaskan tepung jagung instan yang dihasilkan
dengan kecepatan silinder 4 rpm lebih tinggi dibandingkan dengan 6 rpm, hal ini
berhubungan dengan lamanya sampel kontak dengan panas sehingga akan
59

memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kadar air sampel. Dengan putaran
silinder dengan kecepatan 4 rpm, menyebabkan sampel semakin lama kontak
dengan silinder (sumber panas) maka produk yang dihasilkan juga akan semakin
kering dan mempunyai kadar air lebih rendah dibandingkan dengan tepung yang
dihasilkan dengan putaran silinder berkecepatan 6 rpm.

0.50
Densitas kamba (gr/ml)

0.40
0.34 0.34 0.33
0.32
0.30

0.20

0.10

0.00
4 rpm 6 rpm
Kecepatan putaran silinder

Gambar 28. Densitas kamba tepung jagung instan ( Ulangan 1, Ulangan 2)

Menurut Husain (2006), yang menjelaskan densitas kamba tepung santan


dipengaruhi oleh kadar air bahan. Kadar air tepung yang rendah tersebut
disebabkan besarnya volume air yang menguap pada saat pengeringan, sebagai
akibatnya semakin rendah kadar air tepung yang terbentuk maka, semakin kecil
volume butiran tepung sehingga makin besar pula densitas kamba tepung yang
dihasilkan.

4.3.1.4 Warna
Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang
sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut
secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999).Tingkatan derajat putih sampel dapat
ditetapkan dengan melakukan pengukuran rasio jumlah sinar yang dipantulkan
oleh permukaan bahan pangan (diffuse reflection) dengan sinar yang dipantulkan
oleh permukaan berwarna putih (MgO atau BaSO4). Sinar pantul ini diukur pada
panjang gelombang yang berbeda-beda, khususnya pada panjang gelombang di
60

daerah berwarna merah, hijau dan biru (Apriyantono et al. 1989). Pada sampel
tepung jagung instan pengukuran derajat putih warna dilakukan dengan
menggunakan Chromameter (Minolta CR-200).
Pada sistem Hunter terdapat tiga parameter yaitu : L, a dan b. Untuk
mengetahui seberapa besar nilai L, a dan b dapat di lihat pada lingkaran warna
(Gambar 29). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna
akromatis putih, abu-abu dan hitam. Notasi a menyatakan warna kromatik
campuran merah hijau dengan nilai a positif untuk merah dan dengan nilai a
negatif untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-
kuning dengan nilai b positif untuk warna kuning dan nilai b negatif untuk warna
biru. Hasil pengukuran dengan menggunakan Chromameter diperoleh nilai L, b
dan a dari tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder
4 rpm dan kecepatan 6 rpm seperti yang tersaji pada Tabel 8.

Gambar 29. Lingkaran warna

Tabel 8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan


Tepung jagung instan L a b
4 rpm 58.52 +3.23 +16.48
6 rpm 58.58 +3.03 +15.59

Dari Tabel 8, nilai L dari kedua tepung jagung instan yang dihasilkan
belum memperlihatkan karakteristik cerah, karena belum mendekati nilai 100.
Nilai a dari kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan cendrung berwarna
merah karena nilainya positif (+2.23 dan +3.03), hal yang sama juga terlihat dari
nilai b kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dengan nilai yang positif
61

yang artinya tepung jagung instan lebih ke warna kuning cerah. Penampakan
kedua jenis tepung jagung instan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 30.

(a) (b)

Gambar 30. Tepung jagung instan dengan kecepatan silinder 4 rpm (a) dan tepung
jagung instan dengan kecepatan silinder 6 rpm.

Berdasarkan nilai L, a dan b dapat dihitung nilai derajat putih dari kedua
jenis tepung jagung instan yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan, derajat putih
tepung jagung instan yang dihasilkan dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm
(55.25) lebih kecil bila dibandingkan dengan 6 rpm (55.64). Adanya penurunan
tingkat kecerahan tersebut dipengaruhi oleh suhu pengering silinder dan lamanya
sampel kontak dengan panas. Hendy (2007) menjelaskan selain suhu, kecepatan
putaran silinder juga turut mempengaruhi hasil akhir yang didapatkan. Semakin
pelan putaran silinder berarti semakin lama kontak antara produk dan silinder.
Lamanya kontak produk dengan panas mengakibatkan produk cepat menjadi
kering dan gosong (kecoklatan). Sebaliknya jika silinder terlalu cepat maka
kontak antara produk dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering
sempurna (basah). Doni (2002) menyatakan bahwa penurunan tingkat kecerahan
sampel tepung yang dihasilkan dengan menggunakan pengering drum dipengaruhi
oleh penggunaan panas yang tinggi pada saat proses pengeringan. Penurunan
tingkat kecerahan (warna) sampel yaitu terbentuknya hasil reaksi pencoklatan
Maillard antara gugus gula pereduksi dari jagung.
Perlakuan panas yang diberikan sebelum sampel dikeringkan dalam hal ini
adalah proses pengaronan atau pengukusan biji jagung dalam waktu yang lama
juga dapat menyebabkan penurunan derajat putih. Proses pengolahan yang kurang
62

sempurna dan adanya reaksi komponen bahan organik meneybabkan produk


tepung memiliki derajat keputihan yang rendah (Grace 1997).

4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan


Pengujian karakteristik kimia sampel tepung jagung instan bertujuan untuk
mengetahui komposisi nilai gizi yang terkandung dalam sampel uji tersebut.
Adapun uji kimia (analisa proksimat) yang dilakukan meliputi : kadar air, kadar
abu, lemak, protein, karbohidrat dan nilai kalori (energi). Pengujian karakteristik
kimia ini hanya dilakukan pada sampel tapung jagung instan yang terpilih melalui
uji fisik (viskositas, daya dispersi, densitas kamba dan warna), dimana dalam hal
ini tepung jagung instan yang terpilih adalah tepung jagung yang dihasilkan
dengan kecepatan putaran silinder 4 rpm. Hasil analisis proksimat tepung jagung
instan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis proksimat tepung jagung instan.


Komponen gizi Persentase (% bk)
Kadar air 7.6
Kadar abu 0.2
Protein 7.2
Lemak 0.3
Karbohidrat 92.3
Energi (kalori) (Kkal) 400.8

4.3.2.1 Kadar Air


Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot
bahan. Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan
bobot kering dan bobot basah (Husain 2006). Eksistensi atau keberadaan air
dalam suatu bahan pangan merupakan parameter utama yang terlibat dalam
kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Didukung oleh pendapat Winarno
(2002) yang menjelaskan bahwa kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi
penampakan, tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran dan
penerimaan konsumen.
Berdasarkan hasil analisis proksimat sampel tepung jagung instan yang
dihasilkan menggunakan pengering silinder dengan kecepatan 4 rpm ini diperoleh
63

kadar air sebesar 7.6 (% bk). SNI mengenai tepung jagung instan belum ada
sehingga sebagai bahan perbandingan pada penelitian ini digunakan SNI tepung
jagung, dimana SNI 01-3727-1995, kadar air maksimum tepung jagung sebesar
10 % (b/b). Dengan demikian, tepung jagung instan tersebut masih memenuhi
standar maksimum kadar air sebagai bahan pangan.
Proses pengeringan dan instanisasi tepung jagung instan dengan
menggunakan pengering drum dilakukan pada suhu 120-170oC dan kecepatan
putaran silinder 4 rpm, menghasilkan kadar air yang masih relatif lebih rendah
dari standar. Didukung oleh Brennan et al. (1974) yang menjelaskan salah satu
keuntungan penggunaan pengering silinder adalah kecepatan pengeringan yang
tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Kelemahan alat pengering ini
adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta dan
bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat.

4.3.2.2 Kadar Abu


Kadar abu dalam suatu bahan pangan, mengindikasikan terdapatnya
kandungan mineral berupa mineral anorganik yang memiliki resistensi cukup
tinggi terhadap suhu pemasakan. Didukung oleh pendapat Husain (2006)
menjelaskan abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik.
Komponen utama yang umum terdapat pada senyawa organik alami adalah
kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan dan besi.
Analisis proksimat sampel jagung instan menghasilkan data kadar abu
sebesar 0.2 (% bk). Tujuan dilakukannya pengukuran kadar abu pada bahan
pangan antara lain (1). Untuk mengetahui indeks kemurnian tepung,
(2). Mengetahui indeks kemurnian gula tebu, (3). Untuk mendeteksi adanya
pemalsuan dan (4). Sebagai parameter kebersihan adanya kontaminasi (Fadillah
2005). Rendahnya kadar abu yang dimiliki dampel tepung jagung instan ini
diduga kandungan mineral dalam tepung santan instan sangat rendah. Sebagai
perbandingan kadar abu dalam bahan pangan nabati lebih rendah dibanding pada
pangan hewani.
64

4.3.2.3 Protein
Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C,
H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2002).
Adapun metode pengukuran kadar protein sampel tepung jagung instan ini adalah
metode kjeldahl yang merupakan metode standar AOAC, dimana pengukuran
didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total di dalam bahan pangan.
Menurut Fadillah (2005), kandungan nitrogen rata-rata di dalam protein adalah
sekitar 16%, oleh karena itu faktor 6.25 (100:16) dapat digunakan untuk
mengkonversi nitrogen menjadi protein.
Kadar protein tepung jagung instan yang dihasilkan melalui analisis
proksimat adalah sebesar 7.2 (%bk). Selain itu proses pengeringan dengan
menggunakan pengering silinder pada suhu tinggi (120-170oC) akan
mengakibatkan denaturasi molekul protein yang terkandung didalam sampel
tepung jagung instan tersebut. Didukung oleh pendapat Yu et al. (2006) yang
menjelaskan bahwa proses pengeringan akan menyebabkan kerusakan protein
seperti denaturasi, struktur agregasi dan berkurangnya aktivitas enzim rehidrasi.
Disamping itu kerusakan protein ditandai dengan perubahan seluruh struktur
sekunder protein (Bischof et al. 2002).

4.3.2.4 Lemak
Kadar lemak pada bahan pangan merupakan komponen yang heterogen,
oleh karena itu analisis terhadap komponen penyusun lemak menjadi sangat
kompleks. Lemak digolongkan pada kelompok lipida dimana sifat khas yang
dimilikinya adalah tidak dapat larut dalam pelarut air, namun komponen ini
cendrung larut dalam pelarut organik seperti, benzena, eter dan kloroform
(Husain 2006).
Pendapat Winarno (2002) menjelaskan bahwa lemak merupakan sumber
energi yang lebih penting dibandingkan dengan protein dan karbohidrat karena
satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan energi sebesar 9 kkal,
sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kkal.
Berdasarkan hasil uji proksimat terhadap sampel tepung jagung instan
didapatkan kadar lemak sebesar 0.3 (%bk). Rendahnya kadar lemak yang dimiliki
65

sampel uji ini disebabkan adanya pengaruh penanakan grits jagung bersih sebagai
tahapan mekanisme instanisasi. Didukung oleh pendapat Garcia–Arias
et al. (2003) yang menjelaskan bahwa pemasakan dapat menyebabkan perubahan
kimia dan fisik yang dapat meningkatkan atau menurunkan nutrisi dalam bahan
pangan.

4.3.2.5 Karbohidrat
Karbohidrat suatu bahan merupakan polihidroksi aldehid atau polihidroksi
keton yang memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber
energi utama bagi manusia dan hewan (Gaman dan Sherrington, 1992). Dari hasil
perhitungan, didapatkanlah kadar karbohidrat dari sampel tepung jagung instan
sebesar 92.3 (% bk). Karbohidrat tergolong komponen zat gizi yang merupakan
sumber pemasok energi utama bagi tubuh. Pada penelitian ini sampel tepung
jagung instan dihitung kadar karbohidratnya dengan menggunakan metode
by difference. Menurut Winarno (2002), metode by difference, yaitu penentuan
karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dimana penentuannya dilakukan
bukan melalui analisis, melainkan melalui perhitungan.

4.3.2.6 Energi
Menurut Almatsier (2002) kebutuhan energi seseorang sesuai yang
dikeluarkan FAO/WHO pada tahun 1985 adalah konsumsi energi berasal dari
makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia
mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai.
Dari hasil perhitungan sampel jagung instan yang diuji mempunyai kadar kalori
atau jumlah energi 400.8 kkal. Lain hal nya dengan penelitian yang dilakukan
Husain (2006) dalam pembuatan tepung santan instan yang juga menggunakan
pengering drum menghasilkan tepung santan instan dengan nilai kalori (energi)
sebesar 413.13 kkal. Seperti yang kita diketahui, kadar lemak tepung jagung
instan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 0.5 (%bk). Bila
dibandingakan dengan tepung santan instan yang memiliki kadar lemak lebih
besar yaitu 7.14 (% bk).Sesuai yang dijelaskan oleh Husain (2006), bahwa produk
yang berkadar lemak tinggi maka akan semakin tinggi pula nilai kalorinya.
66

4.4 Pembuatan Produk Bubur Jagung Instan

4.4.1 Uji organoleptik


Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan
penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan
pendengar. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan
panelis (konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto 1985).
Uji organoleptik formula bubur jagung instan ini meliputi uji kesukaan
(hedonik) dan rating hedonik. Adapun parameter mutu yang diujikan adalah
tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan penerimaan umum (overall). Penilaian
dilakukan menggunakan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan
panelis terhadap produk. Skala yang digunakan pada uji hedonik ini adalah skala
1 sampai 7, dimana skala 1 menyatakan sangat tidak suka dan skala 7 menyatakan
sangat suka. Pengujian dilakukan pada 30 orang panelis yang merupakan jumlah
minimum panelis pada uji hedonik. Formulir penilaian panelis selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.

4.4.1.1 Tekstur
Menurut Peckham (1969) dalam Sanusi (2006), menjelaskan bahwa setiap
bahan makanan mempunyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keaadan fisik,
ukuran dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian terhadap tekstur dapat
berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan. Tekstur formula bubur jagung
instan ini sangat dipengaruhi oleh grits jagung instan kering yang merupakan
salah satu komponen penyusunnya. Grits jagung instan kering yang dihasilkan
berbentuk granul-granul yang bentuknya asimetris, sehingga setelah melewati
beberapa proses pengolahan (pemasakan, pendinginan, pembekuan, thawing dan
pengeringan) akan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda, sehingga bila
dikombinasikan dengan bahan penyusun bubur instan lainnya diasumsikan akan
memberi pengaruh pada tekstur bubur jagung instan. Adapun rataan dari nilai
kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan dapat dilihat pada
Gambar 31.
67

Berdasarkan rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bubur


jagung instan dari keempat formula yang diujikan, formula A mempunyai nilai
rata-rata tertinggi sebesar 4.43. Dari Gambar 31 terlihat adanya penurunan nilai
kesukaan terhadap tekstur formula bubur jagung instan, hal ini diduga karena
adanya peningkatan jumlah grits jagung instan kering yang ditambahkan dalam
komposisi bubur instan yang dihasilkan. Dilihat dari rataan yang diperoleh, untuk
atribut tekstur panelis lebih memilih formula A dibandingkan ketiga formula
lainnya.

5.00
4.43
4.23 4.17
3.90
Skor kesukaan tekstur

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 31. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur bubur
jagung instan.

4.4.1.2 Kekentalan
Kekentalan (viskositas) merupakan pengukuran daya tahan suatu larutan
untuk mengalir (Toledo 1991). Dalam formulasi bubur jagung instan ini
digunakan bahan-bahan penyusun yang dapat mempengaruhi kekentalan produk,
diantaranya maltodekstrin dan susu bubuk dan komponen utama yakni grits
jagung instan kering dan tepung jagung instan. Menurut Bahrie (2005), kekentalan
68

suatu bahan dapat dipengaruhi oleh ukuran granula pati, pH, kadar gula dan
kandungan amilosanya.
Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap kekentalan
keempat formula bubur jagung instan memperlihatkan formula A memiliki rata-
rata teringgi dengan nilai 4.83 bila dibandingkan dengan ketiga formula lainnya
(Gambar 32). Dilihat dari segi teknis penyediaan bubur jagung instan ini, faktor
banyaknya air (panas/dingin) yang ditambahkan pada komponen-komponen
penyusun bubur juga ikut memberi pengaruh terhadap kekentalan bubur jagung
instan yang dihasilkan. Dari rataan yang didapatkan, panelis lebih memilih
formula A sebagai formula yang kekentalannya paling disukai.

4.83
5.00 4.63 4.60 4.53
Skor kesukaan kekentalan

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 32. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan bubur
jagung instan.

4.4.1.3 Warna
Tingkat kesukaan panelis (konsumen) juga ditentukan oleh atribut warna
yang dimiliki produk tersebut. Pembentukan warna pada produk bubur jagung
instan ini dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya.
69

Dari hasil perhitungan rata-rata skor kesukaan terhadap warna bubur


jagung instan (Gambar 33), panelis lebih memilih warna pada formula A
dibandingkan ketiga formula lainnya, karena memperlihatkan nilai rata-rata
teringgi (5.37). Warna bubur jagung instan dipengaruhi oleh jumlah grits jagung
instan yang ditambahkan pada formula D lebih banyak dibandingkan dengan
formula A, B dan C. Selain itu komponen penyusun lainnya seperti maltodekstrin
dan susu bubuk juga memberi kontribusi yang cukup besar terhadap daya terima
panelis dari segi warna. Formula A mengandung maltodektrin dalam jumlah yang
paling besar. Seperti yang diketahui maltodektrin merupakan bubuk yang
berwarna putih terang, dengan demikian bubur jagung instan yang dihasilkan akan
mempunyai warna yang lebih kuning pucat.

5.37 5.27 5.27 5.07


5.00
Skor kesukaan warna

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 33. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna bubur
jagung instan.

4.4.1.4 Rasa
Atribut rasa merupakan atribut yang sangat penting dalam menentukan
keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa
70

dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah)


hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa dan
tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai.
Rasa pada produk bubur jagung instan ini terutama disebabkan oleh
penambahan susu bubuk pada tiap-tiap formula yang diuji. Nilai rataan kesukan
terhadap rasa dari formula bubur jagung instan disajikan pada Gambar 34.

5.23
4.90
5.00
4.33 4.20
Skor kesukaan rasa

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 34. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa bubur jagung
instan.

Hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap rasa bubur


jagung instan memperlihatkan formula A merupakan formula yang paling disukai
karena memiliki nilai rata-rata tertinggi (5.23) dibandingkan formula B, C dan D.
Panelis menjatuhkan pilihan terbanyak pada formula A karena, grits jagung instan
yang ditambahkan pada formula tersebut lebih sedikit dibandingkan ketiga
formula uji lainnya dimana susu bubuk yang ditambahkan jumlahnya konstan
untuk semua formula uji, sehingga terjadi peningkatan rasa manis, dan lebih
disukai panelis.
71

4.4.1.5 Aroma
Suatu industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji
aroma, karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak
disukai (Soekarto 1985). Aroma formula bubur jagung instan ini terutama
dihasilkan oleh tepung jagung instan, grits jagung instan dan susu bubuk.
Dari hasil perhitungan rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap aroma,
panelis lebih memilih formula A sebagai formula yang memiliki aroma yang
paling disukai, dimana nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi sebesar 5.30
(Gambar 35). Panelis lebih cendrung memilih sampel yang aroma susu nya lebih
terasa dibandingkan sampel lainnya, namun disamping itu aroma jagung masih
bisa dibedakan dengan jelas.

5.30
4.83
5.00 4.60 4.50
Skor kesukaan aroma

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 35. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma bubur
jagung instan.
72

4.4.1.6 Penerimaan umum (overall)


Penerimaan umum (overall) terhadap sampel bubur jagung instan ini
dinilai dengan uji rangking hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk
mengetahui formula yang paling disukai atau diterima oleh panelis (konsumen).
Dimana hasil rataan tingkat kesukaan terhadap sampel uji dapat dilihat pada
Gambar 36.

5.00
5.00 4.70
4.27 4.23
Skor kesukaan overall

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
A B C D
Formula

Keterangan :
Formula A= Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula B = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 40 gr,
maltodekstrin 20 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula C = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 45 gr,
maltodekstrin 15 gr, susu bubuk 30 gr.
Formula D = Tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 50 gr,
maltodekstrin 25 gr, susu bubuk 30 gr

Gambar 36. Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall bubur
jagung instan.

Dari Gambar 35, berdasarkan penerimaan secara umum produk sampel


bubur jagung instan formula A paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan
ketiga formula uji lainnya. Karena memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan
tertinggi yaitu 5.00.
Dari serangkaian pengujian organolpetik yang dilakukan terhadap sampel
bubur jagung instan ini, dapat disimpulkan bahwa formula A yang terdiri atas
tepung jagung instan 10 gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr
dan susu bubuk 30 gr merupakan formula yang terpilih, karena lebih disukai atau
73

dapat diterima oleh panelis dibandingkan ketiga formula lainnya. Selain itu
jatuhnya pilihan sampel terbaik atau sampel yang dapat diterima, karena formula
A memiliki nilai rata-rata skor tingkat kesukaan tertinggi untuk semua atribut
penilaian organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan overall).

4.4.2 Komposisi Kimia


Definisi dari bubur instan sendiri adalah makanan dengan tekstur yang
lunak sehingga mudah untuk dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau,
beras merah, atau dari beberapa campuran penyusun. Dalam pengolahannya,
bubur dapat dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air, seperti bubur
nasi atau mencampurkan dengan santan (seperti bubur kacang hijau), ataupun
mencampurkannya dengan susu, yang dikenal dengan bubur susu.
Menurut Fellows dan Ellis (1992), bubur instan merupakan bubur yang
memiliki komponen penyusun bubur yang bersifat instan, sehingga dalam
penyajian tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat
dilakukan dengan menambahkan air panas atau susu, sesuai dengan selera.
Pada penelitian ini formulasi dalam pembuatan bubur jagung instan
dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan penyusun yang sudah terpilih dari
tahapan-tahapan penelitian sebelumnya. Adapun komponen penyusun bubur
jagung instan yang akan diformulasikan adalah tepung jagung instan yang
dihasilkan dengan putaran silinder dengan kecepatan 4 rpm, grits jagung instan
kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan kemudian
dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dengan suhu ± 60oC, selama 6
jam, dan komponen tambahan lainnya seperti maltodekstrin dan susu bubuk.
Formulasi yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.
Analisis nilai zat gizi (proksimat) yang dilakukan terhadap bubur jagung
instan ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, karbohidrat
dan nilai energi (kalori). Setelah dilakukannya uji proksimat, dilanjutkan dengan
uji organolpetik terhadap sampel bubur jagung instan untuk melihat seberapa
besar daya terima panelis. Hasil analisis proksimat bubur jagung instan dapat
dilihat pada Tabel 10.
74

Tabel 10. Hasil analisis proksimat (nilai gizi) bubur jagung instan.
Komponen gizi Persentase (% bk)
Kadar air 5.1
Kadar abu 1.2
Protein 7.6
Lemak 0.5
Karbohidrat 90.7
Energi (kkal) 397.8

Produk jagung instan yang terpilih mengandung karbohidrat (90.7%),


protein (7.6%), sedangkan kadar kadar airnya rendah (5.1%), berkadar lemak
rendah (0.5%) karena lemak hanya disuplai dari susu bubuk saja, dan energi nya
bernilai 397.8 kkal per 100 gr bahan.

4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan


Bahan pangan sebagai salah satu komoditas pertanian, baik yang belum
diolah maupun yang sudah diolah secara alamiah mempunyai sifat higroskopis,
yaitu kemampuan suatu bahan dalam menyerap molekul air dari udara di
sekitarnya dan sebaliknya juga kemampuan bahan yang dapat melepaskan
sebagian air yang terkandung ke udara. Adanya sifat-sifat hidratasi suatu bahan
dapat dilihat dari korelasi antara kadar air bahan tersebut dengan kondisi
kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanannya. Dalam hal ini
dapat dijelaskan melalui kurva isotermik sorpsi air yang dihasilkan dari bahan
tersebut.
Penentuan isotermik sorpsi air dari sampel bubur jagung instan dilakukan
dengan cara absorpsi, karena produk yang dihasilkan tersebut memiliki
kecendrungan untuk menyerap air dari udara di sekelilingnya dibandingkan
dengan melepaskan komponen air yang terkandung di dalamnya. Sebagai tahap
awal sampel bubur jagung instan kering tersebut diturunkan kadar air nya
serendah mungkin mendekati 2 – 3 %, dengan cara memasukkan sampel ke
dalam desikator yang berisikan kapur api (CaO). Keseimbangan sampel bubur
jagung instan dalam desikator tersebut dilakukan selama ± 14 hari.
Tahap selanjutnya, sampel yang telah disimpan dalam desikator kapur
tersebut ditimbang dan kemudian disimpan dalam beberapa desikator yang
75

berisikan garam jenuh pada beberapa tingkatan. Penggunan garam jenuh tersebut
bertujuan untuk mempertahankan RH (kelembaban relatif) didalam desikator agar
selalu konstan. Penyimpanan dilakukan sampai sampel uji tersebut telah mencapai
kadar air kesetimbangan. Adapun hasil pengamatan kadar air kesetimbangan dari
sampel bubur jagung instan diilustrasikan pada Tabel 11. Kadar air kesetimbangan
Bubur jagung instan (BJI) selanjutnya diplot dengan aw, hingga membentuk kurva
isotermik sorpsi air. Kurva isotermik sorpsi air Bubur jagung instan dapat dilihat
pada Gambar 37.

Tabel 11. Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan

Kadar Air Kesetimbangan (Me)


Garam jenuh aw
(%bk)
NaOH 0.06 4.35
CH3COOK 0.22 5.52
MgCl2 0.32 5.74
K2CO3 0.43 6.25
KI 0.69 12.87
NaCl 0.75 16.72
KCl 0.84 21.46
K2CrO4 0.86 27.22
BaCl2.2H2O 0.9 28.11 *
NH4H2PO4 0.91 30.31**
K2SO4 0.97 40.69 ***
* Berjamur ringan
** Berjamur sedang
*** Berjamur berat
76

40
37.83
35
Ka kesetimbangan (Me) (%bk) a c
30

25
b
20 20.78

15

10

5
3.43
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aw

Gambar 37. Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan

Dari kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan yang dihasilkan
memperlihatkan bentuk kurva isotermik yang sigmoid. Hal ini didukung oleh
pendapat Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva
absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe Langmuir,
tipe 2 adalah tipe Sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama
khusus.

4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat


Menurut Labuza (1968) dan Soekarto (1978), kurva isotermik sorpsi air
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah air terikat primer atau monolayer, daerah
terikat air sekunder atau multilayer dan daerah terikat tersier yaitu air
terkondensasi pada pori-pori bahan.

4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air terikat Primer (Mp)


Daerah air terikat primer merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air
yang terikat sangat kuat, dengan entalpi penguapan lebih besar dari pada entalpi
penguapan air murni, merupakan bagian dari padatan karena air diabsorpsi pada
sisi aktif bagian polar padatan. Air terikat primer dapat ditentukan dengan kurva
77

isotermik sorpsi pada kelembaban relatif lebih kecil atau sama dengan 45 %
dengan menggunakan model persamaan yang dijelaskan oleh Brunnauer, Emmet
dan Teller (1983), persamaan tersebut yaitu :
aw 1 c −1
= + xaw
(1 − aw)M Mm MmC
dimana, M = kadar air basis kering (%); Mm = kadar air monolayer (%);
aw = aktivitas air dan c = tetapan energi absorpsi. Persamaan di atas dapat dirubah
menjadi model regresi : Y = a + bx, dimana :

aw 1 C −1
Y= ;a = ;b =
(1 − aw )M MpxC MpxC

Pada perhitungan air terikat primer bubur jagung instan dilakukan


perhitungan kapasitas air yang menggunakan kisaran aw 0.06 – 0.43 yang dapat
dilihat pada Tabel 10.
Dari hasil plot data aw dan kadar air kesetimbangan didapatkan persamaan
garis lurus Y = 0.2853x – 0.0063 dengan titik potong pada ordinat (a) dan faktor
kemiringan (b). Adapun plot BET isotermik sorpsi air tepung jagung instan dapat
dilihat pada Gambar 38.

0.12
y = 0.2853x - 0.0063
2
R = 0.9883
aw/(1-aw)Me

0.08

0.04

0.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
aw

Gambar 38. Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan
metode BET.

Dari persamaan regresi linier diatas, dapat dihitung nilai Mp dari sampel
uji tersebut. Berikut ini perhitungan Mp untuk sampel bubur jagung instan. Dari
78

plot aw terhadap aw/(1-aw), diperoleh persamaan Y = 0.2853x – 0.0063. Nilai


a = 0.0063, nilai b = 0.2853 dan nilai c = (b/a + 1) = 46.29, sehingga nilai
Mp = (1/a x c) = 3.43. Perhitungan kapasitas air terikat primer bubur jagung instan
dapat dilihat pada Tabel 12. Untuk perhitungan aw primer (ap) dilakukan dengan
mensubtitusikan nilai x = Mp ke dalam persamaan yang didapatkan pada kurva
linier BET.

Tabel 12. Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan


Sampel Plot aw(X) terhadap aw/(1-aw)Me Konstanta BET
aw primer
Persamaan R2 C Mp
BJI Y = 0.2853x-0,0063 0.9883 46.29 3.4294 0.13

Dari hasil perhitungan, dihasilkan kapasitas air terikat primer bubur jagung
instan sebesar 3.43 %. Hasil yang didapat nilainya lebih kecil bila dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004) tentang
pembuatan nasi jagung instan yang terbuat dari dua varietas jagung (varietas
motor dan varietas pulut) dihasilkan kapasitas air terikat primernya sebesar 4.76
dan 5.02. Kecilnya kapasitas air terikat primer bubur jagung instan diduga pada
daerah ini memiliki ikatan hidrogen sangat kuat dengan energi ikatan yang besar
sehingga molekul air sulit untuk dilepaskan.

4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air terikat Sekunder (Ms)


Untuk menentukan kapasitas air terikat sekunder, dapat dilihat dari titik
peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier. Menurut Soekarto (1978).
Kapasitas air terikat sekunder dapat dihitung dengan menggunakan model analisa
logaritmik. Adapun rumus matematik empiris nya adalah sebagai berikut :
Log (1 − aw) = b(M ) + a

dimana M = kadar air bahan (gr air/gr bk), a = titik potong dengan ordinat,
b = faktor kemiringan dan aw = aktivitas air.
Dalam penentuan kapasitas air terikat sekunder digunakan kisaran aw 0.32
sampai 0.91 dengan menggunakan dua garis berpotongan, terdapat garis lurus
patah dua, garis lurus pertama diartikan mewakili air terikat sekunder dan garis
lurus kedua mewakili air terikat tersier serta titik potong tersebut menunjukkan
79

peralihan dari air terikat sekunder ke air terikat tersier, dimana wilayah peralihan
tersebut disebut sebagai batas atas atau kapasitas air terikat sekunder (Gambar 39).

1.2
1
0.8 y = 0.0385x - 0.0201 y = 0.0274x + 0.2328
1-aw

0.6 R2 = 0.975 R2 = 0.8835


0.4
0.2
0
0 5 10 15 20 25 30 35

M (% bk)

Gambar 39. Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan
metode Logaritma.

Berdasarkan hasil plot antara kadar air kesetimbangan (% bk) dengan


(1-aw) didapatkan dua persamaan, yaitu Y = 0.0385x–0.0201 dengan R2= 0.975
dan Y = 0.0274x + 0.2328 dengan R2 = 0.8835. Dengan menggunakan dua
persamaan regresi tersebut, dapat dihitung kapasitas air terikat sekunder, dimana
x1 = x2 = Ms, perhitungannya adalah sebagai berikut :
Y = 0.0385x–0.0201 ....................... Persamaan (1)
Y = 0.0274x + 0.2328 ..................... Persamaan (2)
Jadi, 0.0385x1 – 0.0201 = 0.0274x2 + 0.2328
0.0385x1 - 0.0274x2 = 0.2328 + 0.0201
0.0111 Ms = 0.2529
Ms = 20.78 % bk
Untuk perhitungan aw sekunder (as) sama halnya dengan pada perhitungan
aw primer (ap) sebelumnya yaitu, dilakukan dengan mensubtitusikan nilai x = Mp
tersebut pada salah satu persaman regresi yang didapatkan dari kurva linier
logaritma. Nilai aw sekunder (as) untuk sampel bubur jagung instan sebesar 0.86.
Hasil perhitungan kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dapat dilihat
pada Tabel 13.
80

Tabel 13. Konstanta persamaan logaritma pada bubur jagung instan


Parameter Bubur Jagung Instan
a1 -0.0201
b1 0.0385
R21 0.975
a2 0.2328
b2 0.0274
R22 0.8835
Ms 20.78
as 0.86

Kapsitas air terikat sekunder untuk sampel bubur jagung instan yang
didapat lebih besar dibandingkan dengan kapasitas air primer. Menurut Supriadi
(2004), yang menjelaskan tingginya kapasitas air terikat sekunder dari pada
kapasitas air terikat primer pada sampel beras jagung instan diduga karena
kapasitas air terikat sekunder merupakan lapisan air yang diikat karena pengaruh
lapisan air monolayer yang mempunyai tangan sisa untuk mengikat air lainya
sehingga tingkat kepolaran makromolekul masih berperan dan tidak dipengaruhi
oleh proses pemanasan.

4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air terikat Tersier (Mt)


Daerah air terikat tersier merupakan daerah yang menunjukkan fraksi air
terikat lemah, dimana daerah tersebut memiliki sifat mendekati air bebas dan tidak
dijumpai adanya energi pengikatan yang lebih besar dibandingkan pada air murni,
dan daya tarik menarik antara kutub positif molekul air dengan kutub negatif
molekul air lainnya sehingga menyebabkan terjadinya penggabungan molekul-
molekul air melalui ikatan hidrogen (Van den berg dan Bruin 1981). Ditambahkan
oleh Kadirantau (2000) yang menjelaskan dengan melakukan ekstrapolasi
terhadap kurva isotermik sorpsi air dapat diperkirakan kadar air bahan saat
tekanan uap air jenuh, yaitu pada saat aw = 1 (RH = 100%). Kadar air pada aw = 1
ini merupakan dugaan kisaran tentang batas air yang terkondensasi atau kapasitas
air terikat tersier.
Penentuan kapasitas air terikat tersier pada sampel bubur jagung instan
ini dilakukan dengan menggunakan metode polinomial ordo 2, dimana data yang
digunakan adalah data pengamatan dengan kisaran aw antara 0.43 sampai dengan
81

0.91. Sebagai tahap awal dilakukan plot antara kisaran aw yang digunakan dengan
kadar air kesetimbangan yang dihasilkan. Adapun kurva hasil plot tersebut dapat
dilihat pada Gambar 40.
Dari kurva di bawah, didapatkan satu persamaan regresi yang dapat
digunakan dalam penentuan kapasitas air terikat tersier, yaitu
Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338. Pada saat aw = 1,
dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304
Y= Me ( kadar air kesetimbangan (%bk)), x = aw, sehingga ketika
RH = 100 atau aw = 1, maka :
Y = 112.42 (1)2 +(– 105.89)(1) + 31.304
Y = 112.42 +(– 105.89) + 31.304
Y = 37.834

40

2
Ka keseimbangan (%bk)

y = 112.42x - 105.89x + 31.304


30 2
R = 0.9338

20

10

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
aw

Gambar 40. Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan
dengan metode polinomial ordo 2

Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier sampel bubur jagung instan
dapat dilihat pada Tabel 14. Pada metode polinomial ordo 2 ini terdapat beberapa
parameter yang digunakan untuk menghitung kapasitas air terikat tersier dari
produk bubur jagung instan. Parameter-parameter tersebut diambil berdasarkan
persamaan regresi melalui pendekatan polimomial ordo 2, diantaranya slope atau
kemiringan dari persamaan yang didapatkan (a, b dan c). Dari persamaan yang
82

dihasilkan Y = 112.42x2 – 105.89x + 31.304 dengan nilai R2 = 0.9338, sehingga


nilai a = 112.42, nilai b = -105.89 dan nilai c = 31.304 (Gambar 40).

Tabel 14. Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan
Pendekatan Parameter Bubur jagung instan
a 112.42
b -105.89
Polinomial ordo 2 c 31.304
R2 0.9338
Mt 37.84

4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat


Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas air terikat, dapat ditentukan tiga
batas daerah fraksi air terikat dari sampel bubur jagung instan, dimana kestabilan
bahan pangan (sampel) ditentukan oleh tiga daerah air terikat tersebut. Didukung
oleh pendapat Rockland dan Beuchat (1985) yang mejelaskan dari ketiga daerah
kurva sorpsi isotermik dapat ditentukan dimana daerah terjadinya berbagai reaksi
kimia seperti reaksi pencoklatan, reaksi oksidasi, dan daerah pertumbuhan kapang,
jamur dan bakteri.
Batas tiga daerah fraksi air terikat didasarkan pada nilai tertinggi dari
masing-masing daerah yang meliputi fraksi air terikat primer (ATP) yang dibatasi
oleh Mp, fraksi air terikat sekunder (ATS) yang dibatasi oleh Ms dan air terikat
tersier (ATT) yang dibatasi oleh Mt. Untuk susunan fraksi air terikat dari sampel
bubur jagung instan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan
Parameter Bubur Jagung Instan
Mp 3.43
Fraksi air terikat
primer Awp 0.13
ATP 3.43
Ms 20.78
Fraksi air terikat
Sekunder Aws 0.86
ATS 17.35
Fraksi air terikat Mt 37.83
tersier ATT* 17.05
*Mt diambil dari model dengan r2 tertinggi ( polinomial)
83

Hasil perhitungan kapasitas air terikat pada tiga daerah tersebut, dapat
digunakan untuk pendugaan besarnya kadar air kritis secara absorbsi. Dengan
demikian selama penyimpanan sampel bubur jagung instan dapat diduga atau
diperkirakan tingkat kestabilannya dengan berdasarkan pada kurva isotermik
sorpsi air yang dihasilkan oleh sampel tersebut.

4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan


Menurut Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan
oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level
atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Ditambahkan oleh Supriadi (2004) yang
menjelaskan bahwa umur simpan adalah selang waktu antara bahan pangan mulai
diproduksi hingga tidak dapat lagi diterima oleh konsumen akibat adanya
penyimpangan mutu. Pendugaan umur simpan berdasarkan kurva isotermik sorpsi
air menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1982), yaitu :

Me − Mi
Ln
ts = Me − Mc
k A Po
x x
x Ws b
Keterangan :
ts : Umur simpan produk (hari)
Me : Kadar air kesetimbangan produk (% bk)
Mi : Kadar air awal produk (% bk)
Mc : Kadar air kritis produk (% bk)
Ws : Berat kering produk dalam kemasan (gr)
Po : Tekanan uap air murni/ jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg)
k/x : konstanta permeabilitas uap air kemasan (gr/m2.hari. mmHg)
A : Luas Permukaan kemasan (m2)
b : Kemiringan kurva isotermik sorpsi (yang diasumsikan linier
antara Mi dan Me )

Persamaan regresi yang didapat dari hasil plot antara kelembahan relatif
ruang penyimpanan sampel dan kadar air kesetimbangannya (% bk) (Gambar 41)
adalah Y = 0.211x + 0.3288 dengan R2 = 0.8995. RH distribusi atau RH ruang
penyimpanan yang digunakan adalah 85%, pada suhu 30oC dan tekanan uap air
jenuh dengan Mi = 5.10% (bk). Kemasan yang digunakan berukuran (15 x 10 x
2)cm2 untuk setiap berat kering produk dalam kemasan (Ws) 28.47 gram.
84

25

Ka Kesetimbangan (%bk)
y = 0.211x + 0.3288
20
R2 = 0.8995

15

10

0
0 20 40 60 80 100
Kelembaban relatif (%)

Gambar 41. Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan

Pendugaan umur simpan produk bubur jagung instan dilakukan pada


beberapa kemasan diantaranya alufo, plastik PP dan plastik PE. Pada penelitian ini
data permeabilitas kemasan menggunakan data sekunder dimana nilai
permeabilitas kemasan alufo, plastik PP dan platik PE masing-masing adalah 0.02,
0.185 dan 0.169 g/m2.mmHg.hari (Histifarina 2002 ; Marleni 2007).
Dari hasil perhitungan pada Tabel 16, dihasilkan umur simpan dari bubur
jagung instan yang dikemas dengan alufo lebih lama dibandingkan dengan
kemasan plastik PP dan plastik PE. Lamanya umur simpan bubur jagung instan
tersebut disebabkan karena permeabilitas uap air kemasan alufo yang sangat
rendah yaitu 0.02 gr/m2.mmHg.hari, sehingga dapat menghambat laju transmisi
uap air ke dalam kemasan. Rendahnya permeabilitas uap air kemasan alufo juga
berfungsi untuk menjaga sifat higroskopis bubur jagung instan dari kerusakan
mutu (tumbuhnya jamur) yang disebabkan adanya penetrasi uap air dari luar
kemasan.
85

Tabel 16. Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan


RH 85%
Parameter
Sampel bubur jagung instan
aw 0.85
Me (%bk) 23.02
Mi (%bk) 5.10
Mc (%bk) 21.02
k/x (g/m2.mmHg. hari)
alufo 0.02
PP 0.19
PE 0.17
Ws (gr) 28.47
A(m2) 0.03
Po ( mm.Hg) 31.82
b (g.H2O/g bk) 0.26
Umur simpan/ Ts (bulan)
alufo 53.8 (4.5 thn)
PP 5.7 (0.5 thn)
PE 6.3 (0.5 thn)

Limonu (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


masa simpan makanan yang dikemas adalah ukuran kemasan dalam hubungannya
dengan volume, kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana
kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, ketahanan
keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau termasuk
perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat, keaadaan alamiah atau sifat
makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap
air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia, internal dan fisik.
Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriadi (2004),
umur simpan untuk produk beras jagung instan yang dihasilkan dengan
menggunakan kemasan alufo lebih lama dibandingkan produk bubur jagung
instan ini yaitu 27 bulan untuk jagung varietas motor dan 33 bulan untuk jagung
varietas pulut. Seperti yang diketahui komposisi bahan yang terkandung dalam
produk bubur jagung instan cukup banyak. Selain komponen utama yang berasal
dari jagung, ada bahan tambahan lain seperti maltodekstrin dan susu bubuk.
Komponen tambahan yang terdapat dalam bahan produk tersebut akan
mempengaruhi umur simpan dari produk tersebut.
86

4.6 Analisis Biaya Bubur Jagung Instan


Biaya dapat didefenisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang
diukur dengan uang, yang dikeluarkan sebelum dan sesudah mencapai tujuan
tertentu (Revinaldo 1992). Tujuan dilakukannya perhitungan ekonomi (analisis
biaya) pada pembuatan bubur jagung instan ini adalah memberikan informasi
yang berhubungan dengan peluang usaha (bisnis) dan memancing minat
masyarakat untuk mengembangkan industri olahan jagung tersebut sebagai salah
satu usaha tambahan untuk membantu perekonomian keluarga.

Nama Produk : Bubur jagung instan


Jumlah Produksi : 2500 sachet per hari
Harga Jual : Rp. 2.500,- per sachet
Periode Produksi : 25 hari

Pemasukan
Penjualan bubur jagung instan per bulan
25 hari x 2500 sachet x Rp. 2.500,- = Rp.156.250.000,-

Investasi Peralatan
Menurut Revinaldo (1992) biaya-biaya yang tergolong ke dalam biaya
tetap, antara lain biaya investasi mesin atau peralatan, bangunan, gaji tenaga
manajemen, bunga modal dan biaya overhead tetap lainnya. Biaya penyusustan
mesin atau peralatan dan gedung yang digunakan untuk produksi dihitung dengan
metode garis lurus dengan umur ekonomisnya. Investasi peralatan yang digunakan
dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilahat pada Tabel 17.

Biaya Pengeluaran per Bulan


Biaya yang dikeluarakan untuk suatu produksi dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarakan
dalam pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Tabel 18.
87

Tabel 17. Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan


Alat Umur teknis Harga
Ayakan 18 mesh 3 tahun Rp. 150.000.-
Ayakan 80 mesh 3 tahun Rp. 150.000.-
Pengadaan wadah( baskom, sendok,tirisan) 3 tahun Rp. 50.000.-
Timbangan 3 tahun Rp. 100.000.-
Gayung ukur 1 L 3 tahun Rp. 15.000.-
Panci, Kompor 3 tahun Rp. 150.000.-
Mesin Sealer 3 tahun Rp. 125.000.-
Multi mill * 5 tahun Rp. 10.000.000.-
Drum dryer * 5 tahun Rp. 255.000.000.-
Fluidized bed dryer * 5 tahun Rp. 25.500.000.-
Oven dryer * 5 tahun Rp. 35.000.000.-
Freezer * 5 tahun Rp. 15.000.000.-
Total Investasi Rp. 341.240.000.-
* Diasumsikan :
harga multi mill Rp. 10.000.000.-
harga drum dryer Rp. 255.000.000.-
harga fludized bed dryer Rp. 25.500.000.-
harga oven dryer Rp. 35.000.000.-
harga freezer Rp. 15.000.000.-

Tabel 18. Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan


Jenis biaya Rincian Harga
Penyusutan peralatan **
Penyusutan multi mill Rp. 166.667.-
Penyusutan drum dryer Rp. 4.250.000.-
Penyusutan fluidized bed dryer Rp. 425.000.-
Penyusutan oven dryer Rp. 583.333.-
Penyusutan freezer Rp. 250.000.-
Penyusutan peralatan lain Rp. 20.556.-
Akumulasi penyusutan peralatan Rp. 5.695.556.-
Sewa tempat Rp. 7.500.000.- Rp. 625.000.-
Tenaga kerja : Pimpinan 3 org x 3.000.000.- Rp. 9.000.000.-
Kariyawan 20 org x Rp. 750.000.- Rp.15.000.000.-
Listrik dan telepon Rp. 1.500.000.-
Total biaya tetap Rp. 31.820..556.-
** perhitungan penyusutan peralatan adalah harga/umur teknis/12

Biaya yang tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang besarnya
berubah sesuai dengan perbuahan volume produksi. Peningkatan volume produksi
akan menaikkan biaya variabel total, akan tetapi biaya variabel per satuan produk
tetap (Revinaldo 1992). Perhitungan biaya variabel yang digunakan dalam
pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat dari Tabel 19.
88

Tabel 19. Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan


Jumlah per Jumlah per harga
Nama bahan Harga
hari bulan satuan
Jagung pipilan 45 kg 1125 kg Rp. 10.000.- Rp. 11.250.000.-
Maltodekstrin 25 kg 625 kg Rp. 12.000.- Rp. 7.500.000.-
susu bubuk 30 kg 750 kg Rp. 15.000.- Rp. 11.250.000.-
kemasan alufo
(pembungkus) 2500 sachet 62500 sachet Rp. 500.- Rp. 31.250.000.-
total biaya variabel Rp. 61.250.000.-
Total pengeluaran (Biaya tetap + Biaya Variabel) Rp. 93.070.556.-

Keuntungan
Keuntungan produksi dapat dihitung berdasarkan selisih antara jumlah
pemasukan yang didapat dengan total biaya pengeluaran yang dikeluarkan.
Pemasukan = Rp.156.250.000,-
Pengeluaran = Rp. 93.070.556.-
Keuntungan Per Bulan = Rp. 63.179.444.-

Pada umumnya, selama proses produksi berlangsung akan terjadi


perubahan-perubahan nilai harga, baik dari segi bahan baku, harga jual maupun
kondisi perekonomian dan perputaran uang di pasaran. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi pendapatan atau keuntungan perusahan. Untuk mengatuhinya,
dilakukan studi sensitivitas terhadap produk yang dihasilkan. Menurut
Rieuwpassa (2005) studi sensitivitas menunjukkan persen perubahan keuntungan
jika beberapa faktor mengalami perubahan. Studi sensitivitas produk bubur jagung
instan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan


Kasus Faktor Keterangan Keuntungan +/- (%)
0 Basis Rp.63.179.444.-
1 Harga Harga turun menjadi Rp. 31.929.444.- - 49.46%
Rp. 2000.-/ sachet
2 Produksi Kapasitas produksi naik Rp. 73.179.444- + 15.83%
menjadi 2700 sachet/ hari
3 Jagung Harga jagung pipilan naik Rp.62.054.444.- - 1.19%
pipilan menjadi Rp. 11.000.-/ kg
4 Susu bubuk Harga susu bubuk naik Rp. 62.429.444.- - 1.78%
menjadi Rp. 15.000.-/ kg
89

Berdasarkan Tabel 13, penurununan harga produk bubur jagung instan


sebesar Rp. 500.- memperlihatkan terjadinya penurunan keuntungan sebesar
49.46%. Untuk menyiasatinya, produsen harus mengusahakan harga produk tetap
stabil. Peningkatan kapasitas produksi sebesar 2700 sachet/hari, memberikan
peningkatan keuntungan perusahaan sebesar 15.83%. Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kerja dan kapasitas alat yang masih
mencukupi kebutuhan dalam produksi.
Penurunan keuntungan perusahaan akan terjadi juga karena adanya
perubahan harga dari komponen biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung
instan (harga jagung pipilan dan susu bubuk). Kenaikan harga jagung pipilan
sebesar Rp. 11.000.-/ kg nya akan menurunkan keuntungan perusahaan sebesar
1.78%, sedangkan naiknya harga susu bubuk sebesar Rp. 16.000.-/kg perusahaan
akan mengalami penurunan keuntungan sebesar 1.19%. Kondisi ini
memperlihatkan keuntungan dalam memproduksi produk bubur jagung instan
sangat dipengaruhi oleh harga bahan dan perubahan beberapa nilai komponen
biaya.
90

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa simpulan sebagai


berikut :
1. Tepung jagung instan yang dihasilkan dengan menggunakan kecepatan
putaran silinder 4 rpm memiliki karakteristik fisik yang lebih baik
dibandingkan dengan tepung yang dihasilkan dengan kecepatan silinder
6 rpm, sehingga terpilih sebagai salah satu bahan penyusun bubur jagung
instan.
2. Grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat
(suhu -20oC, selama 44 jam) dan dikeringakan dengan menggunakan
pengering oven menjadi grits jagung yang terpilih sebagai bahan penyusun
bubur jagung instan, karena memiliki karakteristik fisik terbaik yaitu
rendemen dengan rata-rata 87.35 %, rata-rata porositas sebesar 79%,
dengan rata-rata rasio rehidrasi sebesar 5.96 %, memiliki daya penyerapan
air nasi dengan rata-rata air tertinggi rata-rata 457.3 %, dan volume
pengembangan nasi dengan rata-rata 81.9%.
3. Dari empat formula yang diuji pada penelitian tahap ketiga, diperoleh
formula A sebagai formula bubur jagung instan yang terpilih melalui uji
organoleptik dengan komposisi yang terdiri atas tepung jagung instan 10
gr, grits jagung instan kering 35 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30
gr. Pemilihan produk bubur jagung instan yang terpilih berdasarkan nilai
rata-rata tingkat kesukaan tertinggi untuk setiap atribut yang digunakan
pada uji organoleptik (tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan
penerimaan secara umum /overall).
4. Komposisi kimia formula A sebagai formula bubur jagung instan yang
terpilih terdiri atas kadar air 5.1 %, kadar abu 1.2 %, kadar protein 7.6 %,
kadar lemak 0.5 %, karbohidrat 90.7 % dan energi (kalori) sebesar
397.8 kkal.
5. Kurva isotermik sorpsi air dari bubur jagung instan menghasilkan susunan
tiga daerah fraksi air terikat diantaranya : nilai ATP (air terikat primer)
yang dibatasi oleh Mp (batas daerah air terikat primer) sebesar 3.43 % (bk)
91

yang seimbang dengan aw (ap) sebesar 0.13, fraksi ATS (air terikat
sekunder) yang dibatasi oleh Ms(batas daerah air terikat sekunder) sebesar
20.78 % (bk) dan berkeseimbangan dengan aw (as) sebesar 0.86, dan
terakhir adalah fraksi ATT (air terikat tersier) yang dibatasi oleh Mt (batas
daerah air terikat tersier) dengan nilai sebesar 37.83 % (bk) yang
berkeseimbangan dengan aw = 1.Sedangkan untuk nilai ATP dari bubur
jagung instan yang dibatasi oleh Mp dan berkeseimbangan dengan aw =
0.13 sebesar 3.43 % (bk), selanjutnya nilai fraksi ATS yang dibatasi oleh
Ms dan berkeseimbangan dengan aw = 0.86 bernilai 17.35 % (bk), dan
untuk fraksi ATT yang dibatasi oleh Mt dan berkeseimbangan dengan aw
= 1 bernilai 17.05 % (bk).
6. Hasil perhitungan umur simpan produk bubur jagung instan yang disimpan
pada RH penyimpanan 85% dan dikemas dalam kemasan alufo selama
53.8 bulan (4.5 tahun), kemasan plastik PP selama 5.7 bulan (0.5 tahun)
dan kemasan plastik PE selama 6.3 bulan (0.5 tahun).
92

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut antara lain
sebagai berikut :
1. Guna meningkatkan nilai tambah produk dan pengembangan produk baru
perlu dilakukan penelitian lanjut tentang penambahan flavor atau bahan
tambahan makanan lain sehingga dapat menciptakan prototipe bubur
jagung instan yang lain.
2. Diperlukan pengembangan produk bubur jagung instan dari beberapa
komoditi varietas lokal lainnya.
3. Untuk mendapatkan waktu pemasakan yang lebih singkat, diperlukan
penelitian selanjutnya dengan meningkatkan waktu pregelatinisasinya.
4. Diperlukan penelitian scale up proses ke skala pilot dan analisa tekno-
ekonomi sebelum dimasuk ke skala industri.
93

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[Anonim]. 2007. Drying. www. frigmaires.com/drying/drying3.htm [5 Feb 2007]

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of


Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC.
USA: Association of Official Analitical Chemist.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of


Analysis of Association of Official Analytical Chemists. Washington DC.
USA: Association of Official Analitical Chemist.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budiyanto S. 1989. Petunjuk


Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas –IPB..

APV Crepaco. 1992. Dryer : Technology and Engineering. Di dalam: In Hui YH.
editor. Encyclopedia of Food Science and Technology. Toronto: John
Wiley and Sons Inc.

Arpah M, R Syarief. 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan


pangan dari difusi hukum fick unidireksional. Bul. Tekno.dan Industri
Pangan XI 1:1

Australian Academy of Technological Science and Engineering. 2000. Instant


and convenience foods. Australia Sciences and Technology Heritage
Centre. [terhubung berkala]. http:// www. austech. unimelb.edu.
au/tia/135. html ] [20 Feb 2005].

Badan Standar Nasional. Standar mutu Jagung SNI 01-3920-1995. Jakarta

Badan Standar Nasional. Standar mutu Tepung Jagung SNI 01-3727-1995.


Jakarta

Bagian Gizi RS. dr. Cipto Mangunkusumo, Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2001.
Penuntun Diit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bahrie S. 2005. Optimasi proses pada proses pengolahan bubur jagung


menggunakan alat pengering drum (drum dryer). [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Barbosa Canovas GV, Vega Marcado H. 1996. Dehydration of Food. New York:
Chapman and Hall.

Be Miller JN, Whistler RL. 1996. Carbodydrates Di dalam: Fennema OR, editor.
Food Chemistry (Ed) 3rd Ed. New york: Marcel. Dekker. Inc. PP:
157-220.
94

Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Berlin: Springer,

Berger J. 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Geneva: Center


d’Etude de I’Azole.

Berry D. 2005. From starch to maltodextrin food productions design.


(26 Maret 2006)

Bischof JC, Wolker WF, Tsuetkova NM, Oliver AE, Crowe JH. 2002. Lipid and
protein changes due to freezing in dunning AT-1 cells. J. Cryobiology
45: 22- 32.

Brennan JG, Buthers JR, Cowel ND, Lily AVE. 1974. Food Engineering
Operations. London: Applied Science Publisher Ltd.

Brooker OB, FW Bekker- Arkema & CW Hall.1974. Drying Cereal Grains.


USA : The AVI Publ. Company Inc.Westport Connecticut

Chan WS, Toledo RT. 1976. Dynamic of freezing and their effects on water
holding capacity of a gelatinized starch gel. J. Food Science 41 (2): 301-
303.

Deman JM. 1989. Principle of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata


Penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Kimia Makanan edisi ke-2..

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Muljohardjo M,


Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Technology of Food
Preservation.

Doni A. 2002. Karakteristik bubur instan dari buah sukun (Artocarpus altilis)
yang diolah dengan pengering drum. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Effendi S, Sulastiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: Yasaguna.

Fadillah HN. 2005. Vertifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka


penggandaan skala. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Fellows PJ, Ellis. 1992. Food Processing Technology: Principles and Practice.
England: Ellis Horwood.

Fennema OR. 1985. Food Chemistry Ed 2nd.New York: Marcel Dekker.

Floros JD, Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction on Packged Foods.


London: Elsevier Publisher.

Floyd CD, Rooney LW, Bockholt AJ. 1995. Measuring desirable and undesirable
color in white and yellow food corn. J Cereal chem 72 (5) : 488-490.
95

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, Sardjono,
Penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan
dari : The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition
and Microbiology.

Garcia Arias MT, Pontes EA, Garcia Linares MC, Garcia-Fernandez MC,
Sanchez-Muniz FJ.2003. Cooking freezing reheating (CFR) of sardine
(Sardine Pilchardus) fillets effects of different cooking and reheating
procedures on the proximate and fatty acid compositions. J. Food Chem
83 : 349-356

Gomez MH, Aguilera JM.1983. Changes in the starch fraction during extrusion
cooking of corn. J. Food Science 48 (2) : 378-381

Grace MR. 1997. Cassava Processing. Rome: Food Agriculture Organization of


The United Nation.

Grennwood CT, Muhro DN. 1979. Carbohydrates. Di dalam: Prestley RJ, editor.
Effect of Heat on Food Stufs. London: Applied Science Publisher Ltd.

Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural. USA: Westport Connecticut
The AVI Publ. Company

Hadiwiyoto S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur.


Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Hamm R, Gottesmann H. 1984. Release of mitocondrial enzymes by freezing and


thawing of meat: structural and analytical aspects. Proc Euro Meat
Reswork Meating 3 : 152-155.

Handoko DD. 2004. Kajian isotermi sorpsi dekstrin pati garut (Maranta
arundinaceae L.) pada berbagai tingkat hidrolisis. [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor..

Hanni PF, Parkas DF, Brown GE. 1976. Design and operating parameters for a
continous centrifugal fluidized bed dryer (CFB). J. Food Science 41:
1172-1176

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.


Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Hariyadi P, Purnomo EH, Tirtasujana D,Kusumah TD, Sudiana N. 2000.


Penuntun Praktikum Satuan Operasi Industri Pangan. Bogor:
Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.
Yogyakarta: Andi Offset.
96

Hartono NAD. 2004. Pengaruh jenis jagung terhadap pembuatan beras jagung
instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Heldman SM, Singh RP.1981. Food Process Engineering. USA : Westport


Connecticut The AVI Publ. Company

Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong (Manihot esculenta


Crantz) sebagai pangan pokok alternatif. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Histifarina D. 2002. Kajian pembuatan kentang tumbuk instan (Mashed Potato


Instant) dan stabilitasnya selama penyimpanan. [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor..

Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science of Technology 2nd Ed. St. Paul,
Minesota: American Assoc of Cereal Chem, Inc.

Hovman S.1995. Drying of Fruits and Vegatables.Di dalam: Mujumdar, editor.


Handbook of Industrial Dryring ed 2nd. New York: Marcell Dekker.Inc.

http: //www.bima.ipb.ac.id/ image, 5 Feb 2005

Hubeis M. 1985. Pengembangan metode uji kepulenan nasi. [Tesis]. Bogor:


Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hughes HD, Metcalve DS. 1972. Crop Production Third Edition. London:
Collier-Mc Millan Limited.

Husain H. 2006. Optimasi proses pengeringan grits jagung dan santan sebagai
bahan baku bassang instan, makanan tradisional makasar. [Tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Imad HP, Nawingsih AA. 1995. Menyimpan bahan pangan. Jakarta: Penerbit
swadaya.

Inglett GE. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. Westport: The AVI
Publishing Company, Inc.

Jayaraman, Gupta D. 1995. Drying of Fruits and Vegatables. Di dalam: Mujumdar


AS. Handbook of Industrial Drying Ed 2nd. New York: Marcel
Dekker.Inc.

Johnson LA. 1991. Corn: Production, processing and utilitation. Di dalam Lorenz
KJ, Kulp K, editor. Handbook of Cereal Science and Technology. New
York: Marcel Dekker Inc.

Jugenheimer RW. 1976. Corn : Improvement, Seed Production and Uses. New
York: A Willey-Interscience Publication. John Willey and Sons.
97

Kadirantau DME. 2000. Kajian isothermi sorpsi air (ISA) dan stabilitas tepung
ketan selama penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Karathanos VT, Kanellopoulos NK, Belessiotis VG. 1996. Development of


porous structure during air drying of agricultural plant product. J. Food
Eng 29 :167-183.

Kent JDW. 1975. Technology of Cereal Ed 2nd. New York: Pergamon Press
Oxford.

Labuza TP.1968. Sorption Phenomena in Foods. Food Tech 22 (3) : 263-270.

1982. Shelf Life Dating of Food. Westport, Connecticut: Food and


Nutrition Press. Inc..

Lii CY, Shao YY, Tseng KH. 1995. Gelation mechanism and rheological
properties of rice starch. J. Chemistry 73(a): 415.

Limonu M. 2007. Pengaruh perlakuan sebelum pengringan terhadap karakteristik


fisiko-kimia dan penentuan umur simpan jagung muda instan. [Tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Liu K, Philips RD, HmcWatters KAY. 1993. Induced hard to cook state in
cowpeas by freeze thawing and calcium chloride soaking. J. Cereal
Chem 70(2) : 193-195.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Ed..
Boca Raton: CRC Press,

Mohapatra D, Bal S. 2005. Cooking quality and instrumental textural atributes of


cooked rice for different milling fractions. J. Food Eng 73(2006) :253-
259.

Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Direktorat


Jendral Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor.

Muchtadi TR, Budiatman. 1991. Teknologi Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan


Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Muljohardjo M. 1987. Pengeringan Bahan Pangan. Makalah yang disampaikan


dalam kasus singkat pengeringan bahan pangan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gadja Mada.
98

Mujumdar AS. 2000. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Induatrial.


Tambunan AH, Wulandari D, Hartulistiyoso E, Nelwan. LO, Penerjemah.
Bogor: IPB Press. Terjemahan dari: Mujumdar’s Practical Guide to
Industrial Drying.

Octavia RY. 2002. Pengaruh larutan Na2HPO4 dan Na sitrat serta suhu
pengeringan pada pembuatan nasi instan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Panggabean KD. 2004. Pengembangan produk bubur jagung instan. [Skripsi].


Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Park DJ, Imm JY, Ku KH. 2001. Improved dispersibility of green tea powder by
microparticulation and formulation. J. Food Sci 66 (6) : 793-798.

Parker R. 2003. Introduction of Food Science. United State : Dielmar.

Peckham GC. 1969. Foundation of food preperation 2nd ed. London: The Mac
Millan Co. Calier. Mac Millan Ltd.

Perdana D. 2003. Dampak penerapan ISO 9001 terhadap peningkatan mutu


berkesinambungan pada proses produksi bubur bayi instan di PT. gizindo
prima nusantara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Pramono L. 1993. Mempelajari karakateristik pengeringan teh hitam CTC


(Curing Tearing Crushing) tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo H. 1988. Mempelajari pengaruh umur panen dan cara kemas terhadap
sifat fisiko kimia jagung manis (Zea mays saccharata) selama
penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan.


Jakarta: UI Press.

Puspitawulan AM. 1997. Mempelajari sorpsi isotermi dan kerenyahan Cookies


pada berbagai kondisi penyimpanan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Radley JA. 1992. Examination anda Analysis of starch Starch Produces. London:
Applied Science Publishers Ltd.

Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penelian Organoleptik. Bogor:


Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
99

Rieuwpassa F. 2005. Biskuit konsentrat protein ikan dan probiotik sebagai


makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi
anak balita. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Rivinaldo D. 1992. Analisa biaya pengolahan kelapa parut kering (Desiccated


coconut). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Rizvi SSH. 1995. Thermodynamis Properties of Foods Dehydration Di dalam


Engineering Properties of Foods. Rao MA editor. New York and Bassel:
Marcel Dekker Inc.

Rockland LB. 1969. Water activity and storage stability. J. Food Tech Vol. 23:
11-18.

Rockland LB, Beuchat LR. 1985. Water Activity, Theory and Application to Food.
New York and Bassel : Marcel Dekker. Inc

Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius.

Sanusi A. 2006. Formulasi sagu instan sebagai makanan tinggi kalori. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Serna Salvidar, Sergio O, Gomez MH, Rooney LW. 2001. Food Uses of Regular
and Specialty Corn and Their Dry-Milled Fraction. Arnel R. Hallauer
editor. Specialty Corn 2nd. New York: CRS Press.

Setiawati E, Istalaksana P, Murtiningrum. 2000. Karakterisasi fisik dan kimia


beberapa jenis pati uwi (Dioscorea sp) asal Irian Jaya. Hyphere V
(02) :1-8

Sjoholm I, Gekas V. 1995. Apple shrinkage upon drying. J. Food Eng 25:123-130

Sediaoetomo AD. 2006. Ilmu Gizi : Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I.
Jakarta : Dian Rakyat

Soekarto ST. 1978. Pengukuran air ikatan dan peranannya pada pengawetan
pangan. Bul. PATPI Vol. 3 No 4. 4 – 18.

1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri dan Hasil-hasil


Pertanian. Jakarta: Penerbit Bharata Karya Aksara.

Subarna, Adawiyah DR, Syamsir ER, Wulandari N, Hariyadi P, Kusnandar F.


2007. Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta: Liberty kerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi,
Universitas Gadjah Mada.
100

Sugiyono, Soekarto ST, Hariyadi P, Supriadi A. 2004. Kajian optimasi teknologi


pengolahan beras jagung instan. J. Teknol dan Industri Pangan XV (2) :
119-128.

Suliantari. 1988. Pengaruh penambahan lipid terhadap sifat fisiko kimia beras
instan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suprapto HS, Rasyid M. 2002. Bertanam Jagung. Jakarta: Penerbit Swadaya

Supriadi A. 2004. Optimasi teknologi pengolahan beras jagung instan. [Tesis].


Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syah D et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor:
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan


kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Taib G, Said G, Wiraatmadja S.1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan


Hasil Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Tolledo RT. 1991. Fundamental of Food Procces Engineering. New York:


Chapman dan Hall.

Troller JA, Christian JHB. 1978. Water Activity and Food. New York: Academic
Press.

Utomo HP. 1982. Pengaruh kehalusan tepung dan konsentrasi NaOH terhadap
mutu tepung pati jagung (Zae mays L.) hasil pengolahan cara kering.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Van Den Berg, Bruin S.1981. Water Activity and its estimation in Food System
Theoretical Aspect. Di dalam Rockland LB, Stewart GF editor. Water
Activity ; Influences on Food Quality. New York: Marcel Dekker. Inc

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan.


Bogor : Direktorat Jendral dan Pendidikan Tinggi PAU-Pangan dan Gizi.
IPB Press.

Yu Z, Johnston KP, William RO. 2006. Spray freezing into liquid versus spray-
freeze drying : influence of atomization on protein aggregation and
biological activity. Eur J. of Pharm Sci 27 : 9-18.

Zhang RH, Mustafa AF, Ng-Kwai-Hang KF, Zhao X. 2005. Effect of freezing on
composition and fatty acid profiles of sheep milk and cheese. Small
Ruminant Res 2005 : 1-8.
101

Lampiran 1. Alat pengering silinder


102

Lampiran 2. Alat pengering fluidized bed (fluidized bed dryer)


103

Lampiran 3. Alat tanak laboratorium (altanalab)


104

Lampiran 4

FORMULIR UJI HEDONIK


PRODUK BUBUR JAGUNG INSTAN

Nomor Hp :
Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Jenis Sampel Produk : Bubur Jagung Instan
Petunjuk :
Setelah anda mencicipi sampel, nyatakanlah penilaian anda terhadap
beberapa kriteria diantaranya : tekstur, kekentalan, warna, aroma, rasa dan
penampilan secara keseluruhan (overall) berdasarkan tingkat kesukaan anda
dengan peringkat no 1 – 7 pada kolom yang tersedia dibawah ini.

Kode sampel Tekstur Kekentalan Warna Aroma Rasa Overall

817

708

907

909

Kriteria Penilaian :
1 : Sangat tidak suka
2 : Tidak suka
3 : Agak tidak suka
4 : Netral
5 : Agak suka
6 : Suka
7 : Sangat suka

Komentar Anda :

............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
105

Lampiran 5 Data uji organoleptik

1. TEKSTUR
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 7 6 6 5
2 5 5 6 6
3 5 2 4 3
4 3 2 3 3
5 3 3 3 3
6 3 3 4 2
7 5 5 4 4
8 6 5 5 6
9 6 6 4 3
10 3 5 5 2
11 2 2 4 5
12 4 3 2 1
13 7 6 4 5
14 4 5 5 3
15 6 6 7 6
16 3 3 2 2
17 6 6 6 6
18 5 5 5 5
19 4 4 3 3
20 5 4 6 6
21 6 3 3 5
22 4 4 3 4
23 2 5 3 6
24 1 3 6 3
25 6 4 3 5
26 4 5 5 4
27 6 6 6 3
28 6 5 3 3
29 3 3 2 3
30 3 3 3 2
Jumlah 133 127 125 117
Rata-rata 4.43333 4.23333 4.16667 3.9
106

2. KEKENTALAN
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 6 5 4 4
2 5 5 4 6
3 4 5 5 5
4 3 5 3 5
5 5 6 6 4
6 6 2 6 6
7 4 5 3 3
8 5 4 5 6
9 6 7 6 5
10 5 2 3 3
11 2 3 6 6
12 6 5 2 3
13 6 7 4 5
14 4 5 6 3
15 6 6 6 6
16 6 3 5 3
17 6 6 5 5
18 4 4 5 6
19 5 5 4 5
20 3 1 5 4
21 5 6 5 4
22 3 6 5 3
23 6 2 4 4
24 3 2 6 5
25 4 6 4 6
26 5 5 3 5
27 6 3 5 3
28 6 6 5 4
29 5 6 2 3
30 5 6 6 6
Jumlah 145 139 138 136
Rata-rata 4.83333 4.63333 4.6 4.53333
107

3. WARNA
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 6 4 7 3
2 6 4 5 6
3 6 6 6 6
4 4 4 4 4
5 6 6 6 6
6 6 5 5 3
7 5 4 4 5
8 6 6 6 6
9 5 5 4 4
10 6 6 5 5
11 5 5 5 5
12 6 6 6 6
13 6 5 6 7
14 4 6 6 5
15 6 6 6 6
16 6 6 6 6
17 6 6 6 6
18 6 5 6 6
19 4 4 5 4
20 2 5 4 3
21 6 6 6 6
22 4 4 4 4
23 6 6 5 5
24 4 6 5 3
25 5 5 5 5
26 6 3 3 5
27 6 6 4 4
28 5 6 6 6
29 6 6 6 6
30 6 6 6 6
Jumlah 161 158 158 152
Rata-rata 5.36667 5.26667 5.26667 5.06667
108

4. RASA
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 6 7 6 5
2 6 6 4 6
3 4 3 3 4
4 5 3 4 5
5 6 5 4 4
6 6 7 3 4
7 4 3 4 5
8 6 6 6 4
9 6 5 6 6
10 5 5 3 3
11 6 6 4 4
12 5 6 3 2
13 7 7 5 7
14 6 4 5 4
15 1 4 6 1
16 5 4 4 5
17 5 5 4 5
18 5 5 5 4
19 6 5 5 5
20 4 3 6 5
21 6 3 3 5
22 4 4 4 3
23 2 5 2 3
24 5 3 6 5
25 7 6 4 6
26 6 6 4 3
27 6 6 4 3
28 6 5 4 3
29 6 5 5 3
30 5 5 4 4
Jumlah 157 147 130 126
Rata-rata 5.23333 4.9 4.33333 4.2
109

5. AROMA
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 6 4 4 5
2 4 4 4 5
3 5 5 5 4
4 5 3 5 4
5 6 6 6 6
6 6 6 4 6
7 6 6 4 4
8 6 5 3 5
9 4 4 3 5
10 5 6 6 2
11 5 6 4 6
12 5 4 4 3
13 7 6 5 7
14 6 4 5 5
15 3 4 6 3
16 6 5 5 6
17 6 5 5 6
18 6 6 4 5
19 6 5 4 4
20 6 5 1 3
21 5 5 5 5
22 5 5 5 5
23 5 6 4 4
24 4 4 6 2
25 6 3 7 6
26 4 3 5 4
27 6 6 6 6
28 6 6 4 3
29 6 5 5 3
30 3 3 4 3
Jumlah 159 145 138 135
Rata-rata 5.3 4.833333 4.6 4.5
110

6. OVERALL
SAMPEL
PANELIS
708 817 907 909
1 6 6 5 4
2 6 5 4 6
3 5 2 3 4
4 5 3 3 5
5 5 5 4 4
6 5 5 4 4
7 5 5 4 4
8 6 5 5 4
9 6 5 6 5
10 5 5 3 3
11 5 5 4 4
12 4 5 3 2
13 7 7 5 6
14 5 4 5 4
15 4 6 7 3
16 5 5 4 5
17 6 6 5 6
18 5 5 5 5
19 6 5 4 5
20 2 3 4 5
21 6 3 4 5
22 4 4 3 4
23 3 5 4 5
24 2 3 6 5
25 6 4 4 5
26 5 6 5 3
27 5 6 3 4
28 6 5 4 3
29 6 5 5 3
30 4 3 3 2
Jumlah 150 141 128 127
Rata-rata 5 4.7 4.26667 4.23333

Você também pode gostar