Você está na página 1de 14

MAKALAH TEOLOGI MORAL

”ABORSI”

Disusun oleh:
Nama : Maria Gabriela Roswita
NIM : 108114096

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
LATAR BELAKANG

Globalisasi tak hanya memberikan dampak yang baik bagi perkembangan


kehidupan bermasyarakat kita, namun juga memberi dampak yang negatif pada
beberapa aspek budaya yang selama ini selalu dipertahankan. Contohnya saja aspek
keperawanan dan pentingya arti sebuah pernikahan, yang semakin tergeser
keberadaanya.

Dahulu keperawanan dijunjung tinggi sebagai martabat seorang wanita, dan


syarat sebuah pernikahan yang ideal. Sekarang, pernikahan dilaksanakan setelah
terjadi kehamilan diluar nikah yang memaksa pernikahan itu dilaksanakan.
Keperawanan pun bukan menjadi hal yang lazim untuk dipersoalkan. Kehamilan di
luar nikah, yang diakhiri dengan pernikahan merupakan contoh penyimpangan norma
yang bisa diatasi, namun bagaimana dengan pernikahan yang tidak mungkin
dilakukan bahkan bila sudah terjadi kehamilan di luar nikah?

Aborsi adalah pilihan untuk menyelesaikan kehamilan di luar nikah yang


dianggap tidak akan menimbulkan permasalahan, karena tidak akan meninggalkan
jejak apabila dilakukan. Aborsi bisa dilakukan seorang diri ataupun menggunakan jasa
dukun beranak bahkan dokter.

Kini pilihan aborsi semakin marak karena kehamilan di luar nikah banyak
terjadi dan rata-rata memiliki usia yang belum mencukupi untuk berumah tangga dan
merasa aib ataupun malu apabila diketahui publik telah hamil di luar nikah sehingga
aborsi menjadi pilihan terakhir yang dilakukan.

Aborsi adalah pengguguran kandungan / janin dalam rahim dimana


sebenarnya sangat berbahaya untuk dilakukan karena membahayakan dua nyawa,
nyawa sang ibu dan nyawa janin yang sedang dikandung. Aborsi sendiri
sesungguhnya melanggar banyak norma dan aturan yang mengatur kehidupan
masyarakat dunia. Di makalah ini akan dikaji mengenai perbuatan aborsi tersebut dari
beberapa aspek.
KAJIAN PERMASALAHAN

SEGI MEDIS

Dunia kedokteran berpendapat bahwa janin yang lahir dengan berat badan
yang sama atau kurang dari 500 gram tidak mungkin hidup di luar kandungan,
meskipun ada laporan kedokteran yang menyatakan bahwa ada janin di bawah 500
gram yang dapat hidup. Karena janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia
kehamilan 20 minggu, maka kelahiran janin dibawah 20 minggu tersebut sebagai
aborsi.

Ada negara tertentu yang memakai batas 1000 gram sebagai aborsi, menurut
Undang-Undang di Indonesia, kematian janin di bawah 1000 gram tidak perlu
dilaporkan dan dapat dikuburkan di luar Tempat Pemakaman Umum.

Dari cara terjadinya aborsi, ada dua macam aborsi, aborsi spontan (abortus
spontaneus) dan aborsi buatan (abortus provocatus). Aborsi spontan terjadi sendiri
tanpa campur tangan manusia, sedang aborsi buatan adalah hasil dari perbuatan
manusia yang dengan sengaja melakukan perbuatan pengguguran. Abortus yang
terjadi pada usia kehamilan di bawah 12 minggu disebut abortus dini.

Dalam medis Indonesia, abortus spontan dibenarkan, karena abortus spontan


terjadi begitu saja dan bukan merupakan kehendak siapapun. Biasanya abortus
spontan terjadi karena beberapa kelainan yang terjadi pada ibu maupun janin yang
dikandung. Sayangnya, terkadang ada yang memalsukan abortus provocatus sebagai
abortus spontan, agar tidak mendapatkan hukuman.

Ada juga abortus therapeuticus yaitu pengakhiran kehamilan pada saat dimana
janin belum dapat hidup demi kepentingan mempertahankan kesehatan ibu. Menurut
Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat dibenarkan. Keadaan kesehatan ibu
yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya kehamilan adalah penyakit jantung
yang berat, hypertensi berat, serta beberapa penyakit kanker. Di beberapa negara lain,
termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat perkosaan atau insect, dan pada
keadaan dimana bayi yang dikandungnya mempunyai cacat fisik atau mental yang
berat.
Abortus provocatus adalah aborsi illegal, dimana aborsi dilakukan dengan
kesadaran dan tujuan untuk melenyapkan nyawa sang janin. Aborsi ini dinyatakan
ilegal karena tujuannya selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu,
dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara
yang dibenarkan oleh undang-undang.

SEGI HUKUM

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran


janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus
Criminalis”

Yang menerima hukuman adalah:

1. Ibu yang melakukan aborsi

2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi

3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana


(KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam
kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 349). Namun dalam undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

Beberapa pasal yang terkait adalah:

Pasal 229

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya


supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 341

Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak
sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau


menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

Pasal 347

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang


wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara
paling lama lima belas tahun.

Pasal 348

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang


wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana


penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349

Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyataka sebagai berikut:

Ayat (1) : “Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan”.

Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.

Ayat (2)

Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan
janinnya terancam bahaya maut.

Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang
dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.

Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.

Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.

Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal inidijabarkan
antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, tenaga kesehaan mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan,
sarana kesehatan yang ditunjuk.

SEGI ETIKA GEREJANI

Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun
demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah
mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum
Dia membentuk kita dalam kandungan. Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai
peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran
21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan
kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh.
Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam
kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi
bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan
dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27;
9:6).
Argumen pertama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang
Kristiani dalam hal aborsi adalah, “Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau
hubungan seks antar saudara.”. Betapapun mengerikannya hamil sebagai akibat
pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah membunuh sang bayi adalah
jawabannya? Dua kesalahan tidak menghasilkan kebenaran. Anak yang lahir sebagai
hasil pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara dapat saja diberikan untik
diadopsi oleh keluarga yang tidak mampu memperoleh anak – atau anak tsb dapat
dibesarkan oleh ibunya. Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya dihukum karena
perbuatan jahat ayahnya.

Argumen kedua yang biasanya diangkat untuk menentang posisi orang


Kristiani dalam hal aborsi adalah, “Bagaimana jikalau hidup sang ibu terancam?”.
Pertama-tama perlu diingat bahwa situasi semacam ini hanya kurang dari 1/10 dari 1
persen dari seluruh aborsi yang dilakukan di dunia saat ini. Jauh lebih banyak
perempuan yang melakukan aborsi karena mereka tidak mau “merusak tubuh mereka”
daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa mereka.
Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah kita adalah Allah dari mujizat. Dia dapat
menjaga hidup dari ibu dan anak sekalipun secara medis hal itu tidak mungkin.
Akhirnya, keputusan ini hanya dapat diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap
pasangan yang menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat
dari Tuhan (Yakobus 1:5) untuk apa yang Tuhan mau mereka buat.

Pada 99% dari aborsi yang dilakukan sekarang ini alasannya adalah
“pengaturan kelahiran secara retroaktif”. Perempuan dan/atau pasangannya
memutuskan bahwa mereka tidak menginginkan bayi yang dikandung. Maka mereka
memutuskan untuk mengakhiri hidup dari bayi itu daripada harus bertanggung jawab.
Ini adalah kejahatan yang terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang sulit itu, aborsi tidak
sepantasnya dijadikan opsi pertama. Hidup dari manusia dalam kandungan tu layak
untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya.
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni
dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun
dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah
melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang
melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.
Pada prinsipnya, umat Kristen Katolik percaya bahwa semua kehidupan
adalah kudus sejak dari masa pembuahan hingga kematian yang wajar, dan karenanya
mengakhiri kehidupan manusia yang tidak bersalah, baik sebelum ataupun sesudah ia
dilahirkan, merupakan kejahatan moral. Gereja mengajarkan, “Kehidupan manusia
adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan ‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan
untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan
satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak
ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk
mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah”.

Seturut wahyu, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan
penekanan khusus pada misteri inkarnasi, Gereja Katolik Roma mengutuk praktek
aborsi. Beberapa contoh ajaran dalam rentang waktu tiga ratus tahun pertama sejak
berdirinya Gereja meliputi yang berikut ini: “Didache” (“Ajaran dari Keduabelas
Rasul,” thn 80 M) menegaskan, “Engkau tidak boleh melakukan abortus dan juga
tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan.” “Surat Barnabas” (thn 138) juga
mengutuk aborsi. Athenagoras (thn 177) dalam tulisannya “Pembelaan Atas Nama
Umat Kristen” (suatu pembelaan terhadap paham kafir) menegaskan bahwa umat
Kristen menganggap para wanita yang menelan ramuan atau obat-obatan untuk
menggugurkan kandungannya sebagai para pembunuh; ia mengutuk para pembunuh
anak-anak, termasuk anak-anak yang masih ada dalam rahim ibu mereka, “di mana
mereka telah menjadi obyek penyelenggaraan ilahi.” Tertulianus (thn 197) dalam
“Apologeticum” menegaskan hal serupa, “mencegah kelahiran adalah melakukan
pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang membinasakan kehidupan yang
telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih awal. Ia yang bakal
manusia adalah manusia.” Pada tahun 300, Konsili Elvira, suatu konsili gereja lokal di
Spanyol, mengeluarkan undang-undang khusus yang mengutuk aborsi (Kanon 63).

Setelah pengesahan kekristenan pada tahun 313, Gereja tetap mengutuk aborsi.
Sebagai contoh, St. Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn
374) dengan tegas menyatakan ajaran Gereja: “Seorang wanita yang dengan sengaja
membinasakan janin haruslah diganjari dengan hukuman seorang pembunuh” dan
“Mereka yang memberikan ramuan atau obat-obatan yang mengakibatkan aborsi
adalah para pembunuh juga, sama seperti mereka yang menerima racun itu guna
membunuh janin.”
Poin utamanya adalah Gereja Katolik Roma sejak dari awal secara terus-
menerus menjunjung tinggi kekudusan hidup dari bayi yang belum dilahirkan dan
mengutuk tindakan aborsi langsung (abortus langsung, artinya abortus yang
dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana). Menentang ajaran ini berarti
menyangkal ilham Kitab Suci dan Tradisi kristiani. Kita, sebagai umat Kristen
Katolik, patut berdoa demi berubahnya hati nurani umat manusia dan dengan gagah
berani mengajarkan, mempertahankan serta membela kekudusan hidup manusia,
teristimewa bayi-bayi tak dilahirkan yang tak berdaya dan tak bersalah.

Gereja Katolik merupakan satu-satunya lembaga keagamaan yang dengan


lantang menentang aborsi. Untuk Gereja Katolik, aborsi adalah pembunuhan atas
manusia tak berdosa dan yang dalam dirinya tak bisa membela diri. Maka sangat jelas
bahwa Gereja Katolik mengerti tindakan mengaborsi bukanlah hak azasi melainkan
sebaliknya adalah kejahatan azasi. Hak azasi dalam pengertian Gereja Katolik selalu
mengarah kepada kehidupan dan bukan kepada kematian. Aborsi adalah suatu
tindakan yang mengarah pada kematian dan hanya dilakukan oleh orang yang
mencintai kematian.

Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria, dengan tegas


mengumandangkan kembali ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan aborsi
sama sekali bukan hak azasi. Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh
pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut dengan protes keras oleh para pencinta
kematian. Sebab memang kata-kata Johannes Paulus II, sangatlah benar, beliau
mengatakan bahwa zaman ini sangat diwarnai oleh “budaya kematian” (the culture of
death). Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat
egois mengorbankan kehidupan.

Dalam Gereja Katolik, aborsi hanya layak dibenarkan dalam dua kasus
dilematis berikut: kasus dilematis pertama, yakni situasi dimana jelas bahwa janin
akan mati bersama ibunya apabila tidak dilaksanakan pengguguran. Dan kasus
dilematis kedua, yakni situasi dimana ibu akan meninggal bila janin tidak
digugurkan. Bahkan dalam kasus kedua itu beberapa ahli moral masih meragukan
apakah hidup ibu selalu layak lebih diutamakan dibandingkan dengan hidup janin.
Jikalau ada kelainan pada janin, Gereja tetap tidak memperbolehkan adanya
aborsi. Gereja hanya menerima kedua kasus dilematis yang tadi telah dijelaskan.
Kecuali kalau kelainan itu mengakibatkan masalah dilematis seperti diatas tadi.

Jikalau seseorang menjadi korban pemerkosaan, dan ia takut kalau anak yang
dilahirkannya dilecehkan oleh masyarakat, ia tetap tidak boleh melakukan tindakan
aborsi. Tetapi Gereja akan membantu menyiapkan proses kematangan jiwa sang ibu
misalnya melalui pendampingan oleh para suster sehingga sang ibu mau melahirkan
anak dan membatalkan niat pengguguran. Gereja menyiapkan mental/kejiwaan si
korban perkosaan melalui pendampingan (konseling) yang bisa dilakukan oleh pastor
dan suster.
PENDAPAT PERSONAL

Pendapat saya sebagai pribadi, aborsi yang dibenarkan adalah aborsi spontan
dan aborsi medis. Dimana aborsi spontan memang terjadi karena kondisi sang ibu
yang tidak baik, sehingga janin akan gugur dengan sendirinya, dan aborsi medis
dimana memiliki kondisi nyawa ibu yang terancam karena suatu penyakit dan tidak
memungkinan melahirkan janin, sehingga janin harus digugurkan. Kedua jenis aborsi
ini merupakan aborsi langsung yang tidak memiliki tujuan atau motif tertentu yang
kriminal di dalamnya.

Kajian seturut segi medis, segi hukum, dan etika Gerejani semua
mengumandangkan hal yang serupa, yaitu penentangan terhadap segala abortus yang
sengaja dilakukan dengan tujuan tidak baik yang bisa dianggap sebagai abortus ilegal
dan kriminal. Janin itu sendiri merupakan makhluk hidup, yang tentu saja
keberadaannya dilindungi oleh hukum dan agama. Meskipun telah dilindungi
sedemikian rupa oleh medis, hukum, dan agama; tindakan abortus kriminal tetap saja
marak dilakukan, hal ini menciptakan rasa keprihatinan dan kekecewaan yang sangat
dalam diri saya.

Janin terbentuk karena sebuah hubungan intin antara pria dan wanita yang
kompleks, yang tentu saja merupakan keinginan dari kedua belah pihak (kecuali kasus
pemerkosaan). Jika sudah sepakat, tentu seharusnya mereka tahu resiko kehadiran
sang janin yang menjadi tanggung jawab perbuatan yang mereka lakukan. Tidak
masuk akal apabila berargumen bahwa tindakan yang memberi nyawa pada janin itu
adalah sebuah “kecelakaan”. Bahkan dalam kasus pemerkosaan sekalipun, salah satu
pihak pasti sudah merencanakannya sehingga tidak bisa disebut kecelakaan.

Sesungguhnya abortus kriminal yang saat ini sering dilakukan hanyalah


merupakan tindakan keji yang menjadi pelarian dari tanggung jawab yang dipikul
karena perbuatan yang sudah dilakukan dengan sadar. Hanya senang saat melakukan
perbuatan namun tidak mau menanggung hasil perbuatan. Sungguh ironis memang
sifat manusia yang hanya ingin menikmati kenyamanan dan kebahagiaan saja, di
tengah dunia yang semakin menderita.
Tanggung jawab itu sendiri menurut saya dapat dijalani dengan baik apabila
memiliki kesiapan mental yang baik dan dukungan dari keluarga serta orang
terdekatnya. Lebih memilih untuk menanggung malu dan rasa bersalah karena sudah
berbuat, daripada harus menggugurkan janin kandungan. Karena pada umumnya,
setiap ibu yang mengandung janin memiliki ikatan kuat dengan janin sehingga tidak
tega untuk menggugurkannya, karena janin adalah buah tubuhnya, darah dan daging
sang ibu. Hanya yang sedang kalut, bingung, dan kehilangan tujuanlah atau pun
manusia yang keji yang menggugurkan janin hanya demi tujuan yang tidak baik.

Segala pihak yang membantu proses abortus kriminal itu juga bersalah, karena
telah melanggar kode etik profesi yang mereka geluti. Dimana mereka membantu
dengan sadar untuk menghilangkan nyawa seorang janin. Sungguh mengerikan
keadaan dunia saat ini, yang salah bisa dibenarkan hanya dengan uang ..

Saran saya adalah memperkuat iman dan mental yang dimiliki oleh setiap
individu. Bijak dalam menentukan sikap perbuatan serta berani bertanggung jawab
atas resiko yang sudah diambil. Sering diadakannya penyuluhan untuk membantu
serta membimbing kaum muda yang biasanya menjadi pelaku abortus paling besar.
DAFTAR PUSTAKA

http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-aborsi-pada-remaja--bab-
i--pendahuluan---1-latar-belakang--lebih-dari-separuh-1046-juta-orang-dari-
total-pendud.html

http://stevan777.wordpress.com/2008/01/02/makalah-aborsi-untuk-pelajar-sma-
mahasiswa/

http://mathiasdarwin.wordpress.com/2007/09/08/apakah-aborsi-salah-satu-hak-
azasi-manusia/

http://gemawarta.wordpress.com/2005/11/24/aborsi-pro-life-atau-pro-choice/

Você também pode gostar