Você está na página 1de 12

PEMERIKSAAN SUBSTANTIF TERHADAP PERPERSEDIAAN

DESKRIPSI PERPERSEDIAAN
Perpersediaan merupakan unsur aktiva yang disimpan dengan tujuan untuk dijual dalam kegiatan bisnis
yang normal atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam pengolahan produk yang akan dijual.
Kekayaan perusahaan yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok persediaan karena kekayaan tersebut
tidak dijual dalam kegiatan bisnis normal perusahaan adalah perpersediaan yang menunggu saat
penjualan dan surat berharga yang disimpan untuk dijual di kemudian hari.
Di dalam perusahaan dagang, perpersediaan terutama terdiri dari perpersediaan barang dagangan.
Dalam perusahaan manufaktur, perpersediaan terdiri dari perpersediaan bahan baku dan bahan
penolong, perpersediaan produk dalam proses, perpersediaan produk jadi, perpersediaan suku cadang,
dan bahan habis pakai pabrik (factory supplies).

Perpersediaan umumnya mendapat perhatian yang lebih besar dari auditor di dalam auditnya karena
berbagai alasan berikut ini:
1. Umumnya perpersediaan merupakan komponen aktiva lancar yang jumlahnya cukup material
dan merupakan objek manipulasi serta tempat terjadinya kesalahan-kesalahan besar.
2. Penentuan besarnya nilai perpersediaan secara langsung mempengaruhi kos barang yang dijual
(cost of good sold) sehingga berpengaruh pula terhadap perhitungan laba tahun yang bersangkutan.
3. Verifikasi kuantitas, kondisi, dan nilai perpersediaan merupakan tugas yang lebih kompleks dan
sulit dibanding dengan verifikasi sebagian besar unsur laporan keuangan yang lain.
4. Seringkali perpersediaan disimpan di berbagai tempat sehingga menyulitkan pengawasan dan
penghitungan fisiknya.
5. Adanya berbagai macam perpersediaan menimbulkan kesulitan bagi auditor dalam melaksa-
nakan auditnya.

Perkara McKesson & Robbins


Pada tahun 1939, di U.S.A. terjadi peristiwa penipuan besar yang menyangkut persediaan. Sebuah
perusahaan obat-obatan yang bernama McKesson &Robbins, Inc. menyajikan laporan keuangannya
yang di antaranya berisi aktiva fiktif sebesar US$19,000,000, yang kirakira sama dengan 25% dari total
aktivanya. Dari jumlah aktiva fiktif tersebut, termasuk di dalamnya persediaan fiktif sebesar
US$10,000,000. Pada saat itu auditor independen yang melaksanakan audit memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian, tanpa dapat menunjukkan adanya penggelapan tersebut. Standar auditing yang
berlaku saat itu tidak mewajibkan auditor melaksanakan pengamatan terhadap penghitungan fisik
persediaan (inventory count observation).
Setelah adanya perkara tersebut, profesi akuntan publik di U.S.A. kemudian menerapkan standar
auditing baru yang mengharuskan auditor independen melakukan pengamatan (observation) terhadap
penghitungan fisik perpersediaan yang dilakukan oleh kliennya. Standar tersebut berlaku sampai
sekarang, dan profesi akuntan publik di Indonesia juga mengharuskan hal yang sama terhadap anggota
profesinya.

PRINSIP AKUNTANSI BERLAKU UMUM DALAM PENYAJIAN PERPERSEDIAAN DALAM NERACA


Sebelum membahas pengujian substantif terhadap perpersediaan, perlu diketahui lebih dahulu prinsip
akuntansi berlaku umum dalam penyajian perpersediaan di neraca berikut ini:
1. Laporan keuangan harus menjelaskan bahwa persediaan dinilai dengan lower of cost or market dan
harus menyebutkan metode yang digunakan dalam menentukan kos persediaan.
2. Jika persediaan dinyatakan pada kosnya, nilai pasarnya pada tanggal neraca harus dicantumkan
dalam tanda kurung, dan jika persediaan diturunkan nilainya pada harga pasarnya, kosnya harus
dicantumkan dalam tanda kurung. Kos pengganti kini (current replacement cost) harus dicantumkan
dalam laporan keuangan untuk persediaan yang kosnya ditentukan berdasarkan metode masuk
terakhir, keluar pertama.
3. Akibat perubahan metode penilaian persediaan terhadap perhitungan rugi laba tahun yang diaudit
harus dijelaskan dalam laporan keuangan dan auditor harus menyatakan perkecualian mengenai
konsistensi penerapan prinsip akuntansi berlaku umum dalam laporan audit.
4. Penjelasan yang lengkap harus dibuat dalam laporan keuangan jika persediaan digadaikan sebagai
jaminan utang yang ditarik oleh klien.
5. jika jumlahnya material, persediaan dalam perusahaan manufaktur harus dikelompokkan menurut
kelompok utama berikut ini: persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, dan
persediaan bahan baku. Penyajian kelompok persediaan tersebut dalam neraca berdasarkan urutan
likuiditasnya.
6. Perjanjian pembelian harus dijelaskan dalam laporan keuangan, jika jumlahnya material atau bersifat
luar biasa.
7. Cadangan untuk menghadapi kemungkinan turunnya harga persediaan setelah tanggal neraca harus
dibentuk dengan menyisihkan sebagian laba yang ditahan. Cadangan ini tidak boleh dikurangkan dari
persediaan, namun harus disajikan sebagai pengurang akun Laba Ditahan.

PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PERSEDIAAN


Tujuan audit terhadap persediaan adalah:
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan persediaan
2. Membuktikan asersi keberadaan persediaan yang dicantumkan di neraca dan keterjadian transaksi
yang berkaitan dengan persediaan.
3. Membuktikan asersi kelengkapan transaksi yang berkaitan dengan persediaan yang dicatat dalam
catatan akuntansi dan kelengkapan saldo persediaan yang disajikan di neraca.
4. Membuktikan asersi hak kepemilikan klien atas persediaan yang dicantumkan di neraca.
5. Membuktikan asersi penilaian persediaan yang dicantumkan di neraca.
6. Membuktikan asersi penyajian dan pengungkapan persediaan di neraca.

Rerangka tujuan pengujian substantif terhadap persediaan dilukiskan pada Gambar berikut :

MEMPEROLEH KEYAKINAN TENTANG KEANDALAN CATATAN AKUNTANSI YANG


BERSANGKUTAN DENGAN PERSEDIAAN.
Sebelum auditor melakukan pengujian substantif terhadap kewajaran saldo persediaan yang
dicantumkan di neraca, ia harus memperoleh keyakinan mengenai ketelitian dan keandalan catatan
akuntansi yang mendukung informasi persediaan yang disajikan di neraca. Untuk itu auditor melakukan
rekonsiliasi antara saldo persediaan yang dicantumkan di neraca dengan akun persediaan di buku besar
dan selanjutnya ke jurnal pembelian atau register bukti kas keluar (jika klien menggunakan voucher
system dengan basis waktu), jurnal pengeluaran kas atau check register (jika klien menggunakan
voucher system dengan basis tunai), jurnal pemakaian bahan baku, jurnal umum, dan ke buku pembantu
persediaan.

MEMBUKTIKAN ASERSI KEBERADAAN PERSEDIAAN YANG DICANTUMKAN DI NERACA DAN


KETERJADIAN TRANSAKSI YANG BERKAITAN DENGAN PERSEDIAAN.
Dalam pengujian substantif terhadap aktiva pada umumnya, pengujian ditujukan untuk membuktikan
apakah aktiva yang dicantumkan di neraca sesuai dengan aktiva sesungguhnya yang dimiliki oleh klien.
Untuk tujuan ini, auditor melakukan berbagai prosedur audit guna membuktikan eksistensi aktiva yang
bersangkutan dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tersebut, membuktikan
kelengkapan aktiva yang disajikan di neraca dan transaksi yang berkaitan dengan aktiva tersebut,
membuktikan kepemilikan atas aktiva tersebut, membuktikan kewajaran penilaian aktiva tersebut pada
tanggal neraca, membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tersebut di dalam laporan
keuangan. Dalam hubungannya dengan pengujian substantif terhadap persediaan, salah satu tujuan
auditnya adalah untuk membuktikan asersi keberadaan secliaan yang dicantumkan di neraca dan
keterjadian transaksi yang berkaitan dengan persediaan. Untuk membuktikan asersi tersebut, auditor
melakukan pengujian substantif berikut ini:
1. Prosedur analitik
2. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
3. Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
4. Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.
5. Konfirmasi persediaan yang berada di tallgan pihak luar.

MEMBUKTIKAN ASERSI KELENGKAPAN TRANSAKSI YANG BERKAITAN DENGAN PERSEDIAAN


YANG DICATAT DALAM CATATAN AKUNTANSI DAN KELENGKAPAN SALDO PERSEDIAAN
YANG DISAJIKAN DI NERACA.
Untuk membuktikan bahwa saldo persediaan yang dicantumkan di neraca mencakup semua persediaan
pada tanggal neraca dan mencakup semua transaksi yang berkaitan dengan persediaan dalam tahun
yang diaudit, auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini:
1. Pengujian analitik.
2. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
3. Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
4. Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.
5. Konfirmasi persediaan yang berada di tangan pihak luar.

Transaksi yang berkaitan dengan timbul dan berkurangnya persediaan mempunyai pengaruh yang
langsung terhadap perhitungan saldo persediaan pada tanggal neraca, sehingga ketidaktepatan dalam
penetapan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan persediaan akan berdampak langsung
terhadap perhitungan saldo akun persediaan dan kos barang yang dijual (cost of goods sold). Oleh
karena itu, salah satu pengujian substantif untuk membuktikan asersi kelengkapan persediaan adalah
pemeriksaan terhadap ketepatan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan persediaan.

MEMBUKTIKAN ASERSI HAK KEPEMILIKAN KLIEN ATAS PERSEDIAAN YANG DICANTUMKAN DI


NERACA.
Persediaan yang ada pada tanggal neraca belum tentu merupakan hak milik klien, karena persediaan
yang ada di tangan klien merupakan barang titipan perusahaan lain atau digadaikan sebagai jaminan
penarikan utang. Untuk membuktikan asersi hak kepemilikan klien atas persediaan yang dicantumkan di
neraca, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:
l. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
2. Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
3. Konfirmasi persediaan yang berada di tangan pihak luar.
4. Pemeriksaan perjanjian konsinyasi.

MEMBUKTIKAN ASERSI PENILAIAN PERSEDIAAN YANG DICANTUMKAN DI NERACA. Seperti


tersebut dalam prinsip akuntansi berlaku umum dalam penyajian persediaan di neraca, persediaan harus
disajikan di neraca pada nilainya pada tanggal neraca. Nilai persediaan yang disajikan di neraca harus
dipilih di antara mana yang lebih rendah antara kos dengan harga pasar persediaan tersebut pada
tanggal neraca. Oleh karena itu, salah satu tujuan pengujian substantif persediaan adalah membuktikan
kewajaran inventory costing dan inverrtoly pricing yang digunakan oleh klien dalam mencantumkan nilai
persediaan di neraca. Untuk membuktikan asersi penilaian persediaan yang dicantumkan di neraca,
auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:
1. Pengujian analitik.
2. Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.
3. Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.
4. Permintaan informasi mengenai metode penilaian persediaan yang digunakan oleh klien.
5. Pemeriksaan kesesuaian kos per satuan persediaan dengan prinsip akuntansi berlaku umum.
6. Pemeriksaan catatan pendukung yang berkaitan dengan data kos per satuan persediaan.
7. Pelaksanaan gross-profit test.
8. Meminta surat representasi persediaan dari klien.

MEMBUKTIKAN ASERSI PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN PERSEDIAAN DI NERACA.


Penyajian unsurunsur laporan keuangan dan pengungkapannya harus didasarkan pada prinsip akuntansi
berlaku umum. Pengujian substantif terhadap persediaan diarahkan untuk mencapai salah satu tujuan
membuktikan apakah unsur persediaan telah disajikan dan diungkapkan oleh klien di neracanya sesuai
dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Untuk membuktikan asersi penyajian dan pengungkapan
persediaan yang dicantumkan di neraca, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:
1. Pemeriksaan terhadap perjanjian konsinyasi.
2. Pemeriksaan penggolongan persediaan dalam neraca.
3. Pemeriksaan pengungkapan persediaan di neraca.

PROGRAM PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP SALDO PERSEDIAAN


Program pengujian substantif terhadap persediaan berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai
tujuan audit seperti yang telah diuraikan di atas seperti ditampilkan pada tabel berikut :

Tgl
Kertas Pelak-
Prosedur audit Pelaksa-
Kerja sana
naan
Prosedur Audit Awal
1.Lakukan prosedur audit awal atas saldo akun persediaan yang akan
diuji lebih lanjut
a. Usut saldo persediaan yang tercantum di neraca ke saldo akun
persediaan yang bersangkutan di buku besar,
b. Hitung kembali saldo akun persediaan di buku besar.
c. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan
sumber posting dalam akun Persediaan dan Cadangan
Depresiasinya.
d Usut saldo awal akun Persediaan ke kertas kerja tahun yang lalu.
e Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun Persediaan ke
dalam jurnal yang bersangkutan.
f. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol Persediaan dalam bui<u besar
ke buku pembantu persediaan

Prosedur Analitik
2. Lakukan prosedur analitik.
a. Hitung ratio berikut ini:
(1) Tingkat perputaran persediaan
(2) Ratio laba bersih dengan persediaan
(3) Ratio persediaan dengan volume penjualan yang diharapkan

Pengujian terhadap Transaksi Rinci


3. Melalui pengujian, lakukan pemeriksaan atas dokumen pendukung
transaksi yang dicatat dalam akun persediaan
4. Lakukan pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan
persediaan

Pengujian terkahap Saldo Akun Rinci


7. Lakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.
8. Konfirmasi persediaan yang berada di tangan pihak luar.
9. Periksa perjanjian konsinyasi

Verifikasi Penyajian dan Pengungkapan


10. Bandingkan penyajian persediaan dengan prinsip akuntansi
berlaku umum
a. Periksa klasifikasi persediaan di neraca.
b. Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan
persediaan.

Prosedur Audit Awal


Sebelum membuktikan apakah saldo persediaan yang dicantumkan oleh klien di neracanya sesuai
dengan persediaan yang benar-benar ada pada tanggal neraca, auditor melakukan rekonsiliasi antara
informasi persediaan yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya.
Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor memperoleh keyakinan bahwa informasi persediaan yang
dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya.
Oleh karena itu, auditor melakukan 5 prosedur audit berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi
persediaan di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan:
1. Usut saldo persediaan yang tercantum di neraca ke saldo akun Persediaan yang bersangkutan di
dalam buku besar.
2. Hitung kembali saldo akun Persediaan di buku besar.
3. Usut saldo awal akun Persediaan ke kertas kerja tahun yang lalu.
4. Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun Persediaan ke jurnal yang bersangkutan.
5. Lakukan rekonsiliasi buku pembantu Persediaan dengan akun kontrol Persediaan di buku besar.

Berikut ini diuraikan lebih rinci prosedur audit awal dalam pengujian substantif terhadap persediaan.

USUT SALDO PERSEDIAAN YANG TERCANTUM DI NERACA KE SALDO AKUN PERSEDIAAN


YANG BERSANGKUTAN DI DALAM BUKU BESAR.
Untuk memperoleh keyakinan bahwa saldo persediaan yang tercantum di neraca didukung dengan
catatan akuntansi yang dapat dipercaya kebenaran mekanisme pencatatannya, maka saldo persediaan
yang dicantumkan di neraca diusut ke akun buku besar berikut ini:

Persediaan Bahan Baku


Akun ini digunakan untuk menampung transaksi pembelian bahan baku, retur pembelian, transaksi
pemakaian bahan baku, retur bahan baku ke gudang, dan adjustment hasil penghitungan fisik
persediaan.

Persediaan Produk dalam Proses


Akun ini digunakan untuk mencatat kos produk dalam proses pada tanggal neraca.

Persediaan Produk Jadi


Akun ini digunakan untuk mencatat kos produk jadi yang ditransfer dari Bagian Produksi ke Bagian
Gudang, kos produk jadi yang dikirim ke pembeli, dan adjustment hasil penghitungan fisik persediaan.

Persediaan Suku Cadang


Rekening ini digunakan untuk mencatat transaksi pembelian dan pemakaian suku cadang, serta
adjustment hasil penghitungan fisik persediaan

Persediaan Bahan Habis Pakai Pabrik (Factory Supplies)


Akun ini digunakan untuk mencatat transaksi pembelian dan pemakaian bahan habis pakai pabrik
(seperti minyak pelumas) serta adjustment hasil penghitungan fisik persediaan.

HITUNG KEMBALI SALDO AKUN PERSEDIAAN DI DALAM BUKU BESAR.


Untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian penghitungan saldo akun persediaan, auditor
menghitung kembali saldo akun persediaan, dengan cara menambah saldo awal dengan jumlah
pendebitan dan mengurangnya dengan jumlah pengkreditan tiap-tiap akun kontrol tersebut.

USUT POSTING PENDEBITAN DAN PENGKREDITAN AKUN PERSEDIAAN KE DI DALAM JURNAL


YANG BERSANGKUTAN.
Pendebitan di dalam berbagai akun persediaan tersebut kemudian diusut ke jurnal pembelian (atau
register bukti kas keluar), atau ke jurnal pengeluaran kas (atau check register), dan pengkreditan ke akun
tersebut diusut ke jurnal pemakaian bahan baku dan jurnal umum untuk memperoleh keyakinan bahwa
mutasi penambahan dan pengurangan persediaan berasal dari jurnal-jurnal yang bersangkutan.

USUT SALDO AWAL AKUN PERSEDIAAN KE KERTAS KERJA TAHUN YANG LALU.
Sebelum auditor melakukan pengujian terhadap transaksi rinci yang menyangkut akun Persediaan, ia
perlu memperoleh keyakinan atas kebenaran saldo awal kedua akun tersebut. Untuk mencapai tujuan ini,
auditor melakukan pengusutan saldo awal akun Persediaan ke kertas kerja tahun yang lalu. Kertas kerja
tahun lalu dapat menyediakan informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit
tahun yang lalu, sehingga auditor dapat mengevaluasi tindak lanjut yang telah ditempuh oleh klien dalam
menanggapi koreksi yang diajukan oleh auditor tersebut.

LAKUKAN REKONSILIASI BUKU PEMBANTU PERSEDIAAN DENGAN AKUN KONTROL


PERSEDIAAN YANG BERSANGKUTAN DI DALAM BUKU BESAR.
Saldo akun kontrol Sedlaan dl dalam buku besar tersebut kemudian dicocokkan dengan jumlah saldo
akun pembantu persediaan yang bersangkutan untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi
klien yang bersangkutan dengan persediaan dapat dipercaya ketelitiannya.

Prosedur Analitik
Prosedur analitik ini merupakan pengecekan secara menyeluruh mengenai kewajaran persediaan yang
disajikan di neraca. Dalam prosedur ini, auditor menghitung berbagai ratio yang bersangkutan dengan
persediaan, misalnya tingkat perputaran berbagai kelompok persediaan, dan jika terdapat fluktuasi ratio
tertentu dari ratio tahun sebelumnya, auditor berkewajiban mendapatkan penjelasan mengenai penyebab
terjadinya fluktuasi ratio tersebut. Hubungan antara tingkat perputaran persediaan, tingkat persediaan
pada tanggal neraca, dan volume penjualan semuanya harus mendukung pengujian-pengujian substantif
yang telah dilakukan oleh auditor.
Ratio berikut ini seringkali digunakan oleh auditor dalam pengujian analitik terhadap persediaan:

Ratio Formula
1. Tingkat perputaran persediaan
Persediaan produk jadi Kos produk yang dijual : Rata-rata saldo persediaan produk jadi
Persediaan produk dalam proses Kos produksi : Rata-rata saldo persediaan produk dalam proses
Persediaan bahan baku Biaya bahan baku : Rata-rata saldo persediaan bahan baku
Persediaan barang dagangan Kos produk yang dijual : Rata-rata saldo persediaan barang
dagangan
2. Ratio persediaan dengan aktiva lancar
Persediaan : Aktiva lancar
Ratio laba bruto dengan hasil penjualan
Laba bruto : hasil penjualan bersih

Berbagai ratio tersebut jika dihitung oleh auditor dan kemudian dibandingkan dengan angka harapan
(ratio yang sama dari data masa lalu, data industri, jumlah yang dianggarkan, atau data lain) akan dapat
memberikan indikasi bagi auditor ke fokus mana perhatian auditor perlu diarahkan dalam pelaksanaan
pengujian transaksi rinci dan saldo akun rinci.
Misalnya, kenaikan tingkat persediaan produk jadi yang tidak disertai dengan kenaikan pembelian,
produksi, dan penjualan mungkin sebagai akibat dari salah saji yang berkaitan dengan keberadaan dan
penilaian persediaan produk jadi.

Pengujian terhadap Transaksi Rinci


Keandalan saldo Persediaan sangat ditentukan oleh keterjadian transaksi berikut ini yang didebit dan
dikreditkan ke dalam akun Piutang Usaha:
a. Transaksi pembelian
b. Transaksi penjualan, dan
c. Transaksi pemakaian.
Di samping itu, keandalan saldo akun Persediaan ditentukan pula oleh ketepatan pisah batas yang
digunakan untuk mencatat berbagai transaksi tersebut di atas. Oleh karena itu, auditor melakukan
pengujian substantif terhadap transaksi rinci yang mendebit dan mengkredit akun Persediaan dan
pengujian pisah batas yang digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan akun tersebut.

Periksa Sampel Transaksi yang Tercatat dalam Akun Persediaan ke Dokumen yang Mendukung
Timbulnya Transaksi Tersebut
Prosedur audit ini dimulai oleh auditor dari buku pembantu persediaan. Pengujian dilaksanakan dengan
mengambil sampel berikut ini:
1. Sampel akun persediaan yang akan diperiksa transaksi mutasinya.
2. Sampel transaksi yang dicatat dalam akun persediaan pilihan.

PERIKSA PENDEBITAN AKUN PERSEDIAAN KE DOKUMEN PENDUKUNG: BUKTI KAS KELUAR,


FAKTUR PEMBELIAN, LAPORAN PENERIMAAN BARANG, DAN SURAT ORDER PEMBELIAN.
Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat di sebelah debit akun persediaan yang terpilih dalam
sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini:
1. Mengambil dari arsip klien bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya: faktur pembelian,
laporan pengiriman barang dan order penjualan.
2. Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti kas keluar.
3. Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas keluar dan dokumen pendukungnya.
4. Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun persediaan berdasarkan hukti kas keluar.
5. Memastikan bahwa semua bukti kas keluar yang disampel telah dicatat di sebelah debit akun
persediaan.

PERIKSA PENGKREDITAN AKUN PERSEDIAAN KE DOKUMEN PENDUKUNG: FAKTUR


PENJUALAN, LAPORAN PENGIRIMAN BARANG, BUKTI PEMAKAIAN BARANG GUDANG, MEMO
DEBIT UNTUK RETUR PEMBELIAN.
Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat di sebelah kredit akun persediaan yang terpilih dalam
sampel, kemudian melakukan prosedur audit berikut ini:
1. Mengambil dari arsip klien faktur penjualan, bukti pemakaian barang gudang dan memo debit beserta
dokumen pendukungnya: surat permintaan barang (material requisitions) dan laporan pengiriman
barang.
2. Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung faktur penjualan, surat pemakaian barang
gudang, dan memo debit.
3. Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam faktur penjualan, surat pemakaian barang
gudang, dan memo debit dan dokumen pendukungnya.
4. Memeriksa kebenaran data yang di posting ke dalam akun persediaan berdasarkan faktur penjualan,
surat pemakaian barang gudang, dan memo debit.
5. Memastikan bahwa semua faktur penjualan, surat pemakaian barang gudang, dan memo debit yang
disampel telah dicatat di sebelah kredit akun persediaan.

Pengujian Pisah Batas Transaksi yang Berkaitan dengan Persediaan


Verifikasi pisah batas dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang
konsisten dalam memperhitungkan transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian persediaan yang
termasuk dalam tahun yang diaudit dibanding dengan tahun sebelumnya.
Jika klien tidak menggunakan tanggal pisah batas yang konsisten, akibatnya adalah transaksi pembelian,
penjualan, dan pemakaian persediaan yang seharusnya diakui sebagai pendapatan atau biaya dalam
tahun berikutnya, dicatat oleh klien sebagai pendapatan atau biaya dalam tahun yang diaudit.
Di lain pihak, transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian dalam tahun yang diaudit dapat diakui oleh
klien sebagai pendapatan atau biaya tahun berikutnya. Dengan demikian, jika klien tidak konsisten dalam
menggunakan tanggal pisah batas, perhitungan rugi laba tahun yang diaudit akan terpengaruh langsung.
Oleh karena itu, auditor melakukan pemeriksaan terhadap transaksi pembelian, penjualan, dan
pemakaian persediaan dalam beberapa minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca, untuk
menentukan perlakuan yang tepat terhadap pengakuan pendapatan dan biaya.

PERIKSA DOKUMEN YANG MENDUKUNG TRANSAKSI PEMBELIAN DALAM MINGGU TERAKHIR


TAHUN YANG DIAUDIT DAN MINGGU PERTAMA SETELAH TANGGAL NERACA.
Prosedur audit ini dilakukan oleh auditor dengan cara memilih transaksi pembelian yang dicatat di dalam
register bukti kas keluar dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal
neraca. Dari jurnal ini kemudian auditor memeriksa dokumen sumber berupa bukti kas keluar dan
dokumen pendukungnya berupa surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari
pemasok. Informasi yang diperlukan oleh auditor untuk menguji ketepatan pisah batas adalah:
(a) syarat pembelian (f.o.b shipping point, f.o.b destination), yang dapat diperoleh auditor dari surat order
pembelian dan faktur dari pemasok,
(b) tanggal penerimaan barang, yang dapat diperoleh auditor dari laporan penerimaan barang, dan
(c) tanggal pencatatan ke dalam catatan akuntansi (register bukti kas keluar).
PERIKSA DOKUMEN YANG MENDUKUNG BERKURANGNYA PERSEDIAAN (KARENA TRANSAKSI
PENJUALAN ATAU PEMAKAIAN SENDIRI) DALAM MINGGU TERAKHIR TAHUN YANG DIAUDIT
DAN MINGGU PERTAMA SETELAH TANGGAL NERACA.
Prosedur audit lnl dilakukan oleh auditor dengan cara memilih transaksi penjualan yang dicatat di dalam
jurnal penjualan dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca.
Dari jurnal ini kemudian auditor memeriksa dokumen sumber berupa faktur penjualan dan dokumen
pendukungnya berupa surat order pengiriman, laporan pengiriman barang, dan surat muat (bill of lading).
Informasi yang diperlukan oleh auditor untuk menguji ketepatan pisah batas transaksi penjualan
persediaan adalah:
(a) syarat penjualan (f.o.b shipping poirlt, f.o.b destination), yang dapat diperoleh auditor dari surat
order pengiriman dan faktur penjualan,
(b) tanggal pengiriman barang, yang dapat diperoleh auditor dari laporan pengiriman barang, dan
(c) tanggal pencatatan ke dalam catatan akuntansi (jurnal penjualan). Untuk transaksi pemakaian
persediaan, auditor memeriksa transaksi pemakaian barang dalam minggu terakhir tahun yang
diaudit dan minggu pertama setelah tanggal neraca.

Dari jurnal ini kemudian auditor memeriksa dokumen sumber berupa bukti permintaan dan pemakaian
barang gudang. Untuk mengetahui ketepatan pisah batas yang diterapkan oleh klien terhadap transaksi
pemakaian persediaan, auditor membandingkan tanggal pencatatan di dalam jurnal pemakaian bahan
baku atau jurnal umum dengan tanggal yang tercantum di dalam bukti permintaan dan pengeluaran
barang gudang.

Pengujian terhadap Saldo Akun Rinci


Pengamatan terhadap Penghitungan Fisik Persediaan
Untuk membuktikan asersi
(1) keberadaan dan keterjadian,
(2) kelengkapan, dan
(3) penilaian persediaan,

auditor melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan. Prosedur audit yang ditempuh oleh
auditor dalam melaksanakan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan adalah:
(1) memeriksa instruksi tertulis mengenai penghitungan fisik persediaan,
(2) melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan yang dilakukan oleh klien.

PERIKSA INSTRUKSI TERTULIS MENGENAI PENGHITUNGAN FISIK PERSEDIAAN.


Instruksi tertulis mengenai penghitungan fisik persediaan sebaiknya disusun bersama antara klien
dengan auditor independen, sehingga jika instruksi tersebut digunakan untuk melaksanakan peng-
hitungan fisik persediaan, tidak terjadi pengajuan keberatan-keberatan oleh auditor karena pertimbangan
ketelitian dan keandalan prosedur penghitungan atas persediaan. Auditor harus memeriksa instruksi
tertulis yang dibuat oleh klien untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian dan keandalan data hasil
penghitungan fisik persediaan.

LAKUKAN PENGAMATAN TERHADAP PENGHITUNGAN FISIK PERSEDIAAN YANG DILAKUKAN


OLEH KLIEN.
Penghitungan fisik persediaan merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh klien untuk menjamin
ketelitian data persediaan yang dicatat di dalam catatan akuntansinya. Biasanya karena penyimpanan di
gudang, persediaan mengalami perubahan kondisi fisiknya, rusak, atau kemungkinan hilang karena
dicuri. Oleh karena itu, secara periodik klien harus menyelenggarakan penghitungan fisik persediaan
yang disimpan di gudang untuk menyesuaikan data persediaan di dalam catatan akuntansinya dengan
keadaan fisik persediaan yang ada di gudang. Prosedur audit ini dilaksanakan oleh auditor dengan dua
tujuan:
(1) untuk menguji efektif atau tidaknya struktur pengendalian intern terhadap persediaan dan
(2) untuk menguji kewajaran informasi persediaan yang dicantumkan di neraca.

Oleh karena itu, pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan disebut dengan Dual Purpose
Test, yaitu pengujian yang mempunyai tujuan ganda seperti tersebut di atas. Pengamatan terhadap
penghitungan fisik persediaan dalam pengujian substantif ini bertujuan untuk membuktikan bahwa klien
telah mengadjust catatan akuntansinya berdasarkan data hasil penghitungan fisik persediaan yang andal.
Dalam prosedur pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan ini, auditor melakukan kegiatan
berikut ini:
a. Melakukan hitung uji (test count) terhadap penghitungan fisik yang dilakukan oleh klien.
Penghitungan uji ini dilakukan untuk mengecek ketelitian penghitungan fisik yang dilakukan oleh
klien.
b. Melakukan compilation test, yaitu pengujian penyalinan data di dalam kartu penghitungan fisik
(inventory tags) ke dalam daftar hasil penghitungan fisik (inventory summary sheets). Prosedur audit
ini dimaksudkan untuk mengecek ketelitian penyalinan data dari kartu penghitungan fisik ke dalam
daftar hasil penghitungan fisik.
c. Melakukan pricing test, yaitu pengujian pencantuman kos per satuan setiap jenis persediaan yang
dicantumkan di dalam daftar hasil penghitungan fisik dan perkalian kos per satuan tersebut dengan
kuantitas hasil penghitungan fisik persediaan. Prosedur audit ini dimaksudkan untuk mengecek
ketelitian pencantuman harga per satuan dan hasil perkalian kos per satuan tersebut dengan
kuantitas persediaan yang dicantumkan di dalam daftar hasil penghitungan fisik.
d. Melakukan adjustment test, yaitu pengujian adjustment yang dilakukan oleh klien terhadap data
persediaan di dalam kartu persediaan atas dasar data yang tercantum di dalam daftar hasil
penghitungan fisik. Prosedur audit ini dimaksudkan untuk mengecek apakah catatan akuntansi
persediaan telah di-adjust dengan data yang benar dari hasil penghitungan fisik persediaan.

Kirimkan Surat Konfirmasi Persediaan yang Disimpan di Gudang Pihak Luar


Adakalanya klien memiliki persediaan yang disimpan di gudang luar, di bawah wewenang penyimpanan
perusahaan lain. Untuk memperoleh keyakinan tentang eksistensi persediaan klien yang disimpan di
gudang luar, auditor perlu mengirimkan surat konfirmasi kepada perusahaan yang menyimpan
persediaan tersebut. Prosedur audit ini ditujukan untuk membuktikan asersi berikut ini:
1. Keberadaan dan keterjadian.
2. Kelengkapan.
3. Hak kepemilikan.

Persediaan yang dicantumkan di neraca perlu diverifikasi hak kepemilikannya, karena adakalanya di
gudang klien terdapat persediaan yang merupakan barang titipan milik perusahaan lain, atau terdapat
persediaan klien yang dititipkan kepada perusahaan lain sebagai barang konsinyasi, atau persediaan
klien yang dicantumkan di neraca telah digadaikan dalam penarikan utang. Untuk memverifikasi hak
pemilikan klien terhadap persediaan yang disajikan di neraca, auditor melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen pendukung pemerolehan persediaan, meminta informasi dari klien mengenai barang titipan
milik perusahaan lain yang ada di tangan klien dan barang konsinyasi klien yang dititipkan perusahaan
lain, serta meminta informasi dari klien mengenai persediaan yang dijaminkan dalam penarikan utang.

Mintalah informasi mengenai barang-barang klien yang dijual secara konsinyasi dan barang-
barang titipan yang ada di tangan klien
Informasi mengenai barang titipan milik perusahaan lain yang ada di tangan klien dan barang milik klien
yang dititipkan perusahaan lain sebagai barang konsinyasi dapat diperoleh auditor dengan cara
mewawancarai manajer bagian pemasaran dan memeriksa arsip korespondensi antara klien dengan
perusahaan yang menitipkan barang kepada klien dan perusahaan yang dititipi barang oleh klien.
Laporan penjualan barang konsinyasi yang diterima oleh klien dari perusahaan yang dititipi barang
merupakan sumber informasi untuk mengetahui persediaan klien yang berada di tangan perusahaan lain.
Copy laporan penjualan barang titipan yang dibuat oleh klien untuk perusahaan yang menitipkan barang
merupakan sumber informasi untuk mengetahui persediaan yang ada di tangan klien namun bukan
merupakan milik klien.

Mintalah informasi mengenai persediaan yang dijadikan jaminan penarikan utang.


Informasi mengenai persediaan klien yang dijaminkan dalam penarikan utang dapat diperoleh auditor
dengan cara mewawancarai manajer keuangan dan mereview jawaban konfirmasi dari bank.

Lakukan Pengujian terhadap Penilaian Persediaan


Menurut prinsip akuntansi berlaku umum persediaan harus disajikan di neraca sebesar nilainya yang
lebih rendah di antara nilai pasar dan kosnya pada tanggal neraca. Oleh karena itu, pengujian terhadap
penilaian persediaan dimaksudkan untuk menilai kewajaran penentuan nilai pasar dan kos persediaan
pada tanggal neraca.

MINTALAH INFORMASI MENGENAI METODE PENILAIAN PERSEDIAAN YANG DIGUNAKAN


OLEH KLIEN.
Menurut prinsip akuntansi berlaku umum, persediaan disajikan di neraca sebesar nilainya pada tanggal
neraca.
Terdapat 3 metode penilaian persediaan:
1. Metode harga pasar (market value method),
2. Kos historis, (historical cost method) dan
3. The lower of cost or market.

Langkah permulaan untuk memverifikasi penilaian persediaan adalah meminta informasi mengenai
metode penilaian persediaan yang digunakan oleh klien dalam menyajikan persediaannya di neraca.
Dalam prosedur audit ini, auditor, di samping mengumpulkan informasi mengenai metode penilaian
persediaan yang digunakan oleh kliennya, juga menilai apakah metode penilaian persediaan yang
digunakan oleh klien cocok dengan kondisi persediaannya.

PERIKSA KESESUAIAN KOS PER SATUAN PERSEDIAAN DENGAN PRINSIP AKUNTANSI


BERLAKU UMUM.
Prinsip akuntansi berlaku umum mengharuskan jika persediaan dinyatakan pada kosnya, nilai
pasarnya pada tanggal neraca harus dicantumkan di dalam tanda kurung, dan jika persediaan
diturunkan nilainya pada harga pasarnya, kosnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. Oleh
karena itu, auditor perlu memperoleh informasi mengenai metode penentuan kos persediaan
(inventory costing method) yang digunakan oleh klien dan menilainya apakah metode penentuan kos
persediaan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum.
Metode penentuan kos persediaan yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum adalah:
a. Metode identifikasi khusus (Special identification method);
b. Metode kos rata-rata (Average method);
c. Metode masuk pertama keluar pertama (FIFO); dan
d. Metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO).

PERIKSA CATATAN PENDUKUNG YANG BERSANGKUTAN DENGAN DATA KOS PER SATUAN
PERSEDIAAN.
Untuk persediaan bahan baku, persediaan suku cadang, dan persediaan bahan habis pakai pabrik,
data kos per satuan dapat diverifikasi oleh auditor dengan memeriksa kartu persediaan yang
bersangkutan.
Untuk persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi, data kos per satuannya dapat
diverifikasi oleh auditor dengan memeriksa kartu persediaan dan kartu kos produk yang bersangkutan
(jika perusahaan menggunakan metode kos pesanan/job order cost method) atau ke laporan kos
produksi (jika perusahaan menggunakan metode kos proses/process cost method).

BANDINGKAN LABA BRUTO TAHUN YANG DIAUDIT DENGAN LABA BRUTO TAHUN
SEBELUMNYA.
Pembandingan laba bruto tahun yang diaudit dengan laba bruto tahun sebelumnya digunakan sebagai
dasar untuk menilai kewajaran nilai persediaan barang dagangan dengan menggunakan metode laba
bruto (gross profit method).
Sebagai contoh, misalnya rata-rata persentase laba bruto tahun yang lalu sebesar 30%. Jika diketahui
persediaan awal tahun yang diaudit sebesar Rp 60.000.000, pembelian dalam tahun yang diaudit
sebesar Rp 200.000.000, dan hasil penjualan dalam tahun tersebut Rp 280.000.000, maka persediaan
barang dagangan pada akhir tahun dapat diperkirakan seperti tercantum pada Gross Profit Test
berikut ini :

Persediaan awal (pada kosnya) Rp 60.000.000,-


Pembelian (pada kosnya) Rp 200.000.000,-
Barang tersedia untuk dijual Rp 260.000.000,-

Hasil penjualan (pada harga pasar/jual) Rp 280.000.000,-


Dikurangi laba bruto: 30% x Rp 280.000.000 Rp 84.000.000,- (-)
Hasil penjualan (pada kosnya) Rp 196.000.000,- (-)

Taksiran persediaan akhir (pada kosnya) Rp 64.000.000,-

Angka taksiran persediaan akhir tersebut kemudian dibandingkan dengan angka persediaan yang
dicantumkan oleh klien di neracanya untuk menilai kewajaran penilaiannya.

LAKUKAN PENGAMATAN TERHADAP UNSUR PERSEDIAAN YANG RUSAK.


Persediaan yang rusak akan mengurangi nilai persediaan yang disajikan di neraca. Oleh karena itu,
pada waktu melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan klien, auditor perlu
melakukan pengamatan terhadap kondisi fisik persediaan.

HITUNG TINGKAT PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN BANDINGKAN DENGAN TINGKAT


PERPUTARAN PERSEDIAAN TAHUN SEBELUMNYA.
Informasi mengenai tingkat perputaran persediaan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan
apakah suatu persediaan lambat dalam proses penjualan atau pemakaiannya dalam kegiatan
perusahaan. Auditor perlu menghitung tingkat perputaran semua kelompok persediaan dan
membandingkan hasil perhitungannya tersebut dengan tingkat perputaran persediaan tahun sebelumnya.
Biaya Bahan Baku setahun
Inventory turnover bahan baku = ---------------------------------------
Persediaan rata-rata setahun

HPP setahun
Inventory turnover barang jadi = ------------------------------------------
Persediaan rata-rata setahun

Menghitung kecepatan peredarannya yaitu dengan membagi 365 hari : inventory turnover
LAKUKAN PENGAMATAN TERHADAP PERSEDIAAN YANG LAMBAT PEMAKAIANNYA
ATAU PENJUALANNYA.
Persediaan yang lambat penjualan dan pemakaiannya akan mempunyai nilai yang berkurang dari kos
pemerolehannya. Oleh karena itu, dalam pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan auditor
melakukan pengamatan terhadap barang-barang yang lambat penjualannya dan pemakaiannya.

MINTALAH SURAT REPRESENTASI PERSEDIAAN DARI KLIEN.


Surat representasi digunakan oleh auditor untuk menyadarkan klien bahwa tanggung jawab atas
kewajaran informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan berada di tangan klien, bukan di tangan
auditor. Surat representasi persediaan berisi pernyataan klien mengenai persediaan yang di sajikan di
neraca. Contoh surat representasi persediaan yang dibuat oleh klien tampak seperti berikut ini :

Pemeriksaan Penyajian dan Pengungkapan Persediaan di Neraca


Di atas sudah dicantumkan 7 butir prinsip akuntansi berlaku umum dalam penyajian unsur persediaan di
neraca. Atas dasar prinsip akuntansi berlaku umum tersebut, auditor melakukan verifikasi penyajian
persediaan di neraca dengan cara:
(1) memeriksa klasifikasi persediaan di neraca,
(2) memeriksa penjelasan yang bersangkutan dengan persediaan, dan
(3) melakukan analytical review terhadap persediaan.

PERIKSA KLASIFIKASI PERSEDIAAN DI NERACA.


Menurut prinsip akuntansi berlaku umum, jika jumlahnya material, persediaan dalam perusahaan
manufaktur harus disajikan menurut unsur-unsur utama persediaan: produk jadi, produk dalam proses,
bahan baku, suku cadang, dan bahan habis pakai pabrik. Urutan penyajian unsur utama persediaan
tersebut didasarkan pada urutan likuiditasnya. Auditor harus memeriksa apakah klien telah melakukan
klasifikasi persediaan di neracanya sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum tersebut.
PERIKSA PENGUNGKAPAN YANG BERSANGKUTAN DENGAN PERSEDIAAN.
Dalam prinsip akuntansi berlaku umum, klien diharuskan menjelaskan di dalam laporan keuangannya
mengenai metode penentuan kos dan metode penilaian yang digunakan dalam menyajikan persediaan
di neraca. Begitu juga klien diharuskan mencantumkan penjelasan yang lengkap jika persediaannya
digadaikan dalam penarikan utang dan jika klien mempunyai komitmen pembelian yang material dan
bersifat luar biasa. Auditor harus memeriksa apakah klien telah cukup mencantumkan penjelasan yang
berkaitan dengan persediaan di dalam laporan keuangannya sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku
umum tersebut.

LAKUKAN ANALYTICAL REVIEW TERHADAP PERSEDIAAN.


Review analitik ini merupakan review secara menyeluruh mengenai kewajaran persediaan yang
disajikan di neraca. Dalam prosedur ini auditor menghitung berbagai ratio yang bersangkutan dengan
persediaan, misalnya tingkat perputaran berbagai kelompok persediaan, dan jika terdapat fluktuasi
ratio tertentu dari ratio tahun sebelumnya, auditor berkewajiban mendapatkan penjelasan mengenai
penyebab terjadinya fluktuasi ratio tersebut. Hubungan antara tingkat perputaran persediaan, tingkat
persediaan pada tanggal neraca, dan volume penjualan semuanya harus mendukung pengujian-
pengujian substantif yang telah dilakukan oleh auditor.

LATIHAN AUDITING
Laporan Rugi laba dari PT. HARMU, tahun 2007 menunjukkan kerugian sebesar Rp 245.000.000,- Kesalahan
tersebut berikut ini baru diketahui dalam pemeriksaan akuntan pada tahun 2008, yang berkaitan dengan
persediaan barang dagangan sbb :

1. Barang dagangan dengan harga pokok Rp 150.000.000,- dicatat sebagai pembelian


pada akhir tahun 2007, tetapi barang tersebut baru diterima pada tanggal 9 januari 2008
beserta fakturnya.
2. 700 unit barang dagangan dengan harga pokok perunit Rp 650.000,- dicatat dengan
harga pokok Rp 560.000,- perunit pada saat perhitungan persediaan akhir.
3. Barang-barang dengan harga pokok Rp 31.500.000,- diterima pada tahun 2007 dan
termasuk persediaan akhir, tetapi pembeliannya baru dicatat pada tanggal 5 januari
2008 ketika fakturnya diterima.
4. Barang yang dikonsinyasikan dengan harga pokoknya Rp 600.000.000 termasuk dalam
persediaan akhir, tetapi diantaranya telah terjual dengan harga pokoknya Rp
145.000.000,- pada tanggal 31 desember 2007. penjualan tersebut tidak dicatat sampai
dengan tanggal 31 desember 2007, tetapi baru dicatat setelah menerima uang dari
consignee sebesar Rp 175.000.000,- pada tanggal 12 januari 2007.
5. Barang dagangan dengan harga pokok Rp 35.000.000 dijual Rp 45.000.000, dan dikirim
pada tanggal 31 desember 2007, tidak termasuk dalam persediaan akhir. Tetapi
penjualan tersebut baru dicatat pada tanggal 15 januari 2008 ketika langganan
membayar.

Diminta :

a. Hitunglah Rugi Laba yang benar PT. HARMU untuk tahun 2007
b. Buatlah jurnal koreksi yang diperlukan dlm tahun 2007 untuk membetulkan rekening.

Você também pode gostar