Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
( Proposal Penelitian)
Oleh:
SRI MULYANI WIDYANTI (0924051008)
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan energi terus bertambah seiring dengan perkembangan industri dan juga
pertambahan penduduk di dunia. Sumber energi utama yang digunakan saat ini
sebagian besar bersumber dari fosil antara lain minyak bumi, gas alam dan
batubara. Konsumsi bahan bakar terbesar digunakan untuk sektor industri dan
transportasi. Saat ini harga minyak mentah dunia terus meningkat. Banyak negara,
kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup besar. Pada tahun 2005 konsumsi
solar Indonesia 48,50% sedangkan pada tahun 2010 naik menjadi 52,27%
(Destiana, 2007).
cadangan bahan bakar dari fosil yang merupakan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui. Cadangan yang ada kini sudah tidak mampu memenuhi
kini telah meningkat tiga kalinya sejak tahun 1950 hingga setara dengan 10.000
juta ton setiap tahun. Menurut Dewan Energi Dunia Pemakaian energi cenderung
3
naik sampai 50% pada tahun 2020. Cadangan minyak bumi di Indonesia
diperkirakan tidak akan berumur lebih dari 25 tahun, tanpa adanya penemuan
cadangan baru, cadangan yang ada hanya akan cukup untuk konsumsi 18 tahun
(Anonim, 2008).
emisi gas buang NOx,SOx, CO, partikel-partikel padat dan komponen organik
volatil (VOCs) (Marchetti dan Errazu, 2008). Kajian ekologi modern dan
susunan dan kandungan gas-gas yang berada di lapisan atas atmoser bumi.
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil
yang dibuat dari sumber yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan lemak
angka emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah terhadap
mengurangi polusi tanah serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air
dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati antara lain: minyak kelapa
sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih ada lebih
4
Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodiesel di antaranya CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi), PFAD, dan
RBD olein serta RBD stearin. Refined Bleached Deodorized (RBD) stearin
merupakan hasil samping pembuatan minyak goreng dari Ci-ude Palm Oil (CPO)
yang terdiri dari asam lemak jenuh dan mempunyai atom C16 –C18 dominan yang
berperan terbadap kekerasan dan sifat deterjensi. Stearin memiliki asam lemak
jenuh yang lebih banyak daripada fraksi olein, karena itu fraksi stearin memiliki
bilangan setana lebih besar. Kedua alasan di atas menjadikan fraksi stearin
sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel.
trigliserida menjadi metil ester dengan suatu proses yang disebut dengan
metanol karena harganya murah, tetapi proses berlangsung lama hingga 2 jam.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari alternatif pemetilasi yang dapat
Pemanfaatkan hasil samping limbah (stearin) tersebut hingga saat ini belum
konsentrasi yang tepat biodiesel yang dihasilkan memiliki standar mutu yang
tidak kalah dengan minyak bumi, sehingga dapat dipakai sebagai energi alternatif.
biodiesel dari stearin minyak sawit dengan menggunakan katalis kalium karbonat.
Dalam proses pembuatan metil ester dari minyak nabati, rasio molar antara
trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, jenis alkohol yang
digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, kandungan asam lemak
bebas pada bahan baku dan kandungan sabun merupakan faktor–faktor yang
Jenis asam lemak dalam minyak sangat berpengaruh terhadap karakteristik fisik
dan kimia biodiesel, karena asam lemak tersebut akan membentuk metil ester
biodiesel.. Minyak berkandungan asam oleat atau asam linoleat yang cukup
tinggi atau yang kandungan asam lemak jenuhnya rendah akan menghasilkan
biodiesel dengan karakteristik baik (Fukuda, Kondo, and Noda, 2001). Pada
trigliserida dengan atom, C18 dengan ikatan rangkap 2 atau 3 seperti asam oleat
lebih stabil dan mudah diendapkan. Kandungan asam lemak bebas pada minyak
makan refinasi kurang dari 1%, Crude oil 0,5-5%, minyak jelantah 2-7%, dan
6
pada minyak atau lemak dari binatang 10-30% (Goosen, 2007). Stearin
mengandung asam lemak bebas (FFA 0,2%). Kandungan asam lemak bebas inilah
Tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester memerlukan pereaksi dan
yang umum digunakan adalah etanol atau metanol. Untuk mendorong reaksi
antara metanol dengan minyak 1,7 : 1, dengan waktu konversi kurang lebih dua
jam.Untuk itu perlu dicari pemelitasi yang lebih reaktif salah satu pemetilasi yang
Dimetil sulfat direaksikan dengan ester untuk menghasilkan ester baru, sehingga
antar ester. Ester baru yang dihasilkan disebut dengan biodiesel. Berikut adalah
mekanisme reaksi trigliserida dengan dimetil sulfat yang dikatalis oleh kalium
karbonat:
O CH3 – O O O
2KOCH3
CH3(CH2)16 – C – OH + S CH3(CH2)16 – C – OCH3 + H2SO4 + K2CO2
CH3 – O O HO O
HO O
7
hidrogen antar molekul terbentuk dari interaksi gugus-gugus –COOH dan –OH.
Pengubahan gugus –COOH menjadi gugus metil ester (-COOCH3) dan gugus –
operasi. Tanpa katalis reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu
2500C. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama
seperti pada awal kita tambahkan. Katalis yang dapat digunakan dapat berupa
kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata,
paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat
2007).
Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150°F dan 20 psi),
menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan terjadinya
reaksi samping yang minimal, konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap
I.4 Hipotesis
Terdapat konsentrasi dimetil sulfat yang tepat pada proses pembuatan biodiesel
Tanaman kelapa sawit berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Meskipun demikian,
ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu
Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil
subur diluar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua
Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Buah kelapa sawit terdiri dari 2 bagian yakni daging buah dan
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari
famili Palmae.
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Genus : Elaeis
10
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah sedangkan bagian
inti sawitnya menghasilkan minyak inti sawit. Minyak kelapa sawit terdiri atas
berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai
yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah kelapa sawit dari Afrika yang
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) atau CPO adalah minyak yang diperoleh
dari ekstraksi bagian mesokarp buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) yang
berwujud padat atau cair. Hal ini bergantung dari komposisi asam lemak yang
asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat atau asam linolenat dengan titik
cair rendah. Sedangkan minyak yang berbentuk padat pada suhu kamar
dikarenakan banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan
stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986). Komposisi asam
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang
tetap. Kandungan karoten dalam minyak sawit dapat mencapai 1000 μg/mL atau
asam lemak dalam minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Minyak kelapa sawit
terdiri dari minyak sawit kasar (CPO), olein, stearin, dan minyak inti sawit (PKO).
12
Stearin sawit mempunyai titik cair yang tertinggi, berat jenis dan indeks refraksi
tidak banyak berbeda, bilangan iod yang tertinggi ditemukan pada olein dan
bilangan penyabunan tertinggi pada minyak inti sawit. Asam lemak dengan C6
dan C8 hanya ada pada minyak inti sawit (PORIM, 1989 di dalam Muchtadi,
1992).
Sifat Jenis
CPO Olein Stearin PKO
Titik cair (○C) 34,2 0,902 44,5 27,3
Berat jenis (50○C /air 25○C ) 0,892 1,459 0,882 0,902
Indeks refraksi (nD, 50○C ) 1,455 58,0 1,477 1,451
Bilangan iod (Wijs) 53,3 198,0 21,6 17,1
Bilangan penyabunan (mg 195,7 193,0 145,0
KOH/g minyak) 0,3
Bahan tak tersabunkan (%) 0,5 0,5 0,2
Asam lemak (%) :
C6 0,3
C8 4,4
3,7
C10 0,2 0,2 0,3 38,3
C12 1,1 1,0 1,5 15,6
C14 44,0 39,8 65,0 7,8
C16 0,1 0,2 0,2 2,0
4,5 4,4 5,0 15,1
C16=1
39,2 42,5 21,3 2,7
C18 10,1 11,2 6,5
C18=1 0,4 0,4 0,4
C18=2 0,4 0,4 0,4
C18=3
C20
Sumber: PORIM (1989) di dalam Muchtadi (1992)
industri kimia dan industri pakan ternak. Kebutuhan minyak sawit sebesar 90
shortening, pengganti lemak kokoa dan untuk kebutuhan industri roti, cokelat, es
krim, biskuit dan makanan ringan. Kebutuhan 10 persen dari minyak sawit
lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak, fatty
13
alcohol, gliserin dan metil ester. Oleokimia digunakan pada industri yang
menghasilkan produk pangan dan lemak, sabun dan deterjen, kosmetik dan
produk perawatan pribadi, oli dan pelumas, minyak pengering, polimer dan
Untuk mendapatkan minyak kelapa dari daging buah kelapa sawit dapat dilakukan
dengan ekstraksi pelarut dan ekstraksi mekanik. Ekstraksi pelarut lebih baik dari
pada ekstraksi mekanik karena kehilangan minyaknya relatif lebih sedikit. Dengan
minyak kelapa sawit dari kelapa sawit harus dilakukan beberapa proses sampai
dihasilkan minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil / CPO). Selanjutnya
kemudian diuraikan lagi menjadi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan minyak
sawit cair (RBD Stearin). Secara keseluruhan proses penyulingan CPO ini akan
menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% destilat asam lemak minyak sawit
(Palm Fatty Acid Destilate / PFAD) dan 0,5% buangan. Gambar 2.5 berikut ini
Olein (Anonim 3)
CPO
RBDO DALMS 5%
Pemisahan dan
RBD Olein penyaringan RBD Stearin
14
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange
atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Bau dan
flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam
lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa
sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta iodine. Titik cair minyak kelapa sawit
berada dalam kisaran suhu 21 – 400C karena mengandung beberapa macam asam
lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren, 1986). Tabel 2.6
berikut ini memperlihatkan sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit kasar dan
murni.
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu:
kandungan air, kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, serta
bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair
kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit
yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih
kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang
lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna
merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan
kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren,
1986).
Minyak kelapa sawit bermutu prima mengandung asam lemak bebas tidak lebih
dari 2% saat pengapalan. Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua
15
arti, pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain
yang dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur
titik lebur, angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua, pengertian mutu
minyak kelapa sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini, syarat mutu diukur
lemak bebas, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran
pemucatan. Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua
aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam
lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa,
Minyak sawit memiliki karakter yang unik disbanding minyak nabati lainnya.
Komposisi terdiri dari asam lemak jenuh ±50% , MUFA ±40% serta asam lemak
tak jenuh ganda yang relatifsangat sedikit ±10% (Damoko, 2003). Minyak sawit
juga dapat difraksinasi menjadi 2 bagian, yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi
Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan
yang paling sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini
asam lemak didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu
bahan tersebut akan akan terbentuk menjadi dua fase yaitu kristal padat dan
16
cairan. Fasa padat adalah stearin dan fasa cair adalah olein. Reaksinya sebagai
berikut:
Mechanical pressing
Fatty acid asam stearat + asam oleat
(stearin) (olein)
Stearin merupakan fraksi yang lebih solid, fraksi ini merupakan co-product yang
diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Stearin memiliki
slip melting point pada kisaran 46-56oC, sedangkan olein pada kisaran 13-23oC.
Hal ini menunjukan bahwa stearin yang memiliki slip melting point lebih besar
akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar. Stearin hasil fraksinasi bersifat
tidak murni, yaitu merupakan campuran dari berbagai asam lemak jenuh dan asam
Biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester alkil dari
nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel
tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas
ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam
lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati
menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka setana
Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun
sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan
dan
b. asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan
minyak-lemak.
II.4.1.1 Trigiliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam
karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak
19
R' dan R" masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam
lemak RCOOH, R'COOH and R"COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida,
monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan
terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
20
2.4.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi
mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat
berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin
penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek
konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C),
reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya
lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus
disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang
tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak
bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
2.4.2 Transesterifikasi
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi
katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum
digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat
mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester
metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah
produk, yaitu:
b. Memisahkan gliserol
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu,
semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester
Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
f. Pengaruh temperatur
didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang
diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Hal ini
ditunjukan pada Gambar 2.7. Untuk waktu 6 menit, pada temperatur 60oC
konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45oC yaitu 87% dan pada
yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama.
24
Biodiesel yang dihasilkan harus memenuhi standar minimal yang ditetapkan sebelum
dapat digunakan. Adanya zat-zat pengotor akan menyebabkan unjuk kerja mesin
menjadi tidak maksimal bahkan dapat merusakan mesin diesel tersebut. Tabel 4
berikut ini memperlihatkan pengaruh beberapa zat pengotor dalam biodiesel yang
Tabel 4. Beberapa zat pengotor dalam biodiesel yang dapat merusakan komponen
mesin
Angka setana adalah ukuran kecepatan bahan bakar diesel yang diinjeksikan ke ruang
bakar bisa terbakar secara spontan setelah bercampur dengan udara. Angka setana
pada bahan bakar mesin diesel memiliki pengertian yang berkebalikan dengan angka
oktan pada bahan bakar mesin bensin. Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel
terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik (tinggi) angka
setana bahan bakar tersebut. Cara pengukuran angka setana yang umum digunakan
adalah menggunakan hexadecane (C16H34, yang memiliki nama lain setana) sebagai
(HMN yang juga memiliki komposisi C16H34) sebagai patokan terendah (CN=15)
(Knothe, 2003). Angka setana dalam standar biodiesel ASTM D613 minimum
minimum sebesar 49. Dari kedua senyawa standar tersebut terlihat bahwa angka
rendah dan rendahnya kebisingan pada kondisi idle. Angka setana yang tinggi
biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar.
Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka setana dari 46 - 70, sedangkan
(bahan bakar) Diesel No. 2 memiliki angka setana 47 – 55. Panjangnya rantai
hidrokarbon yang terdapat pada metil ester asam lemak juga menyebabkan
Angka setana yang tinggi menyebabkan ignition delay yang pendek, sedangkan
menggunakan persamaan:
Bilangan penyabunan dan bilangan iodium ini dapat ditentukan melalui titrasi
SN = Σ (560 x A1) / MW
IV = Σ (254 x D x A1) / MW
iodium yang diperoleh melalui hasil perhitungan dan titrasi analitis memberikan
hasil yang sama. Namun demikian untuk penentuan angka setana-nya antara hasil
menggunakan persamaan diatas lebih kecil ± 2,5 dibandingkan angka setana hasil
Geller dan Goodrum, menyatakan panjang rantai karbon asam lemak dan tingkat
karbon asam lemaknya dan semakin jenuh rantainya maka semakin tinggi angka
setana biodiesel tersebut (Geller dan Goodrum, 2004). Angka setana yang paling
tinggi diperoleh dari biodiesel yang banyak mengandung asam palmitat dan
stearat sedangkan biodiesel yang mengandung asam lemak tidak jenuh dengan
jumlah ikatan rangkap tunggal memiliki kisaran angka setana medium. Hal ini
Titik kabut adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak berawan
(padatan) didalam bahan bakar. Pada bahan bakar diesel yang berasal dari minyak
nabati, kristal-kristal ini muncul disebabkan adanya rantai karbon jenuh yang
cukup panjang (C16 – C18). Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik
ini, keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran
bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan titik tuang adalah
bawah titik tuang bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya
kristal/gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, titik
kabut terjadi pada temperatur yang lebih tinggi. dibandingkan dengan titik tuang.
Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur
diantara titik kabut dan titik tuang; pada saat keberadaan kristal mulai
28
mengganggu proses filtrasi bahan bakar. Oleh karena itu, digunakan metode
pengukuran yang lain untuk mengukur performansi bahan bakar pada temperatur
(standard ASTM D4539) (Knothe, 2005). Pada umumnya, titik kabut dan titik
negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya
kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Namun demikian
aditif, bisa juga dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran
antara biodiesel dan solar terbukti dapat menurunkan titik kabut dan titik tuang
Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan titik kabut dan titik tuang
metode ini, dilakukan pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-
kristal yang selanjutnya disaring dan dipisahkan dari bahan bakar. Proses
kristalisasi parsial ini terjadi karena asam lemak tak jenuh memiliki titik beku
yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Maka proses
biodiesel. Di sisi lain, asam lemak jenuh berkaitan dengan angka setana. Oleh
29
karena itu proses winterization dapat menurunkan angka setana bahan bakar diesel
(Indartono, 2006).
Metode lainnya untuk menurunkan titik kabut dan titik tuang biodiesel adalah
dengan menggunakan alkohol bercabang sebagai pengganti metil atau etil dalam
biodiesel yang dibuat dari minyak kedelai dengan isopropil, 2-butil, t-butil dan
Keseluruhan reaksi.
ester dari metanol dan asam sulfat , rumus nya sering ditulis sebagai ( CH 3 ) 2 SO
sedikit (meskipun berbau itu akan mewakili eksposur signifikan). Seperti semua
Dimetil sulfat dapat disintesis di laboratorium dengan berbagai sintesis, [2] yang
2 CH 3 OH + H 2 SO 4 → (CH 3 ) 2 SO 4 + 2 H 2 O 2 CH 3 OH + H 2 SO 4 →
(CH 3) 2 SO 4 + 2 H 2 O
Dimetil sulfat dikenal sebagai reagen untuk metilasi dari fenol , amina , dan tiol
Biasanya, satu kelompok metil ditransfer lebih cepat daripada yang kedua.
Dibandingkan dengan agen methylating lain, dimetil sulfat lebih disukai oleh
industri karena biaya rendah dan reaktivitas tinggi. Rumus bangun dimetil sulfat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei – Juli 2011 dengan tempat Laboratorium
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RBO Stearin yang diperoleh
adalah Dimetil sulfat, kalium klorida, NaOH, KJ, Phenolptalein, asam asetat,
31
kloroform, CHCl3, pereaksi Hanus, Larutan Wijs, Na2S2O3, alkohol netral 95%,
dan Xylene.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan biodiesel terdiri dari labu leher
alat-alat gelas lab, termometer, alat timbang dan alat analisis seperti
Nouy, vortex mixer, pH maeter, piknometer, oven, dan alat analisis uji fisik
kimia minyak
Penelitian ini disusun dalam faktor tunggal dengan tiga ulangan. Faktor tunggal
tersebut adalah konsentrasi dimetil sulfat yaitu: 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan
25%, yang digunakan dalam pembuatan biodiesel. Data hasil penelitian dirata-rata
ditimbang sesuai dengan formulasi kemudian dicairkan hingga suhu 65oC, setelah
suhu dingin (di bawah 0oC) sampai 2,5 jam dengan suhu tetap terjaga. Setelah
2,5 jam diperoleh metil ester. Metil ester tersebut belum murni, untuk
mendapatkan metil ester yang murni dilakukan tahapan selanjutnya yaitu: Fraksi
dengan menggunakan plat TLC berukuran kecil dibagi menjadi beberapa titik
sebagai posisi awal sampel. Pada plat TLC diteteskan sebanyak lima tetes sampel
dari masing-masing tabung. Setelah kering plat TLC dimasukkan ke dalam gelas
chamber dengan eluen CHCl3 sebanyak 5 mL. Eluen akan bergerak sampai ke
bagian atas plat, setelah itu plat diangkat dan dibiarkan mengering. Plat tersebut
kembali ke dalam silika gel kolom kromatografi dan dielusi dengan heksan (1 L).
Fraksi yang diperoleh dianalisis kembali menggunakan TLC dengan eluen heksan.
dengan standar minyak nilam. Diagram alir proses produksi biodiesel dari stearin
dingin
Hasil metilasi
(Biodiesel)
Kromatografi kolom
Kromatogram Fraksi-fraksi
Kelompok A Kelompok B
Spektrum dan
kromatogram
3.5 Pengamatan
air sambil diaduk. Larutan ini dititar dengan KOH 0.1 N dengan indikator larutan
jambu. Setelah itu dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk
rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan iod dan
banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh yang terdapat dalam minyak.
Bilangan Iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram
H H O H H O
I I I I I
R— C= C (CH2)nC –OH + I2 R –C –C—(CH2)n—C--OH
35
Prosedur: Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dalam erlenmeyer 500 ml yang
25 ml larutan Wijs dengan pipet dengan kelebihan volume pereaksi sekitar 50-60
persen. Dilakukan juga untuk blanko. Erlenmeyer disimpan pada tempat gelap
Setelah itu ditambahkan 20 ml larutan kalium iodida 15 persen dan 100 ml air,
dan botol ditutup serta dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan
pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada
pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Setelah
minyak larut, ditambahkan 0,5 ml larutan kalium iodida jenuh sambil dikocok.
Setelah dua menit kemudian ditambahkan air sebanyak 30 ml. Kelebihan iod
dititar dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dan perlakuan yang sama untuk
36
blanko. Titrasi blanko tidak boleh lebih dari 0,1 ml larutan natrium thiosulfat.
Hasilnya dinyatakan dalam miliekuivalen per 1000 gram minyak atau mg O2 per
DAFTAR PUSTAKA
37
Anonim. 2008. BBN Bahan Bakar Nabati. Tim Nasional Pengembangan BBN.
Penebar Swadaya. Jakarta. 164 halaman.
Fessenden R. J., and Fessenden J. S., 1990, Kimia Organik, a.b. A. Hadjana
Pudjatmika, Jilid 2, Edisi 3, Penerbit Airlangga. Jakarta.
Suirta, I.W. 2009. Preparasi Biodesel Dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Jurnal
Kimia. 3, No. 1:1-6.