Você está na página 1de 14

AKLIMATISASI ANGGREK

Oleh :
Priyekti B1J006170
FitriyaYuni B1J007121
Gito Sugeng R B1J007127
Edmunda V. E. B1J007140
Rarastyan A. W. B17008048

Kelompok :4
Rombongan :2
Asisten : Izza Dwi Khaerani

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2011
I. PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Indonesia sebagai salah satu negara tropis di kawasan benua asia yang

memiliki flora dan fauna yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan

tanaman Anggrek merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang patut

dipelihara. Anggrek alam (spesies) yang tumbuh di hutan kita, kita kenal dengan

anggrek spesies, mendapat ancaman alam (api dan kemarau) dan manusia

(dirambah dari lingkungan aslinya) sehingga perlu dilakukan usaha-usaha

melestarikan di dalam lingkungan atau diluar lingkunganya. Aklimatisasi adalah

proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara

ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau

pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi benih yang siap ditanam

di lapangan (Yusnita, 2004).

Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan

telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit

ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama

pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam

botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat

sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki

aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari

unsur hara anorganik (Adiputra, 2009).

Tahap aklimatisasi sesudah dipindahkan dari botol, bibit sangat rentan

sehingga memerlukan perlindungan dari kekeringan, temperatur yang kurang baik

dan serangan dari predator atau patogen. Jika perawatan dilakukan dengan baik
selama beberapa minggu awal, bibit tersebut akan beradaptasi pada kondisi baru

dan memperlihatkan ketegaran dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan bibit

yang diperbanyak secara vegetatif (Thompson, 1980).

B. Tujuan

Setelah melakukan kegiatan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Meningkatkan keterampilan aklimatisasi anggrek.

2. Meningkatkan prosentase keberhasilan bibit anggrek yang jadi (tetap

hidup) sampai dapat diperjualbelikan.

3. Menentukan macam media aklimatisasi yang sesuai untuk masing-masing

jenis anggrek.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kawat U, pinset,

baskom untuk merendam bibit, batang pengaduk, autoklaf, spreyer, pot plastik, try

(tempat meletakan plastik), spidol permanen dan kertas merang. Bahan yang

digunakan adalah anggrek hibrid, steroform, bibit anggrek botol yang siap

diaklimatisasi, spaghnum moss, fungisida dan pupuk majemuk dengan kandungan

(N) tinggi.

B. Metode

Cara kerja praktikum ini yaitu :

1. Siapkan pot dan tulis nama anggrek yang akan ditanam dengan spidol

permanen.

2. Siapkan steroform yang telah dipotong kecil-kecil kedalam pot.

3. Larutkan pupuk sesuai aturan penggunaan sebanyak 1 liter, kemudian

rendam media aklimatisasi yang akan digunakan dalam larutan tersebut dan

tiriskan.

4. Setelah ditiriskan masukan dalam botol bekas dan tutup dengan aluminium

foil dan sterilkan dengan autoklaf selama 30 menit.

5. Dinginkan media dalam baki plastik dan masukan pot apabila sudah dingin.

6. Buat larutan fungisida sesuai rekomindasi.

7. Keluarkan seedling dari dalam botol dengan cara :

a. Buka tutup botol, isi dengan air yang bersih sambil dikocok pelan-

pelan agar media terlepas dari akar.


b. Tarik keluar pelan-pelan menggunakan kawat pengait, tarik bagian

pangkal batang dan usahakan akar yang keluar terlebih dahulu agar

tidak rusak daunnya.

c. Rendam dalam larutan fungisida yang telah disiapkan selama 5 menit,

kemudian tiriskan di atas kertas merang sampai benar-benar kering.

d. Setelah kering dari larutan fungisida, tanam seedling dengan cara

membalut akar seedling dengan moss. Usahakan daun dan bulbus tidak

tertutup media.

8. Benamkan seedling dalam pot yang telah diisi dengan steroform kemudian

tutup dengan media sampai pot penuh sambil ditekan agar bibit tegak.

9. Siram seedling dengan sedikit air dan usahakan daunya tidak tersiram air.

10. Letakan pot dalam rak plastik (try dari plastik) dan harus terlindungi dari

sinar matahari secara langsung dan kelembaban udara harus tinggi.

11. Setelah seedling cukup kuat pindahkan ke para-para agar tumbuh sempurna.

12. Syarat para-para harus bersih dari hama dan penyakit, dengan cara diberikan

fungisida dan insektisida secara teratur, tidak terkena hujan secara langsung

dan terhindar dari tiupan angin. Siram seedling menggunakan sprayer.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Anggrek yang Masih Hidup pada


Aklimatisasi
Hari ke- Dendrobium
1 7
2 7
3 7
4 7
5 7
6 7
7 7

B. Pembahasan

Praktikum aklimatisasi anggrek ini menggunakan satu jenis anggrek

yaitu Dendrobium ditanamn pada 10 pot. Anggrek Dendrobium dapat beradaptasi

dengan baik terhadap lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya planlet

yang mati pada anggrek tersebut. Menurut Wetherell (1982), di dalam botol

kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Kondisi di luar botol berkelembapan

nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih

tinggi dari pada kondisi di dalam botol.

Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada

kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada

kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman

juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanaman autotrop.

Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk memperoleh bibit yang

seragam. Sebelum ditanam plantlet sebaiknya diseleksi dulu berdasarkan

kelengkapan organ, warna, hekeran pertumbuhan, dan ukuran (Adiputra et al.,

2007).
Menurut Empu (2009), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

aklimatisasi bibit anggrek antara lain yaitu:

a. Jenis bibit anggrek

b. Media in vitro

c. Umur bibit

d. Teknik aklimatisasi

e. Media aklimatisasi

f. Kemampuan pelaksana

Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam

di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil

perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis

yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pada

pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan

di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Yusnita, 2004).

Menurut Parnata (2005), proses aklimatisasi anggrek diperlakukan

sebagai berikut:

a. Compotting

Ukuran pot yang digunakan untuk kompot berdiameter sekitar 7 cm pada pot

ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek atau tergantung ukuran bibitnya.

b. Seedling (Penanaman ke Single Pot)

Seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu.

Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Biasanya seedling

diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk

setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Ciri-ciri dari


bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang tumbuh lebih

kuat dan daun tampak sudah keluar dari bibir pot.

c. Overpot (Pemindahan Bibit)

Overpot dilakukan ketika tanaman dalam single pot memenuhi syarat untuk

dipindahkan, yaitu ditandai denga banyaknya umbi. Tanaman dipindahkan ke

pot yang lebih besar. Biasanya dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan.

d. Repotting

Repotting atau pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman dari pot yang

lama ke pot yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling

telah tumbuh besar dan memenuhi pot plastik. Pengepotan ulang dilakukan

dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga ph

menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit.

Menurut Andriana (2009), ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu :

1 Planlet tampak sehat dan tidak berjamur.

2. Ukuran planlet seragam.

3. Berdaun hijau segar, dan tidak ada yang menguning.

4. Planlet tumbuh normal dan tidak kerdil.

5. Komposisi daun dan akar seimbang.

6. Pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah

mengeluarkan tunas baru.

7. Memiliki jumlah akar serabut 3-4 akar dengan panjang 1,5-2,5 cm.

Menurut Widiastoety (1986), media tumbuh yang baik untuk aklimatisasi

harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi

sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara
secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah

harganya. Kemasaman media (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman

anggrek berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan

dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media

tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara

lain: moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit

pinus. Praktikum aklimatisasi ini menggunakan media moss. Media moss ini

mengandung 2–3% unsur N dan mempunyai daya mengikat air yang baik, serta

mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Media yang lain yang biasanya dipakai

untuk aklimatisasi adalah pakis, karena memiliki daya mengikat air, aerasi dan

drainase yang baik, melapuk secara perlahan-lahan, serta mengandung unsur-

unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya.

Menurut Widiastoety dan Hendastuti (1985), media tanam akar pakis

merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek

Phalaenopsis. Namun bila akar pakis yang tumbuh di hutan ini diambil secara

terus menerus untuk digunakan sebagai media tanam, dikhawatirkan

keseimbangan ekosistem akan terganggu. Menurut Widiastoety dan Bahar (1995),

media pecahan arang kayu tidak lekas lapuk, tidak mudah ditumbuhi cendawan

dan bakteri. Walaupun sukar mengikat air dan miskin zat hara, tetapi arang cukup

baik untuk media anggrek.

Habitat asli anggrek cenderung hidup di atas pohon (anggrek epifit), di

atas tanah sisa tumbuhan mati (anggrek terestrik/anggrek tanah) dan diatas humus

(anggrek saprofit). Upaya untuk mendapatkan hasil pertumbuhan yang maksimal

bagi anggrek maka haruslah anggrek tersebut mendapatkan media tanam sesuai
dengan jenisnya masing-masing. Ada berbagai macam jenis media tanam anggrek

menurut Agah (2009) yaitu :

1. Arang

Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran

dengan sempurna dan harus berupa pecahan kecil-kecil. Sifat arang adalah

tidak mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering

dilakukan. Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya arang tidak mudah

lapuk sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah

didapatkan dengan harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa

sangat bagus untuk digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila

mengalami kelebihan pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.

2. Pakis

Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya

hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan

arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya apabila

terlalu sering disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang cendawan.

3. Batu bata

Batu bata mudah dijumpai dan harganyapun relatif murah. Batu bata yang

dipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu bata

campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena

beberapa sifat batu bata tidak mendukung pertumbuhan anggrek, diantaranya

adalah batu bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika

penggunaan batu bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak

mengalami pelapukan yang artinya tidak adanya pelepasan zat hara.


4. Sabut Kelapa

Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut

kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan

warnanya yang telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya anda

harus lebih sering mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di

daerah banyak hujan dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan,

karena sifatnya yang lebih menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan

akar pada tanaman anggrek. Umumnya anggrek lebih menyukai media

tumbuh yang berongga yang memberikan ruang respirasi yang bagus.

5. Moss Sphagnum

Moss sphagnum adalah media tanaman dari semacam lumut yang biasanya

berada di hutan-hutan. Media ini termasuk kedalam lumut Bryophyta

bentuknya mirip paku selaginela, media yang kering bentuknya seperti remah

dan sangat ringan seperti kapas. Media moss sphagnum jarang ditemui dan

harganya relatif lebih mahal. Rittershausen and Wilman (2003), moss

sphagnum lebih mengikat air dibandingkan pakis, tetapi lebih lancar dalam

drainese dan aerasi udara.

6. Gabus

Sifat gabus tidak mengikat air, karena itu membutuhkan penyiraman yang

lebih sering. Keuntungan gabus adalah tanaman dan pot lebih bersih dan

cendawan jarang yang menyerang pada media gabus. Ada baiknya media

gabus dapat digunakan dengan media lainnya, misalkan dengan arang ataupun

potongan dadu sabut kelapa.

7. Kulit kayu pinus


Kulit kayu pinus sangat bagus untuk digunakan pada media tanaman

anggrek karena kulitnya mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang

membuatnya tidak mudah lapuk dan terjangkit cendawan. Kelemahannya kulit

kayu pinus jarang ditemui.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan

pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah

pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi.

2. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama satu minggu

anggrek Dendrobium dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan.

3. Praktikum aklimatisasi ini menggunakan media moss, media moss

ini mengandung 2–3% unsur N.

DAFTAR REFERENSI

Adiputra, I. G. 2009. Aklimatisasi Bibit Angrek pada Awal Pertumbuhannya di


Luar Kultur Jaringan. Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudi artawan. 2007.
Perubahan biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada
pan(Vanilla planifolia). Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi,
Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.

Agah. 2009. Media Tanaman Anggrek. http://www.orchid.com. Diakses 28 April


2011.

Andriana. 2009. Aklimatisasi Anggrek. http://pustaka.net. Diakses tanggal 28


April 2011.

Empu. 2009. Aklimatisasi Anggrek. http://www.mitraanggrek.com. Diakses


tanggal 28 April 2011.

Parnata, A. S. 2005. Panduan Budi Daya dan Perawatan Anggrek. Agro Media,
Jakarta.
Wetherell, W. F. 1982. Intri oduction In Vitro Propagation. Avery Publishing
Group, New Jersey.

Widiastoety, D. dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan


Karbohidrat Terhadap Planlet Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura
5 (3): 76-80.

Widiastoety, D., dan L. Hendastuti. 1985. Pengaruh penggunaan berbagai macam


medium tumbuh terhadap pertumbuhan anggrek Phalaenopsis cornu-
cervi. Bulletin Penelitian Hortikultura 12 (3): 39-48.

Widiastoety, D. 1986. Percobaan berbagai macam media dan kedudukan mata


tunas pada kultur jaringan anggrek. Bulletin Penelitian Hortikultura 13
(3): 1-8.

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Agro
Media Pustaka, Jakarta.

Você também pode gostar