Você está na página 1de 10

GAMBARAN KUALITAS DAN KUANTITAS TIDUR PERAWAT IGD DENGAN ROTASI SHIFT DI RSUD SUMEDANG

ABSTRAK Pola tidur perawat seringkali terganggu oleh adanya rotasi shift kerja. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kelalaian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas dan kuantitas tidur perawat IGD dengan rotasi shift di RSUD Sumedang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh perawat IGD dengan rotasi shift kerja yang berjumlah 30 orang. Dalam penelitian ini, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) digunakan untuk menilai kualitas dan kuantitas tidur perawat. PSQI dimodifikasi oleh peneliti kedalam bentuk Sleep Diary yang diisi oleh reponden dengan pola tidur harian selama dua minggu pada saat penelitian sedang berlangsung (record) dan pola tidur pada dua minggu sebelumnya (recall). Hasil yang diperoleh dari 30 responden diketahui bahwa hampir seluruh responden (86,67%) memiliki kualitas tidur buruk, hanya 13,33% yang memiliki kualitas tidur baik. Sementara itu, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (63,33%) memiliki kuantitas tidur kurang, hanya 36,33% responden yang memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori cukup. Perawat diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas tidur mereka sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan terbaik untuk pasien.

Kata Kunci

: Kualitas dan kuantitas tidur, Perawat IGD, Rotasi shift kematian dan kecacatan secara terpadu. Perawat sebagai bagian dari pelayanan IGD harus dapat bertindak secara cepat dan tepat dalam membuat keputusan dan menangani pasien dengan kondisi kritis. Pelayanan keperawatan yang harus senantiasa tersedia 24 jam di ruang IGD menyebabkan rumah sakit

PENDAHULUAN Keperawatan sebagai bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional, dikembangkan sebagai bagian integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit dimana didalamnya terdapat Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang memberikan pelayanan pertama kepada pasien dengan ancaman

memberlakukan adanya rotasi shift kerja terhadap perawat yang tidak jarang tmenimbulkan berbagai dampak negatif terhadap perawat, salah satunya adalah gangguan tidur. Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis paling dasar dan memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki maslow (Potter & Perry, 2005). Tidur terdiri dari kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan tiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas. Sementara Kuantitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur seseorang (Kozier, et al., 2008). Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat dan tidur (Potter & Perry, 2005). Walaupun bervariasi, pada perawat yang termasuk dalam kelompok dewasa membutuhkan ratarata 7 jam 8 jam perharinya (Kozier,et al., 2008). Tanpa tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurun, dan iritabilitas meningkat (Potter & Perry, 2005). Banyak faktor yang mempengaruhi tidur, menurut Kozier, et al., (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tidur yaitu penyakit fisik, lingkungan, gaya hidup, stress emosional, stimultan dan alkohol, asupan nutrisi, merokok, motivasi, serta pengobatan (Kozier, et al., 2008). Dalam hal ini, faktor gaya hidup merupakan rutinitas harian

seseorang yang dapat mengganggu tidur perawat secara berkepanjangan. Gaya hidup tersebut erat kaitannya dengan dunia kerja yaitu sistem rotasi shift yang diterapkan terhadap perawat yang bekerja di rumah sakit. Kualitas dan kuantitas tidur yang tidak optimal pada perawat dengan rotasi shift menyebabkan perawat seringkali mengantuk saat bekerja yang secara langsung maupun tidak langsung menurunkan efisiensi kerja perawat (Knauth, et al., 1980). Selain itu, perawat yang bekerja dengan rotasi shift dilaporkan dua kali lebih banyak mengalami kecelakaan atau kesalahan akibat mengantuk dibandingkan perawat yang bekerja hanya shift siang atau malam saja (Gold, et al., 1992). Hal ini tentunya memiliki dampak yang serius khususnya bagi perawat yang bekerja di ruangan yang membutuhkan konsentrasi penuh dan tindakan yang cepat dan tepat seperti pada ruangan IGD. Rumah Sakit Umum daerah (RSUD) Sumedang merupakan rumah sakit kelas B yang menjadi rumah sakit rujukan daerah priangan timur. Rata rata kunjungan pasien IGD RSUD Sumedang sebanyak 60 orang perhari. IGD RSUD Sumedang memilki 38 perawat dimana setiap shift terdiri atas 67 orang perawat. 30 perawat mendapatkan rotasi shift, 5 perawat primer dan 3 orang perawat yang sedang menyusui mendapatkan shift tetap.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap lima orang perawat di IGD RSUD Sumedang menunjukan bahwa perawat mengalami gangguan tidur yang menyebabkan mengantuk saat bekerja, gangguan kesehatan, Sulit mengendalikan emosi dan kecelakan kerjs yang terjadi akibat kurang tidur. Mengingat tidur sangat penting untuk perawat juga keselamatan pasien dan kualitas pelayan rumah sakit, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Kualitas dan Kuantitas Tidur Perawat IGD dengan Rotasi Shift di RSUD Sumedang. BAHAN DAN CARA Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah kualitas dan kuantitas tidur perawat IGD dengan rotasi shift. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat IGD dengan rotasi shift di RSUD Sumedang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh perawat IGD dengan rotasi shift kerja yang berjumlah 30 orang. Tehnik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian

berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu PSQI yang dimodifikasi kedalam bentuk Sleep Diary. Sleep Diary diisi oleh reponden dengan pola tidur setiap hari selama dua minggu penelitian (record) dan dua minggu sebelumnya (recall). Analisa Data Teknik analisa yang digunakan adalah statistik deskriptif dan teknik yang digunakan untuk pengolahan data dilakukan dengan teknik presentase yaitu dengan distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Perawat IGD dengan Rotasi Shift di RSUD Sumedang Kategori
Baik Buruk

F
4 26

%
13,33% 86,67%

Total

30

100%

Dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden (86,67%) memiliki kualitas tidur yang termasuk kategori buruk. Hanya 13,33% yang memiliki kualitas tidur yang termasuk kategori baik.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kuantitas Tidur Perawat IGD dengan Rotasi Shift di RSUD Sumedang Kategori Cukup Kurang Total F 11 19 30 % 36,67% 63,33% 100%

Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (63,33%) memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori kurang. Hanya 36,67% responden yang memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori cukup. PEMBAHASAN Kualitas Tidur Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (86,67%) memiliki kualitas tidur yang termasuk kategori buruk. Tingginya persentase perawat IGD dengan rotasi shift yang memiliki kualitas tidur buruk dapat dilihat dari jumlah skor ketujuh komponen indikator kualitas tidur. Komponen tersebut yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan ganguuan fungsi tubuh di siang hari (Buysee, et al., 1989). Kondisi kualitas tidur yang buruk tersebut dipengaruhi oleh adanya beberapa komponen kualitas tidur yang terganggu yaitu durasi tidur, gangguan

- gangguan tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari. Komponen kualitas tidur lainnya seperti kualitas tidur subjektif, latensi tidur, efisiensi kebiasaan tidur dan penggunaan obat tidur hampir seluruh perawat IGD dengan rotasi shift dalam kondisi baik. Perawat IGD dengan rotasi shift hampir sebagian besar memiliki latensi tidur 16-30 menit dan masih terdapat sebagian kecil dari perawat yang mengalami latensi tidur lebih dari 30 menit. Latensi tidur yang normal biasanya kurang dari 15 menit (Buysee, et al., 1989). Berdasarkan kondisi tersebut, maka beberapa perawat IGD dengan rotasi shift masih harus memperbaiki komponen latensi tidurnya agar dapat memulai tidur dalam waktu kurang dari 15 menit sehingga dapat memperbaiki kualitas tidurnya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan latensi tidur yang baik adalah dengan rajin berolahraga, mengatur waktu tidur rutin pada setiap jadwal shift kerja, melakukan kebiasaan relaksasi rutin sebelum tidur dan keluar dari tempat tidur jika dalam waktu lebih dari 30 menit masih belum dapat tertidur (Kozier, et al., 2008). Durasi tidur adalah lamanya tidur yang didapat pada malam hari. Perawat yang termasuk dalam kelompok dewasa membutuhkan rata rata 7 jam8 jam perharinya (Kozier, et al., 2008). Dalam penelitian ini,

tidak seorangpun perawat IGD dengan rotasi shift yang tidur lebih dari 7 jam dalam sebulan terakhir. Selain itu, berdasarkan hasil sleep diary yang diisi selama dua minggu untuk menilai tidur perawat selama satu bulan, diketahui 3 orang perawat bahkan tidak tidur dalam sehari semalam setelah bekerja shift malam. Padahal pada seorang perawat diperlukan waktu selama 7 sampai 8 jam untuk mendapatkan fungsi tidur secara optimal. Menurut pendapat peneliti, durasi tidur yang kurang juga dapat disebabkan oleh jam kerja shift malam yang terlalu panjang dan lebih lama dari shift lainnya. Hal ini menyebabkan waktu untuk tidur perawat shift malam menjadi lebih pendek. Jadwal shift perawat IGD RSUD Sumedang untuk shift pagi mulai dari pukul 07:00 14:00, shift siang mulai dari pukul 14 : 00 20:00 dan shift malam mulai dari pukul 20:00 07:00. Pengaturan shift kerja akan lebih baik jika mengikuti teori Scwartzenan yaitu dengan pola 8-1624 (Grandjean, 1993). Jumlah tidur yang kurang dapat menyebabkan seseorang mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi dan sulit membuat keputusan (Kozier,et al, 2008). Kondisi tersebut harus dihindari oleh seorang perawat khususnya perawat IGD yang membutuhkan emosi yang stabil, konsentrasi yang penuh dan dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat.

Modifikasi lingkungan dan meminimalkan gangguan - gangguan tidur adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan durasi tidur yang sesuai. Gangguan - gangguan tidur memberikan pengaruh terhadap kualitas tidur seseorang. Semakin banyak gangguan tidur yang didapatkan maka akan semakin buruk kualitas tidur seseorang. Gangguan tidur tersebut dapat berupa terbangun tengah malam, terbangun untuk ke kamar mandi, tidak nyaman saat tidur karena tidak dapat bernapas, batuk, merasa kepanasan dan kedinginan, mimpi buruk, merasa nyeri, maupun karena alasan lainnya (Buysse, et al., 1989). Dalam penelitian ini, gangguan tidur merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap kualitas tidur perawat. Sebagian besar responden (53,33%) memiliki gangguan tidur yang terjadi kurang dari satu kali seminggu. Faktor gangguan tidur yang paling sering dialami oleh perawat IGD dengan rotasi shift yaitu terbangun tengah malam atau dini hari. Terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak dapat mempertahankan tidurnya sehingga sering terbangun. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti lingkungan, penyakit, gaya hidup, stress, stimultan dan alkohol, nutrisi, merokok, motivasi dan pengobatan dapat menjadi penyebab munculnya

masalah tidur (Kozier, et al., 2008). Sedangkan faktor yang paling sering menyebabkan seorang perawat seringkali terbangun adalah stress emosional. Gaya hidup dengan rotasi shift kerja pada perawat sudah dipastikan menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh pada kondisi tidur perawat (Kozier, et al., 2008). Ritme sikardian yang seringkali berubah membuat perawat mengalami kesulitan dalam penyesuaiannya. Hal inilah yang mengakibatkan perawat dengan rotasi shift seringkali mengalami tidur terputus, sulit mempertahankan tidurnya dan akhirnya seringkali terbangun saat tidur. Selain itu responden juga menyatakan seringkali terbangun karena adanya gangguan yang berasal dari keributan, ganggguan binatang seperti nyamuk, nyeri kepala, mimpi buruk, terbangun untuk ke kamar mandi, merasa kepanasan dan kedinginan serta terbangun oleh tangisan anak. Kondisi ini sebaiknya dapat diminimalkan agar perawat dapat memperoleh tidur yang lelap dengan cara membuat lingkungan senyaman mungkin (Berger, 2006). Lebih lanjut Berger (2006) menjelaskan bahwa untuk membuat lingkungan yang nyaman dapat dilakukan dengan cara mematikan seluruh alat yang dapat menimbulkan bunyi, menutup pintu dan jendela, mengatur suhu ruangan yang nyaman, memasang obat anti

nyamuk ataupun kelambu dan persiapkan anak untuk tidur pulas. Pada penelitian ini, sebagian besar (66,67%) responden mengalami gangguan fungsi tubuh di siang hari kurang dari satu kali seminggu. Adapun item gangguan fungsi tubuh disiang hari yang diukur yaitu frekuensi mengantuk yang sering di siang hari pada saat berada di kendaraan, setelah makan atau saat bekerja serta banyaknya masalah yang mengganggu pikiran (Buysse, et al., 1989). Dari kedua item yang mempengaruhi gangguan fungsi tubuh disiang hari, frekuensi mengantuk merupakan item pertanyaan yang memiliki skor lebih tinggi dibandingkan dengan adanya masalah yang dipikirkan oleh perawat yang menyebabkan perawat mengalami gangguan fungsi tubuh. Jawaban responden untuk item pertanyaan frekuensi mengantuk sangat beragam. Namun hampir seluruh responden (76,66%) menyatakan merasa mengantuk dan hampir setengah dari responden (43,33%) menyatakan mengantuk kurang dari 1x seminggu. Sementara itu, komponen kualitas tidur lainnya seperti kualitas tidur subjektif, latensi tidur, efisiensi kebiasaan tidur dan penggunaan obat tidur pada perawat IGD dengan rotasi shift telah berada dalam kondisi baik dan hal ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan untuk tetap

mendapatkan tidur yang senantiasa berkualitas. Kuantitas Tidur Kuantitas tidur yang diukur dalam penelitian ini adalah jumlah jam tidur 100 menit baik dilakukan di rumah maupun di tempat kerja. Kozier, et al., (2008) menjelaskan bahwa satu siklus tidur lengkap pada orang dewasa berlangsung sekitar 90-110 menit. Satu siklus tidur tersebut umumnya terdiri atas tahap tidur NREM selama 90 menit dan selanjutnya diikuti oleh tahap tidur REM selama 10-20 menit. Sebagian besar responden (63,67%) memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori kurang. Sebagian besar perawat yang bekerja dengan rotasi shift di IGD RSUD Sumedang tidur 5 sampai 6 jam sehari. Secara teori dijelaskan bahwa perawat yang termasuk dalam kelompok dewasa membutuhkan tidur 7 sampai 8 jam perhari. Seseorang dengan jumlah tidur yang kurang cenderung lebih mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan (Kozier,et al., 2008). Kurangnya kuantitas tidur perawat IGD dengan rotasi shift terjadi hampir setiap hari selama sebulan terakhir. Kondisi ini menjadi semakin parah khususnya ketika perawat bekerja shift malam. Beberapa orang perawat menyatakan hanya tidur satu sampai dua jam sehari. Sebagian dari perawat bahkan terkadang tidak dapat tidur

sama sekali dalam sehari semalam setelah bekerja shift malam. Kuantitas tidur yang kurang pada perawat perlu mendapatkan perhatian karena perawat yang tidak mendapatkan tidur yang cukup dapat mengancam keselamatan pasien (Dean, 2007). Terdapat beberapa hal dapat dilakukan untuk tetap mendapatkan kuantitas tidur yang cukup seperti memodifikasi lingkungan dan meminimalkan gangguan (Berger, 2006). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai kualitas dan kuantitas tidur perawat IGD dengan rotasi shift di RSUD Sumedang, dari 30 responden dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden (86,67%) memiliki kualitas tidur yang termasuk kategori buruk, hanya 13,33% yang memiliki kualitas tidur yang termasuk kategori baik. Tingginya persentase perawat IGD dengan rotasi shift yang memiliki kualitas tidur buruk dapat dilihat dari adanya beberapa komponen kualitas tidur yang terganggu yaitu durasi tidur, gangguan-gangguan tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari. Sementara itu, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (63,33%) memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori kurang, hanya 36,33% responden yang memiliki kuantitas tidur yang termasuk kategori cukup.

SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran sebagai berikut: 1. Institusi atau pihak RSUD Sumedang dapat membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur perawat dengan memberikan informasi mengenai cara meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur perawat melalui seminar maupun selebaran yang dibagikan kepada perawat. 2. Institusi atau pihak RSUD Sumedang dapat membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur perawat dengan menetapkan jumlah jam kerja yang seimbang pada setiap shift (pagi,siang,malam). 3. Perawat mencari informasi melaui institusi maupun media informasi lainnya seperti internet, majalah dan buku mengenai cara dan terapi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur. 4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang paling mempengaruhi masalah kualitas dan kuantitas tidur perawat. 5. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai terapi yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur perawat. DAFTAR PUSTAKA Al-Rasyid, 1994. Teknik Pemeriksaan dan Penyusunan Skala. Bandung: Program Pasca Sarjana Unpad Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka cipta Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.edisi revisi V. Jakarta: Rineka cipta Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Aziz, A.H. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia - Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Berger, A.M & Hobbs, B.B. 2006. Impact of shift work on the health and safety of nurses and patients. Clinical Journal of Oncology Nursing, 10(4), 456 - 471. Buysse, D.J., Reynolds III, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., & Kupfer, D.J. (1989). The pittsburgh sleep quality index: A new instrument for psychiatric practice and research. Psychiatric Research, 28 (2), 193-213. Carpenter and Camazian, P., (1978). Night work. Second Edition, International Labour Office, Geneva. Chung, Min Huey. et,.al. 2008. Sleep quality and morningnesseveningness of Shift nurses. Journal of Clinical Nursing, 18, 279-284

Dean, G.E., & Dinges, D.F. (2007). The relationship between nurse work schedules, sleep duration, and drowsy driving. Sleep, 30(12).1801-1807. Fletcher, A & Dawson, D. (1997). A predictive model of work-related fatigue based on hours of work. Journal of Occupational Health and SafetyAustralia and New Zealand 13(5), 471485. Gold,D.R., Rogacz, S., Bock, N., Tosteson, T.D.,Baum,T.M., Speizer, F.E., et al. (1992). Rotating shift work, sleep, and accidents related to sleepiness in hospital nurses. American Journal of Public Health, 82(7),1011-1014. Grandjean, E., (1993). Fitting the task to the man, 4 th ed.Taylor & Francis Inc.London. ILO, (1983). Ecyclopedia of occupational health and safety. Vol II. International Labour Office, Geneva. Kelly, R.J. and Sceneider, R.F., (1982). The twelve hour shift revisited: Recent Trends in Electric Power Industry. J. of Human Ercology 11: 369 384. Knauth P, Landau K, Droge C, Schwitteck M, Widynski M & Rutenfranz J. (1980). Duration of sleep depending on the type of shift work. International Archives of Occupational Environmental Health. 46.167177. Kozier, Barbara. et,.al. 2004. Fundamental of Nursing (Concept, Process and Practice). 7thedition. US: Prentice Hall. ___________________. 2008. Fundamental of Nursing

(Concept, Process and Practice). 8th edition. US: Prentice Hall. LaDou, Y., (1990). Occupational medicine. Prentice-Hall International, America. Lamond N., Dorrian J., Roach G., McCulloch K., Holmes A.,Burgess H., Fletcher A. & Dawson D. (2003) The impact of a week of simulated night work on sleep, circadian phase, and performance.Occupational and Environmental Medicine 60(11), e13. Lavie P. (2001). Sleep wake as a biological rhythm. Annual Review of Psychology 52, 277 303. Lower, J. Bonsack,C. & Guion,J. (2003). Peace and quiet. Nursing Management. 34 (4). 40A - 40D. McCormick, W.J and Ilgen, D.R., (1985). Industrial and organizational psychology. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Moon Fai Chan. 2008 . Factors associated rotating shifts.Journal of Clinical Nursing, 18, 285293 Muecke S. (2005). Effect of rotating night shift. Journal of Advanced Nursing 50(4), 433439 Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta ____________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta Perkins L. (2001). Is the night shift worth the risk? RN 64(8), 65 66, 68. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan.Volume 2: Konsep,Proses dan Praktik. Jakarta: EGC .

Pulat, B.M., (1992). Fundamentals of industrial ergonomics. Prentice Hall,Englewood Cliffs, New Yersey. Ruggiero, J.S. (2003). Correlates of fatigue in critical care nurses. Research in Nursing & Health, 26, 434-444. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta ________.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Syam, R.J. 2007. Analisis pengaturan shift kerja yang tepat untuk menjaga kestabilan performansi kerja karyawan dengan menggunakan psychophysiology method. Skripi Program Sarjana Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta William, J.G., (1992). Fatique free how to revitalize your life. Picnum Press, New York. IOM. Keeping patients safe: Transforming the Work Environment of Nurses. 2003. http://www.wikipedia.com/Sleep diary/, diakses 27 Maret 2010

Você também pode gostar