Você está na página 1de 22

STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A. Identitas : Sdr.

D : 18 tahun : Laki-laki : Islam :: Plosorejo RT 02 RW 04 Nguntoronadi, Wonogiri : Belum Menikah : 29 September 2009 : 29 September 2009 : 973941 Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Alamat Status Tanggal Masuk Tanggal Periksa No RM B.

Keluhan Utama

Jari-jari tangan terasa linu, muncul bercak-bercak putih kembali C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RS dengan mengeluhkan muncul bercak-bercak putih kembali sejak 3 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien menderita lepra dan sudah berobat MDT selama 1 tahun dan selesai. Keluhan hilang dan berhenti minum obat 3 tahun yang lalu. Keluhan timbul terasa panas, kemerahan, kering dan susah keluar keringat. Keluhan dirasakan kambuh saat stress dan kecapekan. Saat ini pasien juga mengeluhkan jari-jari kedua tangan terasa linu dan dirasakan lemah terutama jari kelingking & jari manis. Keluhan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari pasien yaitu seringkali barang-barang yang pasien pegang terlepas sendiri dari genggaman tangan (gelas, piring). Selain itu, pasien juga mengeluhkan mati rasa dan ditemukan bekas luka pada telapak kaki kiri pasien.

D.
a.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa : (+) sejak 4 tahun yang lalu : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal.

b. Riwayat Hipertensi c.Riwayat Penyakit Jantung d. Riwayat DM e.Riwayat Asma f. Riwayat Alergi g. Riwayat mondok E.
a.

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit serupa : (-) tetapi ada tetangga (+) : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal. : disangkal.

b. Riwayat Hipertensi c.Riwayat Penyakit Jantung d. Riwayat DM e.Riwayat Asma e. Riwayat Alergi F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki usia 18 tahun, baru lulus dari SMA dan belum melanjutkan ke jenjang kuliah semenjak sakit.
G.

Riwayat Kebiasaan dan Gizi merokok : disangkal. minum minuman beralkohol : disangkal. olahraga : jarang.

a. Riwayat b. Riwayat c. Riwayat

II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis 1. Kesan Umum : baik, kompos mentis, gizi kesan cukup. Tanda Vital : Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80x /menit Rr


2.

: 20x /menit

Suhu : 36,5 C Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), reflek Telinga : pendengaran berkurang(-/-), sekret/darah(-/-). Hidung : nafas cuping hidung(-), sekret(-), epistaksis(-). Mulut : gusi berdarah(-), bibir kering(-), pucat(-), lidah Leher : JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar. Thorax : retraksi (-), jejas (-) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 10. Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 11. Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 12. Inspeksi Trunk : kifosis(-), lordosis(-), skoliosis(-), deformitas(-) Paru : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor seluruh lapang paru : SDV (+ / +), Suara tambahan (-/-) : DP//DD : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba : Timpani : Peristaltik (+) normal Abdomen : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-). dicabut(-), mudah rontok(-), luka(-).
3.

cahaya(+/+), isokor 3mm/3mm, sekret(-/-).


4.

5.
6.

kotor(-), papil lidah atrofi(-), lidah tremor(-), nyeri tekan (-).


7.

8. 9.

Palpasi Perkusi B. Status Psikiatri Deskripsi Umum

: massa(-), nyeri tekan(-), oedem(-) : Nyeri ketok costovertebral(-)

Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, perawatan diri baik Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis Kualitatif
3.

: tidak berubah Perilaku dan aktivitas motorik : Pembicaraan : Koheren Sikap terhadap pemeriksa :

normoaktif 4. 5. Kooperatif, kontak mata cukup Afek dan Mood Afek : Appropiate Mood : Normal Halusinasi (-) Ilusi (-) Bentuk Isi Arus : realistik : waham (-) : koheren : baik : Baik : Jangka pendek : baik Jangka panjang : baik Daya Nilai Insight : daya nilai realitas dan sosial baik : baik

Gangguan persepsi

Proses Pikir

Sensorium dan kognitif Daya konsentrasi Orientasi Daya ingat

Taraf Dapat Dipercaya: dapat dipercaya

C. Status Neurologis Kesadaran Fungsi luhur Fungsi vegetatif Fungsi sensorik : : kompos mentis, GCS E4V5M6 : dalam batas normal :-

Fungsi motorik : Kekuatan Tonus

5 5
Reflek :

4 4

N N
Atas ka/ki

N N
Tengah ka/ki ka/ki Bawah

a. Lengan - Reflek Fisiologis Reflek Biseps Reflek Triseps - Reflek Patologis Reflek Hoffman Reflek Trommer b. Tungkai Reflek fisiologis : Reflek Patella Reflek Achilles
5

+2/+2 +2/+2 -/-/-

+2/+2 +2/+2

Reflek patologis Reflek Babinsky Reflek Chaddock Reflek Oppenheim Reflek Schaffer Reflek Gordon -/-/-/-/-/-

Nervus cranialis N.VII N. XII : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Ekstremitas
Extr.supor dextra Extr.supor dextra Extr.infor sinistra Extr.infor sinistra

Oedem Pucat Akral dingin

Range of Motion (ROM)


Neck Flexi Extensi Rotasi ke kanan Rotasi ke kiri Trunk Flexi Extensi Rotasi Aktif 0-70o 0-40o 0-90o 0-90o ROM pasif 0-90o 0-30o 0-35o Pasif 0-70o 0-40o 0-90o 0-90o ROM aktif 0-90o 0-30o 0-35o

Extremitas Superior Shoulder Flexi Extensi

Dextra Aktif Pasif 0-180o 0-180o 0-30o 0-30o

Sinistra Aktif Pasif 0-180o 0-180o 0-30o 0-30o

Elbow

Wrist

Abduksi Adduksi Internal rotasi External rotasi Flexi Extensi Supinasi Pronasi Flexi Extensi Ulnar deviasi Radius deviasi
MCP I flexi MCPII IV flexi DIP II V flexi PIP II - V flexi MCP I extensi

Finger

0-150o 0-75o 0-90o 0-90o 0-150o 150-0o 90-0o 0-90o 0-70o 0-60o 0-20o 0-20o 0-70o 0-80o 0-80o 0-90o 0-20o

0-150o 0-150o 0-90o 0-90o 0-150o 150-0o 90-0o 0-90o 0-70o 0-60o 0-20o 0-20o 0-70o 0-80o 0-80o 0-90o 0-20o

0-150o 0-150o 0-90o 0-90o 0-150o 150-0o 90-0o 0-90o 0-70o 0-60o 0-20o 0-20o 0-70o 0-80o 0-80o 0-90o 0-20o

0-150o 0-150o 0-90o 0-90o 0-150o 150-0o 90-0o 0-90o 0-70o 0-60o 0-20o 0-20o 0-70o 0-80o 0-80o 0-90o 0-20o

Extremitas Inferior Hip Flexi Extensi Abduksi Adduksi Flexi Extensi Dorsoflexi Plantarflexi

Knee Ankle

Dextra Aktif Pasif 0-140o 0-140o 0-30o 0-30o o 0-45 0-45o 0-45o 0-45o o 0-130 0-130o o 130-180 130-180o 0-40o 0-40o o 0-40 0-40o

Sinistra Aktif Pasif 0-140o 0-140o 0-30o 0-30o o 0-45 0-45o 0-45o 0-45o o 0-130 0-130o o 130-180 130-180o 0-40o 0-40o o 0-40 0-40o

Manual Muscle Testing (MMT)


Shoulder Ekstremitas Superior M.deltoideus anterior M.biceps brachii Extensor M.deltoideus anterior M.teres major Abduktor M.deltoideus M.biceps brachii Adduktor M.latissimus dorsi M.pectoralis major Rotasi internal M.latissimus dorsi M.pectoralis major Flexor Dextra 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Sinistra 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Rotasi eksternal Elbow Flexor Extensor Supinator Pronator

M.teres major M.pronator teres M.biceps brachii M.brachialis M.triceps brachii M.supinator M.pronator teres

5 5 5 5 5 5 5 Dextra 4 4 4 4 4 4 Dextra 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 Sinistra 4 4 4 4 4 4 Sinistra 5 5 5 5 5 5 5 5

Wrist

Finger

Hip

Knee Ankle

Ekstremitas Superior Flexor M.flexor carpi radialis Extensor M.extensor digitorum Abduktor M.extensor carpi radialis Adduktor M.extensor carpi ulnaris Flexor M.flexor digitorum Extensor M.extensor digitorum Extremitas Inferior Flexor M.psoas major Extensor M.gluteus maximus Abduktor M.gluteus medius Adduktor M.adductor longus Flexor Hamstring muscles Extensor M.quadriceps femoris Flexor M.tibialis Extensor M.soleus

III. ASSESMENT Claw Hand dextra & sinistra et causa Morbus Hansen tipe BT dengan reaksi reversal. IV. DAFTAR MASALAH Problem Medis:
-

Claw Hand dextra & sinistra. Morbus Hansen tipe BT dengan reaksi reversal. Fisioterapi : Pasien mengalami kelemahan pada jari-jari tangan terutama jari IV dan V.

Problem Rehabilitasi Medik

kedua

Okupasi terapi

: Pasien kesulitan melakukan aktivitas menggunakan tangan.


8

sehari-hari

Terapi wicara Sosio-medik Orthesa-prothesa Psikologi

:: Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. : Keterbatasan gerakan jari-jari kedua : Beban pikiran karena kesulitan dalam aktivitas sehari-hari.

tangan.

melakukan

VI.

PENATALAKSANAAN Dapson 100 mg/hari Rifampisin 600 mg/hari, diawasi Prednison 40-60 mg/hari, dosis diturunkan perlahan-lahan Klofazimin 50mg/hari, sebagai profilaktik Terapi Rehabilitasi Medik 1. Fisioterapi NOT HEATING !! 2.

Terapi Medis
-

TENS & ES ROM exercise

Occupational terapi : latihan aktivitas sehari-hari. Sosiomedik : memberikan edukasi kepada keluarga untuk merawat dan melatih penderita. Orthesa-Prothesa : dynamic splint Psikologi : Psikoterapi Supportif & Manajemen Stress

3. Speech terapi : 4.

5. 6.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP Impairment Disabilitas Handicap : Claw Hand dextra & sinistra et causa Morbus Hansen tipe BT dengan reaksi reversal. : Berkurangnya fungsi kedua tangan : Keterbatasan aktivitas sehari-hari

VIII. PLANNING Planning diagnostic : - Pemeriksaan bakteriologis BTA - Pemeriksaan Histopatologis PA Planning terapi Planning edukasi : - Penjelasan tentang penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi - Penjelasan tentang tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan Planning monitoring : - Monitoring KU dan VS - Evaluasi hasil terapi, ROM dan MMT IX. GOAL Meminimalisasi impairment, disabilitas dan handicap pada pasien Mencegah komplikasi yang lebih buruk Pasien dapat menerima dan beradaptasi secara fisik dan psikologis terhadap perkembangan penyakitnya. X. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam : dubia : dubia : dubia : Penatalaksanaan bedah rekonstruksi

10

MORBUS HANSEN
(Kusta / Lepra) PENDAHULUAN Kusta (Hansens disease) didefinisikan sebagai suatu infeksi granulomatosa kronis dengan gejala sisa, disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae) yang terutama menyerang kulit dan saraf. Atau penyakit infeksi kronis yang disebabkan oteh basil Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa saluran napas atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimptomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki. ETIOLOGI
11

M. leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1673. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8?, lebar 0,2-0,5 ?, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat mepyebahkan infeksi sistemik pada binatang armadillo.Masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain,yaitu 2-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu rata-rata 2 5 tahun. Tujuan klasifikasi : Untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis, dan komplikasi. Untuk perencanaan operasional. misalnya menemukan pasien-pasien yang menular yang mempunyai nilai epidemiologis tinggi sebagai target utama pengobatan. Untuk indentifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Jenis klasifikasi yang umum : A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) : Indeterminate (I) Tuberkuloid (T) Borderline Dimorphous (B) Lepromatosa (L) B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley-Jopling (1962) Tuberkuloid (TT) Boderline tuberculod (BT) Mid-borderline (BB) Borderline lepromatcus (BL) Lepromatosa (LL) C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) Psusibasilar (PB) Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I danTT menurut klasifikasi Madrid. Multibasilar (MB) Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.

Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis


1. Bercak (Makula) : a. Jumlah b. Ukuran c. Distribusi d. Konsitensi e. Batas f. Kehilangan rasa pada 15

PB
Banyak

MB

Kecil dan besar Unilateral atau bilateral, asimetris Kering dan kasar Tegas Selalu ada dan jelas

Kecil - kecil Bilateral, simetris Halus, berkilat Kurang tegas Biasanya tidak jelas,

12

bercak g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak 2. Infiltrat : a. Kulit b. Membrana mukosa (hidung tersumbat pendarahan di hidung) 3. Ciri-ciri khusus Bercak tidak berkeringat, ada bulu ronrontok pada bercak. Tidak ada Tidak pernah ada *Central Healing* Penyembuhan di tengah

jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut. Bercak masih ber keringat bulu tidak rontok Ada, kadang-kadang tidak ada ada, kadang-kadang tidak ada 1.Punched out lession **) 2.Madarosis 3.Ginekomastia 4.Hidung Pelana 5.Suara Sengau Kadang-kadang ada Terjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan simetris Terjadi pada Stadium lanjut BTA Positif

4. Nodulus 5. Penebalan syaraf 6. Deformitas (cacat)

Tidak ada Lebih sering terjadi dini,asimetris

Biasanya asimetris terjadi din 7. Apusan BTA Negatif **) Lesi berbentuk seperti kue donat.

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat int. 2. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini. Gambaran Klinis 1. TT : mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa makula plakat, batas jelas, pada bagian tengah ada central healing. Dapat disertai dengan penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman menunjukkan adanya respon imun yang adekuat terhadap kuman. 2. BT : lesi mirip dengan TT berupa makula atau plak, sering disertai lesi satelit di tepinya dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. Jumlah lesi satu atau beberapa. Gambaran hipopigmentasi, kulit kering atau skuama tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak seberat TT, biasanya asimetris. 3. BB : disebut juga bentuk dimorfik dan merupakan tipe yang paling tidak stabil. Tipe ini jarang dijumpai. Lesi berbentuk makula infiltrat, permukaan lesi mengkilat, batas tidak tegas, jumlah lesi melebihi BT, cenderung simetris dan bisa didapatkan punchedout.

13

BL : Lesi dimulai dengan makula, awalnya dalam jumlah sedikit dan cepat menyebar ke seluruh badan. Distribusi lesi simetris. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandigkan dengna pinggir luarnya, beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi dan berkurangnya keringat. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi. 5. LL : Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, tampak lebih eritem, berkilap dan beratas tidak tegas. Distribusi Isi khas pada wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, daerah badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar seperti facies leonina, dapat terjadi deformitas hidung dan pembesaran KGB. Kerusakan saraf yang luas dapat menunjukkan gejala glove and stocking anesthesia. Pada stadium lanjut juga dapat terjadi degenersi hialin atau flbrosis pada seraut perifer yang menyebabkan pengecilan otot tangan dan kaki.
4.

PATOGENESIS Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada, suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulens dan nontoksis. M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman.. Sayangnya setelah semua kuman difagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebinan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya. Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif. DIAGNOSIS Penyakit kusta dapat rnenunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejaia yang mirip dengan penyakit

14

kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan rnembedakannya dengan pelbagai penyakit ysng lain agar tidak rnembuat kesalahan yang merugikan pasien. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda kardinal atau tanda utama) yaitu : 1. Bercak Kulit yang mati rasa Bercak hipopigmetasi atau eritematosa. mendatar (rnakula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa (raba, rasa suhu, dan rasa nyeri). 2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : a. gangguan fungsi sensoris (mati rasa) b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis c. gangguan fungsi otonorn: kulit kering: retak, edema, pertumbuhsn rambut yang terganggu 3. Ditemukan kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulii psda bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa uiang setelah 3-6 bulan sarnpai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. PEMERIKSAAN PASIEN 1. Anamnesis - Keluhan pasien - Riwayat kontak dengan pasien - Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi. 2. Inspeksi Dengan penerangan yang baik. lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit. 3. Palpasi - Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki - Kelainan saraf : Pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti: N. Aurikularis magnus, N. ulnaris, dan N. peroneus. Petugas harus mencatat adanya nyeri tekan dan penebalan saraf harus diperhatikan raut wajah pasien, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan saraf harus sistematis, meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai menyakiti atau pasien mendapat kesan kurang baik. Pemeriksaan saraf : - bandingkan saraf bagian kiri dan kanan membesar atau tidak - pembesaran regular (smooth) atau irregular, bergumpal - perabaan keras atau kenyal. - nyeri atau tidak

15

Untuk mendapat kesan saraf mana yang mulai menebal atau sudah menebal dan saraf mana yang masih normal diperlukan pengalaman yang banyak. Cara pemeriksaan saraf tepi : a. N. aurikularis magnus : - Pasien disuruh menoleh ke samping-semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga acapkali sudah bisa tertihat bila saraf membesar. Dua jari parneriksa diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau kawat. - Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan. b. N. ulnaris : - Tangan yang dlperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu tangan pemeriksa. -Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak. Perlu dibandingkan N.ulnaris kanan dan kiri untuk melihat adanya perbedaan atau tidak. c. N. paroneus lateralis : - Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitclum fibulae, biasanya sedikit ke posterior. Bila saraf yang dicari tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh saraf tersebut. Pada keadaan neuritis akut sedikit sentuhan sudah memberikan rasa nyeri yang hebat. 4. Tes fungsi saraf a. Tes sensoris Gunakan kapas. jarum. serta tabung reaksi berisi air hangat dan dingin. * Rasa raba Sepotong kapas yang dilancipkan ujungnya digunakan untuk memeriksa perasaan rangsang raba dengan menyinggungkannya pada kulit. Pasien yang diperiksa harus duduk pada waktu dilakukan pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas. ia harus rnenunjukkan kulit yang disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup rnatanya, kalau perlu matanya ditiutup dengan sepotong kain/karton. Lesi di kulit dan bagian kulit lain yang dicurigai, perlu diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas kulit yang sehat dan kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak di kulit harus diperiksa pada bagian tengahnya, jangan di pinggirnya. * Rasa nyeri Diperiksa dengan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan pasien harus mengatakan tusukan mana yang tajam dan mana yang tumpul. * Rasa suhu - diiakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang 1 berisi air panas (sebaiknya 40C) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20C).

16

- mata pasien ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai. - sebelumnya dilakukan tes kontrol pada daerah kulit yang normal, untuk memastikan bahwa orang yang diperiksa dapat membedakan panas dan dingin. - bila pada daerah yang dicurigai tersebut beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disirnpulkan bahwa sensasi suhu di daerah terssbut terganggu. b. Tes otonom Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis 1. Tes dengan pinsil tinta (tes Gunawan) Pinsil tinta digariskan mulai dari bagian tengah lesi yang dicurigai terus sampai ke daerah kulit normal. 2. Tes pilocarpin - daerah kulit pada rnakula dan perbatasannya disuntik dengan pilocarpin subkutan. -setelah beberapa menit tampak daerah kuiit normal berkeringat, sedangkan daerah lesi tetap kering. c. Tes motoris Voluntary muscle test (VMT), cara memeriksa : 1. Mula-mula periksa gerakan, perhatikan apakah pasien dapat merakukan dengan baik dan tanpa bantuan. 2. Kemudian perksa ketahanannya kerjakan ini hanya jika gerakannya sempuma atau mendekati dan lakukanlah perlahan, jangan dikejutkan/sekaligus (tiba tiba). Jangan paksa sampai berubah posisi, amati apakah kekuatan menahan penderita normal, berkurang atau nol. 3. Bandingkan selalu kaki dan tangan kanan pasien dengan yang sebelah kiri. 5. Komplikasi Dicari: Pada mata, hidung, laring, dan testis Reaksi: nyeri saraf. eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, teno-sinovitis Kerusakan saraf sensoris Kerusakan saraf motoris Kerusakan saraf otonom 6. Pemeriksaan bakterioskopis Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopis) memiliki kegunaan : 1. Membantu menentukan diagnosis penyakit 2. Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta sebelum pengobatan 3. Membantu menilai respons pengobatan pada pasien MB 4. Menentukan end point pengobatan pada pasien MB 5. Menentukan prognosis 6. Memperkirakan kepentingan epidemiologis dari pasien-pasien dan menentukan prioritas pengobatan, pemeriksaan kontak dsb Ketentuan untuk lokasi sediaan : a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif. b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik, kecuali tidak

17

ditemukan kelainan kulit di lempat lain. c. Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul. d. Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan hapus dilakukan oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap hasil pemeriksaan bakterioskopis. e. Tempat yang sering diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi pemeriksaan M. leprae adalah : - cuping telinga - lengan - punggung - bokong - paha f. Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum dilaksanakan di tiga tempat, yaitu : - cuping telinga kiri - cuping telinga kanan - bercak yang paling aktif. g. Pengambilan sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindarkan karena : - Tidak menyenangkan bagi pasien - Positif palsu karena mikobakterium lain - Tidak pernah ditemukan M.leprae pada selaput lendir hidung, apabila sediaan hapus kulit negatif. - Pada pengobatan. pemenksaan bakterioskopis selaput lendir hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit. h. Sediaan hapus kulit perlu dilakukan pada: - Semua orang yang dicurigai menderita kusta. - Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta. - Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau tersangka kuman kebal (resisten) terhadap obat. - Semua pasien MB tiap setahun sekali. Hasil positif palsu adalah akibat : Presipitasi zat warna. Untuk mencegahnya pakai pewanaan yang baru / fresh. BTA saprofit Pewarnaan serat, biji-bijian, dsb. Ada goresan pada gelas obyek Kontaminasi akibat menggunakan gelas obyek bekas. Hasil negatif palsu adalah akibat : 1. Preparasi yang tidak adekuat seperti pulasan yang terlalu tipis/tebal, pemanasan berlebihan saat fiksasi, atau fiksasi yang kurang baik. 2. Cara pewarnaan yang salah seperti pewamaan karbol fuhsin yang terlalu cepat atau berlebihan sampai berbusa, counter staining yang terlalu intensif sehingga gambaran kuman kabur. 3. Pembacaan yang tidak adekuat, pemeriksaan tidak beraturan atau terburu-buru

18

sehingga hanya sedikit lapang pandang yang diperiksa. 7. Biopsi kulit Biopsi kulit merupakan salah satu teknik untuk mendukung klasifikasi tipe kusta berdasarkan kriteria Rodley-Jopling. Pada lesi kulit pasien yang dicurigai dilakukan anestesi lokal kemudian dibuat irisan kulit yang juga melibatkan kulit normal untuk meiihat adanya perubahan patologis pada jaringan yang terinfeksi M. leprae. Diagnosis banding Lesi kulit Hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba, morfea dan parut Plak eritem : tinea koporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus, granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides. Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit Raynad & Buerger Anesthesi Neuropati perifer, neuropati diabetik, amiloidosis saraf, trauma, siringomieli. Komplikasi : Komplikasi imunologi : reaksi reversal, reaksi eritema nodosum leprosum. Komplikasi neurologis : ulkus, claw hand, drop hand, drop foot, kontraktur, mutilasi, absorbsi Reaksi Kusta Reaksi kusta : suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada. Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya : 1. Tipe I : disebabkanoleh hipersensitivitas seluler 2. Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

Manifestasi / gambaran klinis reaksi kusta: REAKSI TIPE 1 Organ yang Reaksi ringan diserang Kulit Lesi kulit yang telah ada dan menjadi eritematosa. Saraf Membesar, tidak nyeri fungsi tidak terganggu, berlangsung kurang dari 6 minggu. Lesi yang telah ada menjadi

Reaksi berat Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan malaise Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebih dari 6 minggu. Lesi kulit yang eritematosa disertai

Kulit dan

19

saraf bersamasama

lebih eritematosa, nyeri pada saraf berlangsung kurang dari 6 minggu.

ulserasi atau edem pada tangan / kaki. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu, Berlangsung sampai 6 minggu atau lebih. Reaksi berat Banyak nodus yang nyeri dan mengalamt ulserasi disertai demam tinggi dan malaise. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu. Nyeri, penumnan visus, dan merah di sekitar limbus. Lunak, nyeri, dan membesar. Gejalacya seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat.

REAKSI TIPE 2 Organ yang Reaksi ringan diserang Kulit Timbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi. Disertai demam ringan dan malaise. Saraf Saraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak terganggu. Mata Tidak ada gangguan Testis Kulit, sarafj mata, dan testis bersamasama Lunak, tidak nyeri. Gejalanya seperti tersebut diatas.

PENATALAKSANAAN Umum : - Menjelaskan penyakit dan perjalanannya, termasuk terjadinya reaksi, tetapi harus dengan pertimbangan keadaan psikologis pasien (contoh : jangan langsung menjelaskan diagnosisnya Kusta) - Mencari / melakukan pemeriksaan kontak Khusus : 1. Pengobatan tipe PB Dosis dewasa : 6 dosis selama 6-9 bulan per dosis terdiri dari : - Rifampisin 600 mg/bulan - Dapson 100 mg/ hari Dosis anak : - Rifampisin 450 mg/ bulan - Dapson 50 mg/ hari 2. Pengobatan tipe MB Dosis dewasa : 12 dosis dalam 18 bulan per dosis : - Rifampisin 600 mg/bulan - Lampren 300 mg/bulan - Lampren 50 mg/ hari

20

- Dapson 100 mg/ hari Dosis anak : - Rifampisin 450 mg/ bulan - Lampren 200 mg/ bulan - Lampren 50 mg/2 hari - Dapson 50 mg/ hari 3. Pengobatan alternatif Pemberian initial therapy berupa Rifampisin 600mg / hari selama 14 hari berturut turut, kemudian diteruskan seperti pengobatan WHO (terutama untuk MB) Pemberian Rifampisin 600mg, Ofloksasin 400mg dan Minosiklin 100mg sekali minum setiap bulan dalam 24 bulan (untuk MB) Penatalaksanaan Reaksi - Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi anestesi, paralisis atau kontraktur - Mencegah kerusakan pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan (iridosikiitis) - Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas Mengatasi nyeri (analgetika, sedatif) Pengobatan Reaksi 1. Obat antikusta terus dilanjutkan 2. Istirahat atau imobilisasi 3. Pemberian obat anti reaksi : Reaksi ringan : - Aspirin 600-1200 mg/hari atau analgetika lain (Paracetamol) - Talidomid 400 mg/hari diturunkan sampai 50 mg/hari (kasus khusus) Reaksi berat : - Dirawat di Rumah Sakit - Reaksi tipe 1 harus segera diberikan kortikosteroid - Reaksi tipe 2 dapat diberikan klofazimin, talidomid dan kortikosteroid sendirisendiri atau bersama-sama * Pemberian kortikosteroid : Dosis dimulai antara 30-80 mg/hari, sebaiknya digunakan sebagai dosis tunggal di pagi hari - Pengobatan prednison pada reaksi tipe 1: 2 minggu I : 30 mg/hari 2 minggu II : 20 mg/hari 2 minggu IV : 10 mg/hari 2 minggu V : 5 mg/hari - Pengobatan prednison pada reaksi tipe 2 : 2 minggu I : 30 mg/hari 2 minggu II : 20 mg/hari 1 minggu III : 15 mg/hari 1 minggu IV : 10 mg/hari 1 minggu V : 5 mg/hari DAFTAR PUSTAKA

21

Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, Kusta,. Jakarta: Balai PeneroitFKUI,2003 Freedberg IM, Eisen AZ., Wolff K., Austen KF., Goldsmith LA., Kazt SI, editor. Dalam : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke 6. New York : Mc Graw-Hill, 2003. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung. Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2005. Bandung.

22

Você também pode gostar

  • Tujuan
    Tujuan
    Documento1 página
    Tujuan
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • PENYIMPANAN
    PENYIMPANAN
    Documento1 página
    PENYIMPANAN
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Cerpen1 Odt
    Cerpen1 Odt
    Documento1 página
    Cerpen1 Odt
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Pengeluaran Farmasi
    Pengeluaran Farmasi
    Documento16 páginas
    Pengeluaran Farmasi
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pengeluaran Obat Farmasi
    Laporan Pengeluaran Obat Farmasi
    Documento12 páginas
    Laporan Pengeluaran Obat Farmasi
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Cerpen 1
    Cerpen 1
    Documento1 página
    Cerpen 1
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Pengawasan
    Pengawasan
    Documento3 páginas
    Pengawasan
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Pengeluaran Obat
    Pengeluaran Obat
    Documento4 páginas
    Pengeluaran Obat
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Kebijakan
    Kebijakan
    Documento1 página
    Kebijakan
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • 5 S
    5 S
    Documento1 página
    5 S
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Penge Lola An
    Penge Lola An
    Documento1 página
    Penge Lola An
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Pengeluaran Farmasi
    Pengeluaran Farmasi
    Documento16 páginas
    Pengeluaran Farmasi
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Documento6 páginas
    Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Ekadevi Maharani
    Ainda não há avaliações
  • Papan
    Papan
    Documento1 página
    Papan
    Yulis Akhiana
    Ainda não há avaliações
  • Pengeluaran Obat
    Pengeluaran Obat
    Documento4 páginas
    Pengeluaran Obat
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Kan Ciiiii L
    Kan Ciiiii L
    Documento2 páginas
    Kan Ciiiii L
    Arum Rasyiidta Windi Sumbogo
    Ainda não há avaliações
  • Aaaaa
    Aaaaa
    Documento8 páginas
    Aaaaa
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Review
    Review
    Documento2 páginas
    Review
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Inventaris Reagen
    Inventaris Reagen
    Documento6 páginas
    Inventaris Reagen
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Sarana
    Daftar Sarana
    Documento2 páginas
    Daftar Sarana
    Yulis Akhiana
    Ainda não há avaliações
  • Oooo
    Oooo
    Documento3 páginas
    Oooo
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Inventaris Reagen
    Inventaris Reagen
    Documento6 páginas
    Inventaris Reagen
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Sssss
    Sssss
    Documento1 página
    Sssss
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Review
    Review
    Documento2 páginas
    Review
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Documento6 páginas
    Laporan StockOpname Obat Farmasi (1) November
    Ekadevi Maharani
    Ainda não há avaliações
  • Dosis Puyer Sudah Urut
    Dosis Puyer Sudah Urut
    Documento2 páginas
    Dosis Puyer Sudah Urut
    Wahyudi Wirawan
    92% (25)
  • Ssss
    Ssss
    Documento4 páginas
    Ssss
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • SPO Resusitasi Neonatus
    SPO Resusitasi Neonatus
    Documento3 páginas
    SPO Resusitasi Neonatus
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • Spo Resusitasi
    Spo Resusitasi
    Documento3 páginas
    Spo Resusitasi
    Rudy Bahatiyanusa
    Ainda não há avaliações
  • KlasifikasiRS
    KlasifikasiRS
    Documento15 páginas
    KlasifikasiRS
    desti pasmawati
    Ainda não há avaliações