Você está na página 1de 10

Praktikum 11

Tanggal 6 Desember 2010



ANALISIS RENTABILITAS
KEGIATAN USAHATANI
Diafukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perencanaan Wilayah


Disusun Oleh Kelompok 5 :

Wendi Irawan D 150310080137
Deria Hadianisa 150310080147
Rijal Aziz 150310080159
Sri Noor Cholidah 150310080170


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PAD1AD1ARAN
2010

PENDAHULUAN

Johann Heinrich Von Thunen adalah orang pertama yang yang pertama kali
mengemukakan teori ekonomi lokasi modern, dalam teori pertamanya, the isolated state
(1826), Von Thunen menjabarkan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang
menghubungkan teori ini dengan teori sewa (theory of rent). Von Thunen adalah orang
pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak.
Dalam teorinya, Von Thunen menggunakan lahan pertanian sebagai contoh kasusnya,
jadi dalam teori Von Thunen ini mengemukakan tentang alokasi lahan untuk kegiatan
pertanian. Von Thunen mengemukakan teori ini dengan pertimbangan bahwa berbeda dengan
kegiatan lain, kegiatan pertanian memerlukan lahan yang cukup besar (land intensive),
kegiatan pertanian selalu mempunyai 'pasar di luar wilayah pertaniannya sendiri, lahan
yang struktur tanah, tingkat kesuburan, tekstur, dan morIologinya berbeda karakteristiknya.
Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan
menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan
biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk
membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin
besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola
penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain
harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Permintaan atas suatu komonditas hasil pertanian yang diperlukan dalam populasi yang
berdampak pada empat Iaktor :
1. Harga suatu komoditas di pasar tergantung hubungan permintaan dan persediaan dari
barang tersebut.
2. Tingkat biaya transport akan tergantung kepada jenis produk (besar, curah atau gampang
basi).
3. Harga dasar produksi setiap produk yang diasumsikan konstan dalam ruang untuk
produk tertentu.
4. Hasil produksi per unit lahan.
Menurut Von Thunen jenis pemanIaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan
dan didasarkan pula pada aksesibilitas relatiI. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian
(seperti menghasilkan tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya) ditentukan oleh kaitan
antara harga barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar
penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen Iisik tertinggi per hektar akan
ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota, karena keuntungan yang
tinggi per hektar memungkinkan untuk membayar sewa lahan yang tinggi. Kawasan
produksi berikutnya kurang intensiI dibandingkan dengan kawasan produksi yang pertama,
demikian seterusnya.
Jadi, menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan
makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan
dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan
(selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki
kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk
membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat
pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan
dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin
menurun apabila makin jauh dari pusat kota.

PEMBAHASAN

KONSEP RENTABILITAS
Penggunaan lahan merupakan resultante dari interaksi berbagai macam Iaktor yang
menentukan keputusan perorangan, kelompok, ataupun pemerintah. Oleh karena itu proses
perubahan penggunaan lahan siIatnya sangat kompleks. Mekanisme perubahan itu melibatkan
kekuatan-kekuatan pasar, sistem administratiI yang dikembangkan pemerintah, dan
kepentingan politik. Peranan pasar dalam proses alokasi penggunaan lahan sudah banyak
dipelajari (Chisholm, 1966; Alonso, 1970; Barlowe, 1978) yang mendasarkan pada eIisiensi.
Oleh karena itu, tingkah laku individual yang dimasukkan dalam mekanisme pasar
didasarkan pada nilai penggunaan (utility) yaitu highest and best use.
Secara teoritis, sejauhmana eIisiensi alokasi sumberdaya lahan dapat dicapai melalui
mekanisme pasar, akan tergantung apakah hak pemilikan (ownership) dapat mengontrol
himpunan karakteristik sumberdaya lahan. Himpunan karakteristik ini antara lain adalah :
eksternalitas, inkompatibilitas antar alternatiI penggunaan, ongkos transaksi, economies of
scale, aspek pemerataan, dan keadilan. Dalam prakteknya, pemerintah di sebagian besar
negara di dunia memegang peran kunci dalam alokasi lahan. Dengan sangat strategisnya
Iungsi dan peran lahan tanah dalam kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, sosial, dan
kebudayaan) maka pemerintah mempunyai legitimasi kuat untuk mengatur
kepemilikan/penguasaan tanah. Peran pemerintah dalam alokasi lahan sumberdaya lahan
dapat berupa kebijakan yang tidak langsung seperti pajak, zonasi (:oning), maupun kebijakan
langsung seperti pembangunan waduk dan kepemilikan lahan seperti hutan, daerah lahan
tambang, dan sebagainya. Dengan demikian peranan pemerintah melalui sistem perencanaan
wilayah (tata guna) ditujukan untuk: (1) menyediakan sumberdaya lahan untuk kepentingan
umum, (2) meningkatkan keserasian antar jenis penggunaan lahan, dan (3) melindungi hak
milik melalui pembatasan aktivitas-aktivitas yang membahayakan.
Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo. Menurut model ini, alokasi
lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang
lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya.
Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi
merupakan Iungsi dari lokasinya. Pendekatan von Thunen mengibaratkan pusat
perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya homogen.
Tataguna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan sebagi cincin-cincin lingkaran yang
bentuknya konsentris yang mengelilingi kota tersebut.
Von Thunen mengemukakan teori dapat dijadikan model tata guna lahan sederhana,
didasarkan pada satu titik permintaan dalam suatu lingkungan ekonomi pedesaan yang
mempunyai struktur pasar sempurna baik pasar output maupun input. Selain itu diasumsikan
bahwa seluruh wilayah dapat dijangkau tetapi terisolasi (tertutup), sehingga tidak ada eksport
dan import. Berdasarkan asumsi tersebut, maka lokasi lahan akan mengikuti pola kawasan
komoditi berbentuk lingkaran konsentrik dengan kota sebagai pusatnya sekaligus tempat
pemukiman, kemudian diikuti oleh areal sawah, tegalan, kebun dan terakhir adalah hutan.
Bentuk lingkaran tidak harus simetris, tetapi tergantung kepada akses jalan atau sungai.
Menurut Pakpahan dan Anwar (1989), teori ini merupakan model statis yang
menghasilkan keseimbangan berdasarkan tiga parameter, antara lain harga jual, biaya
produksi dan biaya angkutan. Sehingga kalau digunakan sebagai pedoman membuat
keputusan lokasi lahan, memiliki beberapa kelemahan, salah satunya kelemahan adanya
asumsi pasar sempurna, baik untuk input ataupun output karena adanya spatial monopoli.
Model Von Thunen ini merupakan model awal yang penting sebagai peletak dasar untuk
membuat model tata guna lahan yang lebih baik.


Gambar Penentuan 4.,943,70391:3.943menurut model von Thunen

Cincin A merepresentasikan aktivitas penggunaan lahan untuk jasa komersial (pusat


kota). Di wilayah ini land rent mencapai nilai tertinggi. Cincin-cincin B, C, dan D masing-
masing merepresentasikan penggunaan lahan untuk industri, perumahan, dan pertanian.
Meningkatnya land rent secara relatiI akan meningkatkan nilai tukar (term of trade) jasa-jasa
komersial sehingga menggeser kurva land rent A ke kanan dan sebagian dari area cincin B
(kawasan industri) terkonversi menjadi A. Demikian seterusnya, sehingga konversi lahan
pertanian (cincin D) ke peruntukan pemukiman (cincin C) juga terjadi. Dalam sistem pasar,
alih Iungsi lahan berlangsung dari aktivitas yang menghasilkan land rent lebih rendah ke
aktivitas yang menghasilkan land rent lebih tinggi.


ANALISIS RENTABILITAS TANAMAN PANGAN DI KOTA BANDUNG
Rumus rentabilitas :


Keterangan:
R : Rent per unit luas lahan (Rp/Ha)
E : Produktivitas per unit luas lahan (kw/Ha)
p : Harga pasar per unit komoditas (Rp/kg)
a : Ongkos produksi per unit (Rp/kg)
I : Ongkos transport per unit jarak dan berat (Rp/km/kg)
k : Jarak (km)
Bila k 0, maka Ro E (p-a)

Asumsi :
- Daerah tsb dianggap homogen
- Titik O merupakan pusat pemasaran produk/komoditas






R E (p - a) - E.f.k k (p - a)
f
Padi
Kering
Panen
1agung
Ketela
Pohon
Ketela
Rambat
Kacang
Tanah
Harga/Kg Rp. 3.500 Rp. 4.000 Rp. 900 Rp. 2.000 Rp. 15.000
Ongkos Produksi Rp. 2.000 Rp. 2.500 Rp. 400 Rp. 1.000 Rp. 6.000
Produktivitas/Ha 54,50 kw 32,10 kw 100,90 kw 96,60 kw 11,10 kw
Biaya Transport/Km/Kg Rp. 25 Rp. 30 Rp. 10 Rp. 15 Rp. 40

O Analilis Padi Kering Panen


1arak 0 20 40 50 60
Ongkos Transport (Rp) 0 500 1000 1250 1500
Rentabilitas 81.750 60.230 27.250 13.625 0

O Jagung
1arak 0 20 30 40 50
Ongkos Transport (Rp) 0 600 900 1200 1500
Rentabilitas 48.150 28890 19.260 9.630 0

O Ketela Pohon
1arak 0 20 30 40 50
Ongkos Transport (Rp) 0 200 300 400 500
Rentabilitas 50.450 30.270 20.180 10.090 0

O Ketela Rambat
1arak 0 20 30 50 67
Ongkos Transport (Rp) 0 300 450 750 900
Rentabilitas 96.600 67.620 53.130 24.150 0

O Kacang Tanah
1arak 0 50 100 150 225
Ongkos Transport (Rp) 0 300 450 750 900
Rentabilitas 99.900 77.700 55.500 33.300 0

























R
k
KESIMPULAN

Sebagian lahan akan dibudidayakan dengan suatu komoditas tertentu, apabila
pembudidayaan komoditas tersebut dapat memberikan land rent yang positiI. Dengan
menggunakan prinsip bahwa suatu aktivitas budi daya adalah mencari naIkah untuk
memenuhi budget kehidupan keluarga (misalnya keluarga tani), maka land rent tersebut akan
positiI manakala nilainya lebih besar dari nilai minimum Iungsi budget tersebut. Apabila
tersedia lebih dari satu kemungkinan alternatiI komoditas yang dapat dibudidayakan, maka
sebidang lahan akan dibududayakan dengan komoditas yang dapat memberikan land rent
yang lebih tinggi.

















DAFTAR PUSTAKA

Lloyd, Peter E. And Peter Dicken. 1990. %heoritical Approach %o Economic Geography.
New York. http://www.scribd.com (diakses pada tanggal 5 Desember 2010).
Anonim. 2007. %eori Jon %hunen. http://www.pustaka.ut.ac.id (diakses pada tanggal 5
Desember 2010).
. 2010. %eori Lokasi Jon %hunen. http://www.wiyarsih.staII.ugm.ac.id (diakses pada
tanggal 5 Desember 2010).
Sabana, Choliq. 2007. Analisis %eori Lokasi. Magister Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Semarang.

Você também pode gostar