Você está na página 1de 13

BAB IV.

Kualitas dan Sistem Penerima Radio

Fungsi utama dari sebuah penerima radio adalah untuk menerima sinyal radio yang dipancarkan dari suatu pemancar radio dan mengubahnya menjadi sinyal informasi. Untuk menyatakan kualitas suatu penerima radio, digunakan beberapa ukuran atau karaktersistik yaitu : 1. Selektifitas (dayapilah) 2. Sensitifitas (kepekaan) 3. Stabilitas (kemantapan) 4. Fidelitas (kesetiaan) Selektifitas Selektifitas adalah kemampuan penerima untuk memisahkan sinyal RF yang diinginkan dari sinyal-sinyal RF lain yang tidak diinginkan. Misalkan ada tiga buah sinyal RF yang ditangkap antena penerima, masing dengan frekuensi f1, f2 dan f3 dimana frekuensi tersebut saling berdekatan satu dengan lainnya. RX1

RX2

f1 Misalkan yang maka : 1. Penerima yang selektif, bahwa frekuensi adalah f2,

f2

f3

diinginkan

menyeleksi dan hanya mengambil sinyal f2 saja dan memprosesnya menjadi informasi. f1 dan f3 ditolak atau diredam sehingga tidak menggangu f2.
2.

Penerima yang tidak selektif, tidak mampu memisahkan f2 dari f1 dan f3 akibatnya ketiga sinyal akan bercampur-baur dan saling mengganggu sehingga informasi yang diterima menjadi kacau atau overlap (tumpang tindih).

Selektifitas penerima tergantung pada :

1. 2.

Karakteristik rangkaian talanya (faktor kualitas atau lebar pitanya) Metoda penerimaannya. Selektifitas dapat digambarkan dalam bentuk kurva selektifitas. Kurva selektifitas

Cara menyatakan Selektifitas merupakan karakteristik respon frekuensi dari sistem (peralatan). Kurva selektifitas

menunjukkan hubungan antara redaman (Attenuation) atau penguatan (Gain) dengan frekuensi. Makin besar redaman (atau makin kecil penguatan) terhadap frekuensi-frekuensi yang ada di sekitar frekuensi yang diinginkan, berarti makin tinggi selektifitasnya. Ada dua cara penggambaran yaitu : Cara Pertama
A (dB)

f0 = frekuensi yg diinginkan
Kurva 1 15 5 0 ft f0 f Kurva 2

ft = frekuensi yg tak diinginkan

Cara Kedua

G (dB) 0 -5 -15 ft f0 f Kurva 1 Kurva 2

Terhadap frekuensi yang tidak diinginkan yaitu ft, kurva 1 memiliki redaman sebesar A = 15 dB (atau penguatan G = -15 dB) dan kurva 2 redamannya 5 dB (atau G = -5 dB). Maka selektifitas kurva 1 lebih baik (lebih selektif) dibandingkan kurva 2. Selektifitas dapat dinyatakan dalam angka dengan satuan dB (mengacu pada kurva redaman) atau persen (mengacu pada kurva penguatan). Dari kurva redaman di atas dapat dinyatakan bahwa kurva 1 memiliki selektifitas sebesar 15 dB terhadap f1, dan kurva 2 memiliki selektifitas 5 dB terhadap ft. Bila mengacu pada kurva penguatan, harus

ditentukan terlebih dahulu lebar pita (bandwidth) 3 dB dan lebar pita 60 dB, seperti pada contoh berikut.

G (dB) 0 -3 BW-3dB = f2 f1

BW-60dB = fb - fa -60 fa f1 f0 f2 fb f

Berdasarkan kurva di atas, dapat ditentukan selektifitas sbb. :


Selektifitas = BW-3dB BW-60dB x 100 %

Misalkan f0 = 455

kHz

maka BW-3dB = 495,5 - 450,5 = 9 kHz BW-60dB = 500 - 410 = 90 kHz

f1 = 450,5 kHz f2 = 495,5 kHz fa = 410 fb = 500 kHz kHz

Jadi Selektifitas = (9 kHz /90 kHz) x 100 % = 10 % Selektifitas yang sempurna (ideal) adalah 100 %. Selektifitas penerima komunikasi sekitar 50 %.

Sensitifitas Sensitifitas (kepekaan) penerima radio adalah kemampuan penerima untuk menangkap sinyal-sinyal yang lemah levelnya. Makin kecil level sinyal yang dapat ditangkap oleh sebuah penerima berarti makin sensitif. Suatu penerima yang sensitif (peka) dapat menangkap sinyal dengan baik meskipun berada jauh dari lokasi pemancar radio. Sensitifitas penerima dapat dinyatakan dalam angka. Dalam hal ini, sensitifitas penerima adalah besarnya level tegangan input yang diperlukan untuk menghasilkan sinyal keluaran dengan level daya tertentu. Misalkan sebuah penerima, untuk

menghasilkan output 500 mW (milliwatt) memerlukan sinyal masukan dengan tegangan 150 V (mikrovolt), maka sensitifitasnya adalah 150 V pada output 500 mW.

Sensitifitas penerima sangat tergantung pada : 1. Faktor qualitas rangkaian talanya 2. Nilai penguatan terhadap sinyal RF atau IF. Stabilitas Stabilitas (kemantapan) penerima adalah kemampuan penerima untuk bekerja secara mantap terhadap kemungkinan (peluang) terjadinya osilasi liar pada tahap penguat RF atau penguat IF-nya. Penerima yang stabil adalah penerima yang tidak memiliki kecenderungan untuk berosilasi sendiri (self-oscillating). Stabilitas osilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Besarnya penguatan setiap tahap penguat. 2. Pemilihan komponen terutama untuk penguat (transistor) 3. Ada-tidaknya rangkaian netralisasi. 4. Tata letak komponen dalam rangkaian. Stabilitas penerima tidak dinyatakan dalam angka. Fidelitas Fidelitas (kesetiaan) suatu penerima adalah kemampuan sebuah penerima untuk menghasilkan kembali (reprodukasi) sinyal suara (audio) yang mendekati aslinya. Fidelitas penerima ditentukan oleh kualitas penguat audionya fidelity atau Hi-Fi). (lebar pita 3 dB respon frekuensinya). Makin besar lebar pita penguat audionya makin tinggi fidelitasnya (high

Jenis Metoda Penerima


Secara umum sistem penerima radio dapat dibedakan atas dua jenis :
1.

Sistem penerima langsung (straight receiver) atau penerima tanpa konversi (without convertion) yaitu penerima yang mendeteksi langsung sinyal informasi dari sinyal RF

(Radio Frequency) yang ditangkap antenanya tanpa melalui proses perubahan frekuensi (frequency convertion) dari sinyal RF tersebut.
2.

Sistem penerima superheterodyne atau disingkat superhet yang juga disebut penerima dengan konversi (with convertion) yaitu penerima yang terlebih dahulu menurunkan frkuensi (down convertion) sinyal RF menjadi sinyal IF (Intermediate Frequency = frekuensi antara) sebelum proses deteksi sinyal informasi dilakukan.

Penerima Langsung Penerima langsung juga dinamakan penerima frekuensi radio tertala atau Tuned Radio Frequency (TRF) receiver . Secara umum memiliki diagram blok seperti pada gambar 4-1 berikut.
Antena

Penala

Penguat RF

Detektor

Penguat Audio

Loud Speaker

Gambar 4-1. Diagram blok penerima langsung

Sinyal-sinyal

radio

(RF)

yang

terpancar

di

udara

berupa

gelombang

elektromagnetik ditangkap oleh antena dan diubah menjadi sinyal listrik. Melalui penala (rangkaian tala), frekuensi sinyal radio dapat dipilih sesuai yang diinginkan. Agar sinyal radio tersebut dapat diambil informasinya dengan mudah oleh detektor, maka perlu terlebih dahulu dinaikkan level tegangannya dengan menggunakan penguat RF. Selanjunya, sinyal informasi audio yang diperoleh pada output detektor diperkuat oeleh penguat audio sampai taraf daya tertentu. Melalui louspeaker, sinyal audio berupa getaran listrik diubah menjadi getaran mekanik atau suara yang dapat didengar. Penerima langsung dapat dibedakan berdasarkan jumlah rangkaian tala (tuned circuit)nya misalnya Penerima Tertala Tunggal (Single Circuit Receiver) atau Penerima Tertala Ganda (Double Circuit Receiver ). Penerima langsung memiliki kekurangan yaitu tingkat selektifitas-nya yang rendah sehingga apabila terdapat dua atau lebih pemancar lokal yang berdekatan frekuensinya, penerima sulit memisahkan atau membedakan sinyal-sinyal tersebut untuk mendeteksi salah satunya, informasi yang diperoleh tumpang tindih satu sama lain. Selain itu penerima langsung juga kurang peka atau memiliki sensitifitas yang kecil.

Untuk meningkatkan kualitas penerima langsung, dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah rangkaian tala dan penguat RF-nya. Makin banyak penala makin selektif dan makin banyak penguat makin sensitif. Akan tetapi setiap rangkaian penala pada penerima langsung, harus ditala pada satu frekuensi yang sama yaitu pada frekuensi yang ingin diterima. Jika frekuensi yang diinginkan akan diubah (pindah saluran), maka semua rangkaian penala berapun jumlahnya harus diubah pula satu per satu. Secara teknis, pengoperasian seperti ini cukup merepotkan, ini adalah salah satu kekurangan dari penerima langsung. Karena adanya beberapa kelemahan maka sistem penerima langsung tidak digunakan untuk penerapan umum, biasanya hanya untuk percobaan di laboratorium. Sistem penerima radio yang banyak digunakan adalah penerima superheterodyne. Penerima Superheterodyne Diagram blok sebuah penerima superhet ditunjukan pada gambar 4-2 di bawah ini.
Antena LS

Penala

Penguat RF

Mixer

Penguat IF

Detektor

Penguat Audio

Osilator Lokal

AGC

Gambar 4-2. Diagram blok penerima superhet

Fungsi dari masing-masing bloknya adalah :


1.

Antena menangkap sinyal RF dari udara berupa gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh pemancar radio dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Penala (Tuner) memilih frekuensi sinyal RF yang diinginkan dan menolak frekuensi lain yang tidak dikehendaki termasuk frekuensi bayangan (image frequency). Penguat RF menaikkan level tegangan sinyal RF yang masih lemah setelah melalui tahap seleksi sinyal oleh rangkaian tala (penala). Osilator lokal membangkitan sinyal yang frekuensinya lebih tinggi dari frekuensi sinyal RF.

2.

3.

4.

5.

Mixer mencampurkan sinyal RF dengan sinyal osilator lokal untuk memperoleh sinyal IF (intermediate frequency) atau frekuensi antara. Penguat IF memperkuat level sinyal IF dari mixer agar mudah diambil kembali informasinya. Detektor mengambil sinyal informasi dan membuang sinyal pembawa IF . AGC (automatic gain control) atau AVC (automatic volume control) untuk mengatur penguatan penguat IF secara otomatis. Penguat Audio memperkuat level daya sinyal informasi (audio) dari output detektor hingga level daya tertentu. Loudspeaker mengubah sinyal audio menjadi suara yang terdengar. Superheterodyne adalah gabungan kata supersonic dan heterodyne. Supersonic

6.

7. 8.

9.

10.

berarti frekuensi di atas batas pendengaran dan heterodyne berarti pencampuran dua frekuensi yang berbeda. Jadi superheterodyne adalah pencampuran dua sinyal yang berbeda frekuensinya (fRF dan fLO) sedemikian rupa sehingga diperoleh sinyal output yang frekuensinya terdiri dari frekuensi jumlah (fLO + fRF), selisih (fLO fRF) dan beberapa frekuensi lainnya. Sistem penerima superhet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penerima langsung terutama pada tingkat selektifitas dan sensitifitasnya. Sistem superhet lebih stabil dari kemungkinan terjadinya osilasi pada tahap penguat RF dan mixer, tetapi rangkaiannya lebih rumit dan sulit menghidari diterimanya frekuensi bayangan yang dapat menimbulkan interferensi. Penguat RF Penerima langsung (TRF) yang paling sederhana tidak memakai penguat RF (RF amplifier) dan tentu saja penerima yang demikian sangat kurang sensitif dan hanya dapat digunakan pada daerah-daerah yang berdekatan jaraknya dengan pemancar. Untuk memperbaiki sensitifitas penerima dapat digunakan satu atau beberapa tahap penguat RF yang diletakkan setelah rangkaian penala. Pada penerima TRF, untuk meningkatkan selektifitasnya, penguat-penguat RF biasanya menggunakan rangkaian tala, jadi berupa penguat tertala (tuned amplifier). Kelemahan penguat tertala adalah adanya kecenderungan (tendency) menjadi osilator terutama bila :

1. 2.

Terdapat rangkaian tala pada bagian input dan outputnya yang memiliki frekuensi resonansi yang sama. Angka penguatannya terlalu besar. Osilasi yang terjadi pada penguat RF tertala mengakibatkan penerima tidak bekerja

sebagaimana mestinya, karena itu harus dihindari. Untuk menghidari osilasi liar ini, penguatan dari penguat RF harus dibatasi dan berarti sensitifitas juga menjadi kecil. Hal ini merupakan salah satu kelehaman pada penerima langsung. Pada sistem superhet, penguatan penguat RF dapat diperkecil sementara untuk menaikkan sensitifitas penerima digunakan beberapa tahap penguat IF sehingga penguatan sistem secara keseluruhan dapat ditingkatkan. Sebagai contoh, misalkan penguatan pradeteksi yang dibutuhkan adalah 80 dB, maka jika sistem penerima adalah penerima langsung atau tanpa konversi, penguatan total dari penguat RF-nya haruslah 80 dB. Tetapi jika digunakan superhet yang memiliki penguatan mixer 6 dB dan penguatan penguat IF 40 dB, maka penguatan yang dibebankan pada penguat RF adalah (80-6-40) db = 34 dB saja. Karena penguatan penguat RF pada sistem superhet dapat diperkecil, maka kemungkinan terjadinya osilasi liar menjadi kecil yang berarti bahwa sistem superhet bekerja lebih mantap (stabil). Pada penerima superhet untuk radio siaran lokal, umumnya malah tidak perlu dilengkapi penguat RF. Ini dimungkinkan karena stasiun pemancar radio siaran lokal memancarkan sinyal yang sudah cukup kuat dayanya. Penambahan penguat RF pada penerima radio siaran lokal hanya menaikkan harga pesawat lebih mahal yang tidak sebanding dengan perbaikan mutu penerimaan siaran dari stasiun yang sudah cukup kuat. Bagi penerima-penerima yang berkualitas tinggi, terutama untuk penerima radio komunikasi tetap dibutuhkan penguat RF karena harus menangkap sinyal yang lemah dari pemancar yang memang berdaya rendah. Penambahan penguat RF memberikan beberapa keuntungan antara lain :
1.

Memperkecil noise melalui peningkatan rasio sinyal terhadap noise (S/N ratio). Menaikkan kemampuan penolakan frekuensi bayangan. Menambah penguatan sinyal RF atau menaikkan sensitifitas. Mengisolasi osilator lokal dari antena sehingga sinyal osilator tidak terpancar.

2. 3. 4.

Pencampur (Mixer)

Ciri khas utama dari penerima superhet adalah adanya proses konversi atau translasi frekuensi dari frekuensi radio (tinggi) menjadi frekuensi antara (rendah). Frekuensi antara diperoleh dengan cara pencampuran (mixing) sinyal RF dengan sinyal osilator lokal pada suatu rangkaian pencampur (mixer). Keuntungan dari metoda tersebut adalah adanya peningkatan yang sangat signifikan terhadap sensitifitas maupun selektifitas penerima dengan tingkat stabilitas yang tinggi dibandingkan penerima langsung. Pada dasarnya, mixer merupakan suatu rangkaian pengali sinyal dimana pada keluarannya terdapat paling kurang dua komponen frekuensi yaitu frekuensi jumlah dan frekuensi selisih. Pada sistem penerima superhet, kedua sinyal yang dikalikan itu adalah sinyal RF (fRF) dari pemancar yang diinginkan dan sinyal dari osilator lokal (fLO) dimana fLO dibuat lebih tinggi dari fRF. Pada output mixer terdapat sinyal dengan frekuensi (f LO + fRF) dan frekuensi (fLO - fRF). Frekuensi selisih (fLO - fRF) tidak lain adalah frekuensi antara atau sinyal IF yang dinginkan. Jadi fIF = fLO - fRF. Sinyal IF masih tetap berupa sinyal termodulasi yang terdiri dari komponen pembawa dan informasi. Besarnya frekuensi antara dibuat tetap meskipun frekuensi sinyal RF yang diterima berubah. Secara internasional, untuk penerima radio siaran ditetapkan frekuensi antara sebesar : 1. 2. 455 kHz untuk penerima radio siaran AM yang beroperasi pada band frekuensi 530 kHz hingga 22 MHz. 10,7 MHz untuk penerima radio siaran FM yang beroperasi pada jalur frekuensi 88 MHz hingga 108MHz. Frekuensi Bayangan Di samping beberapa kelebihan yang dimiliki penerima superhet juga ada kelemahannya. Yang paling menonjol adalah adanya kemungkinan terjadi penerimaan frekuensi bayangan (image frequency). Misalkan kita menginginkan sebuah penerima radio siaran AM menangkap sinyal RF pada frekuensi 1000 kHz, maka frekuensi osilator lokal fLO harus diatur sebesar 1000 + 455 = 1455 kHz agar mixer menghasilkan frekuensi antara fIF = 455 kHz. Tetapi dengan frekuensi osilator lokal fLO = 1455 kHz juga dapat menghasilkan frekuensi antara sebesar 455 kHz bila dicampur dengan frekuensi 1910 kHz. Jadi berarti bahwa dengan frekuensi osilator lokal 1455 kHz penerima dapat menangkap dua sinyal sekaligus yaitu sinyal RF

1000 kHz dan sinyal RF 1910 kHz karena kedua sinyal RF tersebut dapat menghasilkan sinyal IF 455 kHz. Sinyal RF 1910 kHz adalah sinyal yang tak diinginkan dan disebut sebagai frekuensi bayangan dari sinyal RF 1000 kHz. Frekuensi bayangan harus ditolak oleh penerima agar tidak mengganggu penerimaan. Frekuensi bayangan dapat dinyatakan sebagai frekuensi dari sinyal kedua (yang tidak diinginkan) yang frekuensinya lebih besar dua kali frekuensi antara dari frekuensi sinyal yang diinginkan. Jika frekuensi bayangan adalah fi dan frekuensi sinyal yang diinginkan adalah fs, maka secara matematis dapat dituliskan hubungan : fi = fs + 2fIF

Penolakan Bayangan dan Selektifitas Fungsi utama dari rangkaian tala (tuned circuit) yang dipasang dekat antena pada penerima superhet adalah sebagai filter awal untuk melewatkan frekuensi dari stasiun pemancar yang dikehendaki dan menolak frekuensi lain yang tidak dikehendaki termasuk frekuensi bayangan (image frequency). Kemampuan rangkaian tala ini untuk meredam frekuensi bayangan disebut penolakan bayangan (image rejection). Untuk satu tingkat rangkaian tala, penolakan bayangannya dapat ditentukan melalui persamaan berikut : = (1 + Q22) atau dalam decibel fi (rho) = fs = 10 log (1 + Q22) dB

dimana

fs fi

dan

fi = fs + 2fIF

fi fs Q

= penolakan bayangan = frekuensi bayangan (Hz) = frekuensi yang diinginkan (resonansi) (Hz) = faktor kualitas rangkaian tala

fIF = frekuensi antara. Selektifitas (S) rangkaian tala adalah besarnya redaman rangkaian tala terhadap frekuensi tertentu yang berjarak f dari frekuensi resonansinya (fo). Redaman pada

frekuensi resonansi biasanya dinyatakan sebagai redaman nol, dan redaman pada frekuensi f (misalnya 10 kHz) dari frekuensi resonansi disebut selektifitas f (misalnya selektiftitas 10 kHz). Selektifitas dapat dihitung dengan rumus sbb. : S = 10 log (1 + Q2 2) dB

dimana :

= 2 f/fo, jika fo > 10 f = jika fo < 10 f

fo = frekuensi resonansi (Hz) f = selisih antara frekuensi yang diredam dengan frekuensi resonansi (Hz) Contoh, sebuah penerima AM superhet (fIF = 455 kHz) mengunakan rangkaian tala dengan Q = 125 dan menerima sinyal 1200 kHz, maka : 1. Penolakan bayangannya adalah 148,8 atau 43,4 dB. 2. Selektifitasnya terhadap frekuensi yang berjarak 10 kHz dari 1200 kHz yaitu frekuensi 1210 kHz atau 1190 kHz adalah 7,3 dB. Jadi selektifitas 10 kHz-nya adalah 7,3 dB. Berapa selektifitas 20 kHz-nya ?. Berapa selektifitas pada frekuensi bayangan ?. Sistem Penerima Konversi Ganda Penerima radio komunikasi adalah penerima yang dipakai untuk menerima sinyalsinyal radio dalam komunikasi dupleks (dua arah). Penerima radio komunikasi harus memiliki kualitas yang tinggi agar mampu menerima dengan baik sinyal RF yang berada pada jalur yang sangat padat dengan level yang relatif kecil. Penerima radio komunikasi menggunakan daerah frekuensi sangat tinggi (VHF = Very High Frequency) dan frekuensi ultra tinggi (UHF = Ultra High Frequency). Konversi VHF atau UHF langsung menjadi frekuensi antara yang cukup rendah adalah tidak praktis atau sulit dilakukan. Alasannya adalah karena jarak antara frekuensi yang diinginkan sangat berdekatandengan frekuensi bayangan sehingga dibutuhkan filter yang sangat sempit untuk mencegah frekunsi bayangan tersebut. Filter yang sangat sempit sangat sulit direalisasikan. Untuk meringankan persyaratan filter, maka jarak antara frekuensi bayangan harus diperbesar yaitu dengan memperbesar frekuensi antara. Akan tetapi jika frekuensi antara

teralalu tinggi, selektifitas penerima berkurang. Maka cara yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan lebih dari satu tahap konversi misalnya dua tahap konversi. Pada umumnya, penerima radio komunikasi menerapkan sistem konversi ganda (double conversian). Teknik konversi ganda atau pencampuran dua kali bertujuan untuk memperoleh selektifitas yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan kemampuan menolak frekuensi bayangan. Persyaratan ini sangat dibutuhkan terutama untuk penerima gelombang pendek (UHF/VHF) dan penerima yang harus menangkap sinyal pada jalur frekuensi yang sangat padat. Contoh diagram blok suatu penerima konversi ganda
Antena

Penala Penguat RF Mixer I Penguat IF I


2 MHz (fixed)

AGC
LS

Mixer II Osilator Lokal II


2,2 MHz (fixed)

Penguat IF II
200 kHz (fixed)

Detektor

Penguat Audio

Osilator Lokal I
32 MHz (tunable)

Gambar 4-3. Diagram blok penerima radio konversi ganda

Konversi pertama menurunkan frekuensi radio menjadi frekuensi antara pertama sebesar 2 MHz dan disusul oleh konversi kedua untuk menurunkan frekuensi antara pertama 2 MHz menjadi frekuensi antara kedua sebesar 200 kHz. Frekuensi osilator lokal I dapat ditala (tunable), sedangkan frekuensi osilator lokal II dibuat tetap (fixed) sebesar 2,2 MHz. Penggunaan frekuensi antara yang tinggi akan memperbesar jarak frekuensi bayangan dari frekuensi yang diinginkan sehingga lebih mudah ditolak, sebaliknya frekuensi antara yang rendah menaikkan selektifitas.

Pada penerima konversi ganda terdapat tiga buah frekuensi bayangan yang dapat mengganggu. Misalkan pada contoh di atas, konversi pertama menjadi 2 MHz dan konversi kedua 200 kHz. Jika frekuensi yang dikehendaki adalah 30 MHz, maka : Frekuensi osilator lokal pertama adalah : 30 MHz + 2 MHz = 32 MHz Frekuensi osilator lokal kedua adalah : 2 MHz + 200 kHz = 2,2 MHz Frekuensi bayangan dari 30 MHz yang mungkin mengganggu adalah : 30 MHz + 2(2 MHz) = 34 MHz Frekuensi bayangan dari 2 MHz adalah : 2 MHz + 2(200 kHz) = 2,4 kHz Mixer pertama menghasilkan frekuensi 2,4 MHz , jika pada masukannya terdapat sinyal dengan frekuensi : 32 MHz + 2,4 MHz = 34,4 MHz atau 32 MHz 2,4 MHz = 29,6 MHz Jadi frekuensi-frekuensi bayangan yang dapat mengganggu adalah 29,6 MHz, 34 MHz dan 34,4 MHz. Frekuensi bayangan yang terletak cukup jauh dari frekuensi yang diinginkan (34 MHz dan 34,4 MHz) dapat dihilangkan oleh penala dan penguat RF. Frekuensi bayangan yang dekat dari frekuensi yang diinginkan (29,6 MHz) sangat sulit ditolak oleh penala dan penguat RF. Namun dengan adanya penguat IF pertama yang beroperasi pada frekuensi yang jauh lebih rendah dari frekuensi-frekuensi bayangan tersebut, maka semua frekuensi bayangan dapat dengan mudah dihilangkan sebelum mencapai mixer kedua.

Você também pode gostar