Você está na página 1de 16

REFERAT PERDARAHAN ANTEPARTUM

BAB I PENDAHULUAN
Definisi Adalah perdarahan dari traktus genitalis pada masa kehamilan setelah 20 minggu dan sebelum onset kehamilan. Merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil. Perdarahan Antepartum terjadi pada sekitar 5 % dari seluruh kehamilan. Etiologi Solusio plasenta (22 %) dan Plasenta previa (31%) merupakan dua penyebab terbesar dalam kejadian perdarahan antepartum. Kemudian diikuti oleh penyebab lain yang tidak utama seperti carcinoma, cervicitis, polyp, varises vulva, trauma, hematuria, infeksi. Penatalaksanaan 1. Penilaian keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital. 2. Anamnesa terutama berkaitan dengan riwayat perdarahan dalam kehamilan dan riwayat lain yang berkaitan. 3. Lakukan penilaian perdarahan yang meliputi volume, warna, konsistensi dan waktu perdarahan yang terjadi dan lakukan resusitasi. 4. Lakukan pemeriksaan luar abdomen dan penilaian aktivitas uterus seperti kontraksi, rasa sakit yang berkaitan dengan perdarahan. 5. Lakukan penilaian kesehatan janin dengan CTG. 6. Pemeriksaan darah meliputi golongan darah, crossmatch, perdarahan fetomaternal. 7. Periksa keadaan plasenta dengan USG sebelum melakukan pemeriksaan dalam. 8. Pemeriksaan in-spekulo dilakukan hingga diperoleh kepastian bahwa pemeriksaan dalam cukup aman untuk dilakukan.

BAB II PLASENTA PREVIA Definisi Adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum dan berada pada segmen bawah rahim pada daerah dilatasi serviks yang dapat memberikan gejala perdarahan pada trimester terakhir dari kehamilan dari jalan lahir wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. (Prae=di depan; vias=jalan). Klasifikasi Plasenta Previa : Plasenta previa totalis Ostium uteri interna tertutup seluruhnya. Plasenta previa lateralis Ostium uteri interna tertutup sebagian. Plasenta previa marginal Placenta terletak pada perbatasan dari ostium uteri interna. Plasenta letak rendah Placenta terletak pada segment bawah rahim, tepi placenta berada sangat dekat dengan ostium uteri interna.

Gambar 1 Plasenta Normal dan Plasenta Previa

Gambar 2 Tipe-tipe Plasenta Previa 2

Penentuan derajat placenta previa tergantung pada pembukaan yang terjadi saat pemeriksaan yang dilakukan. Etiologi Usia Lanjut Di Rumah Sakit Parkland pada tahun 1988-1999, terjadi 1 kasus dalam 1500 untuk kelompok usia dibawah ibu 19 tahun dan 1 kejadian plasenta previa untuk 100 kehamilan pada usia ibu di atas 35 tahun. Multiparitas Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi sebesar 2,2 % pada wanita dengan angka partus di atas 5 kali. Riwayat Persalinan Cesarean Miller dan rekan (1996) mencatat adanya peningkatan 3 kali lipat pada wanita yang memiliki riwayat section sebelumnya. Merokok Williams dan rekan (1991) menemukan bahwa resiko terjadinya plasenta previa meningkat 2 kali bila dikaitkan dengan aktivitas merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari). Riwayat Aborsi Penelitian terkini menemukan suatu kaitan yang jelas antara kejadian plasenta previa dengan aborsi sebelumnya. (Annath et al 1997, Macones et al 1997). Ras Wanita amerika yang berasal dari keturunan Asia 86% lebih banyak dibandingkan wanita kulit putih (Taylor et al 1995). Perluasan area implantasi plasenta Seperti pada kehamilan kembar, eritoblastosis, diabetes mellitus. Mioma uteri Curettage yang berulang-ulang Keadaan endometrium yang kurang baik, menyebabkan bahwa plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena luasnya, mendekati atau menutup ostium internum. Implantasi telur yang rendah Patofisiologi Perubahan pada segmen bawah rahim dan pembukaan serviks menyebabkan pelepasan plasenta dari tempat perlekatannya. Perdarahan terjadi akibat ketidakmampuan serabut myometrium segmen bawah rahim untuk berkontraksi menutup pembuluh darah yang rusak. Perdarahan bersifat berulang-ulang karena dengan majunya kehamilan regangan dinding rahim dan tarikan serviks akan bertambah dan menimbulkan perdarahan baru. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dibanding dinding rahim, akibatnya istmus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Dalam kehamilan tidak diperlukan his untuk menimbulkan perdarahan, namun sudah jelas his pembukaan menyebabkan perdarahan pada persalinan.

Gejala Dan Tanda Gejala yang paling khas adalah perdarahan tanpa rasa sakit yang biasanya baru akan timbul pada trimester terakhir. Perdarahan terjadi tanpa adanya presipitan yang jelas, walaupun biasanya ada riwayat coitus sebelumnya. Bahaya yang juga mengancam adalah pemeriksaan dalam yang dapat mengakibatkan perdarahan menjadi semakin buruk. Perut teraba lembut, bagian terendah dapat dirasakan, dan denyut janin biasanya berada dalam batas normal. Plasenta menggantikan bagian terendah anak, dan pada umumnya disertai dengan insidensi malpresentasi yang cukup sering. Keadaan ini harus diwaspadai bahkan bila tidak ditemukan adanya perdarahan. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga tidak dapat mendekati pintu atas panggul dan panjang rahim berkurang hingga sering disertai kelainan letak Pemeriksaan pada serviks diizinkan bila dilakukan dalam ruang operasi dengan semua persiapan untuk seksio saesarea, karena pemeriksaan yang lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan (Double Set Up Procedure). Lebih jauh lagi, pemeriksaan yang berisiko dihindari kecuali persiapan bagi persalinan telah dilakukan. Bila dirasakan adanya keraguan penyebab perdarahan saat pasien tiba di rumah sakit, pemeriksaan spekulum dapat sangat membantu bila pemeriksaan dalam di kontraindikasikan. Pada pemeriksaan in speculo plasenta previa, akan terlihat darah yang keluar dari ostium uteri eksternum Dapat juga dilakukan perabaan fornises dengan hati-hati. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada letak sungsang bagian terendahnya lunak hingga sukar dibedakan dengan jaringan lunak plasenta. Pada presentasi kepala, jika tulang kepala dapat diraba dengan mudah, kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya, jika antara jari dan kepala teraba bantalan lunak, kemungkinan plasenta previa besar sekali Penggunaan Ultrasonografi (USG), Menurut Laing (1996), akurasinya sekitar 96% - 98% . False-positive dapat saja terjadi disebabkan oleh distensi kandung kemih. Untuk itulah, pemindaian dengan USG lebih baik dilakukan pada saat kendung kemih telah dikosongkan. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan trimester ke-tiga. Namun, dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta (placental migration). Diagnosis Banding Kelainan lokal seperti kanker serviks atau polip serviks. Terapi Pasien dengan plasenta previa dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok: (1) kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat kebutuhan yang mendesak untuk melahirkan janin tersebut, (2) kelompok dengan janin dalam waktu 3 minggu menjelang aterm, (3) kelompok yang berada dalam proses persalinan, dan (4) kelompok dengan perdarahan yang begitu hebat sehingga uterus harus dikosongkan meskipun janin masih imatur. Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu : 1. Aktif - Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya : kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati (tidak selalu).

a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak kepala). Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban. b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hiugga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan per vaginam. Dilakukan pada keadaan plasenta previa dengan perdarahan banyak, plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis di posterior, plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang. 2. Ekspektatif Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun, sekarang ternyata terapi menunggu dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut: 1. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal. 2. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas. Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik (Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika kehamilan 37 minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Perdarahan banyak atau sedikit. 2. Keadaan ibu dan anak. 3. Besarnya pembukaan. 4. Tingkat plasenta previa 5. Paritas. Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nullipara, dan tingkat plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan seksio sesarea. Sebaliknya, perdarahan yang sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang ringan, dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan per vaginam. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil (belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus selalu tersedia darah yang cukup. Cara-cara vaginal terdiri dari : 1. Pemecahan ketuban. 2. Versi Braxton Hicks. 5

3. Cunam Willett-Gauss. PEMECAHAN KETUBAN Dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat di sebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini disebabkan kepala tertahan promontorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena : 1. Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta. 2. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban. dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea. VERSl BRAXTON HICKS Tujuan dari perasat Braxton Hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati ataupun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim, perasat ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar. Akan tetapi, dalam keadaan istimewa. misalnya jika pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama siapnya maka cara Braxton Hicks dapat dipertimbangkan. Sebaliknya, di daerah yang tidak mungkin untuk melakukan seksio sesarea, misalnya di pulau-pulau kecil, cara Braxton Hicks dapat menggantikan seksio sesarea. Syarat untuk melakukan versi Braxton Hicks ialah pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki. Teknik Dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan-ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya. kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim. CUNAM WILLETT-GAUSS Tujuannya ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. 6

Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini sekarang hampir tidak pernah dilakukan lagi SEKSIO SESAREA Tujuan melakukan seksio sesarea untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan per vaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu. seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati. Komplikasi Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan, plasentitis, dan endometritis pascapersalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan prematur dan komplikasinya seperti asfiksia berat. Prognosis Dengan penanggulangan yang baik, kematian ibu dan janin akibat plasenta previa rendah sekali atau tidak ada sama sekali.

BAB III SOLUSIO PLASENTA Definisi Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta, sebagian atau seluruhnya, sebelum waktunya. Plasenta itu secara normal terlepas setelah anak lahir. Jadi, plasenta terlepas sebelum waktunya apabila plasenta terlepas sebelum anak lahir. Pelepasan plasenta sebelum minggu ke-22 disebut abortus dan jika terjadi pelepasan plasenta pada plasenta yang rendah implantasinya, bukan disebut solusio plasenta, tetapi plasenta previa. Jadi, definisi lengkapnya adalah: Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak. Nama lain yang sering dipergunakan dalam kepustakaan, yaitu: 1. Abruptio placentae 2. Ablatio placentae. 3. Accidental haemorrhage. 4. Premature separation of the normally implanted placenta. Istilah separasi prematur dari plasenta dengan implantasi normal, merupakan istilah yang paling deskriptif karena membedakan antara plasenta yang terlepas sebelura waktunya tetapi sebelumnya tertanam dalam jarak tertentu di atas ostium internum servisis uteri, dengan pelepasan plasenta yang tertanam pada ostium internum servisis uteri (plasenta previa). Namun demikian, istilah yang begitu panjang sangat menyulitkan pemakaiannya, sehingga dipakai istilah yang lebih pendek seperti solusio, abrupsio, atau ablasio plasenta. Istilah Latin abrupsio plasenta yang berarti "pelepasan mendadak sebagian plasenta" menunjukkan suatu kejadian mendadak, yaitu ciri klinik yang khas untuk kebanyakan kasus komplikasi ini. Istilah ablasio plasenta berarti "terlepasnya plasenta" tidak banyak dipakai. Di Indonesia sendiri. istilah yang lazim adalah solusio plasenra yang pengertiannya kurang lebih sama dengan ablasio plasenta. Klasifikasi 1. Perdarahan Tersembunyi 2. Perdarahan Keluar

Gambar 3. Plasenta Normal dan Solusio Plasenta

PERDARAHAN KELUAR (REVEALED HEMORRHAGE) Biasanya inkomplet Sering disertai toksemia Merupakan 80% dari solusio plasenta

PERDARAHAN TERSEMBUNYI (CONCEALED HEMORRHAGE) Pelepasan biasanya komplit Jarang disertai toksemia Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta

Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan keluar alau perdarahan tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar, tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi Kadang-kadang pula darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunvi Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar terhadap keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi akibat peningkatan kemungkinan terjadinya koagulopati konsumtif yang berat. tetapi juga akibat luasnya perdarahan yang tidak disadari. Perdarahan yang tertahan atau tersembunyi, kemungkinan terjadi apabila (1) terdapat efusi darah di balik plasenta tetapi tepi plasenta masih melekat, (2) plasenta sudah terpisah sama sekali tetapi selaput ketuban masih melekat pada dinding uterus, (3) darah mengalir masuk ke dalam rongga amnion setelah menimbulkan ruptur selaput ketuban, dan (4) kepala janin begitu rapat menutupi segmen bawah uterus sehingga darah tidak bisa melewatinya. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu, namun dapat juga berasal dari anak. Etiologi Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadiannya. antara lain: 1. Hipertensi esensialis atau preeklampsi. 2. Tali pusat yang pendek. 3. Trauma abdomen. 4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena kava inferior . Eksperimen dengan menyumbat vena kava inferior dan vena ovarii dapat menimbulkan solusio plasenta. Namun demikian ada beberapa kasus ligasi vena ovarii dan vena kava inferior selain trimester ketiga yang dilaporkan tanpa diikuti oleh solusio plasenta 5. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir. Pada janin kembar, dekompresi yang terjadi setelah persalinan janin pertama dapat menimbulkan pelepasan prematur plasenta yang membahayakan janin kedua.). 6. Versi luar. Di samping itu. ada juga pengaruh dari : 1. Umur lanjut. 9

2. Multiparitas. 3. Ketuban pecah sebelum waktunya. 4. Defisiensi asam folat. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa defisiensi asam folat berperan sebagai penyebab dalam proses timbulnya solusio plasenta. 5. Merokok, alkohol, kokain. Konsumsi etanol oleh ibu (14 minuman atau lebih per minggu), tapi bukan kebiasaan merokok, merupakan predisposisi terjadinya solusio plasenta. 6. Mioma uteri. Penelitian O'Brien dkk (1987) melaporkan adanya aktivitas inhibisi terhadap agregasi platelet oleh adenosin difosfat (ADP) dalam ekstrak plasenta yang terlepas sebelum waktunya. Patofisiologi Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi, dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retroplasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, sehingga pelepasan plasenta semakin luas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban. Derajat solusio plasenta: 1. Ringan: perdarahan yang keluar kurang dari 100-200 cc uterus tidak tegang belum ada tanda renjatan janin hidup kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg% 2. Sedang: perdarahan lebih dari 200 cc uterus tegang terdapat tanda renjatan gawat janin atau janin mati kadar fibrinogen plasma 120-150 mg% 3. Berat: uterus tegang dan kontraksi tetanik terdapat renjatan janin biasanya sudah mati Manifestasi klinis 1. Perdarahan dari jalan lahir yang disertai nyeri, juga di luar his. 2. Anemi dan syok; beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. 3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah

10

4. 5. 6. 7. 8.

dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois). Palpasi bagian-bagian janin sukar karena rahim keras. Fundus uteri makin lama makin naik. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati (tergantung derajat solusio plasenta). Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim bertambah). Sering ada proteinuri karena disertai preeklamsi.

Diagnosis Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta. Perlu ditekankan bahwa keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Hurd dkk. (1983), dalam suatu penelitian prospektif yang relatif kecil tetapi mengesankan terhadap solusio plasenta dimana kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan lewat pemeriksaan ultrasonografi. mengidentifikasi sejumlah keluhan dan gejala yang relevan. Tabel Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta Tanda dan Gejala Frekuensi (%) Perdarahan per vaginam Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang Gawat janin Kontraksi berfrekuensi tinggi (17%) Uterus hipertonik (17%) Persalinan prematur idiopatik *) Kematian janin *)Semuanya ditangani dengan preparat tokolitik 78 66 60 22 15

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma. Kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin. USG untuk menilai lelak plasenta, usia gestasi, dan keadaan janin. Diagnosis Banding Plasenta previa Ruptur uteri Kasus solusio plasenta yang berat biasanya, tapi tidak selalu, ditandai oleh tanda dan gejala yang demikian klasik sehingga diagnosisnya segeia terlihat nyata; namun demikian, bentuk-bentuk solusio plasenta yang lebih ringan dan lebih sering ditemukan, sulit untuk dikenali secara pasti sehingga diagnosisnya kerapkali dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain. Karena itu, pada perdarahan per vaginam dalam trimester terakhir , kerapkali kita harus menyingkirkan dahulu kemungkinan plasenta previa dan sebab-sebab perdarahan lain melalui inspeksi klinis serta

11

evaluasi ultrasonografi. Sudah lama diajarkan, mungkin dengan argumentasi tertentu, bahwa perdarahan uterus yang disertai rasa nyeri berarti solusio plasenta, sementara perdarahan uterus tanpa rasa nyeri menunjukkan plasenta previa. Sayangnya. diagnosis banding tersebut tidaklah sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan rasa nyeri yang memberikan kesan ke arah solusio plasenta. Di lain pihak, solusio plasenta dapat menyerupai persalinan normal. Perbedaan antara solusio plasenta dan plasenta previa SOLUSIO PLASENTA PLASENTA PREVIA Tanpa nyeri Berulang sebelum partus Keluar banyak Palpasi Bagian anak sukar ditentukan Bagian terendah masih tinggi Bunyi jantung anak Biasanya tidak ada Biasanya jelas Perdarahan Pemeriksaan dalam Cekungan plasenta Selaput ketuban Teraba jaringan plasenta Tidak teraba plasenta Ketuban menonjol Ada impresi pada jaringan Tidak ada plasenta karena hematom Robek normal Robek marginal Dengan nyeri Segera disusul partus Keluar hanya sedikit

Komplikasi Komplikasi yang terjadi tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat timbul segera atau agak lambat. Komplikasi yang timbul segera adalah perdarahan dan syok. Komplikasi yang timbul lambat adalah kelainan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, gangguan faal ginjal, dan apopleksia uteroplasenta (uterus Couvelaire). Pada janin dapat terjadi asfiksia, berat badan lahir rendah, dan sindroma gagal nafas. Perdarahan dan syok Diobati dengan pengosongan rahim secepat mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim perdarahan dapat berhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin Jadi, pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk menghentikan perdarahan dengan segera seperti pada plasenta previa, tetapi untuk mempercepat persalinan. Dengan melakukan pemecahan ketuban, regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik. Di samping tindakan tersebut di atas, transfusi darah sangat penting untuk dilakukan. Hipofibrinogenemia Koagulopati ialah kelainan pembekuan darah; dalam Ilmu Kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tetapi juga dijumpai pada emboli air tuban, kematian janin dalam rahim, dan perdarahan pascapersalinan. Kadar fibrinogen, pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc, di bawah 150 mg per 100 cc disebut hipofibrinogenemia.

12

Jika kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc (critical point), terjadilah gangguan pembekuan darah. PENENTUAN HIPOFIBRINOGENEMIA Penentuan fibrinogen sccara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu. untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test. Beberapa cc darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam, ada aktivitas fibrinolisis. Terjadinya hipofibrinogenemia: Biasanya koagulopati terjadi dalam 2 fase, yaitu: Fase I: Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, dan venol) terjadi pembekuan darah. disebut disseminated intravascular clotting. Akibatnya bahwa peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi, pada fase I turunnya kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat tersebut maka Fase I disebut juga koagulopati konsumtif. Diduga bahwa hematom retroplasenter mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskular tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi, terjasdi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia. Kerusakan ginjal menyebabkan oliguri/anuri dan akibat gangguan mikrosirkulasi ialah syok. Fase II : Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis. APOPLEXIVTEROPLACENTAIR (UTERUS COUVELAIRE) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Karena perdarahan ini, uterus berwarna biru. Uterus Couvelaire ini dapat menyebabkan perdarahan atonis, tetapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, semata-mata bergantung pada kesanggupannya untuk menghentikan perdarahan dan kiranya perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah selaput perut itu disebabkan oleh fibrinogenemi. Gangguan Faal Ginjal Penderita solusio plasenta sering disertai oliguri setelah partus. Gangguan faal ginjal ini adalah akibat dari pembekuan darah dan intravaskular syok. Dikatakan makin lama solusio plasenta berlangsung makin besar kemungkinan oliguri dan hipofibrinogenemia. Oleh karena itu, selain dari transfusi darah. penyelesaian pcrsalinan secepat mungkin adalah sangat penting. Penatalaksanaan Penanganan solusio plasenta bervariasi menurut keadaan ibu dan janinnya. Dengan terjadinva perdarahan eksternal yang masif. terapi intensif dengan transfusi darah lengkap ditambah infus larutan elektrolit dan persalinan segera untuk mencoba mengendalikan perdarahan yang dilakukan secara bersama-sama. merupakan tindakan yang akan menyelamatkan jiwa ibu dan diharapkan pula jiwa janinnya. Pada keadaan perdarahan yang jauh lebih lambat, penatalaksanaan keadaan ini sangat dipengaruhi oleh status janin. Jika janin masih hidup dan tidak terdapat bukti adanya gawat janin (yaitu bradikardia persisten. penurunan frekuensi denyut jantung yang berbahaya, atau pola frekuensi denyut jantung yang sinusoid), dan jika perdarahan maternal yang terjadi tidak menyebabkan anemia atau hipovolemia yang 13

serius, penundaan tindakan dengan pengawasan yang sangat ketat terbukti menguntungkan. Demi kesejahteraan janin, pada janin yang mengalami gawat janin, beberapa langkah yang sangat penting harus segera dimulai untuk memperbaiki hipovolemia maternal. anemia dan hipoksia, sehingga memulihkan serta mempertahankan fungsi bagian plasenta yang masih tenanam dan dengan danikian masih dapat berfungsi. Tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mengubah secara menguntukan sebabsebab lain yang turut menyebabkan gawat janin, kecuali mengeluarkan janin dengan segera dari lingkungan yang sangat tidak menguntungkan itu. Persalinan cepat janin yang hidup tetapi dalam keadaan gawat, memerlukan seksio sesarea. Namun, jika pelepasan plasenta begitu berat sehingga tidak terdapat lagi tanda-tanda yang membuktikan bahwa janin masih hidup, persalinan janin sebaiknya dilakukan per vaginam. kecuali jika perdarahannya begitu akut sehingga tidak bisa teratasi sekalipun dengan transfusi darah intensif, atau jika terdapat komplikasi obstetrik lainnya yang menghalangi persalinan per vaginam. Pilihan persalinan pervaginam ini dipilih berkaitan dengan pertimbangan terjadinya gangguan koagulasi yang serius pada solusio plasenta berat dengan gawat janin Pemecahan selaput ketuban (amniotomi) sedini mungkin sudah lama menjadi tindakan pertama dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Amniotomi dilakukan berdasarkan logika bahwa pengeluaran cairan ketuban dapat mengurangi perdarahan, dari tempat implantasi plasenta. juga dapat mengurangi masuknya tromboplastin serta mungkin pula faktor-faktor pembekuan aktif lainnya ke dalam sirkulasi maternal dan bekuan darah fetal. termasuk dapat mempercepat persalinan pada janin yang sudah matur. Namun demikian. terdapat pertimbangan lain, bahwa pada janin yang belum matur, kantung ketuban yang belum utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong dilatasi serviks daripada bagian janin yang kecil. Pengobatan 1. Umum: a. b. c. d. 2. Khusus: a.

Pemberian darah yang cukup. Pemberian O2. Pemberian antibiotik. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

Terhadap hipofibrinogenemia-Substitusi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam dalam infus. b. Untuk merangsang diuresis - Manitol, diuresis yang baik lebih dari 3040 cc/jam. c. Obstetri-Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. a. Janin hidup (biasanya gawat janin): dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan sudah lengkap. Pada keadaan ini, dilakukan amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forseps. b. Janin mati : dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin 1 labu saja. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.

14

Alasan ialah : Bagian plasenta yang terlepas meluas. Perdarahan bertambah. Hipofibrinogenemia menjelma atau bertambah. Prognosis Prognosis di antaranya bergantung pada besarnya bagian plasenta yang terlepas, banyaknya perdarahan, beratnva hipofibrinogenemia, ada atau tidak adanya preeklampsi, apakah perdarahan tampak atau tersembunyi, dan lamanya keadaan solusio berlangsung. Diperkirakan risiko kematian ibu berkisar antara 0,5-5% dan kematian janin berkisar antara 50-80%. Pada solusio plasenta yang berat, prognosis untuk janin adalah buruk (kematian janin 90%). Untuk anak pada solusio plasenta yang berat adalah buruk; kematian anak 90%. Untuk ibu, solusio plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya. tetapi dengan persediaan darah yang cukup dan pengelolaan yang baik di luar negeri, kematian dapat ditekan sampai 1%. Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa risiko berulangnya keadaan ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi daripada populasi umum. Karegard dan Gennsen (1986) melaporkan bahwa risiko solusio plasenta rekuren meningkat sepuluh kali lipat dari 0.4% menjadi 4%, atau 1 dalam 25. Kemungkinan kekambuhan ini menyebabkan kehamilan berikutnya berisiko tinggi, dan penatalaksanaan kehamilan berisiko ini akan dipersulit oleh kenyataaan bahwa pelepasan plasenta dapat terjadi mendadak setiap saat, sekalipun usia kehamilan jauh dari aterm.

15

Daftar Pustaka 1. Cunningham, F.G., et al. Obstetric Hemmorhage. Dalam Williams Obstetrics Edisi 22. 2005. USA : McGraw-Hill comp.inc. 825-862. 2. ---. Perdarahan Antepartum. Dalam Obstetri Patologi. 1981. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 110-128. 3. ---. Perdarahan Antepartum. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS DR Hasan Sadikin Bagian Pertama (Obstetri). 2005. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 71-76. 4. ---. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Parawirohardjo. M18-M24. 5. Mose, Johanes C. Perdarahan Antepartum. Dalam Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. 2005. Jakarta : Penerbit Buku Kedoktera EGC. 83-98 6. Pernoll, Martin L. Third-Trimester Hemorrhage. Dalam Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment Edisi 8. 1994. Appleton and Lange. 98409.

16

Você também pode gostar