Você está na página 1de 18

REKAYASA TRAFIK

Penggunaan Teknologi I MIMO pada 4G STN

Oleh :

Mauri Verd Laurent (10224714) Mochammad Denny (10224726)

Institut Sains dan Teknologi Nasional 2011

Penggunaan Antena MIMO pada Teknologi 4G

I. Pendahuluan. Saat ini, layanan mobile broadband mengalami perkembangan yang sangat pesat didalam industri telekomunikasi seluler. Para pelanggan dapat dengan mudah mengakses data di mana saja dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, tidak seperti jaringan fixed yang masih menggunakan jaringan kabel. Penggunaan layanan mobile broadband yang terus meningkat sampai saat ini menyebabkan persaingan yang ketat diantara para penyedia jaringan mobile broadband . Dalam menanggapi kebutuhan pelanggan akan layanan mobile broadband yang cepat dan murah, maka para penyelenggara layanan mobile broadband akan segera menghadirkan suatu teknologi yang merupakan evolusi dari jaringan seluler yang digunakan saat ini yang dikenal dengan teknologi 4G. Teknologi ini akan menyempurnakan infrastruktur jaringan sebelumnya yg masih digunakan saat ini oleh suatu badan yang dinamakan 3GPP (Third Generation Partnership Project). Yang Termasuk kedalam teknologi 4G antara lain LTE, WIMAX, dan CDMA 2000 1xEVDO rev C. Teknologi 4G memiliki persyaratan sebagai berikut:

throughput yang tinggi. low latency dan QoS yang tinggi. Berbasis IP. Interoperabilitas dengan jaringan yang ada.

Perkembangan ini sangat ditentukan oleh teknologi pendukungnya untuk menghasilkan kecepatan dan efisiensi yang lebih tinggi sehingga dapat mendukung fitur-fitur high-end. Teknologi-teknologi pendukung dari 4G antara lain:

1. OFDM (Orthogonal frequency Division Multiplexing).

OFDM adalah teknik transmisi dengan menggunakan multiple carrier dalam jumlah banyak dimana memiliki frekuensi yang berbeda-beda dan saling orthogonal. Dengan pemilihan carrier secara orthogonal tersebut maka tak ada carrier yang akan saling berinterferensi. Ilustrasi OFDM ada pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access

2. OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access)

Pada downlink menggunakan teknologi akses jamak OFDMA. dasarnya OFDMA sama dengan OFDM, hanya saja beberapa sub-carrier dikelompokkan menjadi sebuah sub-channel.Sehingga untuk banyak subcarrier akan diperoleh beberapa sub-channel. Ilustrasi OFDMA ada pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.2 Orthogonal Frequency Division Multiply Access Salah satu tantangan dalam sistem Wireless adalah Multipath. Multipath diakibatkan oleh pantulan yang terjadi antara Transmitter dan Receiver dimana sinyal pantul dan sinyal LOS memiliki perbedaan waktu saat diterima oleh Receiver. Perbedaan waktu tersebut disebut juga delay spread. Masalah interferensi akibat delay spread ini sering menjadi masalah saat orde delay-nya sama dengan periode simbol yang ditransmisikan. Tipikal, delay spread memiliki orde 100 microseconds, sehingga multipath tidak menimbulkan masalah yang begitu berarti. Untuk mengurangi efek multipath, diperlukan guardband sekitar 10 microseconds (cyclic prefix) yang disisipkan pada akhir tiap simbol. 3. SC-FDMA (Single Carrier Frequency Division Multiple Access) Single carrier FDMA hampir sama dengan OFDM, hanya saja tidak terjadi pembagian kanal menjadi beberapa subcarrier. Keuntungan SC-FDMA merupakan perbaikan dari kekurangan OFDMA, yaitu memberikan performa daya yang lebih efisien, PAPR rendah, dan mengurangi frekuensi offset.

Gambar 1.3 Perbedaan OFDM dan SD-FDMA Pada OFDM, setiap data simbol dibawa oleh 1 subcarrier, sedangkan pada SC-FDMA beberapa subcarrier membawa tiap data simbol. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada SC-FDMA setiap data simbol disebar ke banyak subcarrier dan ditransmisikan secara berurutan. Selain itu perbedaan mendasar antara OFDM dan SC-FDMA adalah adanya proses DFT pada transmitter SC-FDMA. oleh karena itu , SC-FDMA sering disebut juga DFT-spread- OFDM.
4. MIMO (Multiple Input Multiple Output)

Teknologi ini kali pertama diperkenalkan oleh seorang ahli dari Bell Laboratories pada tahun 1984. MIMO sendiri merupakan salah satu bentuk dari Smart Antenna. Dengan teknologi MIMO, sebuah receiver atau transmitter menggunakan lebih dari satu antena. Tujuannya adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Dengan penggunaan antena ini, didapat banyak keuntungan, misalnya peningkatan throughput data dan link range tanpa tambahan bandwidth atau daya transmisi, Peningkatan spectral efisiensi, mengurangi fading (link reability). Ilustrasi dari antenna MIMO dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1.4 antena MIMO (Multiple Input Multiple Output) Kombinasi dari teknologi-teknologi pendukung tersebut akan meningkatkan efisiensi spektrum, sehingga akan meningkatkan througput. Beberapa aspek yang diharapkan dari pengembangan teknologi 4G adalah: 1. fleksibilitas bandwidth. 2. efisiensi bandwidth. 3. arsitektur jaringan yang sederhana. 4. latensi yang lebih rendah. 5. throughput tinggi. 6. harga murah dengan service ke pelanggan tinggi.
II.

Konsep Antena MIMO. Antena MIMO adalah antenna smart yang menggunakan lebih dari satu antenna dari sisi pemancar dan penerima, seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.3. Penggunaan antena jamak pada pemancar dan penerima digunakan sebagai teknik kunci yang secara nyata dapat memperbaiki laju data dengan tidak adanya tambahan bandwidth atau daya pancar. Secara teoritis kapasitas akan meningkat sesuai jumlah antena pemancar dan penerima, kapasitas kanal wireless sesuai dengan rumus di bawah ini :

Keterangan : C = Kapasitas (bps)

SNR = Signal to noise ratio

Gambar 2.1 kanal MIMO Gambar 2.1 merupakan contoh dari kanal MIMO dengan K antenna Pemancar dan M antenna Penerima. Dimana ada KxM jalur dan tiap jalur memiliki respon kanal yang dinotasikan sebagai hij, yang mana diantara penerima ke-i dan pemancar ke-J. Kanal MIMO ditunjukkan seperti di bawah ini :

Berdasarkan kanal H, maka sinyal yang ditransmisikan adalah x = [x1,x2,...,xK]T Sinyal yang diterima pada antena penerima sesuai yMx1 = HMxKxKx1+nMx1, dimana n adalah vektor derau yang terdiri dari elemen gausian kompleks dengan rata-rata nol dan variance n2. Pemisahan antena yang tepat (tipikalnya setengah panjang gelombang carier (/2) membuat elemen H independen, rata-rata nol, variabel acak pada gausian kompleks (rayleigh fading). Akan tetapi, terkadang H bervariasi terhadap frekuensi dan waktu pada banyak jalur dan berturut-turut berdasar efek dopler. Misalkan

kita memiliki tiga antena pemancar dan tiga antena penerima, sehingga sinyal yang diterimaoleh masing-masing antenadapatdiwakili oleh r: r1=h11x1h12x2h13x3 r2=h21x1h22x2h23x3 r3=h31x1h32x2h33x3 III. Pemodelan Kanal MIMO Pengaruh karakter statistik multidimensional dari kanal Fading MIMO (matriks H) memiliki peran yang sangat signifikan pada performa sistem. Oleh karena itu, perancangan model kanal MIMO, menjadi suatu hal yang penting. Pemodelan kanal MIMO berdasarkan keadaan lingkungan fisiknya, dibagi menjadi dua, yaitu model physical (Deterministic/geometric) dan model stochastic. Model Deterministic, yaitu model fisik melibatkan parameter fisik kanal di keadaan sebenarnya dari semua komponen multipath, seperti DoA (Directions of Arrival) dan DoD (Directions of Departure). Pemodelan ini berlaku untuk lingkungan picocell / microcell. Model ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pemodelan secara stochastic. Contoh pemodelan ini adalah Codit Model. Model kedua, stochastic yang berarti berkarakteristik probabilitas atau acak, memberikan permodelan secara statistik dari properti-properti spasial kanal pada elemen-elemen antena . Model ini biasanya dipakai pada daerah pengukuran yang luas. Contoh dari model ini adalah model Metra MIMO pada 3GPP. Variasi jalur tempuh yang berbeda-beda antara TX dengan RX sebagai fungsi waktu, lokasi, dan frekuensi (multipath Fading) dapat direpresentasikan dengan distribusi statistik. Untuk fokus ke masalah Fading ini, model geometris dapat ditransfer ke dalam model stochastic.

Gambar 3.1 Pemodelan kanal MIMO Pada gambar 3.1 terlihat pemodelan kanal MIMO secara umum. Dari gambar, terlihat sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver. Kanalnya direpresentasikan dengan matriks H yang memiliki R baris dan T kolom. Elemen-elemen matriksnya, ij h merupakan fungsi transfer dari antena transmitter ke j ke antena receiver ke i. Dari gambar terlihat, sinyal yang diterima antena receiver merupakan penjumlahan sinyal dari semua antena tranmsitter. IV. TEKNIK MIMO Sistem MIMO dapat memanfaatkan keberadaan multipath untuk menciptakan sejumlah kanal ekuivalen yang seolah-olah terpisah satu sama lain, dimana pada kondisi normal keberadaan multipath justru merugikan karena menimbulkan fading. . Multipath diakibatkan oleh pantulan yang terjadi antara Transmitter dan Receiver dimana sinyal pantul dan sinyal LOS memiliki perbedaan waktu saat diterima oleh Receiver. Perbedaan waktu tersebut disebut juga delay spread.

Gambar 4.1 Multipath Fading

Gambar 4.2 Ilustrasi pengunaan antena MIMO dalam mengatasi Multipath fading

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa dari sisi transmitter dan receiver digunakan banyak antena dengan tujuan untuk membuat sinyal pantulan dapat menguatkan sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Dengan menggunakan sistem seperti ini, maka tidak hanya data yang dikirim dapat lebih banyak dan cepat bahkan jarak juga dapat diperluas. Karena sinyal yang membawa data dengan MIMO tidak akan saling meniadakan, sebaliknya sinyal pantulan akan menguatkan sinyal utama. Dengan MIMO, kelemahan ini dijadikan alat untuk menduplikasikan bandwidth. Oleh sebab itu, secara teori, bila digunakan jaringan nirkabel dengan standar 802.11g dengan kecepatan efektif 54 Mbps, maka dengan adanya tambahan router MIMO, kecepatannya dapat mencapai 108. Dalam aplikasinya, terdapat tiga macam teknik MIMO yang digunakan dalam sistem komunikasi nirkabel dan bergerak yaitu:
a) Beamforming, b) Spatial Multiplexing, dan c) Spatial Diversity a) Beamforming

Beamforming adalah sebuah teknik pemprosesan sinyal yang digunakan untuk membuat pola radiasi dari antena array yang berhubungan dengan arah penerimaan dan transmisi sinyal dengan cara menambahkan konstruksi dari phasa sebuah sinyal pada arah target yang menginginkan bergerak, dan nulling pola dari target yang interfering target. Antenna array merupakan suatu smart antenna dengan algoritma sinyal prosesing cerdas digunakan untuk mengenali tanda sinyal spasial seperti DOA (Direction of Arrival) dari sebuah sinyal, dan digunakan untuk mengkalkulasikan (memperhitungkan) vektor beamforming, untuk mengenali lokasi dari beam suatu antena pada keadaan mobile/bergerak serta terdapat sensor pada antena ini. Beamforming dapat digunakan untuk radio atau gelombang suara. Susunan elemen antena berfungsi seperti telinga, kulit, dan hidung, yaitu mampu menerima kedatangan sinyal berupa sudut fasa sinyal datang. Algoritma signal processing berfungsi seperti otak, yaitu mampu mengkorelasikan semua sinyal datang yang dideteksi dan mengestimasinya sehingga dapat ditentukan lokasi sinyal datang

tersebut serta mampu membedakan sinyal yang diinginkan dan sinyal yang tidak diinginkan. Beamforming berfungsi seperti mulut, yaitu mampu memberikan informasi kepada user yang dideteksi dengan cara mengirimkan kembali sinyal tersebut pada arah yang sama saat kedatangan sinyal tersebut. Beamforming telah digunakan dalam berbagai aplikasi antara lain dalam radar, sonar, seismologi, komunikasi nirkabel, astronomi radio, akustik, dan biomedis. Adaptive beamforming digunakan untuk mendeteksi dan memperkirakan sinyal pada keluaran sensor array dengan menggunakan filtering data spasial adaptif dan penolakan gangguan.

Gambar 4.3 Sistem antena menggunakan Beamforming

b) Spatial Multiplexing Teknik spatial multiplexing mengirimkan data yang berbeda secara paralel dan dikodekan secara paralel pula untuk setiap antena trasnmisinya. Tujuan utama penggunaan teknik ini adalah untuk mencapai kapasitas kanal yang besar, dengan memecah aliran data berlaju tinggi menjadi sejumlah aliran paralel sesuai dengan jumlah antena transmitter, masing-masing dengan laju yang lebih rendah dari aliran aslinya. Aliran-aliran data ini dilewatkan pada matriks khusus yang berfungsi menggabung-gabungkan sinyal dari semua aliran dengan kombinasi tertentu untuk ditransmisikan melalui setiap antena. Ini merupakan suatu proses multipleks yang berlangsung pada dimensi spasial karena setiap kombinasi data paralel ditujukan ke salah satu antena transmitter.

Gambar 4.4 Spatial Multiplexing Spatial multiplexing dapat menambah spectrum efisiensi sehingga dapat menambah kecepatan transmisi data.

Gam bar 4.5 Spatial Multiplexing dalam pengirimn data Untuk mengestimasi respon kanal pada sistem ini, diterapkan suatu saluran umpan balik informasi dari antena receiver ke transmitter. Dengan adanya umpan balik ini, transmitter dapat mengetahui nilai matriks multipleks yang optimum untuk mendapatkan kapasitas kanal yang maksimal. Operasi dekomposisi nilai singular (singular value decomposition atau SVD) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendiagonalisasi suatu matriks dan menentukan nilai eigennya, dimana dalam hal ini, bertujuan utnuk mengestimasi matriks respons kanal. Matriks respon kanal yang dihasilkan adalah

Dua matriks unitaris U dan V, yang dihasilkan oleh operasi ini adalah matriks multipleks dan matriks demultipleks yang digunakan oleh transmitter dan receiver. Konfigurasi sistem tersebut kemudian menjadi ekuivalen dengan sistem transmitter-receiver yang terhubung melalui sejumlah saluran paralel sebanyak T dan R, tergantung mana yang lebih kecil. Bila T bernilai lebih kecil dari R, maka sistem ini seolah-olah memiliki T saluran yang terpisah satu sama lain untuk membawa T aliran data yang berbeda, masing-masing dengan laju rata-rata 1/T dari laju aliran data aslinya, padahal seluruh sistem multi antena ini bekerja pada frekuensi yang sama. Dapat disimpulkan telah terjadi penghematan penggunaan bandwidth sebesar 1/T kali, atau dengan kata lain terjadi peningkatan kapasitas kanal sebesar T kali. Bayangkan kondisi ekstremnya, dengan sedikitnya 10 antena pada masing-masing sisi transmitter dan receiver, aliran data sebesar 1 Mbps dapat dikirimkan ke receiver dengan bandwidth sekitar 100 kHz saja apabila digunakan modulasi dengan efisiensi 1 bps/Hz. Atau dari sudut pandang yang berlawanan, lebar spektrum 100 kHz yang sebelumnya hanya mampu membawa sinyal 100 kbps, sekarang mampu mengangkut data berlaju 1 Mbps dengan menggunakan minimal 10 antena pada setiap sisi Kapasitas kanal sistem MIMO dapat dihitung berdasarkan rumusan Shanon, yaitu:

Dengan menerapkan operasi SVD, kapsitas kanal Shannon dapat diubah menjadi:

Dimana C adalah kapasitas kanal yang dihitung dalam [bps/Hz], E adalah ekspektasi pada semua realisasi kanal, P adalah daya rata-rata yang

ditransmisikan pada kanal, H adalah penguatan kanal kompleks random, 2 n adalah varians noise, I Ro adalah matriks identitas berdimensi rank(H) yang dilihat dari sisi receiver, T adalah jumlah kanal spasial, Hh adalah hermitian matriks H, rank(H) < min{R,T}, 2 i adalah kuadrat nilai singular yang berkaitan dengan daya dari tiap-tiap kanal hasil dekomposisi matriks HH h dan P/ 2 n adalah rasio signalto- noise (SNR) rata-rata pada setiap sisi receiver. Selain itu, untuk mendapatkan kapasitas kanal yang lebih optimal, dapat digunakan teknik waterfilling dengan laju sub aliran (substream) transmisi yang lebih cepat melalui kanal dengan SNR yang lebih tinggi. c) Spatial Diversity. Pada teknik ini, setiap antena pengirim pada sistem MIMO mengirimkan data yang sama secara paralel dengan mengunakan coding yang berbeda. Tujuannya adalah mendapatkan kualitas sinyal setinggi mungkin dengan memanfaatkan teknik diversity pada transmitter dan receiver.

Gambar 4.6 Spatial Diversity Diversity secara konvensional diaplikasikan dengan pemasangan antena array pada sisi receiver, dengan harapan bahwa kualitas sinyal yang diterima dapat ditingkatkan dari sistem satu antena dalam kondisi kanal fading dengan adanya multipath. Receive and transmit diversity dapat menanggulangi fading dan secara signifikan dapat menambah link quality atau dengan kata lain dapat meningkatkan SNR. Berikut merupakan blok diagram pada sisi pengirim dan penerima dari Spatial diversity:

Gamabar 4.7 Sisi Pengirim

Gambar 4.8 Sisi Penerima Peningkatan kualitas sinyal dapat dilihat berdasarkan nilai parameter penguatan diversity (diversity gain), yang harganya makin meningkat dengan makin besarnya tingkat diversity R, yaitu jumlah antena yang digunakan pada receiver. Penggunaan STC (Space Time Coding) pada sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver menjanjikan kenaikan tingkat diversity menjadi TR. Sebagai gambaran, dengan 4 antena pada masing-masing transmitter dan receiver, sistem MIMO dengan STC diharapkan mampu menyediakan tingkat diversity yang setara dengan metode konvensional menggunakan 16 antena pada receiver. V. Kelebihan dan Kekurangan Antena MIMO Kelebihan MIMO Seperti yang telah dibahas pada pembahasan di atas, kelebihan menggunakan MIMO adalah : sinyal pantulan (multi path) sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Mempercepat koneksi wireless dan memperjauh jarak jangkauan. Menghemat penggunaan bandwidth dan peningkatan kapasitas kanal. Kelemahan MIMO Selain memiliki banyak kelebihan, MIMO juga memilki kelemahan, yaitu adanya waktu interval yang menyebabkan adanya sedikit delay pada antena akan

mengirimkan sinyal, meskipun pengiriman sinyalnya sendiri lebih cepat. Waktu interval ini terjadi karena adanya proses dimana system harus membagi sinyal mengikuti jumlah antenna yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu.

Daftar Pustaka http://www.scribd.com/doc/43746096/makalah-MIMO

http://www.scribd.com/doc/32563586/Sudirman-Maliang-MIMO http://www.scribd.com/doc/39172987/ satuuu http://www.scribd.com/doc/40464422/ SISTEM-MIMO http://www.scribd.com/doc/47465597/jal-tes-ii http://www.scribd.com/doc/........../ digital_126630-R0308117-Spatial multiplexingMetodologi

Você também pode gostar