Você está na página 1de 27

BAB I STATUS PASIEN I. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan MRS No. RekMed II.

IDENTIFIKASI : Ny. Nyayu Rosida : 37 tahun : Perempuan : Jl. Tanjung Api Api RT04/RW02 Kec Talang Kelapa Banyuasin : Islam : SLTA : Ibu rumah tangga : 19 November 2011 : 562548

ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 19 November 2011) Keluhan Utama : Hamil muda dengan nyeri perut kanan Riwayat Perjalanan Penyakit : 13 jam smrs os mengeluh nyeri perut kanan (+), nyeri tekan (+), tidak menstruasi, riwayat mual dan muntah (+), riwayat payudara tegang (+). Os lalu ke RS Myria dikatakan usus buntu dan diberi obat penahan sakit, sakit os berkurang lalu dirujuk RSMH. Riwayat Perkawinan : 1 x lamanya 25 tahun. Riwayat Reproduksi : Menarche Siklus haid : 13 tahun : haid teratur, siklus 28 hari, darah haid sedang, lamanya 7 hari

HPHT

: 15 Oktober 2011

Taksiran persalinan : 22 Juli 2012 Riwayat obstetri : G8P7A0 No. 1 2 3 4 5 6 7 Tempat Bersalin Bidan Bidan Bidan Bidan Bidan Bidan Bidan Tahun 21 17 15 8 6 5 1 Hasil Jenis kehamilan Persalinan Aterm Spontan Aterm Spontan Aterm Spontan Aterm Spontan Aterm Spontan Aterm Spontan Aterm spontan Penyulit Nifas Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sex Anak BB 2700 gr 3100 gr 2900 gr 2800 gr 2700 gr 3000 gr 2800 gr KU Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat

Riwayat sosial ekonomi : sedang Riwayat gizi R/ DM disangkal R/ Hipertensi disangkal R/ Penyakit jantung disangkal Riwayat operasi yang lalu : Tidak ada : sedang Riwayat penyakit yang pernah diderita :

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. Status Present : tampak sakit sedang : Compos mentis : 55 kg : 155 cm : 110/70 mmHg : 96 x/menit : 20 x/menit : 36,5C : -/: sedang : murmur (-), gallop (-) : Vesikuler (+) N Wheezing (-) Ronkhi (-) Hati/Limfa Refleks fisiologis Refleks patologis BAK BAB Turgor kulit Mata cekung Edema pretibial B. : sulit dinilai : +/+ : -/: biasa : biasa : biasa : -/: -/Keadaan umum Kesadaran Berat badan Tinggi badan Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Anemia Gizi Jantung Paru

Status Obstetri

Pemeriksaan luar: Abdomen tegang, cembung, simetris, tinggi fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (+) pada seluruh bagian perut, tanda cairan bebas (-).

Pemeriksaan dalam : Inspekulo: portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+), darah tidak aktif, erosi(-) laserasi (-), polip (-), kuldosentesis (+). VT: Vulva/ vagina Serviks Corpus uteri Cavum douglas Rectal toucher: TSA baik, mukosa licin, ampula kosong, massa intralumen (-), adnexa parametrium kanan dan kiri tegang, CUT normal, CD menonjol. IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a. Pemeriksaan laboratorium Tanggal 18 November 2011 Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Diff. count : 8,5 gr/dl : 26 vol% : 11.400/mm3 : 202.000/mm3 : 0/1/1/83/9/6 : mukosa licin : portio livide, OUE tertutup, nyeri goyang (+) : normal : menonjol

Adnexa/ parametrium : kanan dan kiri tegang

Tanggal 22 November 2011 Uric acid Ureum Kreatinin Protein total Albumin Globulin SGOT : 4,0 mg/dl : 16 mg/dl : 0,7 mg/dl : 5,9 gr/dl : 2,8 gr/dl : 3,1 gr/dl : 19 U/l

SGPT Natrium Kalium b. Pemeriksaan USG

: 9 U/l : 140 mmol/dL : 3,7 mmol/dL

Tampak uterus antefleksi ukurun 8x4 cm Endometrial line (+), tampak gestasional sac di luar kavum uteri CML 39 mm ~ 10 WID, fethal echo (+), pulsasi (+), kedua KET sulit dinilai.

c. Pregnancy test (+) d. Kuldosentesis (+) V. DIAGNOSIS KERJA Kehamilan ektopik terganggu + anemia VI. a. b. c. d. TERAPI Laparotomi cito bersamaan dengan perbaikan keadaan umum Observasi tanda vital, perdarahan Persiapan operasi (izin, alat, obat, darah) IVFD RL gtt xx/menit pasien untuk mencegah perdarahan yang bertambah banyak

VII.RENCANA PEMERIKSAAN Pemeriksaan PA VIII. PROGNOSIS Ibu janin : dubia ad bonam : malam

LAPORAN OPERASI Konsulen jaga: dr. H. Iskandar, SpOG(K) No. Operasi Hari/Tanggal Nama Pasien Alamat Med.Rec/Reg Premedikasi Anestesi Maintenance : 09/Eg-Gin/X/11 : Sabtu, 19 November 2011 : Ny.Nyayu Rosida/37 tahun : Jl. Tanjung Api Api RT 4 RW2 Kec Talang Kelapa Banyuasin : 562548/11030235 : SA 50 mg + pethidin 50 mg : Recofol 100 mg : O2 + N20 + Ethrane + Tracrium

Pukul 12.30 WIB. Operasi dimulai Penderita dalam posisi terlentang dalam narkose umum. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi mediana sepanjang + 8 cm mulai dari 1 jari diatas symphisis hingga 2 jari dibawah umbilicus. Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi didapatkan : Darah dan bekuan darah + 1000cc Tampak ruptur ovarium dextra berupa plasental Bed pada kortek dengan perdarahan aktif (+) Uterus bentuk dan ukuran normal Tuba kanan, tuba kiri, dan ovarium kiri normal, perlengketan (-) Diputuskan untuk melakukan Reseksi Baji dengan cara sebagai berikut, : Menjempit, memotong dan mengikat pada kortek ovarium dextra dengan chromic catgut nomor 2.0 Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya

Dilakukan tubektomi pomeroy pada kedua tuba Setelah diyakini tidak ada perdarahan dilanjutkan dengan pencucian kavum abdomen dengan NaCl 0,9%. Dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapisdengan cara: Peritoneum dijahit secara jelujur dengan plain catgut no. 2.0 Otot dijahit secara satu-satu dengan plain catgut nomor no. 2.0 Fascia dijahit secara jelujur dengan vicryl no. 1 Subcutis dijahit secara satu-satu dengan plain catgut nomor 2.0 Cutis dijahit secara jelujur subcuticuler dengan vicryl nomor 3.0 Luka operasi ditutup dengan sofratulle, kassa, hipafix. Pukul 13.30 WIB. Operasi selesai Cairan masuk : RL Hemacell Darah Total : 1200 cc : 500 cc : - cc Total :1500 cc : 1700 cc Cairan keluar : Darah Urine : 1000 cc : 500 cc

Diagnosis pra bedah Tindakan

: Kehamilan Ektopik Terganggu : Reseksi Baji + tubektomi pomeroy

Diagnosis pasca bedah : Ruptur ovarium dextra

BAB II PERMASALAHAN 1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat? 2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat? 3. Apakah penyebab terjadinya kehamilan ektopik pada penderita ini? 4. Bagaimana prognosis ibu untuk kehamilan selanjutnya?

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI KEHAMILAN EKTOPIK Kehamilan ektopik (KE) adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik berbeda dari kehamilan ekstrauteri, karena beberapa keadaan pada kehamilan intrauteri termasuk kedalam kehamilan ektopik seperti implantasi zigot pada serviks atau interstisialis tuba. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, ovarial, kehamilan intra ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

II.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian kehamilan ektopik adalah sekitar 0,25-1% dari seluruh kehamilan. Angka kematian 1 dari 1000 kehamilan ektopik. Sekitar 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida. Wanita kulit hitam lebih tinggi prevalensinya daripada wanita kulit putih. Kehamilan tuba lebih sering pada sisi kanan.

III.

ETIOLOGI Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba. Beberapa hal yang mempengaruhi kehamilan ektopik adalah motilitas tuba, pergerakan tuba dan progresifitas ovum yang dibuahi. Hal-hal yang menyebabkan kelainan di atas adalah:

a. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi. Gangguan transportasi ini sebagai akibat adanya infeksi pelvis atau ruptur appendik dapat menyebabkan perlengketan pada tuba. Infeksi pelvis, riwayat operasi tuba, riwayat kehamilan ektopik terdahulu juga dapat menyebabkan perubahan struktur tuba berupa timbulnya scar. Penggunaan kontrasepsi hormonal progesterone saja dan IUCD (intra uterine contraception device) dapat mempengaruhi pergerakan tuba. Kontrasepsi yang mengandung progesterone saja menimbulkan penurunan aktivitas myoelectrikal sehingga menimbulkan retensi telur yang telah dibuahi sementara kadar estrogen yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas myoelektrikal sehingga timbul spasme yang menghambat implantasi telur di kavitas uterine. Hal-hal lain yang menyebabkan pergerakan tuba adalah penyempitan lumen akibat tumor, pasca tindakan bedah mikro pada tuba, dan abortus. Namun 50% pada kehamilan ektopik tidak ditemukan kelainan struktural. b. Kelainan hormonal Teknik-teknik reproduktif seperti gamete intrafallopian transfer dan fertilisasi in vitro juga sering menyebabkan implantasi ekstrauterin. Hal-hal lain yang menyebabkan kelainan hormonal antara lain induksi ovulasi, ovulasi yang terlambat, dan transmigrasi ovum. c. Penyebab yang masih diperdebatkan Gangguan pada telur seperti mutasi kromosomal menimbulkan turunnya progresifitas telur. Hal-hal lain yang masih diperdebatkan adalah endometriosis, cacat bawaan, kualitas sperma dan lain-lain.

IV.

FAKTOR RISIKO
a. Usia ibu, prevalensinya meningkat 3 kali lipat pada usia 35-44 daripada

15-24 tahun
b. Riwayat kehamilan ektopik. Sekitar 12-20% yang pernah mengalami

kehamilan ektopik akan timbul rekurensi. Setelah mengalami kehamilan 10

ektopik berulang dua kali, 50% dari mereka masih fertile, 52% infertile, 32% mengalami kehamilan ektopik kembali, 26% kehamilan normal.
c. Riwayat infeksi pelvis atau memiliki pasangan yang terinfeksi penyakit

seksual menular (terutama klamidia), pasangan seks berganti, kawin usia dini. Kehamilan ektopik sangat erat hubungannya dengan salpingitis akut (infeksi Chlamidia). Sebanyak 5% PID (pelvic inflammatory disease) mengalami KE, 10% infertile, 15% nyeri pelvis kronik, 25% mengalami infeksi berulang. d. Penggunaan IUCD (intra uterine contraception device) yang gagal. IUCD menyebabkan gangguan pergerakan tuba. Kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung aktivitas progresteron. myoelekrikal Karena preogrestoron estrogen bersifat bersifat menghambat sementara

meningkatkan aktivitas myoelektrikal. Kadar estrogen yang sangat tinggi menyebabkan spasme dari tuba sehingga menghambat pergerakan telur. e. Riwayat infertilitas f. Riwayat abortus provokatus g. Riwayat operasi pelvis. Hal ini menimbulkan scar pada tuba. h. Merokok i. Eksposur DES intra uteri
j.

Terapi infertilitas. Ini menyebabkan peningkatan kemungkinan KE dan kehamilan ganda. Hal ini disebabkan overstimulasi ovarium

V.

KLASIFIKASI
a. Kehamilan tubal (98%-99%)

1) Ampullary (80-90%) 2) Isthmic (5-10%) 3) Fimbrial (5%) 4) Cornual (1-2%) pada uterine muscle b. Abdominal (1-2%) c. Ovarian (0,5%-1%) d. Cervikal (0,5%) 11

e. Heterotropik (kombinasi ektopik + kehamilan intrauterine) f. KE lainnya : KE intraligamentosus (pada board ligamen), KE pada

divertikulum atau sakulus, KE angular (pada perlekatan uterine dan tuba), KE intraural (pada miometrium), KE vaginal, kehamilan tubal multipel.

Gambar. 1 Lokasi kehamilan ektopik pada kehamialm alami dan dengan bantuan Sumber: danforth

VI.

MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis nya sangat bervariasi tergantung dari cepat lambatnya diagnosis dibuat lokasi implantasi, umur kehamilan, sudah terjadi ruptur atau belum, dan refleks biologis. Mulai dari gejala yang tibul tiba-tiba atau bergradasi. Tanda- tanda dan gejala baru timbul setelah ada gangguan. Tanda-tanda yang karakteristik: Gejala subjektif: a. Amenorrhea (75 % - 90 %). Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus

12

tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. b. Perdarahan pervaginam (50 %- 80 %) Sebagian besar dari seluruh kehamilan ektopik tuba, akan mengalami abortus spontan dalam waktu 5 minggu. Kebanyakan dari KE akan mengalami abortus di awal kehamilan. Gejala utamanya adalah keluarnya discharge coklat tua dari vagina setelah fase tidak menstruasi. Jumlah perdarahan bermacam-macam bisa sangat berat. 10-20% tidak terjadi perdarahan. Perdarahan pervaginam akibat degenerasi dan pengelupasan desidua uterus, perdarahan dapat atau mungkin tidak dikenal sebagai kelainan dibandingkan dengan haid yang biasanya. Desidua mungkin dilepaskan dalam perjalanan bercak perdarahan yang intermitten atau kontinu. c. Nyeri abdomen Lokalisasinya tidak spesifik dan sering pasien mengeluh nyeri pada sisi kontralateral nya. Intensitas nyeri tidak mencerminkan jumlah perdarahan. Nyeri KE tuba biasanya disebabkan akibat ruptura sehingga terjadi perdarahan dan darahnya mengalir lewat akhir fimbrial ke kavias peritoneal sehingga sering diikuti tanda peritonitis. Nyeri abdomen,terutama nyeri pelvik unilateral merupakan gejala karakteristik yang paling sering pada pasien kehamilan tuba. Tetapi nyeri dapat juga bilateral pada abdomen bagian bawah, pada abdomen bagian atas, atau seluruh abdomen. Beberapa pasien waspada akan nyeri seperti kram unilateral yang berlokasi di satu sisi uterus, yang dapat disebabkan oleh distensi tuba oleh kehamilan yang membesar. Nyeri yang tiba-tiba, bersifat tajam seperti ditusuk pada abdomen bagian bawah biasanya disebabkan oleh ruptur tubayang akut dengan perdarahan intraabdominal yang dapat menyebabkan syok. Variasi nyeri yang ketiga yaitu bersifat penuh, nyeri dihubungkan dengan suatu hematoma sekeliling suatu ektopik yang mengalami ruptur

13

kronik. Darah yang menetes, banyak atau sedikit dikelilingi oleh adhesi, terkumpul dalam pelvis, dan membentuk suatu hematokel rektouterina. Nyeri yang disebabkan oleh kehamilan ektopik biasanya diperberat oleh gerakan tubuh, seperti membungkuk, naik, atau mengendarai mobil. Pada perdarahan berat sering diikuti mual, muntah, dan diare. Temuan Objektif
a. Syok hemoragik, yang ditandai dengan hipotensi, oliguria, palor, dan

takikardia.
b. Tanda klasiknya (namun jarang terjadi) adalah wanita muda (usia

reproduksi) tiba-tiba pingsan disertai keluarnya discharge coklat dari vagina setelah fase amenorea. Terdapat riwayat lemah/pusing/hampir hilang kesadaran, nyeri tajam pada pundak, dan akut abdomen. Pada palpasi didapatkan kaku abdomen (defanse muscular), dan pada laparoskop terdapat haemoperitoneum dengan ruptur tuba fallopi. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien akan ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal, nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan defense muskular.
c. Gejala subakut, nyeri abdomen bagian bawah yang besifat sentral atau

terlokalisasi. Pada anamnesis didapatkan terdapat fase amenorrea 6-8 minggu, tidak menggunakan kontrasepsi, dan sekarang terdapat perdarahan vagina yang berwarna merah dan kadang disertai perdarahan yang berwarna coklat.
d. Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda

anemia pada pasien e. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus
f. Dengan adanya hematokel retrouterina maka kavum Douglas teraba

menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio) g. Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan: pembesaran uterus

14

VII.

DIAGNOSIS Diagnosis a. Anamnesis 1) Identitas: usia reproduktif? 2) Keluhan utama: lainnya *kebanyakan pasien menyangkal adanya faktor-faktor risiko di atas b. Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan Umum Nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba atau Nyeri perut bawah yang gradual dan Keluhan perdarahan per vaginam setelah amenorea Riwayat penggunaan AKDR Infeksi alat kandungan Penggunaan pil kontrasepsi progesteron Riwayat operasi tuba serta riwayat faktor-faktor risiko kehamilan ektopik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

3) Riwayat:

Tampak kesakitan dan pucat Tanda-tanda syok Tanda akut abdomen, perut mengembung, nyeri tekan
2) Pemeriksaan Ginekologik Tanda-tanda kehamilan muda Nyeri goyang porsio Uterus sedikit membesar, kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas sulit ditentukan. Cavum Douglas menonjol dan nyeri raba Suhu kadang naik sehingga sukar dibedakan dengan infeksi pelvis

c. Pemeriksaan Penunjang 1) Uji kehamilan

15

Uji kehamilan positif membantu diagnosis, tetapi sebaliknya uji kehamilan negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik. Hal ini dikarenakan kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas akan menurunkan human chorionic gonadotropin sehingga tes akan negatif. 2) Pemeriksaan hemoglobin Pemeriksaan Hb serial untuk mengukur kuantitas jumlah kehilangan darah yang terjadi. 3) Kadar progesteron Kadar progesteron pada kehamilan tidak nonviable dapat memang menurun,namun 4) Kadar hCG Kehamilan ektopik dapat dibedakan dari kehamilan normal dengan pemeriksaan kadar hcg secara serial. Pada usia gestasi 6-7 minggu, kadar hcg serum meningkat dua kali lipat setiap 48 jam pada kehamilan intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (< 66%) dijumpai pada 85% kehamilan yang nonviable, dan peningkatan sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan nonviable. Fenomena ini, bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong, mengindikasikan adanya kehamilan ektopik. Secara klinis, penegakan diagnosis KET dengan pemantauan kadar hcg serial tidak praktis, karena dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis 5) USG: Ditemukan kantong gestasi dengan denyut jantung janin dengan kavum uteri yang kosong, maka diagnosis pasti dapat ditegakkan. USG transvaginal dapat mendeteksi tubal ring (massa berdiameter 1-3 cm dengan pinggir ekhogenik yang mengelilingi pusat yang hipoekhoik). Gambaran tersebut cukup spesifik untuk kehamilan ektopik. USG transvaginal juga memungkinkan evaluasi kavum pelvis dengan lebih baik, termasuk visualisasi cairan di kavum Douglas dan massa pelvis penurunan tersebut membedakan

kehamilan ektopik dari abortus insipiens.

16

6) Kuldosentesis Kuldosintesis dilakukan untuk mengukur adanya darah kehitaman dengan bekuan-bekuan kecil dalam Cavum Douglas. Hasil kuldosintesis yang positif berupa darah yang tidak membeku sementara hasilnya negatif bila yang ditemukan adalah cairan serous atau darah yang menggumpal. Adanya hasil tes yang negatif tidak memastikan bahwa tidak terjadi kehamilan ektopik Kuldosentesis sudah tidak terlalu sering dilakukan. Tindakan tersebut masih dilakukan bila tidak ada fasilitas USG atau bila pada pemeriksaan USG kantong gestasi tidak berhasil terdeteksi. 7) Bedah Kuretase Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase tersebut dianjurkan pada kasus-kasus di mana timbul kesulitan membedakan abortus dari kehamilan ektopik, seperti kadar progesteron serum di bawah 5 ng/ml, b-hCG meningkat abnormal (< 2000 mu/ml), atau kehamilan uterin yang tidak terdeteksi dengan USG transvaginal. Dipikirkan suatu kehamilan ektopik jika hasil kuretase hanya menunjukkan desidua. Meskipun demikian, ditemukannya endometrium dalam fase sekresi, fase proliferasi atau fase deskuamasi tidak dapat menyingkirkan kemungkinan suatu kehamilan ektopik. Laparoskopi Laparoskopi dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan tuba yang belum terganggu yang hanya menunjukkan sedikit perubahan, baik mengenai bentuk maupun warnanya. Laparotomi Laparotomi umumnya dikerjakan bila keadaan

hemodinamik pasien tidak stabil. 17

VIII.

DIAGNOSIS BANDING a. Abortus imminens atau abortus incompletes Haid tidak terjadi, diikuti dengan bercak perdarahan atau perdarahan singkat pervaginam. Nyeri abdomen seperti kram dirasakan di garis tengah. Pada pemeriksaan dalam ditemukan serviks sedikit bertambah lebar, uterus membesar, lunak. Nyeri tidak begitu hebat dibandingkan dengan kehamilan ektopik. b. Infeksi pelvis Pada infeksi pelvis haid bisa normal atau meningkat. Nyeri yang terjadi lebih mungkin bilateral dan nyeri diperberat dengan pergerakan pada serviks. Pada kasus infeksi akut dapat terjadi peningkatan suhu tubuh, jumlah leukosit dan juga laju endap darah. c. d. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah Keterlambatan haid yang diikuti oleh perdarahan yang persisten. Torsi kistoma ovarii Mulai timbulnya nyeri yang mendadak yang sering dikombinasi dengan nausea dan vomitus, dapat menyerupai nyeri ruptur tuba yang hebat. Massa adneksa yang jelas biasanya dapat di palpasi. e. Appendisitis Nyeri mula-mula dirasakan di daerah periumbilikus, diikuti dengan anoreksia, nausea, atau vomitus, dan penjalaran nyeri ke kuadran kanan bawah. Selain itu pada pasien ditemukan peningkatan suhu tubuh dan juga leukositosis; uterus tidak terasa sakit dan gerakan serviks juga tidak memperberat nyeri pelvis; perdarahan uterus tidak terjadi kecuali pasien kebetulan sedang haid.

IX.

PENATALAKSANAAN a. Tatalaksana KET 1) Optimalisasi keadaan umum ibu: Oksigen Transfusi 18

Infusi untuk koreksi terhadap anemia dan hipovolemia Jika dicurigai ada infeksi antibiotika

2) Operatif Penatalaksanaan yang ideal yaitu menghentikan sumber perdarahan segera tindakan operatif, yaitu dengan laparotomi dan salpingektomi (memotong bagian tuba yang terganggu). Histerektomi dilakukan bila umur > 35 tahun, fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa haid, insisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi. Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu: Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok. Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya akan kehamilan berulang. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan fertilitasi invitro, maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro. Penderita tidak ingin punya anak lagi.

b. Tatalaksana kehamilan ektopik (tuba) dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah 1) Penatalaksanaan Ekspektasi Dasar terapi: fakta bahwa sekitar 75% pasien akan mengalami penurunan kadar -hCG. Efektif pada 47-82% kehamilan tuba. Maka, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung turun akan diobservasi ketat Penatalaksanaan ekspektasi ini dibatasi pada keadaan-keadaan berikut: Kehamilan ektopik dengan kadar -hCG menurun (< 1000 miu/ml) Kehamilan tuba

19

Tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur Diameter massa ektopik 3.5 cm Di sini digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan

2) Penatalaksanaan Medis dan sel hasil konsepsi. Syarat untuk penatalaksanaan ini: Keadaan hemodinamik yang stabil Bebas nyeri perut bawah Tidak ada aktivitas jantung janin Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas Harus teratur menjalani terapi Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi Tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta Sedang tidak menyusui Tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis Memiliki fungsi ginjal Hepar dan profil darah yang normal, Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate

Untuk terminasi kehamilan, dapat digunakan terapi medis sbb: a) Methotrexate (MTX) Terapi MTX dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. Angka kegagalan terapi yaitu 5-10%. Angka kegagalan meningkat pada usia gestasi >6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter >4 cm. Bila terjadi kegagalan terapi medis maka ulangi terapi. Harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan (pada KET). Dilarang melakukan senggama dan konsumsi asam folat.

20

Efek samping obat yaitu gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Dosis yang diberikan adalah dosis tunggal : 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel : 1 mg/kg (intramuskular) pada hari I, III, V, dan VII. Pantau keberhasilan terapi dengan pemeriksaan -hCG serial. Klinis MTX pada hari-hari pertama yaitu 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen akibat pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain) dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Atasi nyeri dengan NSAID. -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian methotrexate. Massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada USG akibat edema dan hematoma JANGAN dianggap sebagai kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil awasi kadar -hCG tiap minggunya hingga kadarnya < 5 mIU/mL. b) Actinomycin Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin i.v. selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien dengan kegagalan terapi MTX sebelumnya. c) Larutan Glukosa Hiperosmolar Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun, angka kegagalan terapi ini cukup tinggi sehingga jarang digunakan.Umumnya injeksi MTX tetap lebih unggul. 3) Penatalaksanaan Bedah Indikasi pembedahan yaitu KE atau KET. Ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba: a) Pembedahan konservatif Integritas tuba dipertahankan, meliputi: 21

Salpingostomi: Mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter < 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii

Salpingotomi: Sama dengan salpingostomi tapi insisi dijahit kembali

b) Pembedahan radikal yaitu berupa salpingektomi: Indikasi: KET Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif Terjadi kegagalan sterilisasi Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya Pasien meminta dilakukan sterilisasi Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi Kehamilan tuba berulang Kehamilan heterotopik Massa gestasi berdiameter > 5 cm

Berbagai metode di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Jika pasien syok atau tidak stabil sebaiknya jangan lakukan pembedahan per laparoskopi. 4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan

X.

PROGNOSIS

22

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik, misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul, bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Dilaporkan 1/3 dari seluruh kehamilan bisa hamil intrauteri secara normal, 6070% dapat mengalami kehamilan intrauterine, dan 6-16% mengalami rekurensi KE. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salfingektomi bilateral. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri sebelumnya .

XI.

KOMPLIKASI Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan keadaan akut abdomen dan syok hipovolemik. Kematian paling sering disebabkan oleh ruptura yang disertai perdarahan yang masif. Kehamilan ektopik dapat terjadi berulang hingga menyebabkan infertilitas.

23

BAB IV ANALISA KASUS Pada tanggal 19 November 2011, Ny. Nyayu Rosida berusia 37 tahun, alamat Jl. Tanjung Api Api RT04/ RW02 Kec Talang Kelapa Banyuasin, kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RSMH dengan keluhan hamil muda dengan nyeri perut kanan. 13 jam SMRS os mengeluh nyeri perut kananyang disertai nyeri tekan. Os tidak menstruasi, riwayat mual dan muntah (+), riwayat payudara tegang (+). Os lalu ke RS Myria dikatakan usus buntu dan diberi obat penahan sakit, sakit os berkurang lalu dirujuk ke RSMH. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,50C dan keadaan organ lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan abdomen cembung, tegang, simetris, tinggi fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+) pada seluruh bagian perut. Pada pemeriksaan dalam obstetri didapatkan portio livide, OUE tertutup, fluxus (+), darah tidak aktif, kuldosintesis (+), nyeri goyang portio (+), adnexa/ parametrium dekstra dan sinistra tegang, dan cavum douglas menonjol. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan pemeriksaan Hb serial didapatkan anemia dengan kadar Hb sebagai berikut, Hb 9 g/dl, (1), Hb 8,1 g/dl (2), Hb 8,5 g/dl, (3). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan ginekologis, serta pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosa dengan kehamilan ektopik terganggu dengan anemia. Pada rencana pemeriksaan direncanakan untuk melakukan pemeriksaan patologi anatomi jaringan. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kuldosintesis dilakukan tindakan laparotomi, dari hasil laparotomi didapatkan ruptur ovarium dekstra dan dilakukan reseksi baji dan tubektomi pomeroy. Penyebab kehamilan ektopik pada pasien ini tidak diketahui secara pasti. Faktor risiko yang didapati pada pasien ini antara lain, usia ibu yang termasuk

24

dalam prevalensi tertinggi terjadinya kehamilan ektopik, kawin di usia dini yang memungkinkan terjadinya infeksi pelvis. Prognosis ibu quo ad vitam dan functionam dubia ad bonam karena pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pada ibu ini tidak ditemukan sakit yang datangnya tiba-tiba yang sifatnya seperti diiris pisau dan terjadi perdarahan pervaginam setelahnya, pucat, anemis, nyeri tekan hebat (defense muscular), nadi kecil dan halus dan tensi rendah atau tidak terukur yang membawa ibu dalam keadaan shock. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dilakukannya laparatomi setelah diagnosa pasti ditegakkan. Dalam waktu 3 bulan setelah operasi perlu dilakukan evaluasi keadaan tuba dekstra melalui pemeriksaan USG untuk menilai kontur tuba sehingga dapat diinformasikan kepada pasien kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik pada kehamilan selanjutnya. Sebagian besar wanita dengan riwayat kehamilan ektopik terganggu akan mengalami steril atau akan mengalami kehamilan ektopik untuk kehamilan selanjutnya pada tuba lainnya. Dimana angka rekurensinya cukup tinggi yaitu 014,6%.

25

BAB V KESIMPULAN 1. 2. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis dan Penyebab kehamilan ektopik pada pasien ini tidak diketahui secara

pemeriksaan fisik yaitu dengan adanya tanda-tanda kehamilan ektopik. pasti. Faktor risiko yang didapati pada pasien ini antara lain, usia ibu yang termasuk dalam prevalensi tertinggi terjadinya kehamilan ektopik, kawin di usia dini yang memungkinkan terjadinya infeksi pelvis. 3. dekstra. 4. Angka rekurensi untuk terjadinya kehamilan ektopik pada wanita ini yaitu sebesar 0-14,6%. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan melakukan laparotomi dan dari hasil laparotomi didapatkan ruptur ovarium

26

DAFTAR PUSTAKA Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri Williams volume 2 Edisi 21. Jakarta: EGC, 2006. Supono. Ilmu Kebidanan. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 1985. Wiknjosastro, Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. Lutan, Delfi, dkk. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jakarta : EGC. 1998. Chamberlain G, Phillip S. Turnbulls Obstetric. Third edition. Churcill Livingtone. 2001: 212-213

27

Você também pode gostar