Você está na página 1de 9

SUKU BATAK SIMALUNGUN

ASAL-USUL :
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi
sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun
berasal dari luar Indonesia . Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :
1.
Gelombang pertama (Proto Simalungun, diperkirakan datang dari Nagore
(India Selatan dan pegunungan Assam (India Timur di sekitar abad ke-5,
menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke
Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik
2.
Gelombang kedua (0ut0ro Simalungun, datang dari suku-suku di sekitar
Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

!ada gelombang !roto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih
menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja
besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh,
Langkat, daerah Bangun !urba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah
pinggiran danau Toba dan Samosir
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno mengisahkan
bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun merupakan
kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu
(pesisir Selat Malaka hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan
bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai
Rokan di Riau

TIMOLOGI :
Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar lungun yang
dapat memiliki makna sunyi atau sedih. Karenanya terdapat beberapa
versi mengenai asal-usul penamaan suku ini.

!ada zaman kerajaan Nagur, terdapat beberapa panglima (#aja Goraha
yaitu masing-masing bermarga:
Saragih
Sinaga
!urba

Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya
mendirikan kerajaan-kerajaan:
Silou (!urba Tambak
Tanoh Djawa (Sinaga
Raya Saragih

Selama abad ke-13 hingga ke-15, kerajaan-kerajaan kecil ini mendapatkan
serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singhasari, Majapahit, Rajendra
Chola(India dan dari Sultan Aceh, Sultan-sultan Melayu hingga Belanda.
Selama periode ini, tersebutlah cerita attu ni Sapar yang melukiskan
kengerian keadaan saat itu di mana kekacauan diikuti oleh merajalelanya
penyakit kolera hingga mereka menyeberangi Laut Tawar (sebutan untuk
Danau Toba untuk mengungsi ke pulau yang dinamakan Samosir yang
merupakan kependekan dari Sahali Misir (bahasa Simalungun, artinya sekali
pergi.
Saat pengungsi ini kembali ke tanah asalnya (huta hasusuran, mereka
menemukan daerah Nagur yang sepi, sehingga dinamakanlah daerah
kekuasaan kerajaan Nagur itu sebagai Sima-sima ni Lungun (bahasa
Simalungun untuk daerah yang sepi dan lama kelamaan menjadi
Simalungun.
(M.D !urba, 1997

Beberapa sumber juga menyatakan bahwa nama Simalungun itu diberikan


oleh orang luar karena penduduknya sangat jarang dan tempatnya sangat
berjauhan antara yang satu dengan yang lain.

!ada masa kedatangan Belanda, raja-raja di daerah Simalungun
mengadakan perlawanan. Raja yang terkenal mengadakan perlawanan
diantaranya adalah Raja Rondahaim dari Raya dan Raja Naualuh (Nawaluh
dari Siantar. Karena keterbatasan di bidang persenjataan dan logistik,
akhirnya perlawanan raja-raja tersebut dapat diakhiri Belanda dengan
penandatanganan ort0 V0rklaring (!erjanjian !endek tahun 1907.
Akibat penandatanganan perjanjian ini, raja-raja tersebut merasakan
perasaan sedih karena terpaksa menandatangani dokumen tersebut padahal
tidak bersedia tunduk pada pemerintah Belanda, dan bersepakat
mengangkat nama Simalungun sebagai nama yang mewakili perasaan sedih
mereka.
Kata Simalungun sendiri baru digunakan sebagai nama wilayah
pemerintahan oleh pemerintahan kolonial Belanda

KIDUPAN MASYARAKAT SIMALUNGUN :
!eta pembagian kecamatan-kecamatan Simalungun ke dalam Simalungun
Atas dan Simalungun Bawah Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun
hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan
padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung
adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli
diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. Marga
memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan
dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh
berbeda

SISTM POLITIK :
!ada era sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam
7 daerah yang terdiri dari 4 kerajaan dan 3 partuanan.
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober
1889, SK No.25
2.!anei (Januari 1904, SK No.6
3.Dolok Silou
4.Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21
Sedangkan partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar tuan
tersebut terdiri atas:
1.Raya (Januari 1904, SK No.6
2.!urba
3.Silimakuta
Setelah Belanda datang, maka ketujuh wilayah tersebut dijadikan
sebagai kerajaan yang dipersatukan dalam nd0rafd00ling Simalungun.

Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa
partuaan yang lain antara lain:
1. !arbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu yang
wilayahnya dari parmahanan hingga ke tigaras
2. Sipolha (tuan Am.Dja Banten Damanik merupakan orang tua dari
mantan Bupati Simalungun Dja Banten Damanik
3. Sipintu angin (tuan op.S.Saragih Turnip merupakan orang tua dari
Saragih Ras. Yang hingga kini tugunya (tugu hoda bottarmasih terlihat di
!erbatasan !anatapan Ds.Tigaras
4.dll.

!artuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda
saat itu, di daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.

BAASA & AKSARA :
Suku Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun (bahasa simalungun:
hata/sahap Simalungun sebagai bahasa Ibu. Derasnya pengaruh dari suku-
suku di sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian Suku Simalungun
menggunakan bahasa Melayu, Karo, Batak, dan sebagainya. !enggunaan
Bahasa Batak sebagian besar disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai
bahasa pengantar oleh penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen
pada Suku Ini. Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara
Surat Sisapuluhsiah

KPRCAYAAN :
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan
yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari Datu (dukun
disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului
panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas
(dilambangkan dengan warna !utih, Naibata di tengah (dilambangkan
dengan warna Merah, dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna
Hitam. 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (!utih, Merah dan
Hitam mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian
sampai hiasan rumahnya.

Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim ke dunia oleh naibata


dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat juga menetap di dalam
berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya, sehingga benda-
benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang
mati sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus diberikan
korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai
keuntungan dari kedua sesembahan tersebut.

!atung Sang Budha menunggang Gajah koleksi Museum Simalungun, yang


menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada Masyarakat Simalungun.
Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di
Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca
yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan
makna Trimurti (Hindu dan Sang Buddha yang menunggangi Gajah
(Budha.
!ada tahun 1850 sebagian orang Simalungun di kawasan Bandar, Batu Bara
dan Siantar (Simalungun timur memeluk agama Islam, dan semakin
meningkat pertumbuhannya di awal abad ke-20 akibat perbauran dengan
orang-orang suku Melayu.. !enyebaran agama Islam agak terhambat karena
adanya ajaran dalam agama ini yang mengharamkan pemeluknya untuk
memakan daging Babi.
Walaupun misionaris kristen sudah bersentuhan dengan suku Simalungun
sejak Henri Guillaume, yang ditempatkan #h0inisch0 Missions-G0ss0lschaft
(RMG di Kuta Bukum, Karo (1899 sering berkhotbah di depan orang
Simalungun, tapi orang Simalungun baru menerima baptisan pada tanggal
19 September 1909 di !ematang Raya oleh !dt. August Theis.
Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang Raja, sebelum
pemberitaan Injil masuk Tuan Rajalah yang sangat berpengaruh. Orang
Simalungun menganggap bahwa anak Raja itulah Tuhan dan Raja itu sendiri
adalah Allah yang kelihatan.

MARGA :
Harungguan Bolon
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim
SISADA!&R, yaitu:
Sinaga
Saragih
Damanik
!urba
Keempat marga ini merupakan hasil dari "arungguan Bolon
(permusyawaratan besar antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang
dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na l0gan, rup
mangimbang munssuh.
Keempat raja itu adalah :

Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik, dalam bahasa Simalungun,
Manik berarti %onduy, Sumangat, %unggung, alanigan (bersemangat,
berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas.

Raja Banua Sobou bermarga Saragih


Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada #agih, yang mana #agih
berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti !emilik aturan atau
pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

Raja Banua Purba bermarga Purba
!urba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang
berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang &ndang-undang,
tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

Raja Saniang Naga bermarga Sinaga


Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal
sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.

MARGA-MARGA PRBAURAN :
!erbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di !ulau
Samosir, Silalahi, Karo, dan !akpak menimbulkan marga-marga baru.
Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun
tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun,
seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.

PRKRABATAN SIMALUNGUN :
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu
partuturan (perkerabatan di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal
nenek moyang dan tibalni parhundul (kedudukan/peran dalam horja-horja
adat (acara-acara adat. Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu,
bukan langsung bertanya "aha marga ni ham? (apa marga anda tetapi
"hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda?
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun "Sin #aya, sini Purba, sin olog,
sini Pan0i. Na ija p0 lang na mubah, asal ma marholong ni at0i (dari Raya,
!urba, Dolog, !anei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih.
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh
marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh
karena konsep perkawinan antara raja dengan "puang bolon (permaisuri
yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan
puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik, raja Siantar yang puang
bolonnya dari !artuanan Silappuyang, Raja !anei dari !utri Raja Siantar,
Raja Silau dari !utri Raja Raya, Raja !urba dari !utri Raja Siantar dan
Silimakuta dari !utri Raja Raya atau Tongging.
Adapun !erkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai
partuturan. !artuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan
kekeluargaan (pardihadihaon, dan dibagi kedalam beberapa kategori
sebagai berikut:
Tutur Manorus / Langsung
!erkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat
Simalungun
Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak
berbicara sebagai tanda hormat.

PAKAIAN ADAT :
Kain Adat Simalungun disebut Hiou. !enutup kepala lelaki disebut Gotong,
penutup kepala wanita disebut Bulang, sedangkan yang kain yang disandang
ataupun kain samping disebut Suri-suri.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun
tidak terlepas dari penggunaan kain &los (disebut &is di suku Karo.
Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa &los yang
disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.

&los pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung


kekuatan yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki
daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa
penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan
kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan
Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan
bagi manusia (selain Api dan Matahari, namun dipandang sebagai sumber
kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak
seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api. Seperti suku lain
di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan mambere hiou
(memberikan ulos yang salah satunya melambangkan pemberian
kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan
dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian
bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang
berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou
penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang
digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam
pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun
yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala,
tutup dada (pakaian dan tutup bagian bawah (abit.
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (!enutup
Kepala !ria Simalungun berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna
putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong !orsa, namun kemudian
Tuan Bandaralam !urba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend
penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari
kegemaran pemegang !ustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang
Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.

Você também pode gostar