A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang mengabaikan kesehatan untuk dirinya sendiri, hal ini dipengaruhi oleh berbagai Iaktor diantaranya adalah pola hidup yang kurang baik yang menyebabkan orang memiliki suatu penyakit yang seharusnya dapat dicegah apabila ada kesadaran dari individu tersebut. Terutama berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi sebagai sarana hidup manusia untuk tumbuh tetapi individu cenderung untuk mengikuti zaman dimana saat ini konsumsi makanan sangat beragam, contohnya makan makanan yang kurang mengandung serat. Ini dapat menjadi pencetus penyakit radang appendiks atau sering disebut appendicitis sehingga dapat mengganggu Iungsi optimal dari sistem gastrointestinal terutama di usus halus. Di Amerika diperkirakan 7-8 penduduk menderita appendicitis dengan 1,1 kasus per 1000 orang per tahun. Appendicitis terjadi sebagian besar akibat meningkatnya konsumsi makanan rendah serat, adanya peradangan pada lumen. Angka mortalitas 0,2-0,8 yang menghubungkan komplikasi terhadap penyakit lebih baik daripada tindakan pembedahan. Angka mortalitas meningkat 20 pada pasien usia 70 tahun, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi. PerIorasi dapat terjadi pada usia 18 tahun dan 50 tahun. Kemungkinan karena keterlambatan diagnosis. Appendiks perIorasi gabungan dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Dalam perkembangannya appendicitis sering menyerang orang antara usia 10-30 tahun. Salah satunya lebih beralasan untuk pembedahan darurat abdomen pada anak-anak. (http://wwe.emedicine.com/EME RE/topic41.html). Berdasarkan hal di ataslah yang melatarbelakangi penulis menyusun penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan appendicitis. Karena sebagai perawat kita memegang peranan penting dalam upaya pencegahan komplikasi yang akan berakibat lebih lanjut, dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang gaya hidup yang sehat seperti: menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat, banyak minum air putih, jangan M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel menahan keinginan deIekasi (buang air besar). Hal ini dapat memperkecil terjadinya penyakit appendicitis.
B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami latar belakang penyakit, deIinisi, dan patoIisiologi dari appendicitis. 2. Menambah pengalaman nyata dalam merawat dan memberikan asuhan keperawatan pada penderita appendicitis. 3. Membandingkan antara teori dan kasus yang ada di lapangan. 4. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan di lapangan.
C. Metode Penulisan Adapun metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini: 1. Studi pustaka Mempelajari dan mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan penyakit appendicitis. 2. Studi kasus Pengamatan langsung pada pasien Tn. D di ruang ASOKA RSUD A DJEMMA MASAMBA dengan appendicitis meliputi wawancara langsung dan melakukan penerapan asuhan keperawatan.
D. Sistematika Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis mengawali dengan kata pengantar, dan daItar isi, dilanjutkan dengan Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan, kemudian Bab II Tinjauan teoritis yang berisi konsep dasar medik dan konsep asuhan keperawatan serta patoIlowdiagram, Bab III Pengamatan kasus dan Bab IV berisi pembahasan kasus, diakhiri dengan Bab V kesimpulan dan terlampir daItar pustaka.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel BAB II TIN1AUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIK 1. Definisi O Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks, yang merupakan saluran tersembunyi yang memanjang dari bagian depan sekum (Lewis, 2000, hal 1150). O Appendicitis adalah inIlamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen (Brunner and Suddarth, 2002, hal 1997). O Appendicitis adalah peradangan pada appendiks vermiIormis yang letaknya dekat katup sIingter diantara ileum (usus halus) dan sekum (usus besar). (Barbara, hal 1091).
2. Klasifikasi Appendicitis dibagi atas 2 yaitu: a. Appendicitis akut 1) Appendicitis akut Iocalis atau segmentalis Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh anggota appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis yang penting ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian itu. Kalau radangnya menjalar maka dapat terjadi appendiks purulenta. 2) Appendicitis akut purulenta (suppurativa) diIIusa Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa atau pheegmonosa. Pada appendicitis gangrenosa dapat terjadi perIorasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut dengan akibat peritonitis. b. Appendicitis kronik 1) Appendicitis kronik Iocalis Secara mikroskopi tampak Iibrosis setempat yang melingkar sehingga dapat menyebabkan stenosis. 2) Appendicitis kronik obliterativa M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel Terjadi Iibrosis yang luas sepanjang appendik pada jaringan submukosa dan subserosa, hingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen), terutama di bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada bagian itu.
3. Anatomi Fisiologi Appendiks merupakan organ berbentuk tabung yang buntu, panjangnya kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) atau berukuran sekitar jari kelingking dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol dari apeks sekum sepanjang 4,5 cm. Pada masa kanak-kanak, batas appendiks dari sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9-10 cm, terletak posteriomedial sekum kira-kira 3 cm inIerior dari valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal, subileal atau di pelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Pada posisi normalnya appendiks terletak pada dinding abdomen, di bawah titik Mc. Burney, dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikalis, titik tengah garis itu merupakan pangkal appendiks. Fungsi appendiks tidak diketahui, kadang-kadang appendik disebut 'tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limIoid sejak intra uterin akhir kehamilan dan mencapai puncaknya pada kira-kira umur 15 tahun, yang kemudian mengalami atroIi serta praktis menghilang pada usia 60 tahun. Dengan berkurangnya jaringan limIoid, terjadi Iibrosis dan pada kebanyakan kasus timbul konstriksi lumen atau obliterasi. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir ini secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Diperkirakan appendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik, yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Ig A Imunoglobulin itu sangat eIektiI sebagai pelindung terhadap inIeksi. Appendiks mengeluarkan cairan yang bersiIat basa mengandung amilase, erepsin, dan musin.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel 4. Etiologi Penyebab utamanya adalah obstruksi atau penyumbatan yang disebabkan oleh: - Fekalit (massa Iaeses yang padat) akibat konsumsi makanan rendah serat. - Cacing/parasit - InIeksi virus: E. coli, streptococcus - Sebab lain: misal: tumor, batu - Striktur karena Iibrosis akibat peradangan sebelumnya - Hiperplasia limIoid.
5. Patofisiologi Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh Iekalit, benda asing, tumor, inIeksi virus, hiperplasia limIoid dan striktur karena Iibrosis akibat peradangan sebelumnya. Appendik mengeluarkan cairan yang berupa sekret mukus, akibat obstruksi/penyumbatan lumen tersebut menyebabkan mukus akan terhambat. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga mengakibatkan pelebaran appendiks, resistensi selaput lendir berkurang sehingga mengakibatkan mudah inIeksi dan dari penyumbatan ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya peradangan pada appendik dengan tanda dan gejala nyeri pada titik Mc. Burney, spasme otot, mual, muntah dan menyebabkan naIsu makan menurun, hipertermi dan leukositosis. Bila sekresi mukus terus berlanjut, akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limIe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut Iocalis yang ditandai oleh nyeri epigastrik. Hal ini juga bila berlangsung terus akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peningkatan tekanan intraluminal akan mengakibatkan oklusi end arteri appendikularis sehingga aliran darah tidak dapat mencapai appendik menjadi hipoksia lama kelamaan menjadi iskemia akibat trombosis vena intramural, lama kelamaan menjadi nekrosis yang akhirnya menjadi M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel gangren dimana mukosa edema dan terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding appendik ini akan menipis, rapuh dan pecah akan terjadi appendicitis perIorasi. Bila semua proses di atas hingga timbul masa lokal yang disebut inIiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menurun memudahkan terjadinya perIorasi. Seringkali perIorasi ini terjadi dalam 24-36 jam. Bila proses ini berjalan lambat organ-organ di sekitar ileum terminalis, sekum dan omentum akan membentuk dinding mengitari appendiks sehingga berbentuk abses yang terlokalisasi.
6. Tanda dan Gejala a. Tahap awal 1) Nyeri abdomen (nyeri epigastrik ataupun pada daerah umbilikus) hal ini terjadi hilang timbul. 2) Mual dan muntah 3) Demam b. Tahap pertengahan 1) Rasa sakit menjalar dari daerah epigastrik ke arah titik Mc. Burney. 2) Anoreksia 3) Kelesuan, badan terasa lemah 4) Terkadang kekakuan otot 5) Suhu subIebris c. Tahap akut yang disertai perIorasi. 1) Terjadi peningkatan rasa sakit di daerah titik Mc. Burney. 2) Muntah 3) Peningkatan temperatur suhu hingga ~ 38,5 o C 4) Kekakuan abdomen 5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan 6) Leukositosis 7) Takikardia.
7. Test Diagnostik a. Hematologi: leukositosis di atas 10.000 /ul, peningkatan neutroIil sampai 75. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel b. CT scan abdomen: dapat menunjukkan terjadinya abses appendikal atau appendicitis akut. c. Foto abdomen: gambaran Iekalit, jika perIorasi terjadi, gambaran udara, bebas dapat dilihat dari hasil Ioto. d. USG: ditemukan gambaran appendicitis. e. Urinalisis: normal, tetap leukosit dan eritrosit mungkin ada dalam jumlah sedikit.
8. Komplikasi a. PerIorasi PerIorasi jarang timbul dalam 12 jam pertama tetapi meningkat sesudah 24 jam. PerIorasi dapat diketahui pre operatiI dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 o C tampak toksik, nyeri tekan di seluruh perut dan leukositosis akibat perIorasi dan pembentukan abses. b. Peritonitis Merupakan peradangan peritoneum yang berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran inIeksi dari organ-organ abdomen misalnya appendicitis. Organisme yang sering menginIeksi adalah organisme yang hidup di dalam kolon yaitu pada kasus ruptura appendiks. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat Iibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan Iibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi inIeksi. c. Obstruksi usus Dapat dideIinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat dari karsinoma. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel 9. Terapi dan Pengelolaan Medik a. Pre-operasi - Bedrest: untuk observasi dalam 8-12 jam setelah keluhan. - Puasa: cairan parenteral jika pembedahan langsung dilakukan - Therapi Iarmakologik: narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala. - Antibiotik: untuk menanggulangi inIeksi. - Transqualizer: untuk sedasi. - NGT: untuk mengeluarkan cairan lambung jika diperlukan. Catatan: enema dan laxantia tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan peristaltik usus dan menyebabkan perIorasi. - Pembedahan: Appendictomie: secepatnya dilakukan bila didiagnosanya tepat dan tentunya cara dan reaksi sistemik harus diperhatikan. b. Post-operasi - Observasi TTV terjadinya perdarahan, syok, hipertermia atau gangguan pernaIasan. - Pasien dipuasakan sampai Iungsi usus kembali normal. - Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya lunak. - Aktivitas: satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. - Antibiotik dan analgesik setelah post op diberikan. - Jahitan diangkat hari ke tujuh.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. - Pengetahuan tentang penyebab dan proses penyakit. - Riwayat operasi, riwayat sakit berat: obstruksi tumor. - Kebiasaan makan rendah serat, makan pedas, makanan yang sulit dicerna (biji-bijian).
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel b. Pola nutrisi metabolik - Mual - Muntah - Anoreksia - Demam c. Pola eliminasi - Konstipasi/diare - Penurunan bising usus - Perut kembung/tidak ada Ilatus d. Pola aktivitas dan latihan - Malaise - Takikardi, takipnea - Imobilisasi e. Pola tidur dan istirahat - Kebiasaan tidur (berapa lama) - Gangguan tidur karena ketidaknyamanan: nyeri I. Pola persepsi dan kognitiI - Keluhan nyeri pada titik Mc. Burney, nyeri tekan pada titik Mc. Burney, nyeri daerah luka operasi g. Pola persepsi dan konsep diri - Cemas akan tindakan appendiktomi - Gangguan harga diri h. Pola koping terhadap stres - Persepsi penerimaan sakit - Takut/cemas akan tindakan dan perawatan
2. Diagnosa Keperawatan a. Pre Operasi 1) Resiko tinggi inIeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya sistem pertahanan tubuh sebagai akibat dari proses inIlamasi/peradangan. 2) Nyeri abdomen berhubungan dengan proses peradangan pada appendik. 3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik (demam, muntah). 4) KetidakeIektiIan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, dan pengobatan.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel b. Post Operasi 1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. 2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (puasa), intake kurang. 3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
3. Rencana Keperawatan a. Pre Operasi DP.1. Resiko tinggi inIeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya sistem pertahanan tubuh sebagai akibat dari proses inIlamasi/peradangan. HYD: Tidak terjadi inIeksi ditandai dengan suhu dalam batas normal 36-37 o C, integritas kulit utuh, leukosit 10.000 u/L. Intervensi: 1) Monitor TTV terutama suhu tiap 4 jam. R/ Suhu meningkat menandakan adanya inIeksi. 2) Kaji tanda-tanda peritonitis dan laporkan segera bila perlu. R/ Mengetahui adanya komplikasi seperti peritonitis. 3) Hindari pemberian huknah/enema sebelum operasi. R/ Penggunaan enema/pemberian huknah dapat meningkatkan peristaltik usus dan meningkatkan risiko perIorasi. 4) Berikan diit lunak dan bila perlu beri inIus. R/ Peningkatan nutrisi dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh. 5) Kolaborasi dengan medik pemberian antibiotik. R/ Mencegah inIeksi lebih luas.
DP.2. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada appendiks. HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang, wajah tampak rileks. Intervensi: 1) Kaji dan catat intensitas, lokasi dan lama nyeri. R/ Mengetahui tingkat rasa nyeri, berguna dalam pengawasan keeIektiIan obat. 2) Kaji tanda nyeri baik verbal maupun non verbal. R/ BermanIaat mengevaluasi nyeri. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel 3) Ajarkan teknik relaksasi seperti: imajinasi, musik yang lembut. R/ Membantu untuk memIokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman. 4) Ajarkan teknik naIas dalam dan batuk eIektiI. R/ Nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot, naIas dalam dan batuk eIektiI dapat membantu mengurangi ketegangan otot abdomen. 5) Berikan posisi yang nyaman. R/ Posisi dapat membantu mengurangi nyeri. 6) Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik. R/ Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri.
DP.3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik (demam, muntah). HYD: Tidak terjadi kekurangan volume cairan, ditandai dengan: membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital dalam batas-batas normal, keseimbangan intake output. Intervensi: 1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya hipotensi dan takikardi. R/ Mengevaluasi keeIektiIan terapi cairan dan respon pada pengobatan. 2) Observasi membran mukosa, turgor kulit. R/ Indikator keadekuatan sirkulasi periIer dan hidrasi. 3) Pantau dan catat cairan yang keluar dan masuk. R/ Mengetahui keseimbangan cairan dan jumlah yang diperlukan. 4) Anjurkan pasien untuk minum air hangat. R/ Air hangat dapat mengurangi mual dan muntah. Peradangan dapat meningkatkan proses metabolik sehingga diperlukan cairan yang banyak untuk menurunkan demam. 5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian cairan parenteral. R/ Menjaga keseimbangan sirkulasi cairan elektrolit.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel DP.4. KetidakeIektiIan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, dan pengobatan. HYD: Pasien dapat memahami proses penyakit dan pengobatan dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi: 1) Kaji kemampuan dan pengetahuan pasien tentang proses penyakit dan pengobatan. R/ Membantu memberikan penjelasan yang tepat dan sesuai kebutuhan. 2) Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur persiapan operasi seperti: waktu pembedahan, lingkungan kamar operasi. R/ Pasien akan lebih mudah mengingat dan lebih kooperatiI. 3) Ajarkan pasien untuk melatih naIas dalam dan latihan otot. R/ Meningkatkan pengajaran dan aktivitas pasca operasi.
b. Post Operasi DP.1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah. HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang, wajah tampak rileks. Intervensi: 1) Kaji nyeri, intensitas, lokasi dan lamanya. R/ Berguna dalam pengawasan keeIektiIan pengobatan. 2) Pertahankan istirahat dengan posisi semiIowler. R/ Gravitasi melokalisasi eksudat ke dalam abdomen bawah untuk mengurangi ketegangan abdomen yang bertambah jika posisi terlentang. 3) Dorong ambulasi dini. R/ Meningkatkan normalisasi Iungsi organ, contoh: merangsang peristaltik dan kelancaran Ilatus. 4) Kaji ketidaknyamanan yang disebabkan post prosedur operasi. R/ Ketidaknyamanan mungkin oleh insisi akibat operasi. 5) Dorong penggunaan teknik relaksasi. R/ Melepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol. 6) Kolaborasi dengan medik untuk mempertahankan puasa. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel R/ Menurunkan ketidaknyamanan pasien pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster. 7) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik. R/ Menghilangkan rasa nyeri.
DP.2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (puasa), intake kurang). HYD: Tidak terjadi kekurangan volume cairan yang ditandai dengan: tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, intake dan output seimbang. Intervensi: 1) Observasi tanda-tanda vital (TD, N, HR, S, P). R/ Hipotensi, takikardi, peningkatan pernaIasan, mengidentiIikasikan kekurangan volume cairan. 2) Pantau intake dan output cairan, dan catat warna urine. R/ Penurunan output urine atau konsentrasi urine pekat mengidentiIikasikan dehidrasi membutuhkan peningkatan cairan. 3) Catat mual dan muntah. R/ Mual yang terjadi selama 12-24 jam pasca operasi umumnya karena eIek anastesi. 4) Observasi membran mukosa, turgor kulit, suhu kulit dan palpasi periIer, capillary reIill time. R/ Kulit dingin/lembab, denyut periIer lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi periIer. 5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian cairan parenteral. R/ Cairan parenteral dapat membantu kebutuhan cairan yang dibutuhkan tubuh.
DP.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan. HYD: Luka jahitan bersih, tidak ada tanda-tanda inIeksi. Intervensi: 1) Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah. R/ Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel 2) Jaga luka jahitan tetap kering dan bersih. R/ Mengurangi resiko inIeksi. 3) Gunakan teknik aseptik saat merawat luka/jahitan. R/ Mencegah cross inIeksi dan mencegah transmisi inIeksi bakterial pada luka jahitan. 4) Perhatikan intake nutrisi klien. R/ Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.
4. Perencanaan Pulang a. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan. b. Jaga luka operasi tetap bersih dan kering. c. Perhatikan pola makan sehari-hari, makan tinggi serat sangat baik dikonsumsi, kurangi makanan pedas, diit ditingkatkan bertahap: bubur saring, bubur biasa, nasi tim/lunak. d. Minum obat sesuai instruksi, kontrol ke dokter. e. Segera ke RS bila ada tanda-tanda inIeksi: panas, merah, nyeri
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel Appendictomie DP.1 Nyeri DP.2 Resti vol cairan DP.3 Kerusakan integritas kulit C. PATOFLOWDIAGRAM Fekalit, cacing, inIeksi (E.Coli, Streptococcus)
Obstruksi lumen
Penyumbatan pengeluaran sekret mukus
Pelebaran appendiks
Resistensi selaput lendir berkurang
Mudah inIeksi
Peradangan dinding appendiks
Pembentukan mukus ~~~
Peningkatan tekanan intra luminal
Oklusi end artery appendikularis
Hipoksia jaringan
Iskemia akibat trombosis vena intramural
Nekrosis
Gangren
Dilatasi dinding appendiks menipis
PerIorasi
Peritonitis
DP.4 KetidakeIektiIan manajemen terapeutik Pembatasan cairan Mual, muntah Nyeri Mual, muntah Suhu Nyeri tekan titik Mc. Burney Leukositosis DP.1 Resti inIeksi DP2. Nyeri DP3. Resti vol cairan Mukosa edema dan dapat terlepas sehingga berbentuk tukak Mual, muntah TDG, NG, S ~ 38,5 o C Distensi abdomen Nyeri tekan seluruh abdomen DP1 Resiko tinggi inIeksi M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel BAB III PENGAMATAN KASUS
Pengamatan kasus dilakukan pada Tn. D umur 46 tahun agama Islam. Dirawat di ruang ASOka kamar 1, tanggal 01-08-2011, melalui UGD RSUD A DJEMMA MASAMBA. Diagnosa masuk dengan Appendictis akut dan Atrial Fibrilasi. Pasien masuk dengan keluhan nyeri abdomen pada kuadran kanan bawah, perut terasa tegang, mual. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi, dirawat di RSUD A DJEMMA MASAMBA karena serangan Hipertensi sejak 7 hari yang lalu, dan melakukan pengobatan dengan dokter praktek. Pada saat pengkajian tanggal 06-08-2011, keadaan umum pasien tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Pasien mengatakan keluhan nyeri abdomen di kuadran kanan bawah berkurang intensitas 1-2, mual tidak ada. Observasi tanda-tanda vital: TD: 210/10 mmHg, N: 80 x/menit, HR: 80 x/menit, S: 36 o C, P: 26 x/menit. Pada pasien terpasang venIlon (Iigo) untuk injeksi I.V. Pasien mendapat batasan cairan 1500 cc/24 jam. Hasil lab (tanggal 2/8/2005) hematologi: Masa protrombin: 45,1 detik, APTT: 71,6 detik, Leukosit: 13.100 /uL, Segmen: 77, LimIosit: 16, Hb: 14 g/d, Kimia: Globulin: 4,3 g/dL, Bill. Total : 2,3 g/dL, PosIatase alkali: 141 u/L, HDL kolesterol : 25 mg/dL, Urinalisa (4/8/05) INR: 1,19. Hasil USG Abdomen lengkap (2/8/5): Appendix: membesar, peristaltik normal, kesan: permulaan appendicitis. Hasil Ioto thorax (2/8/05) kesan: severe cardiomegaly dengan eIusi pleura bilateral, kiri lebih banyak dibandingkan kanan. Corakan vaskuler kasar di kedua perihiler. Hasil EKG (2/8/05): Mitra stenosis Atrial Fibrilasi pada V1 dan V3. Terapi yang didapat: Oral: Fargoxin 1x1 tablet, Farsix 1x1 tablet, Letonal 1x100 mg, Simarc 2 mg 1x1 tablet, Tiaryt 1x1 tablet, Farmacrol 3x15 cc, MensiIox 500 mg 2x1 tablet, Suppositoria: Fladex supp 3x500 mg. Injeksi: Sotatik 3x1 amp, Vitamin K 3x1 amp, Clatax 3x1 gr, Farsix 2x1 amp. Diit: Lunak. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi jantung, Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada appendiks, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dengan kebutuhan, Cemas berhubungan dengan proses perawatan dan pengobatan (status kesehatan). Rencana tindakan yang dilakukan adalah M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel memIokuskan pada keluhan yang dirasakan pasien, memberikan penyuluhan dan melaksanakan program medik. Pelaksanaan dilakukan sesuai masalah yang ada dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan pada pasien.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel BAB IV PEMBAHASAN KASUS
Setelah penulis melakukan pengamatan kasus maka didapatkan persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus antara lain:
1. Pengkajian Setelah dilakukan pengkajian mengenai teori dikatakan bahwa penyebab dari appendicitis adalah Iekalit, yaitu masa Ieses yang padat yang disebabkan karena kurang makan makanan yang mengandung serat. Penyebab ini sesuai pada kasus dimana pada pola persepsi kesehatan pasien tidak suka makan makanan yang mengandung serat seperti sayuran dan ditambahkan jarang minum air putih. Tanda dan gejala yang dialami pasien sejak 6 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri di bagian abdomen kanan bawah dan perut terasa tegang, ada mual, tetapi pada saat melakukan pengkajian nyeri di abdomen kanan bawah berkurang intensitas 1-2, mual tidak ada, tanda dan gejala ini sama dengan teori. Banyaknya sel darah putih dalam darah dibuktikan dengan hasil laboratorium tanggal 2 Agustus 2005 didapat Leukosit: 13.100 /ul, dan dikatakan adanya appendicitis dari hasil USG tanggal 2 Agustus 2005. Kesan: permulaan appendicitis karena appendix membesar, peristaltik normal. Gejala cepat lelah didapat pada kasus karena pasien ada riwayat sakit jantung sejak 1 tahun yang lalu, tetapi keluhan sesak dan nyeri dada sudah tidak ada. Pada EKG tanggal 2/8/05 didapat hasil mitral stenosis Atrial Iibrilasi pada V1 dan V3 yaitu disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentukan impuls. Hasil Ioto thorax tanggal 2/8/05 kesan: Severe cardiomegaly dengan eIusi pleura bilateral kiri lebih banyak dibandingkan kanan corakan vaskuler kasar di kedua perihiler. Hal ini kemungkinan akibat pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel. Pasien mendapat batasan cairan 1500 cc/24 jam kemungkinan agar memperingan kerja jantung. Pasien juga mengalami cemas karena berkaitan dengan perawatan dan pengobatan yang seharusnya akan dilakukan operasi M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel appendiks tetapi karena biaya tidak ada dan kemungkinan ditunda karena resiko terhadap penyakit jantungnya.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada pasien adalah resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi jantung, diagnosa ini diangkat karena adanya hasil EKG dengan Mitral stenosis, atrial Iibrilasi pada V1 dan V3. Diagnosa ke-2 adalah nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada appendiks, diagnosa ini diangkat karena pasien mengatakan nyeri tekan mulai berkurang intensitas 1- 2 dan hasil USG adanya permulaan appendicitis. Diagnosa ke-3 adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan karena pasien mengatakan cepat lelah, N/HR: 80 x/nt, P: 26 x/mnt, hasil thorax Ioto: severe cardiomegali dengan eIusi pleura bilateral kiri lebih banyak dibandingkan kanan, corakan vaskuler kasar di kedua perihiler. Diagnosa ke-4 adalah cemas berhubungan dengan proses perawatan dan pengobatan karena pasien mengatakan merasa beban karena biaya tidak ada untuk operasi, ingin cepat pulang. Diagnosa lain yang berhubungan dengan appendicitis pada teori tidak diangkat karena sesuai dengan kondisi pasien.
3. Perencanaan Perencanaan yang dilakukan pada DP1 diIokuskan pada pemantauan tanda-tanda vital terutama nadi/HR, suara irama jantung, obat-obatan dengan batasan cairan. DP2 diIokuskan pada cara mengatasi nyeri dengan teknik relaksasi dan mengkaji nyeri (intensitas). DP3 diIokuskan pada penyuluhan tentang pentingnya istirahat dan tanda-tanda vital setelah melakukan aktivitas. DP4 diIokuskan pada pendampingan terhadap koping yang digunakan pasien.
M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel 4. Pelaksanaan Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat yaitu: pada DP1 memantau tanda-tanda vital terutama N, HR (irama, Irekuensi), mengkaji keluhan pasien seperti nyeri dada, memberikan terapi obat-obatan sesuai instruksi serta memantau cairan. Pada DP2 Mengkaji dan mencatat intensitas, lokasi nyeri, mengobservasi TTV (TD, N, HR, P, S), mengajarkan teknik relaksasi dan memberikan therapy. Pada DP3 Memberi penjelasan mengenai aktivitas yang boleh dilakukan, mengkaji tanda-tanda tidak toleransi terhadap aktivitas. DP4 Mengajak pasien berdiskusi agar mengurangi rasa cemas dan mengkaji keeIektiIan koping pasien.
5. Evaluasi Evaluasi dilakukan sesuai diagnosa yang ada, namun semua masalah yang ada pada pasien belum dapat teratasi. Pada Dp1 keluhan lelah, hasil dari EKG dan tanda-tanda vital memungkinkan resiko penurunan curah jantung, DP2 Hasil USG dan laboratorium serta keluhan nyeri akibat proses peradangan pada appendix, DP3 untuk aktivitas masih dibatasi agar tidak memperberat kerja jantung, DP4 kecemasan masih ada sehingga masih dibutuhkan dukungan keluarga untuk pasien. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel BAB V KESIMPULAN
Setelah melakukan pengamatan dan pembahasan kasus maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada pasien terdapat dua masalah yaitu appendicitis dan atrial Iibrilasi. Appendicitis adalah peradangan appendik, untuk penyebab dari appendicitis adalah adanya Iekalit, inIeksi virus dengan tanda dan gejala nyeri pada daerah abdomen kanan bawah dapat disertai mual. Atrial Iibrilasi disebabkan karena gangguan pembentukan impuls. Yaitu pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel. Oleh karena itu sesuai dengan kondisi pasien maka lebih memprioritaskan yang mengancam jiwa, tetapi tidak mengabaikan gejala yang lain. Dalam hal ini pola hidup yang salah merupakan Iaktor yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit appendicitis. Oleh karena itu peran penting perawat seta dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien maka perlunya penyuluhan pada masyarakat dalam hal mengatur pola hidup yang baik agar terjaga kesehatannya. M Irwan RSUD A Dfemma Masamba Luwu Utara Sul-Sel DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long, 1989. Medical Surgical Nursing. St. Louis. CV. Mosby Company. Brunner and Suddarth. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2, Alih bahasa: Monica Ester, Edisi 8, EGC, Jakarta. Donna D. Ignatavicius, 1991. Medical Surgical Nursing, WB. Saunders Company, Philadelphia. Joyce M. Black, 1997. Medical Surgical Nursing Clinical Management Ior Continuity oI Care. FiIth Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia. Lewis, Sharon Mantik, 2000, Medical Surgical Nursing: Assessment and Management oI Clinical Problems. Missouri: Mosby Inc. Luckmann and Sorensen`s, 1993. Medical Surgical Nursing A Psychophysiologic Approach. Fourth edition. Marilynn E. Doengoes, 1993. Nursing Care Plan. Edition 3, Philadelphia: F.A. Davis Company. Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI. Jakarta.