Você está na página 1de 17

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Istilah Gratikikasi berasal dari bahasa Belanda, grat ikatie yang kemudian diadopsi menjadi kata dalam bahasa Inggris yang berarti hadiah. Indriyanto Senoadji menulis bahwa, istilah gratifikasi yang dalam bahasa Inggris disebut Gratification adalah istilah yang muncul di negara-negara Anglo Saxon dan Eropa kontinental. Istilah gratification muncul karena sulitnya pembuktian mengenai suap (bribery), sebelumnya gratification (gratifikasi) lebih banyak dikenal sebagai gift atau pemberian. Gratification dan gift memang hampir memiliki pengertian yang sama, namun terdapat perbedaan di antara keduanya, dalam beberapa kamus hukum asing dijelaskan mengenai pengertian gratifikasi dan pemberian yaitu :
1. Law dictionary. Bribe : The gift or promise, which is accepted, of some advantage, as

the induce- ment for some illegal act or omission; or of some illegal as the inducement for some illegal act or omission; or of some illegal emolument, as a consideration, for preferring one person to another, in the performance of a legal act.19
2.

Merriam-Webster's Dictionary of Law. Bribe : A benefit (as money) given, promised, or offered in order to influence the judgment or conduct of a person in a position of trust (as an official or witness).20

3. Nolos Encyclopedia. Bribe : Official commits an illegal act that interferes with the

performance of his or her duties. For example, an elected official who accepts abribe in exchange for political favors has committed malfeasance.21
4. Bouviers law dictionary. Bribery : The receiving or offering any undue reward by or

to any person whomsoever, whose ordinary profession or business relates to the adminis- tration of public justice, in order to influence his behaviour in office, and to incline him to act contrary to his duty and the known rules of honesty and integrity.22 Definisi gratifikasi menurut Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),

komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik." Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Berikut adalah contoh kasus gratifikasi yang sering terjadi di Indonesia berdasarkan ketentuan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 maupun yang tidak.

Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif. Cideramata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan. Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku.

Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai proyek. Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah. Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat. Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan. Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal).

Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran. Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.

Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.

Pengurusan izin yang dipersulit

Kelompok kami memutuskan untuk membahas masalah gratifikasi dalam konteks yang lebih sempit, yaitu mengenai pemberian sumbangan atau hadiah pernikahan yang melewati batas kewajaran kepada keluarga penyelenggara negara atau pegawai negeri yang termasuk ke dalam konteks gratifikasi yang dilarang.

PERMASALAHAN

Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini antara lain :


1.

Alasan apa yang mendorong dilakukannya gratifikasi dalam hal pemberian

sumbangan atau hadiah pernikahan kepada keluarga penyelenggara negara atau pegawai negeri?
2.

Bagaimana mengidentifikasi gratifikasi yang dilarang dalam konteks

pernikahan keluarga dari penyelenggara negara atau PNS?


3.

Etiskah gratifikasi dalam acara pernikahan keluarga penyelenggara Negara

atau PNS tersebut dilakukan? Apabila tidak, adakah konsekuensi hukum tertulisnya?

BAB II PEMBAHASAN Pihak pemerintah sering menyalahgunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan melalui pesta-pesta pribadi khususnya pesta pernikahan keluarga. Kami menyebut ini sebagai konflik kepentingan yang melibatkan jabatan mereka sebagai wakil masyarakat dan juga sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Ketika mereka berperan sebagai wakil rakyat, gratifikasi muncul sebagai suatu wacana suap yang terselubung, sehingga sulit sekali untuk membedakan mana gratifikasi yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sementara di Indonesia sendiri sarat dengan kebiasaan-kebiasaan saling memberi kado berupa amplop untuk pesta-pesta pernikahan teman atau kerabat, sehingga menjadi tradisi yang sampai sekarang berlaku di masyarakat. Itulah yang menjadi alibi atau alasan untuk membenarkan tindak gratifikasi tersebut. Dengan kata lain, gratifikasi digunakan sebagai sarana untuk memperlancar hubungan antar pejabat, maupun dinas-dinas terkait dan pihak swasta. Contohnya saat sebuah perusahaan swasta melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah, maka pejabat-pejabat terkait akan menjadi perantara agar dapat mempercepat proses persetujuan. Salah satu caranya adalah dengan memberi hadiah apabila ada kerabat dari pejabat tersebut yang mengadakan pesta pernikahan ataupun dengan cara lainnya. Penyalahgunaan jabatan terjadi karena kurangnya kesadaraan para pejabat atas etika yang berlaku di dalam masyarakat.Kurangnya kesadaran akan etika menjadi alasan utama

para pejabat untuk menghalalkan penyalahgunaan jabatan dengan menerima gratifikasi di lingkungan pemerintahan. Apabila paradigma ini dipelihara maka lambat laun tindakan gratifikasi menjadi tindakan yang biasa dan umum di lingkungan pemerintahan. Selain itu, lemahnya peraturan dan penindak hukum sebagai eksekutor yang membuat oknum-oknum terkait mencoba mencari kelemahan ataupun celah untuk menerobos peraturan itu sendiri. Tidak adanya kejelasan tentang batasan hukum mengenai gratifikasi. Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa: Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Apabila dicermati penjelasan pasal 12B Ayat (1) di atas, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja.

Bagi penyelenggara negara atau pegawai negeri yang ingin mengidentifikasi dan menilai apakah suatu pemberian yang diterimanya cenderung ke arah gratifikasi ilegal/suap atau legal, dan berpedoman pada beberapa pertanyaan yang sifatnya reflektif sebagai berikut: Jawaban (Apakah pemberian cenderung ke arah gratifikasi ilegal/suap atau legal) pemberian Jika motifnya menurut dugaan Anda adalah ditujukan publik, maka pemberian tersebut dapat dikatakan

No 1

Pertanyaan Reflektif (pertanyaan kepada diri sendiri) Apakah motif dari

hadiah yang diberikan oleh pihak untuk mempengaruhi keputusan Anda sebagai pejabat pemberi kepada Anda?

cenderung ke arah gratifikasi ilegal dan sebaiknya Anda tolak. Seandainya 'karena terpaksa oleh keadaan' gratifikasi diterima, sebaiknya segera laporkan ke KPK atau jika ternyata instansi tempat Anda bekerja telah memiliki kerjasama dengan KPK dalam bentuk Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) maka Anda dapat menyampaikannnya melalui instansi Anda untuk kemudian dilaporkan ke KPK. 2 a. Apakah pemberian oleh pemberi setara tidak? tersebut Jika jawabannya adalah ya (memiliki posisi setara), yang maka bisa jadi kemungkinan pemberian tersebut dengan (sosial), meski demikian untuk berjaga-jaga ada Misalnya baiknya Anda mencoba menjawab pertanyaan 2b. Jika jawabannya tidak (memiliki posisi tidak setara) maka Anda perlu mulai meningkatkan kewaspadaan Anda mengenai motif pemberian dan menanyakan pertanyaan 2b untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut. hubungan diberikan atas dasar pertemanan atau kekerabatan atau diberikan memiliki kekuasaan/posisi Anda

pemberian tersebut diberikan oleh bawahan, atasan atau pihak lain yang lingkup tidak setara baik kerja secara dalam atau kedudukan/posisi hubungan

konteks sosial yang terkait kerja kuasa yang bersifat

b. Apakah terdapat hubungan relasi Jika jawabannya ya, maka pemberian tersebut patut strategis? Anda duga dan waspadai sebagai pemberian yang Artinya terdapat kaitan berkenaan cenderung ke arah gratifikasi ilegal. dengan/menyangkut akses ke asetaset dan kontrol atas aset-aset sumberdaya strategis ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang Anda miliki akibat posisi Anda saat ini seperti misalnya sebagai panitia pengadaan barang dan jasa atau lainnya. 3 Apakah pemberian tersebut Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pemberian

memiliki konflik

potensi

menimbulkan tersebut Anda tolak dengan cara yang baik dan saat ini sedapat mungkin tidak menyinggung. Jika pemberian tersebut tidak dapat ditolak karena keadaan tertentu maka pemberian tersebut sebaiknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke KPK untuk menghindari fitnah atau memberikan kepastian jawaban mengenai status pemberian tersebut.

kepentingan

maupun di masa mendatang?

Bagaimana

metode

pemberian Anda patut mewaspadai gratifikasi yang diberikan secara tidak langsung, apalagi dengan cara yang bersifat sembunyi-sembunyi (rahasia). Adanya bahwa metode pemberian ilegal. ini mengindikasikan

dilakukan? Terbuka atau rahasia?

pemberian tersebut cenderung ke arah gratifikasi 5 Bagaimana kepantasan/kewajaran Jika pemberian tersebut di atas nilai kewajaran yang yang terlalu sering sehingga membuat orang yang berakal sehat menduga ada sesuatu di balik pemberian tersebut, maka pemberian tersebut sebaiknya Anda laporkan ke KPK atau sedapat mungkin Anda tolak. 1) Pertanyaan reflektif ini dapat digunakan untuk gratifikasi/pemberian hadiah yang diberikan dalam semua situasi, tidak terkecuali pemberian pada situasi yang secara sosial wajar dilakukan seperti: pemberian hadiah/gratifikasi pada acara pernikahan, pertunangan, ulang tahun, perpisahan, syukuran, khitanan atau acara lainnya. 2) Ada tiga model hubungan: (1) vertikal dominatif (seperti hubungan atasan-bawahan); (2) diagonal (seperti petugas layanan publik-pengguna layanan publik); dan (3) setara (seperti antara teman dan antar tetangga); Dua yang pertama adalah relasi-kuasa yang timpang. 3) Strategis artinya berkenaan dengan/menyangkut akses ke aset-aset dan kontrol atas asetaset sumberdaya strategis ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ketimpangan strategis ini biasanya antar posisi strategis yang berhubungan lewat hubungan strategis. Sebagai contoh adalah hubungan antara seseorang yang menduduki posisi strategis sebagai panitia pengadaan

nilai dan frekuensi pemberian yang berlaku di masyarakat ataupun frekuensi pemberian diterima (secara sosial)?

barang dan jasa dengan peserta lelang pengadaan barang dan jasa. Pada posisi ini terdapat hubungan strategis di mana sebagai panitia pengadaan barang dan jasa seseorang memiliki kewenangan untuk melakukan pengalokasian/pendistribusian aset-aset sumberdaya strategis yang dipercayakan kepadanya pada pihak lain, sedangkan di lain sisi peserta lelang berkepentingan terhadap sumberdaya yang dikuasai oleh panitia tersebut.

Pentanyaan tentang etiskah suatu gratifikasi,mengarah pada hubungan mengenai etika yang berlaku secara umum di lingkungan masyarakat,yang selanjutnya akan dipahami sebagai tindakan yang etis atau tidak apabila dilihat dari teori etika yang berlaku. Etika adalah pedoman untuk menilai perilaku manusia yang berlaku secara umum dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat sangat dibutuhkan etika karena tanpa adanya etika, tidak ada yang mampu membatasi prilaku masyarakat. Masyarakat akan dengan mudah melakukan hal-hal yang melanggar moralitas, dengan etika masyarakat dapat tetap bertindak secara bebas namun tetap ada pertanggungjawaban. Ada 4 teori etika : 1. Teori Teleologi Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika, membawa manfaat tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang, melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi teori ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Teori ini mengukur baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan suatu tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu. Dalam teori ini mendorong munculnya teori Egoistisme yaitu,dikatakan etis karena kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak dan keamana secara moral dianggap baik dan pantas diupayakan dan dipertahanka, sedangkan Utilitarisme dikatakan etis bila mendapatkan manfaat. 2. Teori Deontologi Teori ini menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Jadi tindakan itu dikatakan baik oleh teori ini bukan karena tindakan ini berakibat baik bagi si perilaku, namun karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. contohnya, kita tidak boleh mencuri atau berdusta untuk membantu orang lain dan dengan itu berbuat baik kepadanya. Dal teori ini mencuri atau berdusta itu tidak boleh dan hal itu tidak bisa ditawar lagi. 3. Teori Hak Merupakan suatu aspek dari teori deontology karena hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Karena manusia secara individu, siapapun itu tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan yang lain. Contohnya, karyawan wanita berhak digaji sama dengan karyawan pria, atau lingkungan kerja yang sehat dan aman. 4. Teori Virtue atau Keutamaan

Didalam teori ini tidak hanya menyorot pada perbuatan tetapi focus pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Teori ini tidak dinyatakan: apakah suatu perbuatan itu adil, atau jujur, atau murah hatu, melainkan : apakah orang tersebut bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Jadi intinya teori ini sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu barat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Teori ini memiliki empat keutamaan yaitu, kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dengan wajar. Kepercayaan harus ditempatkan pada relasi timbale balik. Keuletan yang diartikan sebagai mampu bertahan dalam hal yang sulit dan harus mampu bernegosiasi. Salah satu tindakan dimasyarakat yang marak terjadi adalah gratifikasi, yang sering kali dianggap sebagai tindakan yang dilakukan untuk menjalin hubungan demi mendapatkan imbalan dari apa yang telah dikeluarkan. Dalam masyarakat gratifikasi bukanlah hal yang tabu. Maka dari itu kami akan mengulas dan membahas gratifikasi berdasarkan peristiwa yang sedang hangat untuk diperbincangkan. Kami mengambil permasalahan terjadinya gratifikasi di dalam hubungan yang akan segera terjalin antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Hatta Rajasa atas akan terselenggaranya pernikahan anak mereka yakni Ibas dan Aliya. Banyak rumor yang mengatakan bahwa terjadi gratifikasi di dalam pernikahan dikalangan pejabat tinggi. Seperti halnya pernikahan ibas dan aliya, yang akan segera diselenggarakan pada bulan November 2011 mendatang. Pernikahan yang belum terlaksana ini sudah memunculkan isu-isu akan adanya gratifikasi dalam pernikahan mereka. Hal ini membuat KPK mengeluarkan peringatan kepada Susilo Bambang Yudhoyono dan Hatta Rajasa yang berisi agar kedua belah pihak memberikan laporan hasil yang diterima seusai acara pernikahan berlangsung(berjangka waktu 30hari) ke KPK baik berupa hadiah dalam bentuk barang maupun nominal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan soal gratifikasi kepada pihak Hatta Radjasa dan Susilo Bambang Yudhoyono yang akan menggelar acara pernikahan anak mereka. Hal tersebut diutarakan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar, Rabu (27/4/11). Kini KPK lebih mempertegas hal-hal yang berkaitan dengan pemberian hadiah pada acara pernikahan, yang mengarah pada gratifikasi. Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan

pemberian amplop hadiah perkawinan untuk pejabat atau pegawai negeri tidak melebihi Rp 1 juta ( TEMPO Interaktif, Makassar ). Batasan ini jika merujuk pada perundang-undangan korupsi memang tidak ada, namun hasil konvensi KPK mensyaratkan batasan itu. Jika gratifikasi terjadi terdapat sanksi pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara jika tidak melaporkannya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 12b ayat (1) adalah: Pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) (Tribun Manado - Sabtu, 5 Februari 2011 09:59 WITA). Berdasarkan uraian tentang tindak gratifikasi pada acara pernikahan kerabat pejabat dan PNS, jika dilihat dari sudut pandang keempat teori etika, maka dapat diidentifikasi bahwa tindakan tersebut tidak etis. Alasannya :
1. Berdasarkan teori teleologi, gratifikasi merupakan tindakan tidak etis. Karena

menurut teori tersebut, perbuatan yang etis adalah perbuatan yang memiliki tujuan baik atau berguna. Sementara gratifikasi pemberian hadiah pernikahan diatas satu juta itu sendiri memiliki tujuan negatif,apalagi si pemberi memiliki maksud tertentu untuk kepentingan pribadi yang lebih cenderung disebut sebagai tindakan suap.
2. Berdasarkan teori deontologi, gratifikasi merupakan tindakan tidak etis. Karena tidak

sejalan dengan kewajaran yang telah ditentukan, yaitu pemberian hadiah dengan nominal diatas satu juta rupiah dengan maksud tertentu, sesuai dengan hasil konvensi KPK yang memberi batasan tersebut.Sangat jelas sekali bahwa pemberian hadiah yang dilakukan demi tujuan tertentu untuk kepentingan pribadi, tidak sejalan dengan kewajiban yang seharusnya dilakukan.
3. Berdasarkan teori hak, gratifikasi merupakan tindakan tidak etis, karena dengan

pemberian hadiah tersebut, si penerima akan mendahulukan hak dari si pemberi tanpa memperdulikan hak-hak oknum lainnya yang dalam hal ini memiliki kepentingan yang sama. 4. Berdasarkan teori keutamaan, gratifikasi merupakan tindakan tidak etis, karena dengan memberi hadiah secara tidak wajar dengan maksud tertentu, si pemberi telah melakukan tindakan yang tidak jujur dan tidak baik secara moral.

Adapun sanksi hukum yang dikenakan bagi seseorang yang melakukan tindakan gratifikasi maupun si penerima yang tidak melaporkan tindakan gratifikasi tersebut ke kpk dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan gratifikasi tersebut. berikut kami jabarkan peraturan-peraturan yang ada terkait dengan gratifikasi beserta sanksi bagi pelaku. 1. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, 2. Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK Aturan Hukum Pasal 12 UU No. 20/2001 Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. 2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Sanksi Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan masalah yang kami bahas di atas, beberapa kesimpulan yang didapat diantaranya :
1. Hal-hal yang mendorong terlaksananya proses gratifikasi

Lemahnya kesadaran para pejabat Negara/pns akan nilai-nilai etika yang berlaku dimasyarakat Lamanya proses ijin surat-surat dan proses lainnya dalam lingkungan pemerintahan sehingga mendorong pihak yang berkepentingan untuk melakukan gratifikasi dengan tujuan mempercepat proses tersebut.

Lemahnya proses penindakan hukum bagi pelaku gratifikasi

2. Gratifikasi dikatakan illegal dan melanggar hukum apabila dalam pemberiannya

diikuti dengan maksud untuk mencapai kepentingan pribadi.Cara mengidentifikasi terjadinya tindakan gratifikasi dalam konteks pemberian hadiah dalam acara pernikahan pejabat atau pun konteks lainnya dilihat dari : Motif pemberian hadiah yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan anda Hubungan anda dengan si pemberi hadiah, memiliki konfik kepentingan atau tidak, kecenderungan akan hubungan yang tidak setara memiliki dampak gratifikasi yang lebih tinggi daripada memiliki hubungan yang setara Memiliki hubungan relasi kuasa yang bersifat strategis Metode pemberian hadiah yang dilakukan secara rahasia atau sembunyisembunyi Nilai kepantasan/kewajaran dan frekuensi pemberian yang diterima (secara sosial) 3. Gratifikasi yang tidak etis adalah :

Gratifikasi yang dilakukan dengan tindakan yang tidak sejalan dengan kewajiban si pelaku Gratifikasi yang dilakukan memberi dampak atau akibat yang negative atau tidak berguna bagi pihak yang terkait Gratifikasi yang menimbulkan kesenjangan terhadap hak-hak yang sama sebagai manusia yang bermartabat dan sederajat Gratifikasi yang dilakukan atas dasar ketidakjujuran dan mengesampingkan nilai-nilai keadilan

Sanksi bagi pelaku gratifikasi berdasarkan Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

SARAN Demikian makalah dalam bentuk mini skripsi ini kami sampaikan, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Kritik dan saran sangat diperlukan untuk penyempurnaan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Besar harapan kami bila dikemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dijadikan sebagai suatu inspirasi dan referensi untuk pencapaian kedepan terutama dalam bidang akademis yang lebih baik.

Daftar pustaka Bertens,K. Pengantar etika bisnis. Yogyakarta . Kanisius:2000 http://www.komhukum.com/kriminal-feed-2858 http://www.tempo.co/hg/hukum/2010/09/07/brk,20100907-277199,id.html http://manado.tribunnews.com/2011/02/05/gratifikasi2habishttp://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=25404 http://acch.kpk.go.id/web/guest/stats-gratifikasi

Você também pode gostar