Você está na página 1de 14

ALI BIN ABI THALIB A.

Riwayat Hidup Al bin Ab Thlib (Bahasa Arab: ( ) Bahasa Persia: )166 995( ) adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga Ali menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam. Ali adalah sepupu dari Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Muhammad. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi[1] atau 600[2](perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi Allah). Dia adalah seorang shahabat Rasulullah saw yang mulia. Kita akan berusaha memetik beberapa pelajaran penting dan ibroh dari perjalanan kehidupannya. Shahabat yang satu ini lahir pada tahun kedua puluh sebelum kenabian, tumbuh berkembang dalam didikan rumah tangga kenabian, dialah -1-

orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak keci;. Nabi saw bersabda kepadanya: Tidakkah engkau rela jika kedudukan dirimu terhadapa diriku sama seperti kedudukan Harun terhadap Musa as, hanya sanya tidak ada nabi setelahku. Dan beliau juga bersabda: Tidaklah orang yang mencintai kecuali dia sebagai orang yang beriman dan tidaklah membencimu kecuali orang yang munafiq. Dia telah mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah saw kecuali perng Tabuk, dia terkenal dalam ketangguhan dalam menunggang kuda dan keberanian, dia salah seorang yang diberi kabar gembira untuk memasuki surga, pada saat dirinya masih hidup, dialah kesatria umat Islam ini, amirul Muminin, pemimpin yang diberi petunjuk Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib Al-Qurasy Al-Hasyimy, dia memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw, sebagai anak dari paman beliau saw dan suami dari putri Rasulullah saw, Fathimah ra. Para sejarawan berpendapat bahwa kulit beliau berwarna hitam manis, berjenggot tebal, lelaki kekar, berbadan besar, berwajah tampan, dan kunyahnya adalah Abu Al-Hasan atau Abu Turob. Shahabat yang satu ini memiliki memiliki citra kepahlawanan yang sangat cemerlang sebagai bukti atas keberaniannya dalam membela agama ini. Di antaranya, dia menginap di ranjang Rasulullah saw pada saat peristiwa hijrah, dia mempersembahkan dirinya untuk sebuah kematian demi membela Rasulullah saw, dialah orang pertama bersama Hamzah dan Ubaidah bin Alharits ra yang memenuhi panggilan perang tanding. Dan dia juga termasuk kelompok kecil yang tetap tegar bersama Rasulullah saw pada perang Uhud. Di antara bukti kepahlwanannya adalah apa yang tanpak jelas pada perang Khandak, pada saat Amru bin Wud menyerang dengan kudanya, di mana orang ini adalah salah seorang penunggang kuda tangguh terkenal suku Quraisy, dia dengna bertopeng besai berseloroh meminta kepada kaum muslimin untuk perang tanding. Dia berkata: Di manakah surga yang kalian claim bahwa jika mati kalian pasti memasukinya?. Apakah kalian tidak -2-

memberikan aku seorang lelaki untuk berperang melawanku?. Maka Ali bin Abi Thalib keluar menghadapinya. Orang tersebut berkata: Kemblilah wahai anak saudaraku, dan siapakah paman-pamanmu yang lebih tua darimu, sesungguhnya aku tidak suka menumpahkan darah seorang lelaki sepertimu. Maka Ali bin Abi Thalib berkata: Namun demi Allah, aku tidak sedikitpun merasa benci menumphkan darahmu. Maka musuhnyapun marah dan turun lalu menghunus pedangnya yang seakan kilatan api, lalu bergegas menantang Ali dengan emosi yang meluap. Maka Alipun menghadapinya dengan sebuah perisai lalu Amru menyabetkan pedang nya hingga menancap pada perisai tersebut dan melukai kepala Ali, kemudian Ali memukulkan pedangnya kepundak musuhnya sehingga musuhnya tersungkur hingga terdengarlah suara gaduh (para prajurit), Kemudian setelah Rasulullah saw mendengar suara takbir maka beliau mengetahui bahwa Ali telah menewaskan musuhnya, lalu Ali melantunkan sebuah syair: Dia membela batu-batuan (berhala) karena kebodohannya Dan aku membela Tuhan Muhammad dengan akal yang benar Jangan kau menyangka bahwa Allah mengecewakan agamnya Begitu juga NabiNya, hai bala tentara yang akan berperang Dan di antara torehan sejarah hidupnya yang baik adalah pada saat benteng Khaibar sangat sulit ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin, maka Nabi saw bersabda: Aku pasti akan memberikan pedang ini kepada seorang lelaki di mana Allah akan memenangkan agama ini di tangannya, dia mencintai Allah dan RasulNya. Maka para shahabatpun melalui malam mereka dengan penuh tanda Tanya kepada siapakah panji Islam itu akan diberikan?. Pada saat pagi tiba para shahabat mendatangi Nabi saw dan setiap mereka ingin jika bendera tersebut diberikan kepada dirinya sendiri. Maka Rasulullah saw bertanya: Di manakah Ali bin Abi Thalib, mereka menjawab: Wahai Rasulullah dia sedang sakit mata. Rasulullah bertanya kembali: Hendaklah ada orang yang pergi memberitahukan agar dia datang. Maka diapun datang menghadap, lalu Rasulullah saw meludahi kedua matanya dan akhirnya sembuh sehingga sekan tidak pernah terkena penyakit apapun, -3-

barulah beliau saw memberikan bendera peperangan kepadanya, dan Ali bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasullah apakah aku akan memerangi mereka sehingga mereka masuk Islam seperti kita ini?. Maka Rasulullah saw bersabda: Berjalanlah dengan pelan sehingga engkau mendatangi mereka pada halaman rumah mereka, kemudian serulah mereka memeluk Islam, dan beritahukanlah kepada mereka apa-apa yang wajib atas mereka dari hak-hak Allah, demi Allah seandainya salah seseorang mendapat hidayah disebabkan karena usahamu maka hal itu lebih baik dari onta merah. Pada saat Ali sampai di wilayah musuh, maka raja mereka bernama Murhib keluar sambil memainkan pedangnya dengan menyenandungkan sebuah syair : Khaibar telah mengetahui diriku bahwa aku adalah Murhib Senjata terhunus dan pahlawan yang berpengalaman Pada saat peperangan telah berkobar Lalu Ali berkata menjwabnya: Aku telah diberi nama oleh ibuku nama Haidarah Seperti singa hutan yang berperwakan menyeramkan Aku akan menebas kalian secepat kilat dengan pedangku Murhib dan Ali saling berduel dengan kedua pedang mereka, dan tebasan pedang Ali lah yang mengahiri hidup musuhnya, sehingga Allah memberikan kemenangan atas kaum muslimin. Selain sebagai seorang pemberani beliau juga seorang ulama bagi para shahabat, seorang dari suku Arab yang cerdas, dan telah didatangkan kepada Umar seorang wanita kepada Umar dan telah melahirkan seorang anak yang telah berumur enam bulan lalu memerintahkan agar wanita tersebut direjam. Maka Ali wa berkata kepada Umar: Wahai Amirul Muminin tidakkah engakau mendengar firman Allah Taala: Ali berkata: Masa kehamilan adalah enam bulan dan menyapihnya dalam masa dua tahun.

-4-

Maka Umarpun menggagalkan eksekusi rejam dan dia berkomentar: Sebuah perkara yang seandainya Abu Hasan tidak memberikan pendapat padanya maka niscaya aku binasa. Di antara ungkapannya yang agung adalah (Kebaikan itu bukanlah jika harta dan anak-anakmu banyak, namun kebaikan yang sebenarnya adalah ilmumu bertambah banyak, sikap santunmu agung, engkau berlomba-lomba dengan orang lain dalam beribadah kepada Tuhanmu, jika kamu berlaku baik engkau memuji Allah dan jika berlaku buruk engkau meminta ampun kepada Allah). Di antara perkataannya adalah, ambillah lima perkara dariku janganlah seorang hamba mengharap kecuali kepada Tuahannya, tidak khawatir kecuali terhadap dosa-dosanya, janganlah orang yang tidak mengetahui merasa malu bertanya tentang apa yang tidak diketahuinya, dan janganlah orang yang alim merasa malu mengatakan: Allah yang lebih mengetahui jika dia ditanya tentang perkara yang tidak diketahuinya, kedudukan sabar terhadap keimanan sama seperti kedudukan kepala dalam jasad dan tidak ada keimanan tanpa kesabaran. Dikatakan kepadanya: Wahai amirul Muminin berithaukanlah kami tentang dunia, dia menjawab: aku akan ceritakan kepada kalian tentang sebuah kehidupan barangsiapa yang butuh kepadanya maka dia akan bersedih dengannya, barangsiapa yang kaya padanya dia akan terfitnah dengannya, orang yang sehat padanya dia akan merasa aman, yang halal darinya akan dihisab dan yang haram akan diazab. Dia juga berkata: Balasan kemaksiatan adalah lemah dalam beribadah, sempit dalam kehidupan, sedikit kenikmatan. Ditanyakan kepadanya apakah yang dimaksud dengan kenikmatan yang sedikit?. Tidak akan terpenuhi baginya keinginan yang halal kecuali akan dating kepadanya perkara yang akan mengeruhkan kelezatannya. Ibnu Katsir berkata: Nabi saw telah memberitahukan kepada Ali bahwa dia akan mati terbunuh, maka kewafatannya sama seperti apa yang diberitahukan oleh Nabi saw.

-5-

Dari Ammar bin Yasar ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidakkah aku mmberitahukan kepada kalian tentang dua orang yang paling buruk?. Kami menjawab: Kami mau wahai Rasulullah. Beliau menjawab: Uhaimir Tsamud yang telah menye,belih onta dan orang yang membunuhmu wahai Ali pada bagian ini, (makasudnya adalah bahwa Nabi saw menyamakannya), sehingga bagian ini menjadi berdarah, yaitu bagian jenggotnya. Dan Ali terbunuh oleh seorang yang buruk dari golongan khawaraij, Abdurrohman bin Muljim pada tahun keempat puluh hijriyah tanggal dua puluh tujuh bulan ramadhan. Allah SWT berfirman: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. QS. Al-NIsa: 93 Imam Al-Dzahabi rahimhullah berkata: Menurut orang-orang rawafidh Ibnu Muljim di akherat kelak adalah orang yang paling sengsara, dan menurut pendapat ahlis sunnah dia termasuk salah seorang yang kita harapkan masuk neraka dan bisa jadi Allah mengampuninya, tidak seperti apa yang dikatakan oleh Khawarij dan Rawafidh, dia sama seperti pembunuh Utsman, Zubair, Thalhah, Saiid bin Jubair, Ammar, Kharijah dan Al-Husain. Kita berlepas idir dari semua orang ini dan kita membencinya karena Allah, namun perkaranya tetap kita serahkan kepada Allah Azza Wa Jalla.

B. Menjadi khalifah Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima

-6-

bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.1 Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali. Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. C. Peran Abi Bin Abi Thalib Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah: 1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.

Husein, Ahmad. Kekhalifaan Abu Bakar Ash-Shidiq, Jakarta, Media Dawah, 1990.

-7-

2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Disamping itu, suku-suku bangsa Arab gemar berperang. Semangat dakwah dan kegemaran berperang tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam. 3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing. 4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia. 5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya dan masuk Islam. 6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka. 7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh. D. Ali Bin Abi Thalib Sebagai Khalifah Rasydin Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut. -8-

Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra. Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar. Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya. Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Kulafaur Rasyidin.

-9-

Berikut beberapa kronolgi perang yang terjadi masa Ali Bin Abi Thalib 1) Perang Shiffin Perang Shiffin (Arab ( ) Mei-Juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau perang saudara pertama orang Islam dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli. Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam). Shafar tahun 37 Hijriah, Perang Shiffin meletus. Perang ini terjadi antara pasukan Imam Ali melawan pasukan Muawiyah bin Abi Sufyan. Setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, rakyat Madinah membaiat Imam Ali dan mengangkat beliau sebagai khalifah. Namun, Muawiyah, seorang Gubernur di Damaskus, menolak menerima kepemimpinan Imam Ali dan melakukan perlawanan bersenjata. Awalnya, Imam Ali berusaha melakukan perundingan demi mencegah pertumpahan darah di antara sesama muslim. Namun, Muawiyah tetap membangkang dan pecahlah perang di sebuah daerah bernama Shiffin di tepi sungai Furat, Irak. Ketika pasukan Imam Ali hampir mencapai kemenangan, penasehat Muawiyah bernama Amru bin Ash memerintahkan pasukannya agar menancapkan Al-Quran di tombak mereka dan menyerukan gencatan senjata atas nama Al-Quran. Imam Ali yang memahami tipuan ini memerintahkan pasukannya agar terus bertempur, namun sebagian kelompok menolak. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai kelompok Khawarij. Atas desakan kelompok Khawarij pula, perang dihentikan dan diadakan perundingan antara kedua pihak. Dalam perundingan ini, delegasi Muawiyah melakukan tipuan. Akibatnya, kekhalifahan kaum muslimin direbut dari tangan Imam Ali dan jatuh ke tangan Muawiyah Perang ini terjadi setelah Muhammad meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat kekhalifahan dan memaksa Abu Sufyan untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amru bin Ash dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amru bin Ash, namun Amru yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amru dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang - 10 -

akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amru, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amru yang telanjang. Sehingga Amru dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian. 2) Perang Jamal Perang Jamal atau Perang Unta berlaku pada 11 Jamadilakhir 36H atau Disember 657M yang mengambil masa tidak sampai sehari. Kemenangan berpihak kepada Khalifah Ali. Peperangan tersebut berlaku Ali menggantikan semua pegawai kerajaan yang merupakan keluarga Uthman bin Affan iaitu Bani Umaiyyah kepada mereka yang cekap dan adil. Ali yang dikenal dengan keadilannya juga mencabut undang-undang yang diskriminatif dan memutuskan untuk membatalkan segala konsesi yang sebelumnya diberikan kepada orang-orang Muhajirin dan menyamaratakan hak umat atas kekayaan baitul mal. Disamping itu, pihak keluarga Bani Umaiyyah menggunakan alasan kemangkatan Khalifah Uthman sebagai alasan untuk menentang pemerintahan Ali. Hal tersebut mendapat tentangan dari orang yang selama bertahun-tahun menikmati keistimewaan yang dibuat oleh khalifah sebelumnya. Ketidakpuasan itu kian meningkat sampai akhirnya mendorong sekelompok orang untuk menyusun kekuatan untuk melawan beliau. Thalhah, Zubair dan Aisyah berhasil mngumpulkan pasukan yang cukup besar di Basrah untuk bertempur melawan khalifah Ali bin Abi Thalib. Mendengar adanya pemberontakan itu, Ali turut mengerahkan pasukannya. Kedua pasukan saling berhadapan. Ali terus berusaha membujuk Thalhah dan Zubair agar mengurungkan rencana berperang. Beliau mengingatkan keduanya akan hari-hari manis saat bersama Rasulullah S.A.W dan berperang melawan pasukan kafir. Perang tak dapat dihindarkan. Ribuan nyawa melayang sia-sia, hanya kerana ketidakpuasan hati sebahagian orang terhadap keadilan yang ditegakkan oleh Ali. Pasukan Ali berhasil mengalahkan pasukan yang - 11 -

dikepalai Aisyah, yang ketika itu menunggang unta. Perang Jamal atau Perang Unta berakhir setelah unta yang dinaiki oleh Aisyah tertusuk tombak dan jatuh terkapar. 3) Perang Nahrawan Peristiwa hakamiyyah atau perundingan setelah perang Shiffin menjadi percikan awal munculnya kelompok baru yang dinamakan Khawarij. Kelompok ini mengangkat slogan "Tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah." Dengan slogan ini mereka menyatakan penentangan atas keputusan Imam Ali yang bersedia berunding dengan Muawiyah. Setelah mendengar jawaban dan keterangan dari khalifah inI. Tak lama kemudian Khawarij membentuk pasukan dan memilih salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin. Pasukan ini bergerak ke arah daerah bernama Nahrawan. Siapa saja yang ditemui dan menyatakan mendukung kepemimpinan Imam Ali as tidak selamat dari tebasan pedang mereka. Keberingasan Khawarij membulatkan tekad Imam Ali untuk menghabisi mereka. Saat dua pasukan berhadapan, sekali lagi Ali menasehati mereka untuk kembali ke jalan yang benar. Kelompok demi kelompok memisahkan diri dari pasukan khawarij, sampai jumlah mereka berkurang menjadi hanya 1.800 penunggang kuda dan 1.500 pejalan kaki. Imam Ali berpesan kepada pasukannya yang berjumlah 14 ribu orang untuk tidak memulai perang. Khawarij secepat kilat menyerang dengan beringas dan dengan cepat pula barisan mereka kucar kacir. Pasukan ini lumpuh hanya beberapa saat setelah perang dimulai.

- 12 -

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, hal. 166, sebagaimana dikutip dari buku Akar Konflik Umat Islam, oleh Jeje Zainudin Abu Himam Husein, Ahmad. Kekhalifaan Abu Bakar Ash-Shidiq, Jakarta, Media Dawah, 1990. Raji Abdullah, M. Sufyan. Lc, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajarannya, Jakarta, Pustaka Al-Riyadl, 2006. Abdullah Muin, M. Thalib. Aliran Islam Pada Masa Khalifah, Yogyakarta, Widjaya, 1978. A. Nasir, Sahilun. Pengantar Ilmu Tauhid, Rajawali, Jakarta, 1991

- 13 -

- 14 -

Você também pode gostar