Você está na página 1de 16

Tugas Tutorial Blok XV

JOURNAL READING HORDEOLUM

LEVEL OF EVIDENCE IN EVIDENCE BASED MEDICINE

Oleh : Yuyun Mawaddatur Rohmah NIM : 082010101034

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

Efektivitas Terapi Kombinasi Antibiotik Optalmik pada Hordeolum Setelah di Insisi dan di Kuret: Percobaan Acak, Percobaan Control Placebo: Studi Percontohan

Parima Hirunwiwatkul, MD*, Kanitta Wachirasereechai, MD* This paper was presented at the Asia Pacific Academy of Ophthalmology on December 2, 2003, Bangkok, Thailand * Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Chulalongkorn University

Tujuan

: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas terapi

kombinasi larutan antibiotik tetes mata (neomisin sulfat, polimiksin B sulfat dan gramicidin) pada pengobatan hordeolum sederhana setelah diinsisi dan dikuret. Metode : Sampel diambil dari Rumah Sakit King Chulalongkorn Memorial dari

Mei 2002 sampai Juni 2003. Sampel ditempatkan dalam dua kelompok. Kelompok A dengan

terapi kombinasi antibiotik optalmik, kelompok B dengan Placebo. Sampel di evaluasi pada hari ketiga dan ketujuh setelah pemberian obat. Nilai nyeri dari dua kelompok dibandingkan dengan intention-to-treat analysis (worst-case scenario), menggunakan skor nyeri 10 dalam kelompok perlakuan dan 0 pada kelompok placebo. Penelitian ini mengambil pasien yang memiliki setidaknya 5-milimeter hordeolum, dengan onset dalam waktu 7 hari, tidak pernah menggunakan antibiotik dan menjalani insisi dan kuretase dengan anestesi lokal. Kriteria eksklusi adalah pasien yang sebelumnya telah di insisi dan dikuret dalam waktu 1 bulan, insisi & kuret lebih dari 3 kali atau lesi di daerah yang berdekatan menunjukkan komplikasi yang terkait dengan hordeolum seperti selulitis preseptal atau blepharitis. Kecuali pada pasien dengan imunodefisiensi, riwayat kecenderungan perdarahan atau alergi terhadap aminoglikosida, polimiksin B, gramicidin, xylocaine dan povidon iodin. Hasil : Dari Juni 2002 sampai Mei 2003, 455 pasien baru yang didiagnosis

dengan hordeolum. Dari jumlah ini, 427 dikeluarkan. Sebagian besar kasus dikecualikan telah menggunakan antibiotik topikal atau sistemik sebelum mereka kunjungan pertama. Hanya 28 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Akibatnya, ada empat belas pasien dalam kelompok masing-masing. Dua belas kasus tidak memiliki nyeri (7 dalam kelompok A dan 5 di kelompok B). Berarti skor nyeri di tiap kelompok A dan B adalah 2.07 2.55 dan 2.79 2.49. Rata-rata

massanya 6.21 1.44 mm pada kelompok A dan 6.39 2.30 mm pada kelompok B. Skor nyeri dan berat ukuran tidak berbeda antara kedua kelompok sebelum pengobatan (p = 0,336 kesakitan dan 0,796 massa). Empat pasien, dua dari setiap kelompok, tidak dipakai untuk menindaklanjuti. Satu pasien dalam kelompok B telah diintervensi dengan Dicloxacillin oral. Tidak ada komplikasi atau reaksi obat yang merugikan terjadi di kedua kelompok. Pada hari ketiga setelah pengobatan, semua pasien tidak mengeluh nyeri kecuali dua pasien melaporkan adanya nyeri. Kedua pasien dalam kelompok A, telah meningkatkan skor nyeri mereka 5-6 dan 3-5. Tidak ada signifikan perbedaan antara durasi obat dalam kedua kelompok (p = 0,988). Nilai nyeri dari dua kelompok dibandingkan dengan intention-to-treat analysis (worst-case scenario), menggunakan skor nyeri 10 dalam kelompok perlakuan dan 0 pada kelompok placebo. Ukuran massa dalam kelompok perlakuan seharusnya dua kali ukuran massa sebelum pengobatan dibandingkan dengan tidak ada penampilan massa pada kelompok plasebo. Jangka waktu penyembuhan tidak berbeda (p = 0,2652) Tidak ada statistik perbedaan yang signifikan pada semua hasil. Kesimpulan : Terapi kombinasi antibiotik tetes mata tidak lebih efektif dibandingkan

plasebo dalam pengobatan hordeolum setelah insisi & kuret.

Level Of Evidence dalam Aplikasi Evidence Based Medicine (EBM)

Evidence Based Medicine (EBM) adalah proses pembelajaran seumur hidup, mengarahkan diri sendiri dalam merawat pasien yang mengarah ke mencari, penilaian kritis, dan penggabungan ke informasi klinis yang valid tentang diagnosis, prognosis, terapi, dan masalah klinis serta perawatan kesehatan lainnya. EBM adalah pendekatan pelayanan medis yang memadukan bukti-bukti riset terbaik, dengan keterampilan klinis dokter, dan keunikan, nilai-nilai dan harapan pasien, untuk pelayanan yang lebih baik kepada pasien. EBM Adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan subyek pasien dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik. EBM merupakan hasil-hasil penelitian terbaru yang merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan patofisiologi dan keputusan terhadap kesehatan pasien atau merupakan integrasi kejadian untuk menentukan terapi atau penatalaksanaan suatu penyakit. Dengan melihat pada penelitian-penelitian kedokteran dan literatur-literatur (individual atau group), sehingga dapat membantu dokter Menentukan diagnosis yang tepat, Memilih rencana pemeriksaan terbaru, Memilih terapi terbaru Memilih metode pencegahan penyakit terbaru.

Evidence Based Medicine (EBM) adalah integrasi dari bukti penelitian yang terbaik dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien. Bukti penelitian yang terbaik mengacu pada

penelitian klinis yang relevan, sering dari kesehatan dasar dan ilmu kedokteran, tetapi terutama dari pasien-berpusat penelitian klinis. Keahlian klinis berarti kemampuan untuk menggunakan keterampilan klinis dan pengalaman masa lalu untuk dengan cepat mengidentifikasi kesehatan setiap pasien dan diagnosis, risiko individu dan manfaat dari intervensi potensial. Penilaian pada pasien mengacu pada preferensi, harapan bahwa setiap pasien membawa ke pertemuan klinis dan yang harus diintegrasikan ke dalam keputusan klinis mereka untuk melayani pasien. Evidence based medicine (EBM) bertujuan untuk menerapkan bukti terbaik yang tersedia yang diperoleh dari metode ilmiah, digunakan untuk mengambil sebuah keputusan klinis untuk menilai kekuatan bukti-bukti tentang risiko dan manfaat dari perawatan dan tes diagnostik. Bukti kualitas dapat dinilai berdasarkan pada jenis sumber (dari meta-analisis dan ulasan sistematis double-blind, placebo-controlled uji klinis), serta faktor-faktor lain termasuk validitas statistik, relevansi klinis.

E BM mengakui bahwa banyak aspek pelayanan kesehatan tergantung pada faktor individu seperti kualitas dan nilai-kehidupan, yang hanya sebagian mengarah pada metode ilmiah. Bagaimanapun juga untuk memperjelas bagian-bagian dari praktek medis yang berada di subjek prinsip metode ilmiah, untuk menerapkan metode ini dan memastikan prediksi terbaik dari hasil dalam perawatan medis, bahkan sebagai perdebatan terus berlangsung tentang hasil yang diinginkan. Menggunakan teknik dari ilmu pengetahuan, teknik, dan statistik, seperti kajian sistematis literatur medis, meta-analisis, analisis risiko dan manfaat, dan uji coba terkontrol secara acak (RCT). Tinjauan sistematis penelitian yang dipublikasikan adalah metode utama yang digunakan untuk mengevaluasi perawatan tertentu. The Cochrane Collaboration adalah salah satu yang paling dikenal, contoh tinjauan sistematis. Tinjauan sistematis, membutuhkan penulis untuk memberikan rencana rinci dan berulang pencarian literatur mereka dan evaluasi bukti. Setelah semua bukti terbaik dinilai, pengobatan dikategorikan sebagai "mungkin bermanfaat", "mungkin berbahaya", atau "bukti tidak mendukung manfaat baik atau bahaya". Tujuan EBM yang pertama adalah untuk mengobati pasien dengan patologi akut atau kronis menggunakan pengobatan yang

didukung dalam literatur medis yang ilmiah dan valid. Jadi, praktisi medis akan memilih pilihan pengobatan untuk kasus-kasus tertentu berdasarkan penelitian terbaik untuk setiap pasien mereka. Area kedua adalah kajian sistematis literatur medis untuk mengevaluasi penelitian terbaik pada topik tertentu. Proses ini bisa menjadi seperti di sebuah kumpulan jurnal, atau teknis, menggunakan program komputer dan teknik informasi. Evidence Based Medicine merupakan bukti penelitian terbaik yang terintegrasi yang diperoleh dengan keahlian klinik dan hasil yang diperoleh dari pasien. Tujuan dari EBM adalah untuk menerapkan bukti terbaik yang telah diperoleh dari metode ilmiah untuk membuat keputusan medi dan mengetahui nilai dan kualitas dari bukti ilmiah mengenai risiko dan manfaat dari perawatan yang diberikan. Tujuan EBM adalah membantu dokter untuk membuat keputusan klinis berdasarkan bukti yang terbaik (best evidence-based) dan memberikan pelayanan medis yang berpusat pada pasien (patientcentered medical care), bukan berorientasi penyakit. Evidence Based Medicine (EBM)

Menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita hadapi. Merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional. EBM sebenarnya merupakan cara yg biasa dilakukan dalam proses penilaian suatu obat

baru yg akan dipasarkan. Disini malah diperlukan juga penilaian animal dan in-vitro studies. Perbedaannya: * Penilaian obat pra-pemasaran mempertimbangkan seluruh masyarakat, * EBM menimbang untuk satu pasien. EBM menjembatani Ilmu Kedokteran dan Hukum ?

EBM mulai dibutuhkan juga oleh seorang hakim menentukan apakah suatu pengobatan tertentu sudah benar dalam persidangan. Diperlukan ilmu (evidence) di belakang pertimbangan suatu testimoni seorang saksi ahli.

Juga, EBM menentukan harga saham pabrik obat, yang disebarkan mass media ekonomi.

EBM is perhaps not always applicable for many reasons: Some times we cannot treat just the numbers.

Other times we cannot use statistics to treat a specific patient. Large outcome studies includes patients with uncontrollable variables. Controlled clinical trials are not always flawless. Pediatric CTs have not been required until 1998, although compulsory for adults since 1962. Dose-finding studies are rare, not the least in pediatrics. Ultimately: ask 3 specialists and you will get 2-3 different answers. Equipoise of opinions should perhaps be set at around 70 : 30, or more.

Sepuluh Pedoman Pengobatan Rasional : 1. Timbanglah manfaat-risiko dgn memperhitungkan prinsip nocere. 2. Gunakanlah pertama-tama obat yg paling established, dan kenalilah obat pilihan ini untuk setiap indikasi. 3. Gunakanlah obat pilihan yg anda ketahui paling baik efeknya. 4. Batasilah pemberian jenis obat seminimal mungkin 5. Sesuaikanlah dosis obat untuk setiap penderita. 6. Gunakanlah dosis efektif terkecil. 7. Pilihlah cara pemberian obat yg paling aman, tanpa mengurangi efektivitas. 8. Jangan memilih preparat terbaru, karena barunya. 9. Janganlah ketinggalan menggunakan obat baru yang (lebih) baik. 10. Cocokkanlah kebenaran data promosi pabrik obat. Primum non

EBM Klinik Merupakan bukti penelitian terbaru

untuk memutuskan tentang penatalaksaan pasien-pasien secara individu. untuk memperbaiki dan mengevaluasi perawatan pada pasien.

Digunakan sebagai gold standart/ standar baku/standar emas untuk praktisi klinik dan guideline therapi.

Sumber EBM Klinik


Sistematic reviews dari literatur kedokteran. Large Randomised controlled trials ( efikasi terapi) Large prospective studies (pemantauan waktu).

Bukti penelitian test diagnostik dan terapi.

Klasifikasi EBM 1. Evidence-Base guideline. EBM praktis pada tingkat organisasi atau institusi dalam bentuk guideline, pedoman, dan aturan 2.Evidence-Base individual decision making. EBM praktis pada individual.

Manfaat EBM Klinik Practice guideline atau Evidence-base medicine guidelines. 1. Membantu menurunkan mortalitas atau kematian pasien. 2. Memperbaiki derajat kesehatan dan perawatan. 3. Mengevaluasi dan merencanakan terapi. 4. Memilih pola hidup dan perawatan kesehatan terbaik. Contoh EBM klinik Clinical Guidelines The Evidence Base for Tight Blood Pressure Control in the Management of Type 2 Diabetes Mellitus

Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 oleh PERKENI 2002. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia oleh PERKENI 2006 JNC VII for hipertension.

Kualifikasi EBM Klinik 1. U.S. Preventive Services Task Force Level I: 1. Designed randomized controlled trial. Level II-1: 2. Designed controllled trial tanpa random Level II-2: 3. Studi cohort atau case-control analytic. Level II-3: 4. Multiple time series dengan atau tanpa intervensi. Level III: 5. Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi descriptive atau laporan kasus. Kategori dari rekomendasi ( US. Preventive Services Task Force) Level A: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan resiko sedikit. Level B: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik dengan resiko sedikit Level C: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana perbandingan antara manfaat dan resiko sama. Level D: Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat. Level I:

Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek atau banyak pertentangan.

1. U. K. National Health Service (level of evidence [LOE]) Pembagaian berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis, prognosis dan therapy. Level A: Consistent Randomised Controlled Clinical Trial, Cohort study, keputusan klinik berdasarkan validitas pada populasi yang berbeda. Level B: Consistent A. Level C: Case-series Study atau extrapolasi dari studi level B Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan patophysiologi. Level D: Retrospective Cohort,Explonatory Cohort, Ecological Study,,Outcomes Research, Case-control Study, atau extrapolasi dari studi level

Level of Evidence adalah sistem peringkat untuk mengklasifikasi kualitas penelitian. Ada beberapa tingkatan dari level of evidence yang terdiri dari level I sampai level V. Setiap level of evidence memiliki 4 tipe study penelitian yang meliputi terapi, prognosis, diagnosis, atau segi ekonomis/analisis pengambilan keputusan. Semakin tinggi level of evidence lebih meyakinkan para klinisi untuk mencoba menyelesaikan masalah-masalah klinis. Namun, ada juga level of evidence yang hanya cocok digunakan sebagai bahan study. Dari beberapa tingkatan tersebut level yang paling tinggi adalah level I dan level yang terendah adalah level V. Pengapresiasian penggunaan level of evidence pada evidence based medicin berbeda-beda pada setiap penelitian. Salah satunya penelitian dari Plastic and Reconstructive Surgery tidak menerima papers dengan level of evidence yang rendah. Kebanyakan penelitian yang memiliki data dengan level of evidence I dan II memiliki EBM yang mampu diterima dan diterapka sebagai metode perawatan untuk pasien. Sedangkan level III sampai V digunakan sebagai literatur study ilmiah.

Berbeda pada penelitian lain yang dilakukan oleh The Journalof Bone and Joint Surgery, level of evidence memiliki nilai yang lebih fleksibel tidak terpatok pada tinggi rendahnya level. Maka dari itu membutuhkan penilaian yang lebih dalam untuk pengaplikasian hasil penelitian yaitu butuh suatu proses critical appraisal dalam meninjau hasil penelitian. Pada randomized clinical trial tidak selalu mungkin, bahwa bahwa level I mungkin saja tidak available untuk semua situasi klinis. Level III atau IV memiliki kemungkinan untuk mampu dan memiliki nilai yang baik untuk pemberian terapi. Tapi untuk menjawab masalah klinis seharusnya berdasarkan dari gabungan penilaian dari semua bukti. Tidak ada satu jenis bukti saja yang dapat memberikan jawaban yang definitif. Peneliti dari BMC Medical Research Methodology memberikan saran kepada pembaca agar tidak mudah berasumsi bahwa penelitian dengan label level I memiliki laporan mengenai kualitas yang tinggi, dan penelitian level I memiliki kualitas yang lebih baik dari level II. Karena setiap individu memiliki karakteristik perawatan yang berbeda yang perlu penanganan secara individual.

Levels of Evidence

DAFTAR PUSTAKA

Evidence Based Medicine Information. Amerian Association of Orthopaedic Surgeons. http://www.aaos.org/research/evidence/ebmmain.asp. {2 Januari 2012}. Evidence Based Medicine (EBM) Resources. Dartmouth Biomedical Libraries. http://www.dartmouth.edu/~biomed/resources.htmld/guides/ebm_resources.shtml. {31 Desember 2011}. Levels 2012}. Rich, Nancy. 2005. Levels of Evidence. Journal of Womens Health Physical Therapy. Turlik, Michael. 2009. Introduction to Evidence Based Medicine. The Foot & Ankle Journal. Wikipedia. Evidence Based Medicine. http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence-based_medicine. {31 Desember 2011}. of Evidence. Esential Evidence Plus. http://www.essentialevidenceplus.com/product/ebm_loe.cfm?show=oxford. {2 Januari

Você também pode gostar