Você está na página 1de 5

1 BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang berhubungan dengan faktor faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, dan setelah kelahiran (Manuaba, 2002). Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan khususnya upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Ibu pada prinsipnya memiliki peran ganda yaitu sebagai pengasuh anak yang secara makro akan ikut menentukan generasi bangsa yang akan datang maupun secara mikro akan ikut menentukan ekonomi keluarga. Karena itu, pembangunan sumber daya manusia harus di mulai sejak dini yakni pada saat janin masih dalam kandungan ibu dari masa awal pertumbuhannya. Sementara World Health Organization, dalam laporannya menjelaskan bahwa asfiksia neonatus merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus di Negara berkembang pada tahun 2007 yaitu sebesar 21,1%, setelah itu pneumonia dan tetanus neonatorum masingmasing sebesar 19,0% dan 14,1%. Dilaporkan kematian neonatal adalah asfiksia neonatus (33%), prematuritas (10%), BBLR (19%). Menurut laporan kelompok kerja World Health Organization, dari 8 juta kematian bayi di dunia, 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh 2 kematian neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi umur 7 hari, yang disebabkan oleh gangguan perinatal yang salah satunya adalah asfiksia (Saifuddin, 2003). Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga diantara Negara-negara ASEAN. Walaupun demikian, angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Tahun 2005 per 1000 kelahiran hidup sebesar 4 di Singapura, sebesesar 12 di Malaysia, sebesar 38 di Filipina. Di Indonesia, menurut SKRT tahun 2005, sekitar 54 per kelahiran hidup (Depkes RI, 2007).Walaupun pada tahun 2003 angka tersebut mengalami penurunan yaitu menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup, akan tetapi angka ini masih jauh dari target pencapaian tahun 2010 yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2003). Di Indonesia, angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal dini (0-7 hari) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup. Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 penyebab utama kematian neonatal dini adalah BBLR (35%), asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Angka tersebut cukup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir (Wijaya, 2009). Di Negara berkembang, sekitar 3% dari semua bayi baru lahir mengalami asfiksia sedang atau berat (Depkes RI, 2007). Sekitar 15 - 45% diantaranya meninggal dan sejumlah kurang lebih yang sama 3 menderita gejala sisa yang berat berupa epilepsi dan retardasi mental (Manuaba, 2002). Sebagian kasus asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia intrauterin. Maka dari itu, diagnosa dini pada penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR. Penilaian menggunakan skor

APGAR masih digunakan karena dengan cara ini derajat asfiksia dapat ditentukan sehingga penatalaksanaan pada bayi pun dapat disesuaikan dengan keadaaan bayi (Mochtar, 2002). Dari sumber lain juga ditemukan bahwa prematuritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Asfiksia pada bayu baru lahir. Jadi, terdapat hubungan yang erat antara persalinan preterm dengan kejadian asfiksia. Usia bayi pada persalinan preterm menyebabkan fungsi organ-organ bayi belum terbentuk secara sempurnan termasuk juga organ pernapasan. Sehingga dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan nafas segera setelah lahir. Salah satu karakteristik bayi preterm ialah pernafasan tak teratur dan dapat terjadi gagal nafas (Manuaba, 2002). Di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009 persalinan sebanyak 1972 orang dimana pada tahun tersebut terdapat 163 bayi yang lahir diantaranya mengalami asfiksia neonatorum, dan 78 bayi lahir kurang bulan dan 85 (52,6 %) diantaranya mengalami asfiksia neonatorum. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungannya antara umur kehamilan ibu pada saat bayi lahir 4 dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan apakah ada hubungan antara umur kehamilan ibu pada saat bayi lahir dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan umur kehamilan ibu pada saat bayi di lahirkan dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009? 2. Tujuan khusus a. Untuk mengidentifikasi kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009. b. Untuk mengidentifikasi umur kehamilan ibu saat bayi dilahirkan di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009. c. Untuk mengetahui hubungan umur kehamilan ibu saat bayi dilahirkan dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan infomasi bagi instansi terkait dalam hal ini dinas kesehatan kota Kendari untuk dilakukan tindakan preventif dan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi wanita. 5 2. Sebagai bahan informasi bayi masyarakat pada umumnya dan para wanita khususnya mengenai persalinan preterm dan asfiksia pada bayi baru lahir. 3. Sebagai salah satu bahan referensi selanjutnya khususnya penelitian mengenai asfiksia. E. Keaslian Penelitian Telah ada penelitian terdahulu yang mengkaji hal-hal yang menyangkut kejadian asfiksia, namun dalam penelitian ini memfokuskan hubungan umur kehamilan pada saat bayi dilahirkan dengan kejadian asfiksia. Adapun penelitian yang telah dilakukan : 1. Penelitian Nurchotimah (2008), tentang Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Yang Menjalani Persalinan Spontan Dengan Angka Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Sragen Tahun 2006-2007. Perbedaannya adalah jenis penelitian Nurchotimah yaitu Penelitian Analitik, Lokasi penelitian di RSUD Sragen Tahun 2006-2007 dan subyek

penelitian yaitu semua ibu hamil yang mengalami anemia. Menggunakan Uji Statistik Chi 2 . 2. Penelitian Margarets (2008), tentang Hubungan antara Faktor Ibu Dengan Angka Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005. Perbedaannya adalah jenis penelitian Helmy Margarets yaitu Penelitian Explanatory Survey dengan Pendekatan Cross Sectional , menggunakan Uji Statistik Chi 2 . Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada design penelitian, tempat dan lokasi penelitian. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tinjauan Tentang Asfiksia a. Definisi Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur (Rukiyah dan Yulianti). Dari sumber lain menyebutkan asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan dan teratur, sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan . Ada pula dari sumber lain disebutkan bahwa asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O 2 dan makin meningkatkan CO 2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2002). b. Penyebab asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah utero plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 6 7 1) Faktor ibu: a) Preeklamsia dan eklamsi b) Perdarahan abnormal c) Partus lama atau partus macet d) Demam selama persalinan e) Infeksi berat f) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu) 2) Faktor tali pusat: a) Lilitan tali pusat b) Tali pusat pendek c) Simpul tali pusat d) Prolapsus tali pusat 3) Faktor bayi: a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) c) Kelainan bawaan (kongenital) d) Air ketuban bercampur mekonium c. Gejala dan tanda-tanda asfiksia 1) Tidak bernafas atau bernafas megap-megap 2) Warna kulit kebiruan 3) Kejang 4) Penurunan kesadaran 8 Dari sumber lain disebutkan faktor-faktor yang juga dapat menyebabkan asfiksia. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktor yang mendadak terdiri atas: 1) Faktor-faktor dari pihak janin, seperti: (1) gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, (2) depresi pernapasan karena obat-obat anastesi/analgetik yang diberikan pada ibu, perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan,

hipoplasia paru-paru dan lain-lain. 2) Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti: (1) gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani, (2) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada plasenta previa, (3) hipertensi pada eklamsia, (4) gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta (Prawirohardjo, 2007). d. Patofisiologi Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua golongan : 1) Primer (akibat langsung dari asfiksia) Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O 2 . Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak O 2 , dengan demikian bagian 9 tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O 2 langsung atau primer tidak jelas. 2) Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada : a) Penutupan mulut dan hidung (pembekapan). b) Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru. c) Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan ( traumatic asphyxia ). d) Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracu nan ( Prawirohardjo , 200

7 ). 10 e. Sikap bidan menghadapi asfiksia neonatus Bidan sebagai tenaga medis diharapkan peka terhadap pertolongan persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother . Oleh karena itu, bekal utama sebagai bidan adalah: 1) Melakukan pengawasan hamil, sehingga kehamilan dengan risiko tinggi segera melakukan rujukan medis. 2) Melakukan pertolongan hamil risiko rendah dengan memanfaatkan partograf. 3) Melakukan perawatan ibu dan janin baru lahir Untuk dapat mencapai tingkatan yang diharapkan perlu dilakukan usaha menghilangkan faktor risiko pada kehamilan sehingga memperkecil terjadinya asfiksia neonatorum. Dalam menghadapi persalinan normal diharapkan bidan sudah mengatahui langkah pertolongan neonatus sebagai berikut: 1) Tindakan pertolongan umum neonatus: a) Kepala bayi diletak pada posisi yang lebih rendah b) Bersihkan jalan nafas dari lendir, mulut dan tenggorokan, saluran nafas bagian atas. c) Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan membungkus dan memandikan dengan air hangat. d) Memberikan rangsangan menangis, memukul telapak kai atau menekan tendon pada tumit bayi. e) Dalam ruang gawat darurat bayi selalu tersedia: penghisap lendir bayi dan O2 dengan maskernya. 11 2) Tindakan khusus asfiksia neonatus Menghadapi asfiksia neonatus memang di perlukan tindakan spesialis, sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan rujukan medis ke rumah sakit. Melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah di daerah pedesaan sebagian besar berlangsung dengan aman dan baik. Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan mempergunakan sistem apgar score (Manuaba, 2002). f. Langkah-langkah resusitasi 1) Langkah awal: a) Jaga bayi tetap hangat b) Atur posisi bayi c) Isap lendir d) Keringkan dan rangsang taktil e) Reposisi f) Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur, bila tidak lakukan tindakan ventilasi. 2) Ventilasi: a) Pasang sungkup, perhatikan pelekatan b) Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi c) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik.

Você também pode gostar