Você está na página 1de 15

Referat BENDA ASING DI HIDUNG

Di susun oleh: Indah Edilla 0608114174

Pembimbing: Dr. Roy David Sarumpaet, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2012

I.

Definisi

Benda asing adalah benda yang berasal dari luar atau dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh.1 II. Anatomi hidung

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.2

Gambar 1. Anatomi hidung2

a. Septum nasi Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , krista palatina serta krista sfenoid.2

b. Kavum nasi Kavum nasi terdiri dari: 1. Dasar hidung Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum.2 2. Atap hidung Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filamen-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.2 3. Dinding Lateral Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.2 4. Konka Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior. Celah antara konka media dan inferior disebut meatus media. Diatas konka media disebut meatus superior. Kadangkadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.2 5. Meatus superior Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan bagian lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sphenoid.2

6. Meatus media Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.2 7. Meatus Inferior Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril.2 8. Nares Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.2 Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla.2

Benda asing di hidung tersering ditemukan di antara septum dan bagian bawah konka nasalis inferior, dapat dilihat pada gambar di bawah.3

Gambar 2. Predileksi benda asing di hidung3 III. Epidemiologi

Kasus benda asing di hidung paling sering terjadi pada anak, terutama pada usia 1 - 4 tahun. Pada usia ini anak cenderung mengeksplorasi tubuhnya, terutama daerah yang berlubang, termasuk hidung. Mereka dapat pula memasukkan benda asing sebagai upaya mengeluarkan sekret atau benda asing yang sebelumnya ada di hidung, atau untuk mengurangi rasa gatal atau perih akibat iritasi yang sebelumnya sudah terjadi. Benda asing yang tersering ditemukan yaitu sisa makanan, permen, manikmanik dan kertas. Benda asing seperti plastik dapat pula bertahan lama karena sukar didiagnosis akibat sifatnya yang noniritatif dan radiolusen sehingga tidak tampak dari pemeriksaan radiologik. Meskipun jarang, kasus ini dapat pula terjadi pada orang dewasa, terutama pada pasien- pasien gangguan jiwa atau retardasi mental.2,4,5 Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing di hidung antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial dan tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan tidur, kesadaran menurun,

alkoholisme dan epilepsi), ukuran, bentuk serta sifat benda asing serta faktor kecerobohan.5 Benda asing, meskipun tampak sebagai masalah yang tidak serius, juga dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas bila masuk ke saluran nafas bawah. Pada usia dibawah 1 tahun, aspirasi benda asing merupakan penyebab utama kematian.5 IV. Klasifikasi

Berdasarkan asalnya, benda asing digolongkan menjadi dua golongan : 1. Benda asing eksogen, yaitu yang berasal dari luar tubuh, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik seperti kacangkacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, kapur barus (naftalen) dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair noniritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. 2. Benda asing endogen, yaitu yang berasal dari dalam tubuh. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada saat proses persalinan.5 Berdasarkan konsistensinya benda asing dapat juga digolongkan menjadi benda asing yang lunak seperti kertas, kain, penghapus, sayuran, dan yang keras seperti kancing baju, manik-manik, baterai dan lain-lain.5 Pembagian yang lain yaitu :5 1. Benda asing hidup, yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah, dan cacing. a. Larva lalat Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung manusia dan hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies Chryssomya bezziana. Chrysomya bezziana adalah serangga

yang termasuk dalam famili Calliphoridae, ordo diptera, subordo Cyclorrapha, kelas Insecta. Lalat dewasa berukuran sedang berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap pada toraks dan pada abdomen bergaris melintang. Larva mempunyai kaitkait di bagian mulutnya berwarna coklat tua atau coklat orange. Lalat dewasa meletakkan telurnya pada jaringan hidup dan hewan berdarah panas yang hidup liar dan juga pada manusia misalnya pada luka, lubang-lubang pada tubuh seperti mata, telinga, hidung, mulut dan traktus urogenital.6,7 b. Lintah Lintah (Hirudinaria javanica) merupakan spesies dari kelas hirudinae. Hirudinea adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang

belakang yang termasuk dalam filum annelida. Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai rambut, parapodia, dan seta. Tempat hidup hewan ini ada yang berada di air tawar, air laut, dan di darat. Lintah merupakan hewan pengisap darah. Pada tubuhnya terdapat alat pengisap di kedua ujungnya yang digunakan untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat mengisap, lintah ini mengeluarkan zat penghilang rasa sakit dan mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga darah korban tidak akan membeku. Setelah kenyang mengisap darah, lintah itu akan menjatuhkan dirinya ke dalam air. Bentuk tubuh lintah ini pipih, bersegmen, mempunyai warna kecokelatan, dan bersifat hemaprodit.8

Gambar 3. Lintah hidup di hidung 8 c. Cacing Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus yang masih menjadi masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat menjadi Port dentry atau tempat cacing tersebut bermigrasi dari usus untuk mendapatkan oksigen yang lebih banyak.9 2. Benda asing mati, yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam, kancing baju. Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun mengandung naftalen yang bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai logam di hidung juga harus diperlakukan sebagai kasus gawat darurat yang harus dikeluarkan segera, karena kandungan zat kimianya yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.5,10,11

Gambar 4. Manik-manik di bawah konka inferior9

V.

Patogenesis

Benda asing mati di hidung cenderung menyebabkan edema dan inflamasi mukosa hidung. Dapat terjadi ulserasi, epistaksis, jaringan granulasi, dan dapat berlanjut menjadi sinusitis. Baterai logam merupakan benda asing yang paling berbahaya yang sering ditemukan pada kasus benda asing di hidung anak. Kerusakan mukosa terjadi karena adanya kontak antara baterai logam dan kedua sisi rongga hidung dan konsentrasi ion yang tinggi dari sekresi hidung yang dapat menyebabkan luka bakar listrik dan thermal. Erosi dari segel plastik dan lapisan yang memisahkan anoda dan katoda menyebabkan hasil campuran isi baterai logam bocor dan keluar menyebabkan luka bakar kimia, terutama pada sisi anoda (kutub negatif). Kapur barus, meskipun lebih jarang ditemukan, namun juga sangat berbahaya. Kapur barus mengandung naftalen yang bersifat iritan kuat, sehingga bila dibiarkan berlama-lama di dalam hidung ia dapat menyebabkan inflamasi berat hingga perforasi septum. Benda asing mati tertentu seperti sayuran menyerap air dari jaringan dan mengakibatkan reaksi inflamasi yang cukup serius.5,10,11,12 Benda asing hidup menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat bervariasi, dari infeksi lokal sampai destruksi masif tulang rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam dan berbau. Cacing askaris di hidung dapat menimbulkan iritasi dengan derajat yang bervariasi karena gerakannya. Lintah dapat menyebabkan epistaksis berulang yang tidak masif karena air liurnya yang mengandung hirudin yang berefek antikoagulan dan histamine like-substance yang menyebabkan vasodilatasi kapiler sehingga memfasilitasi terjadinya perdarahan.5,13 Benda asing yang bertahan lama di hidung dapat menyebabkan terbentuknya rinolith, yaitu hasil timbunan kalsium, garam magnesium, fosfat, atau karbonat dari sekret yang terperangkap dan mengeras. Rinolith dapat menetap selama bertahuntahun dan ditemukan pada CT scan atau endoskopi setelah gejala klinis muncul.13

VI.

Gejala klinis

Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orangtua karena kebanyakan asimptomatik sehingga dapat bertahan untuk waktu yang lama. Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam dan bersin. Gejala lainnya bervariasi sesuai patogenesisnya. Misalnya, benda asing seperti karet busa sangat cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk. Baterai logam di hidung akan menimbulkan keluhan rasa terbakar atau panas di hidung. Begitu pula kapur barus.5,9 Benda asing hidup kebanyakan menimbulkan sensasi benda yang bergerak-gerak di dalam hidung. Epistaksis tanpa rasa nyeri sering merupakan keluhan utama pasien dengan lintah di hidung. Pada miasis hidung pasien sering mengeluhkan sakit kepala, terutama daerah sekitar hidung. Hidung tersumbat diikuti rasa sesuatu bergerak-gerak di dalam rongga hidung. Kadang-kadang disertai epistaksis.7,8 Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, selain benda asing yang dapat dilihat langsung, akan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral, dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis. Lintah sulit dilihat dengan rinoskopi anterior, sehingga kadang memerlukan pemeriksaan endoskopi. Bila terlihat, akan tampak berupa benda asing berwarna coklat tua, perabaan lunak dan melekat pada mukosa. Pada miasis hidung tampak hidung bengkak, kemerahan sekitar mata dan sebagian muka bagian atas. Pada kavum nasi tampak keropeng-keropeng dan ulat bergerak-gerak. Mukosa hidung nekrotik, kadang-kadang perforasi septum nasi. Hidung berbau busuk.5,8 Rinolith dapat dilihat dari pemeriksaan rhinoskopi anterior, CT scan maupun endoskopi.13

Gambar 5. Rinolith pada pemeriksaan CT scan13

Gambar 6. Rinolith yang tampak pada pemeriksaan endoskopi13 VII. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik.5 VIII. Diagnosis banding Diagnosis banding untuk obstruksi hidung unilateral antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sinusitis Polip Tumor Upper respiratory infection (URI) Atresia koana unilateral Tumor hidung Abses Hematoma septum

Keluhan hidung bau dapat ditemukan juga pada rhinitis atrofi, sinusitis dan tumor. Perlu juga dipertimbangkan adanya masalah psikis bila ternyata tidak ditemukan kelainan pada hidung pasien.9 IX. Penatalaksanaan

Benda asing yang harus diperlakukan sebagai kasus gawat darurat sehingga harus dikeluarkan secepatnya antara lain baterai dan kapur barus (naftalen). Cara mengeluarkan benda asing di hidung ialah dengan memakai pengait (haak) yang

10

dimasukkan kedalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik kedepan. Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan forsep aligator, cunam Nortman atau wire loop. Bila benda asing berbentuk bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang ujungnya tumpul.5

Gambar 7. Mengeluarkan benda asing dengan forsep aligator9 Cara lain yaitu dengan menggunakan kateter dengan balon ukuran 5 atau 6 F yang dimasukkan ke hidung melewati benda asing yang terperangkap, kemudian balon dikembangkan, sehingga diharapkan benda asing akan keluar ke nares anterior sehingga dapat dengan mudah diekstraksi.9 Sebelum tindakan dapat terlebih dahulu diberikan fenilefrin 0,5% untuk mengurangi edema mukosa dan lidokain topikal atau spray sebagai analgesia. Sebaiknya jangan mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring dengan maksud agar masuk ke dalam mulut, karena malah dapat menyebabkan benda asing tersebut malah terus masuk ke laring dan saluran nafas bagian bawah, sehingga menimbulkan keadaan gawat nafas.9 Benda asing hidup sebaiknya dimatikan terlebih dahulu dengan meneteskan minyak, parafin atau alkohol sebelum diangkat. Untuk lintah dapat diteteskan tembakau. Untuk miasis hidung, sebagian penulis menganjurkan pemberian reagen

11

tertentu (misalnya kloroform, premium) yang dapat melumpuhkan larva, kemudian larva tersebut diambil satu persatu. Pendapat lain mengemukakan tindakan pengambilan larva yang masih hidup tanpa pemberian reagen tertentu. Ada pula pendapat untuk tindakan irigasi perhidrol 3% setiap hari dan pemberian analgetik kuat. Perhidrol merubah homeostasis sekitar larva sehingga larva berusaha keluar. Tindakan operatif dengan melakukan nekrotomi merupakan tindakan alternatif lain dengan sebelumnya daerah tersebut ditetesi kloroform. Untuk memastikan terapi yang tepat terhadap miasis perlu suatu penelitian in vitro yang mampu membunuh larva miasis tetapi tidak toksik terhadap tubuh manusia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh balai penelitian veteriner Bogor menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak heksan daging biji srikaya (Annona squamosa L) berpengaruh terhadap pertumbuhan larva C. bezziana.6,8,9,14

Gambar 8. Pengeluaran larva lalat dari hidung14 Pemberian antibiotika sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus benda asing di hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.5 X. Komplikasi

Edema pada mukosa dapat menyebabkan obstruksi pada drainase sinus dan tuba eustachius sehingga mengakibatkan sinusitis dan otitis media. Rinolith, seperti yang telah disebutkan diatas dapat timbul bila benda asing bertahan selama bertahun-tahun. Infeksi struktur disekitarnya juga dapat terjadi, seperti selulitis periorbital, meningitis, epiglotitis, difteri dan tetanus.12

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Medical dictionary. Corpus Alienum. Diunduh dari : http://medicaldictionary. thefreedictionary.com/Corpus+alienum. [diakses tanggal 13 Maret 2012] 2. Snell RS, MD, PhD. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi ke 6. Alih bahasa: Sugiharto L. Jakarta: EGC. 2000. Hal. 803-805. 3. Ludman H, Bradley PJ. ABC of ear, nose and throat fifth edition. Australia: Blackwell publishing. 2007. Hal. 88-92. 4. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC. 2005. 5. Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 259-265. 6. Wardhana AH. Chrysomia Bezziana penyebab myasis pada hewan dan manusia: permasalahan dan penanggulangannya. 2008. Balai Penelitian Veteriner: Bogor. 7. Wardani RS, Mangunkusumo E. Myasis hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 143. 8. Budiman BJ, Yelvita Roza. Leech infestation in the nasal cavity. Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2002. 9. American Academy of Family Physician. Foreign bodies in ear, nose and throat. In: American Family Physician Journal. Virginia: University of Virginia. 2007 Oct. 15;76(8):1185-1189. 10. International Programme on Chemical Safety. Naphthalene. 2002. Diunduh dari: http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim363.htm. [diakses tanggal 18 Maret 2012]

13

11. Guidera AK, Stegehuis HR. Button batteries: the worst scenario in nasal foreign bodies. Journal of the New Zealand Medical Association. April 2010; vol 123; no. 1313. 12. Kelesidis T, Osman S and Dinerman H. Departement of Medicine Caritas St. Elizabeths Medical Centre. An unusual foreign bodies as cause of chronic sinusitis. Journal of Medical Case Reports. 2010,4: 157. 13. Snow JB, Jr, Ballenger JJ. Ballengers otorhinolaringology head and neck surgery. 6th edition. 2007. Hal. 750-754. 14. Punagi AQ. Myasis hidung. Makasar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2009.

14

Você também pode gostar