Você está na página 1de 9

ANALISIS KONFLIK PEKERJAAN KELUARGA PADA WANITA PEKERJA DI INDUSTRI PERBANKAN

Dwi Cahyaningdyah
Dosen FE Universitas Negeri Semarang

ABSTRACT Many Research have been concern with work-family conflict. Given that the changing of labor pool has altered the relationship between work and family, the potential for work and family conflict seems to be increasing. This paper investigate work-family conflict among women banking employees in Semarang. The findings indicate that the antecedence of work-family conflict due to family characteristic (i.e. work autonomy and work stress) and work characteristic (i.e. family support and ages of children) Keywords: work-family conflict, work characteristic, job characteristic

PENDAHULUAN Peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja telah menjadi fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang. Fenomena ini menarik untuk dicermati, karena masuknya wanita ke dunia kerja akan memunculkan banyak konsekuensi bagi masyarakat, khususnya dalam kehidupan keluarga dan individu yang bersangkutan. Terjadinya perubahan pola angkatan kerja ini dapat dilihat pada angkatan kerja Amerika Serikat, dimana pada tahun 1900 jumlah wanita yang bekerja di luar rumah sejumlah 21%. Tahun 1950 jumlahnya menjadi 29% dan tahun 1990 jumlah ini meningkat secara tajam mencapai 57,5%. Perubahan pola ini juga terjadi di Australia, dimana peningkatan partisipasi wanita dalam dunia kerja menjadi kunci perubahan lingkungan organisasi di Australia. Australia Bureau of Statistics (ABS) mencatat pada tahun 1996 partisipasi wanita di dunia kerja sebanyak 43,2% dari total angkatan kerja dan 33% diantaranya adalah pekerja purna waktu (full time). Diperkirakan jumlah ini akan menjadi 46% pada tahun 2011 (Abbott, Cieri & Iverson, 1998). Perubahan pola ini juga terjadi di negaranegara berkembang, dimana makin banyak wanita menjalankan peran ganda sebagai wanita bekerja dan pengurus rumah tangga. Terjadi juga fenomena yang menarik dimana makin banyak wanita

menduduki jabatan-jabatan strategis di perusahaanperusahaan. Beberapa dorongan yang menyebabkan masuknya wanita ke dunia kerja diantara adalah faktor ekonomi, misalnya kebutuhan untuk self supporting, karena suami yang tidak bekerja, adanya efek inflasi terhadap budget rumah tangga, perubahan pandangan tentang standard hidup yang layak serta adanya peningkatan permintaan tenaga kerja wanita lewat pertumbuhan sektor jasa dan pekerjaan teknis yang biasa dikerjakan wanita. Proses industrialisasi memisahkan ruang hidup dari ruang untuk produktivitas ekonomi. Pria meninggalkan rumah sepanjang hari untuk bekerja, sementara wanita dan anak-anak tinggal di rumah. Bagi pria, rumah merupakan tempat untuk berlindung dari kerja berat, tempat untuk memanfaatkan waktu senggang mereka, tempat istirahat dan bermain. Wanita ditunjukkan sebagai pemegang tanggung jawab untuk memelihara rumah dan mempersiapkan keluarga untuk melakukan aktivitas mereka dan menjadi penghibur anggota keluarga yang lain. Bagi wanita rumah merupakan tempat kerja dan tempat untuk memanfaatkan waktu senggang mereka. Tetapi dengan masuknya wanita ke dunia kerja di luar rumah, peranan pria menjadi berubah. Pria mulai ikut terlibat dalam berbagai urusan keluarga dan pemeliharaan rumah. Adanya gerakan wanita memasuki dunia kerja menyebabkan perubahan baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga dan dalam kehidupan indi-

10

Analisis Konflik Pekerjaan Keluarga pada Wanita Pekerja di Industri Perbankan (Cahyaningdyah: 10 18)

vidu yang bersangkutan. Secara ekonomis, adanya pasangan suami istri yang bekerja (two-worker family) menyebabkan peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan adanya ekstra pendapatan yang mereka terima, keluarga dapat menghadapi inflasi dan kasus-kasus lain yang menuntut peningkatan daya beli secara substansial. Pendapatan ganda diharapkan dapat mencukupi segala kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anak. Dari penelitian yang ada, wanita bekerja tetap dituntut untuk menjalankan tanggung jawab mereka sebagai pemelihara rumah tangga. Menurut Biernat dan Wortman (1991) dalam Vinokur, Pierce dan Buck (1999), bagi wanita professional yang mempunyai status karier yang relatif sama dengan suami mereka ditemukan adanya pola tradisional dalam distribusi tugas pemeliharaan anak dan tanggung jawab keluarga lainnya yang dianggap merugikan karier wanita. Lebih jauh dikatakan wanita mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk urusan rumah tangga dibanding suami mereka. Sehingga keluarga menjadi domain pusat yang penting bagi kehidupan wanita dan pekerjaan menjadi domain lain yang tidak kalah penting. Hal ini potensial menimbulkan konflik antara 2 peranan yang harus dilakukan dalam kedua domain tersebut. Konflik peranan dalam diri individu dimana tekanan peranan pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan ini disebut dengan work-family conflict. Konflik peranan ini bagi perusahaan akan menimbulkan biaya yang tinggi bila tidak dikelola dengan baik. Biaya tinggi bisa muncul dari adanya tingkat absensi yang tinggi, produktivitas yang tidak optimal karena adanya tekanan dalam kehidupan keluarga bahkan biaya tinggi bisa muncul dari adanya tingkat turn over (keluar-masuk) karyawan yang tinggi. Penelitian ini akan menganalisis masalah seputar konflik pekerjaan-keluarga bagi karyawan wanita di industri perbankan di Semarang. Peneliti menganggap masalah ini menarik untuk diteliti mengingat budaya masyarakat Indonesia yang masih paternalistik, yang menempatkan wanita sebagai pengelola rumah tangga yang utama sekalipun mereka mempunyai peranan lain yaitu sebagai pekerja di luar rumah. Sedangkan dalam masyarakat barat yang sudah lebih menempatkan kedudukan

pria dan wanita secara sejajar, termasuk dalam pengelolaan rumah tangga, tapi secara aktual kaum wanitanya tetap mengalami konflik pekerjaankeluarga. Kondisi demikian menimbulkan dugaan wanita pekerja dalam masyarakat Indonesia mengalami tingkat konflik pekerjaan-keluarga yang lebih besar dibandingkan wanita barat. Perbedaan tanggung jawab yang disebabkan oleh peranan wanita secara tradisional, yang dianggap harus lebih bertanggungjawab dalam urusan rumahtangga dibanding pria memunculkan konflik peran dalam diri wanita pekerja. Konflik peranan dalam domain pekerjaan dan keluarga menjadi masalah yang harus dikelola dengan baik baik oleh individu maupun organisasi tempat individu tersebut bekerja. Dari latar belakang masalah diatas rumusan masalah penelitian adalah bagaimana diskripsi konflik pekerjaan-keluarga yang dialami oleh pekerja wanita di industri perbankan dan bagaimana hubungan variabel konflik pekerjaan-keluarga dengan kharakteristik pekerjaan (yang meliputi jumlah jam kerja, skedul pekerjaan yang tdk fleksibel, tekanan pekerjaan) dan kharakteristik keluarga (yang meliputi jumlah anak, umur anak dan dukungan keluarga) KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA Secara teoritis, keseluruhan kepuasan hidup secara sederhana adalah suatu penjumlahan dari beberapa domain kehidupan individu. Tapi 2 dekade terakhir muncul kesadaran bahwa domain-domain tersebut berinteraksi satu dengan yang lain. Secara praktis, kerja dan kehidupan merupakan 2 pilar utama dari eksistensi dan setiap peradaban dan masyarakat bergulat dengan hubungan yang mendukung kedua fungsi tersebut (Googin, 1991) Work-family conflict adalah bentuk konflik antar peranan yang terjadi ketika tekanan dihubungkan dengan keanggotaan dalam satu peranan mengintervensi keanggotaan dalam peranan yang lain. Konflik pekerjaan keluarga didefinisikan sebagai bentuk konflik antar peranan dimana tekanan peranan dari domain keluarga dan pekerjaan secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Konflik pekerjaan keluarga terjadi saat tuntutan pekerjaan

DINAMIKA MANAJEMEN, Vol. 1, No. 1, Nopember 2009

11

membuat seseorang sulit untuk melaksanaan tanggung jawab keluarga. Hal ini bisa terjadi saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya dimana pemenuhan tututan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Domain pekerjaan menunjuk pada sejumlah sumber daya dan tuntutan yang dihubungkan dengan pekerja bayaran, sementara domain keluarga berhubungan dengan sumberdaya dan tuntutan yang berbeda yang bersumber dari domain fisik yang dikenal sebagai rumah. Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan berhubungan dengan waktu, misalnya pekerjaan yang harus diselesaikan dengan terburuburu dan adanya deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan keluarga ini sangat dipengaruhi oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain (Yang, Chen & Zou, 2000) Menurut Parasuraman dan Summers (2001), penelitian-penelitian yang ada saat ini mengidentifikasi 2 tipe dominan work-family conflict, yaitu : 1. Time-based conflict Konflik yang terjadi ketika waktu yang dituntut dari satu peranan menghalangi terpenuhinya tuntutan dari peranan lain. Waktu yang dubutuhkan untuk menjalankan salah datu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu yang digunakan untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Hal ini disebabkan karena waktu merupakan sumber daya yang terbatas. 2. Strain-based conflict Konflik yang terjadi ketika beban dari satu peran mempengaruhi kinerja individu dalam melakukan peran yang lain.

Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasi bentuk konflik yang ketiga yaitu Behavior-based conflict yaitu konflik yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (keluarga atau pekerjaan) Konflik pekerjaan keluarga terbagi dalam 3 bagian, yaitu 1. job-spouse conflict: konflik antara tuntutan pekerjaan dengan tuntutan pasangan 2. job-parent conflict: konflik antara tuntutan pekerjaan dengan tuntutan dari fungsi pemeliharaan anak 3. job-homemaker conflict: konflik antara tuntutan pekerjaan dengan tuntutan dari tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DAN GENDER Beberapa penelitian menyatakan tidak ada perbedaan gender dalam menghadapi work-family conflict, namun Frone, Russell dan Cooper (1992) menyatakan batasan keluarga (family boundaries) lebih mudah ditembus atau dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan dibanding dengan batasan pekerjaan (work boundaries) yang ditembus atau dipengaruhi oleh tuntutan keluarga. Selain itu work-family conflict berhubungan secara kuat dengan depresi dan kecemasan yang diderita oleh wanita dibanding pria (Frone, 2000). Work-family conflict berhubungan juga dengan peran tradisional wanita yang hingga saat ini tidak dapat dihindari, yaitu tanggung jawab dalam mengatur rumah tangga dan membesarkan anak. Work-family conflict tidak hanya dirasakan oleh pekerja wanita tetapi juga dirasakan oleh pekerja pria, tetapi biasanya tekanan lebih dirasakan oleh pekerja wanita karena adanya kecenderungan di masyarakat yang menganggap bahwa wanita lebih mempunyai tanggung jawab untuk hal-hal yang bersifat domestik walaupun wanita tersebut adalah wanita pekerja (Abbott et al., 1998). Seorang wanita profesional yang menikah dan memiliki status karier yang sama dengan suaminya, tetap menghadapi

12

Analisis Konflik Pekerjaan Keluarga pada Wanita Pekerja di Industri Perbankan (Cahyaningdyah: 10 18)

pola tradisional yang tidak seimbang dalam mengatur rumah tangga dan membesarkan anak. Sehubungan dengan peran trasiosional tersebut, sumber utama konflik pekerjaan keluarga yang dihadapi oleh pekerja wanita adalah usahanya dalam membagi waktu atau menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga. Beberapa peneliti menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan penentu perbedaan pengaruh sumber stres terhadap emosi dan kelangsungan fisik serta tingkat kehadiran seseorang. Menurut Hendrix, Spencer dan Gibson (1994) ada beberapa alasan mengapa sumber stres yang sama dapat mempengaruhi wanita dan pria secara berbeda, yaitu : 1. Jenis kelamin memoderasi hubungan stres dan variabel yang mempengaruhinya seperti kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. 2. Depresi secara signifikan lebih besar pada wanita dibandingkan pria. 3. Wanita dinyatakan lebih cepat menderita kelelahan, kecemasan dan somatic symptoms serta mild physiological disorder dibandingkan pria. Meskipun demikian pria umumnya tidak menampakkan gejala tersebut dalam jangka pendek, sehingga mereka mungkin akan menderita penyakit yang lebih serius dalam jangka waktu yang lebih panjang. Ada dua sumber stres yang dihadapi wanita menurut Hendrix, Spencer dan Gibson (1994), yaitu wanita pekerja dipengaruhi oleh sumber stres yang biasa juga dihadapi oleh pria seperti beban kerja yang berlebihan, overskills atau underutilization skills, kebosanan kerja, hubungan dengan pasangan atau anak, dan masalah keuangan. Sumber stress kedua bersifat unik dan berasal dari pekerjaan atau diluar pekerjaan. Yang berasal dari pekerjaan mereka seperti kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, permintaan yang tinggi dalam pekerjaan dan sedikitnya promosi yang diberikan. Sedangkan yang berasal dari luar pekerjaan seperti stres sehari-hari, kekhawatiran terhadap usia, ketidakpuasan terhadap kehidupan perkawinan, peran utama dan tanggung jawab wanita dalam mengatur rumah tangga dan keluarganya. Peran ganda sebagai pekerja maupun ibu rumah tangga mengakibatkan tuntutan yang lebih

dari biasanya terhadap wanita karena terkadang para wanita menghabiskan waktu tiga kali lipat dalam mengurus rumah tangga dibandingkan dengan pasangannya yang juga pekerja. Penyeimbangan tanggung jawab ini menekan bagi wanita pekerja karena selain menghabiskan banyak waktu dan energi, tanggung jawab ini memiliki tingkat pengelolaan yang tinggi. KONSEKUENSI KONFLIK PEKERJAANKELUARGA Konflik antara pekerjaan dan keluarga telah digolongkan sebagai faktor penyebab ketidakhadiran karyawan, rendahnya kepuasan kerja dan motivasi dan dalam jangka tertentu dapat mengakibatkan perputaran karyawan yang tinggi. Work-family conflict mempengaruhi kinerja karyawan. Beberapa karyawan tidak menunjukkan kinerja maksimal sesuai dengan potensi mereka karena adanya workfamily conflict. Ini ditunjukkan dengan adanya tingkat absensi yang tinggi dan tidak adanya komitmen serta motivasi dalam diri karyawan yang secara langsung berpengaruh pada tingkat produksi dan kualitas yang merupakan hal krusial bagi perusahaan dalam usaha untuk tetap bertahan (survive). Biaya terbesar dan hasil permanen dari adanya work-family conflict yang dirasakan perusahaan adalah tingkat perputaran karyawan yang tinggi (Abbott et al., 1998) tingkat perputaran karyawan ini berkaitan dengan inisiatif karyawan untuk meninggalkan perusahaan karena mereka merasa tidak dapat menyeimbangkan tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Biaya yang terjadi berkaitan dengan perputaran karyawan ini adalah biaya rekrutmen, biaya training, dan biaya penempatan karyawan (replacement). Biaya perputaran karyawan ini bisa mencapai 93% sampai 200% dari gaji karyawan, tergantung dari skill dan tanggungjawab mereka (Johnson, 1995 dalam Abbott et al., 1998). Sehingga pengurangan biaya-biaya ini akan memberi kontribusi besar terhadap profitabilitas perusahaan. Para pemilik perusahaan harus menyadari betul konsekuensi yang ditimbulkan oleh work-family conflict dan mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan penurunan produktivitas dan kinerja karyawan akibat tidak diadaptasinya
13

DINAMIKA MANAJEMEN, Vol. 1, No. 1, Nopember 2009

kebijakan-kebijakan yang diperlukan oleh karyawannya. Kebijakan perusahaan mengenai work-family conflict untuk memenuhi beraneka ragam kebutuhan karyawan tentang masalah ini, sebaiknya diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan simpatik manajemen sumber daya manusia yang diharapkan dapat menciptakan situasi yang menguntungkan bagi pemilik perusahaan. Pada saat pemilik perusahaan tidak melibatkan isu work-family conflict kedalam kebijakan yang berhubungan dengan karyawan, maka para perkerja wanita dalam perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan karir dan keluarga. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pada karyawan, tekanan tersebut akan mempengaruhi kinerja dan menurunkan produktifitas karyawan yang kemudian secara langsung akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode survey. Target polulasi penelitian ini adalah wanita pekerja di Industri Perbankan di Kota Semarang dengan status menikah. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probabilitas sampling, yaitu dengan metode quota sampling. Quota sampling menggunakan pengetahuan tentang strata populasi untuk menyeleksi anggotaanggota sampel yang representatif dan cocok untuk maksud penelitian. Dengan quota sampling, peneliti akan memberlakukan proporsi dari orang-orang yang akan diwawancarai sesuai dengan daerah kerja masing-masing ( yaitu Semarang Selatan, Semarang Barat, Semarang Timur, Gajah Mungkur, Semarang Utara). Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian pertanyaan. Bagian awal berisi sejumlah pertanyaan tentang identitas responden. Pertanyaan pada bagian ini dimaksudkan untuk menjaring data mengenai usia, status pernikahan, dan jenis pekerjaan. Pertanyaan bagian I berisi pertanyaan terbuka maupun pertanyaan dikotomi tentang hal-hal yang menjadi anteseden konflik pekerjaan-keluarga. Pertanyaan bagian pertama ini berisi pertanyaan tentang kharakteristik pekerjaan dan kharakteristik keluarga.

Kharakteristik pekerjaan diukur dengan tiga komponen yaitu jumlah jam kerja, skedul pekerjaan dan tekanan pekerjaan. Kharakteristik Keluarga diukur dengan 3 indikator variabel yaitu jumlah anak, umur anak dan dukungan keluarga. Pertanyaan bagian II berisi sejumlah pertanyaan mengenai variabel konflik pekerjaan-keluarga. Varaibale konflik pekerjaan-keluarga diukur dengan teknik skala Likert 5 poin dan nilai skala yang digunakan adalah skala ordinal. Responden diminta untuk menyatakan seberapa jauh derajat persetujuaanya terhadap sejumlah pernyataan yang diajukan. Pernyataan-pernyataan tersebut dikembangkan dari penelitian-penelitiaan yang ada sebelumnya dan dipilih yang paling relevan dengan kondisi pekerja pada industri perbankan. Konflik pekerjaan keluarga diukur menggunakan item pertanyaan yang diadaptasi dari Boles, James S.W., Gary Howard dan Heather H. Donofrio (2001). Pertanyaan menggunakan skala Likert 5 point dari (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju. Contoh pertanyaan untuk Konflik pekerjaan keluarga yang diajukan kepada responden adalah Tuntutan keluarga saya mencampuri dan mengganggu kehidupan keluarga dan rumah tangga saya. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan pilot test yang tujuannya untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana instrumen pengukur itu dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Untuk mengetahui bahwa pertanyaan dalam variabel-variabel adalah valid (construct validity) dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada penelitian ini, peneliti menguji validitas dengan menggunakan korelasi bivariate yaitu dengn mengkorelasikan masing-masing skor indikator dengan total skor kontruk. Bila korelasi masing-masing indikator dengan total skor konstruk menunjukkan hasil yang signifikan dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator pertanyaan adalah valid. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat ukur dapat menghasilkan data yang reliabel. Suatu hasil pengukuran dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang stabil dan

14

Analisis Konflik Pekerjaan Keluarga pada Wanita Pekerja di Industri Perbankan (Cahyaningdyah: 10 18)

konsisten (relatif sama atau tidak ada perbedaan signifikan) bila dipakai untuk mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik yang dipakai untuk menguji reliabilitas pada studi ini adalah dengan pendekatan konsistensi internal yang ditunjukkan oleh koefisien Cronbach Alpha. Suatu butir pernyataan dikatakan reliabel apabila koefisien alpha lebih besar dari 0,6, maka tingkat reliabilitas data dinilai dapat diterima (Sekaran, 2000). ANALISIS DATA Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Setelah data diuji validitas dan reliabilitasnya, maka selanjutnya dilakukan pengujian asumsi sebelum melakukan pengujian untuk masalah penelitian. Uji asumsi meliputi uji homogenitas varian dan uji multivariate normality. Sedangkan uji homogenitas varian dan uji matrik kovarian dilakukan dengan menggunakan Levene Test dan Boxplot Test of normality assumption. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian dilakukan analisis deskriptif kuantitatif. Kemudian dilakukan Analysis of Variance untuk menguji hubungan antara variabel konflik pekerjaankeluarga dengan variabel kharakteristik pekerjaan (yang meliputi jumlah jam kerja, skedul pekerjaan yg tdk fleksibel, tekanan pekerjaan) dan kharakteristik keluarga (yang meliputi jumlah anak, umur anak dan dukungan keluarga). Uji Validitas dan reliabilitas Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan pilot test yang tujuannya untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana instrumen pengukur itu dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Untuk mengetahui bahwa pertanyaan dalam variabel-variabel adalah valid (construct validity) dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada penelitian ini, peneliti menguji validitas dengan menggunakan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor kontruk. Penelitian ini mempunyai konstruk yaitu WorkFamily Conflict yang diukur dengan 6 item perta-

nyaan. Pengujian validitas yang dilakukan terhadap kuesioner, menunjukkan bahwa indikator WorkFamily Conflict betul-betul merupakan indikator Work-Family Conflict. Hal ini dapat dilihat dari korelasi masing-masing indikator dengan total skor konstruk menunjukkan hasil yang signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator pertanyaan adalah valid. Hasil selengkapnya uji validitas dapat dilihat pada lampiran. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat ukur dapat menghasilkan data yang reliabel. Suatu hasil pengukuran dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang stabil dan konsisten (relatif sama atau tidak ada perbedaan signifikan) bila dipakai untuk mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik yang dipakai untuk menguji reliabilitas pada studi ini adalah dengan pendekatan konsistensi internal yang ditunjukkan oleh koefisien Cronbach Alpha. Suatu butir pernyataan dikatakan reliabel apabila koefisien alpha lebih besar dari 0,6, maka tingkat reliabilitas data dinilai dapat diterima (Sekaran, 2000). Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa konstruk Konflik pekerjaan keluarga memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,732. Hasil ini menunjukkan instrumen memiliki reliabilitas yang dapat diterima, hal ini ditunjukkan dari nilai Cronbachs alpha diatas 0,6. Hasil selengkapnya pengujian reliabilitas dapat dilihat pada lampiran. Hasil Pengumpulan Data dan Analisis Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode survey yaitu menggunakan survei pos (mail survey). Pengumpulan data dilakukan di Semarang. Sebanyak 200 kuesioner dikirimkan dan yang kembali sebanyak 68 kuesioner. Dari jumlah 68 tersebut terdapat 4 kuesioner yang tidak diisi secara lengkap sehingga hanya 64 kuesioner yang dapat digunakan lebih lanjut dalam analisis data. Response rate adalah sebesar 32%. Pertanyaan bagian pertama kuesioner menangkap profil responden yang meliputi usia responden, jumlah anak, usia anak, dukungan anggota keluarga, jenis pekerjaan, rata-rata jam kerja per minggu, skedul pekerjaan dan tekanan pekerjaan. Secara

DINAMIKA MANAJEMEN, Vol. 1, No. 1, Nopember 2009

15

lengkap gambaran profil responden dapat dilihat pada tabel 1. Secara umum responden berumur antara 25 45 tahun dengan umur rata-rata 34,75 tahun. Jumlah anak maksimal 3 orang dan 6 responden menyatakan tidak memiliki anak. Jumlah anak rata-rata adalah 1,18 anak. Sementara usia anak tertua berkisar antara 15 tahun sampai 0,12 tahun dan usia anak termuda berkisar antara 11 sampai 0,12 tahun. Tabel 1. Profil Responden
Max Umur responden Jumlah anak Usia anak tertua Usia anak termuda Jam kerja/minggu 45 3 15 11 50 Min 25 0 0,12 0,12 40 Mean 34,75 1,18 6 3,94 43,87

kharakteristik keluarga (yang meliputi jumlah anak, umur anak dan dukungan keluarga) dilakukan Analysis of Variance. Analisis ini bertujuan untuk menguji hubungan variabel dependen dengan variabel independen. Dalam penelitian ini kita ingin menguji apakah work-family conflict yang dirasakan oleh responden dipengaruhi oleh kharakteristik pekerjaan dan kharakteristik keluarga yang berbeda diantara responden. Ringkasan hasil analisis varians dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis varian
F Kharakteristik pekerjaan Otonomi Jam kerja Tekanan pekerjaan Kharakteristik keluarga Jumlah anak Dukungan keluarga Umur anak
Sumber : data yang diolah

Sig .023 .452 .023 .613 .035 .000

5.421 0.888 5.421 0,607 4.650 9.671

Sumber : data primer yang diolah

Jam kerja responden antara 40 50 jam per minggu dengan rata-rata jumlah jam kerja perminggu adalah 43,87 jam. Sebanyak 43,75% responden menyatakan pekerjaannya tidak memberikan keleluasaan untuk membuat skedul/jadwal sendiri atau mereka tidak memiliki otonomi dalam pekerjaan mereka. Sementara 56,25% menyatakan pekerjaan mereka memberikan otonomi untuk membuat skedul pekerjaan mereka sendiri. Sedangkan dalam hal target pekerjaan, 43,75 % responden menyatakan pekerjaan mereka tidak menetapkan target-target tertentu dan 56,25% menyatakan mereka harus memenuhi target tertentu dalam kurun waktu tertentu dalam pekerjaan mereka. Hal ini mungkin bisa dipahami karena jenis pekerjaan responden sangat bervariasi mulai dari teller, sekretaris, customer service dan back office. Secara keseluruhan, responden menjawab setuju dan sangat setuju untuk pertanyaan tentang Ada konflik (ketidaksesuaian) antara pekerjaan saya dengan komitmen dan tanggung jawab yang saya miliki untuk keluarga saya. Ini menjukkan responden mengalami konflik pekerjaan-keluarga dalam kehidupan mereka. Untuk menguji hubungan antara variabel konflik pekerjaan-keluarga dengan variabel kharakteristik pekerjaan (yang meliputi jumlah jam kerja, skedul pekerjaan yg tdk fleksibel, tekanan pekerjaan) dan
16

Dari hasil analisis varians, variabel otonomi mempunyai F hitung sebesar 5.421 dan signifikan pada level 5%. Dapat disimpulkan bahwa otonomi pekerjaan mempengaruhi work-family conflict. Jadi terdapat perbedaan work-family conflict antara responden yang menyatakan pekerjaannya memiliki otonomi dengan responden yang menyatakan bahwa pekerjaannya tidak memiliki otonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu yang menemukan bahwa variabel otonomi pekerjaan yang salah satunya ditandai dengan keleluasaan mengatur jadwal akan mempengaruhi intensitas konflik pekerjaan keluarga. Jam kerja memiliki F hitung 0.888 tetapi tidak signifikan. Dapat disimpulkan jam kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden. Jadi tidak ada perbedaan konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden berdasarkan jumlah jam kerja mereka. Hal ini mungkin dapat dimengerti karena responden melaporkan jumlah jam kerja rata-rata 43,87 jam per minggu dengan jam kerja minimal 40 jam per minggu dan jam kerja maksimal 50 jam per minggu. Dengan asumsi 5 hari kerja setiap minggu, responden bekerja rata-rata 8,7 jam per hari. Jumlah jam kerja

Analisis Konflik Pekerjaan Keluarga pada Wanita Pekerja di Industri Perbankan (Cahyaningdyah: 10 18)

yang tidak terlalu berbeda dengan jam kerja pekerjaan lain. Tekanan pekerjaan memiliki F hitung 5.421dan signifikan pada level 5%. Hal ini menunjukkan tekanan pekerjaan mempengaruhi konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden. Jadi ada perbedaan konflik pekerjaan keluarga yang signifikan yang dialami oleh responden berdasarkan perbedaan tekanan pekerjaan yang dialami. Variabel jumlah anak memiliki F hitung sebesar 0,607 tetapi tidak siginifikan. Dapat disimpulkan jumlah anak tidak mempengarui konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden. Jadi tidak ada perbedaan konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden berdasarkan jumlah anak yang berada dibawah tanggung jawab responden. Variabel dukungan keluarga mempunyai F hitung 4.650 dan signifikan pada level 5%. Hal ini berarti ada pengaruh varibel dukungan keluarga terhadap konflik pekerjaan keluarga yang dialami oleh responden. Jadi ada perbedaan antara responden yang menyatakan dirinya mendapat dukungan keluarga dan responden yang menyatakan dirinya tidak mendapat dukungan keluarga dalam intensitas konflik pekerjaan keluarga. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu. Umur anak memiliki F hitung 9.671 dan signifikan pada level 1%. Dapat disimpulkan umur anak mempunyai pengaruh terhadap konflik pekerjaan keluarga. Jadi ada perbedaan konflik keluarga pekerjaan yang dialami oleh responden berdasarkan umur anak yang berada dibawah pengasuhan responden. Hal ini konsisten dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa umur anak menjadi salah satu anteseden dari konflik pekerjaan keluarga. Wanita dengan anak balita biasanya akan lebih mengalami konflik pekerjaan keluarga dibanding wanita dengan anak-anak yang sudah menginjak remaja karena intensitas perhatian yang diperlukan akan berbeda. Wanita pekerja dengan anak-anak balita dituntut lebih banyak waktunya untuk pemeliharaan anak (parenting).

KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN UNTUK PENELITIAN MENDATANG Hasil penelitian menunjukkan responden yaitu para pekerja wanita di Industri perbankan kota Semarang menyatakan mereka mengalami konflik keluarga-pekerjaan. Hasil analisis variance menunjukkan variabel kharakteristik pekerjaan yaitu otonomi pekerjaan dan tekanan pekerjaan signifikan mempengaruhi perbedaan konflik pekerjaan keluarga yang dialami responden, sementara jam kerja tidak signifikan berpengaruh. Hasil analisis variance menunjukkan variabel kharakteristik keluarga yaitu dukungan keluarga dan umur anak signifikan mempengaruhi perbedaan konflik pekerjaan keluarga yang dialami responden , sementara jumlah anak tidak signifikan berpengaruh Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, salah satunya adalah dalam intrumen yang digunakan. Pertanyaan-pertanyaan untuk anteseden konflik pekerjaan-keluarga (terutama untuk latent variabel misalnya dukungan keluarga, skedul pekerjaan dan tekanan pekerjaan) diajukan dengan pertanyaan terbuka dan dikotomi, sehingga judgement responden tentang persepsi mereka mungkin bisa bias (tidak menunjukkan kondisi sebenarnya). Untuk penelitian-penelitian yang akan datang sebaiknya dilakukan juga pengembangan intrumen yang lebih baik untuk variabel anteseden konflik pekerjaankeluarga sehingga respon responden tidak ditangkap secara bias. Sampel penelitian ini terlalu kecil karena faktor keterbatasan waktu penelitian. Jumlah sampel yang terlalu kecil ini mungkin tidak memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi populasi yaitu wanita pekerja industri perbankan di kota Semarang. Sehingga untuk penelitian mendatang perlu menambah jumlah sampel, sehingga generalisasi hasil penelitian akan semakin besar. Daftar Pustaka Abbott, J., H.D. Cieri, & R.D. Iverson, 1998, Costing Turnover : Implication of Work-Family Conflict at Management Level, Asia Pasific Journal of Human Resources, Vol. 36 No. 1, hal 25-43

DINAMIKA MANAJEMEN, Vol. 1, No. 1, Nopember 2009

17

Cooke, R.A. and D.M. Roussen, 1984, Stress and Strainf rom Family role and work Role Expectation, Journal of Applied Psychology, 69 (2) : 252-260 Frone, M.R., 2000, Work-Family conflict and Employee Psychiatric Disorders: the National comorbidity Survey, Journal of Applied Psychology 85 (6) : 888-895 Frone M., Russell & M.L. Cooper, 1992, Antecedent and Outcome of Work-Family Conflict : Testing a Model of The Work-Family Interface, Journal of Applied Psychology 77 (1) : 65-78 Googin, B.K, 1991, Work/Family Conflict: Private Lives Public Response, New York: Auburn House Greenhause, J.H. & Beutell, N.J., 1985, Sources of Conflict Between Work and Family Role, Academy of Management Journal, 10, 76-88

Heirs, J. F., Andersen, R.E., Thathan,R.L. and Black, W.C., 1995, Multivariate Data Analysis, Forth Edition, New Jersey: Prentice Hall Parasuraman, S. and C.A. Summers, 2001, Type of Employment, Work Family Conflict and WellBeing: A Comparative Study, Journal of Organization Behavior 22 : 551-568 Rizzo, J.R., R.J. House and S.I. Lirtzman, 1970, Role Conflict and Ambiguity in Complex Organization, Administrative Science Quarterly 15:119-128 Sekaran, U., 2000, Research Method for 5, third edition, John Wiley & Son, Inc, New York Vinokur, A.D., P.F. Pierce & C.L. Buck, 1999, Work family Conflict of Women in The Air force, Journal of Organization Behavior, 20, 865-878 Yang N., G.C. Chen, J. Choi & Y. Zou, 2000, Sources of Work Family Conflict : A Sino-U.S. Comparison of The Effect of Work and Family Demand, Academy of Management Journal 43 (1) : 113 -123.

18

Analisis Konflik Pekerjaan Keluarga pada Wanita Pekerja di Industri Perbankan (Cahyaningdyah: 10 18)

Você também pode gostar