Você está na página 1de 17

JAN

21

PENGARUH SISTEM IMBALAN (KOMPENSASI) TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI SERTA PRESTASI KERJANYA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi atau Sistem Imbalan...................................................... 5 2.2 Kepuasan Terhadap Sistem Imbalan.................................................. 9 2.3 Teori Kepuasan.................................................................................. 10 2.4 Komitmen Organisasi........................................................................ 11 2.5 Prestasi Kerja..................................................................................... 14 2.6 Penelitian-Penelitian Sebelumnya...................................................... 16 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengaruh Sistem Imbalan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan...... 18 3.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi.............. 19 3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja........................... 20

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan........................................................................................ 21 4.2 Saran.................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah melanda berbagai aspek kehidupan manusia, dimana dunia semakin menyatu, tidak bisa lagi kejadian di suatu negara tertutup bagi dunia luar, teknologi informasi dan komunikasi telah merangsang perubahan hubungan antar bangsa yang tidak bisa lagi dibatasi dengan tembok tapal batas suatu negara. Globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh kemajuan jaman. Dalam bidang perekonomian, hal ini membawa dampak yang cukup besar bagi industri-industri di Indonesia baik itu industri perdagangan, manufaktur maupun jasa. Kondisi tersebut menuntut suatu organisasi atau perusahaan untuk senantiasa melakukan berbagai inovasi guna mengantisipasi adanya persaingan yang semakin ketat. Organisasi di abad21 seperti saat ini dituntut untuk mempunyai keunggulan bersaing baik dalam hal kualitas produk, servis, biaya maupun sumber daya manusia yang profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian dan pengkajian yang lebih dalam, karena bagaimanapun juga manusialah yang akhirnya menentukan dan memprediksikan keberhasilan atau kegagalan suatu kebijaksanaan, strategi, maupun langkahlangkah kegiatan operasional yang siap dilaksanakan (Unarajan,1996). Selain sumber daya manusia sebagai salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi, disisi lain juga sebagai makhluk yang mempunyai pikiran, perasaan kebutuhan dan harapan-harapan tertentu. Hal ini sangat memerlukan perhatian tersendiri karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas serta kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasinya (Hasibuan, 1994 : 222). Keadaan ini menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaaan untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan sistem imbalan yang memuaskan. Menurut Handoko (1994:156), suatu cara meningkatkan prestasi

kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah dengan memberikan kompensasi atau sistem imbalan. Pentingnya sistem imbalan sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang khas dalam industri (Fraser,1992 : 56). Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap sistem imbalan yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri (Strauss dan Sayles, 1990 : 321). Sistem imbalan penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya imbalan mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program sistem imbalan juga penting bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia atau dengan kata lain agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada perusahaan (Handoko,1994 : 155).
Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli perilaku menunjukkan bahwa faktor utama ketidakpuasan kerja karyawan adalah sistem imbalan yang tidak sesuai dengan harapan karyawan. Disamping itu adanya ketidakpuasan karyawan terhadap sistem imbalan yang diterima dapat menimbulkan perilaku negatif karyawan terhadap perusahaan dan dampak job involvement yang bisa dilihat dari menurunnya komitmen yang pada akhirnya akan menurunkan prestasi kerjanya (Noe,1994 : 135). Kondisi ini menuntut suatu perusahaan untuk mengembangkan performance-nya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian sistem imbalan yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme. Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan dalam kegiatan organisasi maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover dan absenteeime. Disamping itu, efek lain dari ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya adalah dampak psikologis yang dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari perusahaan. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah unntuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak atau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar kerja yang semakin ketat, birokrasi serta aturan internal yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan. Salah satu untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan pemberian sistem imbalan yang dapat memuaskan para karyawan, sehingga tercipta komitmen dan prestasi kerja yang tinggi. Oleh karena itu,

tulisan ini akan menganalisa bagaimana pengaruh sistem imbalan terhadap kepuasan kerja karyawan membawa dampak terhadap komitmen karyawan dan prestasi kerjanya.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : a. Sejauh mana pengaruh sistem imbalan terhadap kepuasan kerja karyawan. b. Bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap komitmen karyawan pada sebuah perusahaan. c. Bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap prestasi kerja karyawan pada sebuah perusahaan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.3.1 Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem imbalan terhadap kepuasan kerja karyawan. b. Untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap komitmen karyawan pada sebuah perusahaan. c. Untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap prestasi kerja karyawan pada sebuah perusahaan. 1.3.2 Manfaat Penulisan a. bagi penulis, makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah perilaku organisasi. b. Bagi mahasiswa dan masyarakat lainnya , makalah ini semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kompensasi atau Sistem Imbalan Mondy dan Noe (1993: 320) kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Sedangkan kompensasi non finansial (nonfinancial compensation) terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut berada, seperti rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria , sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter (ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi. Sedangkan Michael dan Harold (1993 : 443) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial danaktivitas . Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan. Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan perusahaan. Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa kekuasaan yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training pengembangan kepribadian. Ketiga bentuk kompensasi tersebut akan dapat memotivasi karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen terhadap perusahaan. Dalam pemberian kompensasi tersebut, tingkat atau besarnya kompensasi harus benar-benar diperhatikan karena tingkat kompensasi akan menentukan gaya hidup, harga diri, dan nilai perusahaan. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan karyawan, motivasi, produktivitas, dan tingkat perputaran karyawan. (Benardin dan Russel, 1993 : 373).

Sistem pemberian imbalan (kompensasi) adalah merupakan hal yang penting dalam perusahaan. Beberapa alasan mendasari pendapat ini antara lain karena : Seringkali imbalan adalah merupakan biaya dengan proporsi terbesar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Bisa merupakan daya tarik untuk mendapatkan karyawan yang baik (bermutu). Bisa menjadi perangsang bagi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya Bisa menghindari munculnya ketidakpuasan kerja, atau dengan kata lain bisa meningkatkan motivasi kerja serta loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijaksanaan Imbalan /Penggajian Dalam menetapkan kebijaksanaan berkenaan dengan masalah pemberian imbalan (penggajian) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan, baik yang bersifat internal perusahaan maupun yang sifatnya eksternal. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi antara lain adalah : 1. Kemampuan perusahaan untuk membayar 2. Eksistensi dari Serikat Pekerja 3. Karakteristik Pekerja. Adalah baik sekali bilamana perusahaan bisa memberikan imbalan yang sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan oleh masing-masing pekerja, pengalamannya atau tingkat pendidikannya 4. Karakteristik Pekerjaan. Pemberian imbalanpun harus disesuaikan dengan berat / ringannya beban kerja ataupun tanggung jawab yang harus di pikul oleh pekerja, termasuk di sini kondisi tempat kerja ataupun besarnya resiko untuk mendapatkan kecelakaan kerja Sedangkan faktor-faktor eksternalnya antara lain adalah: 1. Keadaan pasar tenaga kerja Kondisi tenaga kerja yang ada di pasar tenaga kerja seringkali punya pengaruh yang besar dalam menentukan besarnya imbalan / gaji yang akan diberikan. Hal ini berhubungan dengan prinsip "supply: demand" , dimana imbalan akan tinggi bilamana tenaga kerja yang kita butuhkan termasuk tenaga kerja yang langka atau yang sulit di peroleh di pasar tenaga kerja. Sebaliknya, perusahaan bisa memberikan imbalan yang relatif rendah bilamana tenaga kerja yang dibutuhkan banyak terdapat di pasar tenaga kerja. 2. Biaya hidup Besarnya imbalan pertu disesuaikan dengan biaya hidup. Hal ini menyebabkan besarnya imbalan, seringkali ditentukan berdasarkan daerah dimana perusahaan berada. 3. Peraturan pemerintah

Seperti diketahui Pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja telah menetapkan adanya gaji/upah minimum yang disusun berdasarkan kebutuhan fisik minimum/kebutuhan hidup minimum

Proses Penetapan Sistem Imbalan 1. Analisa Jabatan, atau Penentuan Sasaran Jabatan. Pada perusahaan yang baru berdiri, belum bisa dilakukan analisa jabatan. Dalam kondisi demikian, paling tidak bisa dilakukan penentuan sasaran jabatan. Output jabatan haruslah menjadi syarat bagi pemegang jabatan, juga dalam penetapan imbalan. Dikenai adanya 3 kategori sasaran jabatan, yaitu : a. Sasaran rutin b. Sasaran pemecahan persoalan c. Sasaran pembaharuan 2. Evaluasi Jabatan Penentuan nilai jabatan, relatif terhadap jabatan lainnya yang ada dalam satu perusahaan perlu dilakukan sebagai dasar untuk menentukan besarnya imbalan yang adil 3. Survey Upah Penelitian untuk mengetahui standard upah yang berlaku pada perusahaan-perusahaan sejenis di daerah tempat perusahaan berada perlu dilakukan untuk bisa menentukan besamya imbalan yang kompetitif. 4. Penetapan kebijakan Kebijakan mengenai sistem imbalan ditetapkan oleh perusahaan, dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain: a. Peraturan Pemerintah b. Hukum c. Kondisi Ekonomi d. Kondisi Pasar Tenaga Kerja e. Kedudukan yang ingin di capai perusahaan ( citra ) 5. Penetapan Harga Jabatan Pada akhirnya perusahaan perlu menetapkan struktur imbalan/ kurva imbalan untuk semua jabatan yang ada dalam perusahaan tersebut, mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

2.2 Kepuasan Terhadap Sistem Imbalan

Meskipun kompensasi bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan karyawan, akan tetapi diyakini bahwa kompensasi merupakan salah satu faktor penentu dalam menimbulkan kepuasan karyawan yang tentu saja akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka. Jika karyawan merasa bahwa usahanya akan dihargai dan jika perusahaan menerapkan sistem kompensasi yang dikaitkan dengan evaluasi pekerjaan, maka perusahaaan telah mengoptimalkan motivasi. Kompensasi dapat berperan meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan karyawan jika kompensasi dirasakan : 1. Layak dengan kemampuan dan produktivitas pekerja. 2. Berkaitan dengan prestasi kerja 3. Menyesuaikan dengan kebutuhan individu Kondisi-kondisi tersebut akan meminimalkan ketidakpuasan di antara para karyawan, mengurangi penundaan pekerjaan, dan meningkatkan komitmen organisasi. Jika pekerja merasa bahwa usahanya tidak dihargai, maka prestasi karyawan akan sangat di bawah kapabilitasnya (Robbin,1993 : 647). Hampir semua peneliti setuju bahwa adiministrasi kompensasi yang efektif mempunyai pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kepuasaan karyawan. Kepuasan kompensasi sangat penting karena jika kepuasan kompensasi rendah maka kepuasan kerja juga rendah, konsekwensinya turnover dan absenteeisme karyawan akan meningkat dan menimbulkan biaya yang tinggi bagi perusahaan. Semakin tinggi pembayaran, semakin puas kompensasi yang diterima.Biaya hidup, semakin rendah biaya hidup dalam masyarakat, semakin tinggi kepuasan kompensasi. Pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi kepuasan kompensasi. Harapan di masa datang, semakin optimis dengan kondisi pekerjaan di masa datang, semakin tinggi tingkat kepuasan kompensasi. Ada beberapa penyebab dari kepuasan dan ketidakpuasan karyawan atas kompensasi yang mereka terima, yaitu: 1. Kepuasan individu terhadap kompensasi berkaitan dengan harapan dan kenyataan terhadap sistem kompensasi. Kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan, apabila kompensasi yang diterima terlalu kecil jika dibandingkan dengan harapannya. 2. Kepuasan dan ketidakpuasan karyawan akan kompensasi juga timbul karena karyawan membandingkan dengan karyawan lain di bidang pekerjaan dan organisaasi sejenis. Rasa ketidakpuasan akan semakin muncul manakala atasan mereka bersifat tidak adil dalam memperlakukan bawahan serta memberikan wewenang yang berbeda untuk karyawan dengan level jabatan yang sama. 3. Karyawan sering salah persepsi terhadap sistem kompensasi yang diterapkan perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mengkomunikasikan informasi yang akurat mengenai kompensasi dan tidak mengetahui jenis kompensasi yang dibutuhkan oleh karyawan.

4. Kepuasan dan ketidakpuasan akan kompensasi juga tergantung pada variasi dari kompensasi itu sendiri. Kompensasi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda sehingga kombinasi variasi kompensasi yang baik akan memenuhi kebutuhan dan kepuasan karyawan. Selanjutnya yang dimaksud kepuasan kompensasi dalam penelitian ini adalah kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dari perusahaan sebagai balas jasa atas kerja mereka. Penjabaran dari konsep ini diadaptasi dari pendapat Michael dan Harold (1993 :443) yaitu meliputi : kompensasi material, kompensasi sosial dan kompensasi aktivitas. 2.3 Teori Kepuasan Teori kepuasan ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan baik materiil maupun non materiil yang diperolehnya sebagai imbalan atau balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Bila kompensasi materiil dan non materiil yang diterimanya semakin memuaskan, maka semangat bekerja seseorang, komitmen, dan prestasi kerja karyawan semakin meningkat. (David J. Cherington, 1995 : 402). Robbins (2001:148) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan merupakan penjumlahan yang runit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan dan terpisahkan satu sama lain). 2.4 Komitmen Organisasi Konsep tentang komitmen karyawan terhadap organisasi ini (disebut pula dengan komitmen kerja), yang mendapat perhatian dari manajer maupun ahli perilaku organisasi, berkembang dari studi awal mengenai loyalitas karyawan yang diharapkan ada pada setiap karyawan. Komitmen kerja atau komitmen organisasi merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya. Menurut Steers dan Porter (1983 : 520), suatu bentuk komitmen kerja yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi kerja yang bersangkutan.

Mowday (1982 : 64) mendefinisikan komitmen kerja sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatannya dengan organisasi kerja. Sementara Mitchell (1982 : 136) memandang komitmen kerja sebagai suatu orientasi nilai terhadap kerja yang menunjukkan bahwa individu sangat memikirkan pekerjaannya, pekerjaan memberikan kepuasan hidup, dan pekerjaan memberikan status bagi individu. Selanjutnya Steers dan Porter (1983 : 525) mengemukakan adanya tiga karakteristik yang bisa digunakan sebagai pedoman telah komitmen kerja, yaitu : a. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang dimiliki organisasi kerja. b. Terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat menjadi anggota organisasi tersebut. c. Adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi kerja. Dalam kerangka perilaku organisasi terdapat sejumlah sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Kebanyakan riset dalam ilmu perilaku organisasi memperhatikan ketiga sikap yang meliputi : kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi (Brooke, Russel, Price, 1988 : 139145). Disamping itu Chrles OReilly (1989, 9-25) menyatakan bahwa komitmen organisasi secara umum dipahami sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi termasuk keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan percaya pada nilai-nilai organisasi. Faktor-faktor Komitmen Kerja. Faktor-faktor komitmen kerja dapat dilihat dari kajian David (1994 : 474) dengan membagi faktor-faktor komitmen kerja menjadi empat karakteristik yang meliputi : a. Faktor Personal b. Karakteristik Kerja c. Karakteristik struktur d. Pengalaman Kerja Menurut Steers (dalam Dessler, 2000 : 319) komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan relatif identifikasi individu terhadap organisasinya, yang dapat dilihat paling tidak dengan 3 faktor, yaitu : 1.Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi 2.Kemauan untuk mengusahakan kepentingan organisasi 3.Keinginan yang kuat untuk mempertahankan jadi anggota organisasi. Dari paparan di atas nampak bahwa komitmen organisasi bukan hanya kesetiaan pada organisasi, tetapi suatu proses yang berjalan dimana karyawan mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi dan prestasi kerja yang tinggi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap karyawan, bagaimanapun juga akan menentukan perilakunya sebagai perwujudan dari sikap (gambar).

BEHAVIOR (actions/decisions) ATTITUDES (inclination to act) VALUES (basic beliefs) Sumber: Keith Davis, William Frederick,1984 Gambar . Hubungan antara Nilai, Sikap dan Perilaku Selanjutnya yang dimaksud komitmen organisasi dalam penelitian ini adalah keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. Penjabaran dari konsep ini diadaptasi dari pendapat Lincoln (1989:89 -106) dan Bashaw & Grant (1994 :48) yang meliputi: kemauan karyawan, kesetiaan karyawan dan kebanggaan karyawan pada organisasi, sementara prestasi kerja karyawan dilihat dari kecakapan karyawan dalam bekerja. 2.5 Prestasi Kerja Istilah prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Prabowo (2005) mengemukakan bahwa prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi yang diukur atau dinilai. Suryabrata (1984) menyatakan bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance (Prabowo, 2005). Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 1991) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 1991) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell & Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya. Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi

sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya. Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar. Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan, kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji. Teknik Penilaian Prestasi Kerja Asnawi (1999) mengemukakan bahwa di dalam proses penilaian prestasi kerja, terdapat berbagai macam teknik penilaian yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun yang subjektif. Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian, maupun data mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang subjektif sangat tergantung pada judgment pihak penilai. Oleh karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang subjektif, hasil tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia dapat berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan menimbang banyaknya penyimpangan perilaku (behavioral barriers), baik yang bersifat penyimpangan interpersonal maupun penyimpangan politis. Subjek penilai dapat merupakan atasan langsung, nasabah, rekan kerja, bawahan, diri sendiri, ataupun majelis penilai. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Dessler (1988) bahwa subjek penilai adalah pejabat khusus, komite khusus, ataupun dirinya sendiri.

Sedikit berbeda dari beberapa teknik penilaian prestasi kerja seperti yang telah dikemukakan di atas, terdapat suatu teknik penilaian yang dikemukakan oleh Schultz (dalam Asnawi, 1999) yang membedakan teknik penilaian yang diterapkan untuk tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi dengan tenaga kerja yang tidak melaksanakan fungsi produksi. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi, teknik penilaiannya akan berorientasi pada jumlah produksi, kualitas produksi, ada tidaknya atau jumlah kecelakaan kerja, tingkat penghasilan atau upah, absensi, dan peranan interaksi dalam kerja sama. 2.6 Penelitian-Penelitian Sebelumnya a. Penelitian yang Dilakukan oleh Iverson & Roy (1994) Iverson & Roy (1994) meneliti tentang perilaku kerja, khususnya yang berkaitan dengan komitmen pekerja (keinginan untuk tetap di organisasi) dengan sampel para pekerja bagian produksi di sebuah perusahaan manufaktur. Variabel utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Variabel struktural, yang berkaitan dengan kondisi kerja (kondisi organisasi atau faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan); 2) variabel harapan, yaitu harapan yang dibawa ke dalam organisasi; 3) variabel lingkungan, berkaitan dengan kondisi non pekerjaan; 4) orientasi pegawai, yaitu perlakuan yang berhubungan dengan keefektifan tanggapan pegawai seperti kepuasan pekerjaan, komitmen, sikap, pencarian pekerjaan yang ditimbulkan dari variabelvariabel struktural, harapan, dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang secara signifikan berhubungan langsung dengan komitmen karyawan dapat diurutkan sebagai berikut: pencarian kerja, kepuasan kerja, kemauan kerja, komitmen, partisipasi dalam serikat kerja, kesempatan lingkungan, kondisi fisik kerja, kesesuaian harapan pegawai dengan organisasi, kesamaan, tanggung jawab keluarga, sentralisasi, dukungan supervisi dan kohesifitas kelompok, sedangkan variabel yang berhubungan secara tidak langsung dengan komitmen karyawan, dapat diurutkan sebagai berikut: kepuasan kerja, kesesuaian harapan, kesempatan lingkungan, kesamaan, kesempatan promosi, sentralisasi, dukungan supervisi, kohesifitas kelompok dan partisipasi dalam komunikasi. b. Penelitian yang Dilakukan oleh S. Pantja Djati dan M. Khusaini S. Pantja Djati dan M. Khusaini meneliti tentang Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, Dan Prestasi Kerja. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menjelaskan pengaruh dari kepuasan karyawan pada kompensasi terhadap komitmen pada organisasi serta dampaknya terhadap prestasi kerja karyawan. Konsep kepuasan kompensasi terdiri dari kepuasan kompensasi material, kompensasi social dan kompensasi aktivitas. Sedangkan komitmen organisasi terdiri dari tiga variabel, yaitu kesetiaan, kemauan dan kebanggaan, sementara konsep prestasi kerja dilihat dari kecakapan karyawan dalam bekerja. Hasil penelitian ini secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja. Lebih spesifik dimana

ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada organisasi begitu juga komitmen karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam penelitian ini secara simultan variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi serta prestasi kerja karyawan.

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pengaruh Sistem Imbalan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sistem imbalan (kompensasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, artinya bahwa kompensasi memang sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun menurut sifatnya kepuasan kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Hampir semua peneliti setuju bahwa adiministrasi kompensasi yang efektif mempunyai pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kepuasaan karyawan. Kepuasan kompensasi sangat penting karena jika kepuasan kompensasi rendah maka kepuasan kerja juga rendah, konsekwensinya turnover dan absenteeisme karyawan akan meningkat dan menimbulkan biaya yang tinggi bagi perusahaan. Semakin tinggi pembayaran, semakin puas kompensasi yang diterima. Kemudian jika ditinjau dari segi kebijakan kompensasi yang diterapkan perusahaan karyawan merasa kerasan bekerja di perusahaan ini, atau dengan kata lain karyawan mempunyai tingkat kepuasan yang cukup tinggi, karena merasa kompensasi yang mereka terima sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Buchanan (1975, dalam Dessler, 2000 : 319) bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan komitmen karyawan adalah dengan cara memenuhi apa yang menjadi harapan Karyawan. Sementara menurut Steers (1983) menyatakan bahwa salah satu cara meningkatkan kepuasan karyawan adalah dengan memeberikan kompensasi yang memuaskan. Menurut Maslow denga teori hierarchi need mengatakan bahwa perilaku seseorang pada saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut karyawan bekerja. Karena dengan bekerja, seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sampai terpuaskan. Kebutuhan dasar seperti gaji atau upah adalah kebutuhan dasar terpenting, sehingga

apabila kebutuhan upah terpenuhi dengan baik maka karyawan akan merasa puas dan dapat bekerja secara baik sesuai harapan perusahaan. 3.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Hasil penelitian ini membuktikan menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Artinya semakin tinggi nilai kepuasan seorang karyawan maka semakin tinggi pula komitmen karyawan tersebut. Suatu organisasi di mana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan sebagai seorang anggota keluarga besar organisasi, akan merupakan dorongan yang sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pada gilirannya komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif, seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama baik organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan sebagainya. Penelitian yang menggunakan variabel kepuasan kerja pernah diteliti oleh Anita Rahmawati mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi menunjukkan hasil yang sangat signifikan dan mengemukakan bahwa munculnya kepuasan kerja pada karyawan di dukung oleh adanya imbalan yang diterima secara layak. Untuk menumbuhkan komitmen organisasi ada 3 aspek utama yang harus dimiliki yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi. Identifikasi yaitu membentuk kepercayaan pegawai dalam terhadap organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan maupun sesama teman kerja. Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. 3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Hasil penelitian ini membuktikan menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini terbukti dari kecenderunga tingkat kesetiaan, kemauan dan kebanggan karyawan sangat tinggi untuk tetap hadir dalam proses pekerjaan, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, dan sangat patuh dengan aturan dan nilai-nilai serta tujuan orgnisasi begitu juga dengan kemauan karyawan bekerja keras dan kebanggaan karyawan pada organisasi. Oleh karena itu dengan penjelasan di atas bisa dipahami jika dalam penelitian ini kepuasan kerja karyawan pada organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecakapan

karyawan dalam bekerja. Karena sebenarnya sesuai dengan teoriteori yang ada (reward management) karyawan akan mempunyai prestasi kerja yang tinggi (cakap dalam bekerja) jika mereka diberi imbalan yang menarik, sehingga mereka akan mempunyai tingkat kemauan, kesetiaan dan kebanggaan yang tinggi pada organisasi tempat mereka bekerja karena dianggap perusahaan dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Jadi tidak heran jika sebagian besar karyawan akan berusaha untuk memberikan prestasi kerja yang baik bagi kemajuan perusahaan. Dalam berbagai penelitian terdahulu seperti yang pernah dilakukan Steers (1977 dalam Dessler:320) yang melihat pengaruh antara antecedents of commitment dengan outcomes of commitment menemukan bahwa salah satu hasil dari komitmen adalah Prestasi kerja yang tinggi. Begitu juga penelitian yang pernah dilakukan oleh Satish P. Despande, Jacob Joseph (1995:50), Mowday (1985:97) ditemukan bahwa dalam beberapa kasus komitmen karyawan pada organisasi dapat terjelmakan menjadi prestasi kerja yang sangat baik. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa kepuasan karyawan pada organisasi mempunyai pengaruh yang kuat dengan prestasi kerja.

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hasil penelitian ini secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja. Lebih spesifik di mana ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada organisasi begitu juga komitmen karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam penelitian ini secara simultan variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi serta prestasi kerja karyawan. 4.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan keterbatasan yang telah diungkapkan penulis sehingga dapat memberikan kontribusi wawasan yang lebih bagus lagi.

Você também pode gostar