Você está na página 1de 14

PEMERIKSAAN SEL-SEL IMMUN GRANULOSIT DAN AGRANULOSIT

Oleh : Nama NIM Kelompok Rombongan : Ayu Rahayu : B1J009187 :6 :I

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI DASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Di dalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal (Effendi, 2003). Menurut Bevelander (1988), Fungsi leukosit adalah sebagai sistim imunitas atau kekebalan tubuh, bila tubuh kemasukan benda asing misal bakteri atau virus maka oleh sel sel neutrofil atau limfosit benda asing tersebut akan difagositosis dimana sel limfosit T akan membunuh langsung atau membentuk limfokin yaitu suatu substansi yang memperkuat daya fagositosis sedangkan limfosit B akan mengeluarkan antibodi yang akan menghancurkan benda asing tersebut. Sel leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit atau disebut juga polimorfonuklear yaitu sel darah putih yang didalamnya terdapat granula antara lain : eosinofil, basofil, neutrofil. 75 % dari komponen leukosit adalah sel granulosit dan sel ini dibentuk didalam sumsum tulang belakang. Agranulosit :merupakan bagian dari sel darah putih yang mempunyai 1 sel lobus dan sitoplasmanya tidak mempunyai granula antara lain limfosit dan monosit (Paulsen, 2000). Leukosit sebagaian dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan limfosit), dan sebagian dalam jaringan limfe tetapi setelah pembentukan, ditranspor dalam darah ke berbagai tubuh untuk digunakan (Astuti et al., 2009). Menurut Daniel (1999), proses pembentukan darah disebut Hemopoiesis (atau hematopoiesis), dan ini terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Unsur darah yang berbentuk dapat dibagi dalam dua golongan menurut tempat berkembang dan

berdiferensiasi pada orang dewasa. Menurut Martini (2002), metode yang digunakan untuk pemeriksaan sel imun antara lain dengan metode apusan darah, radioimunoassai (RIA), enzym linked imunosorbent asai (ELISA), fluorescence imunoassai ( FIA ) dan uji hemaglutinasi ( HA ), inhibition hemaglutinasi ( HI ).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum pemeriksaan sel-sel imun granulosit dan agranulosit adalah untuk mengetahui jenis dan bentuk sel-sel imun.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Leukosist merupakan komponen dari sistem pertahanan tubuh atau imunitas ( Astuti et al., 2009). Menurut Bavelander (1988), sistem kekebalan tubuh terdiri atas sistem imun spesifik (adaptive/acquired) dan sistem imun nonspesifik

(natural/native). Sistem imun spesifik terdiri dari sistem imun spesifik humoral dan selular. Sistem imun yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B yang jika dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi (imunoglobulin). Selain itu juga berfungsi sebagai Antigen Presenting Cells (APC). Sedangkan yang berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T yang berfungsi sebagai regulator dan efektor. Fungsi regulasi terutama dilakukan oleh sel T helper (sel TH, CD4) yang memproduksi sitokin seperti interleukin-4 (IL4 dan IL-5) yang membantu sel B memproduksi antibodi, IL-2 yang mengaktivasi sel-sel CD4, CD8 dan Interferon yang makrofag. Fungsi efektor terutama dilakukan oleh sel T sitotoksik (CD8) untuk membunuh sel-sel yang terinfeksi virus, sel-sel tumor, dan allograft. Fungsi efektor CD4+ adalah menjadi mediator reaksi hipersensitifitas tipe lambat pada organisme intraseluler seperti Mycobacterium. Pada keadaan tidak homeostasis, respon imun ini dapat merugikan kesehatan, misal pada reaksi autoimun atau reaksi hipersensitifitas (alergi). Beberapa penyakit seperti diabetes melitus, sklerosis multipel, lupus, artritis rematoid termasuk contoh penyakit autoimun. Kondisi ini terjadi jika sistem imun disensitisasi oleh protein yang ada dalam tubuh kernudian menyerang jaringan yang mengandung protein tersebut. Sistem imun nonspesifik dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sesuai dengan namanya, sistem imun nonspesifik ini tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen sistem imun nonspesifik terdiri atas pertahanan fisik dan mekanik, biokimiawi, humoral dan seluler (Bavelender, 1988). Sistem pertahanan fisik dan mekanik meliputi kulit, mukosa, silia pada saluran nafas, batuk dan bersin. Hal diatas, berfungsi sebagai preventif way dalam mencegah masuknya berbagai benda asing yang bersifat patogen ke dalam tubuh. Pertahanan tubuh secara kimiawi berupa bahan yang diseluesi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen dan lain-lain (Paulsen, 2000).

Pertahanan non-spesifik humoral terdiri dari berbagai bahan seperti komplemen yang berperan meningkatkan fagositosis (opsonisasi) dan mempermudah destruksi bakteri dan parasit, interferon, fagosit (makrofag, neutrofil), tumor necrosisfactor (TNF) dan C-Reactive protein (CRP). Interferon menyebabkan sel jaringan yang belurn terinfeksi menjadi tahan virus, disamping itu interferon dapat meningkatkan aktifitas sitotoksik Natural Killer Cell (sel NK). Sel yang terinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan di permukaannya sehingga, dikenali oleh sel NK yang kemudian membunuhnya (Gamaleia, 2006). Natural Killer Cell (sel NK), adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai ciri sel limfoid dari sistem imun spesifik, sehingga disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel populasi ke tiga. Sel NK dapat menghancurkan seI yang mengandung virus atau sel neoplasma (Isselbacher et al., 1999). Fagosit atau makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun nonspesifik seluler. Sel fagosit berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik, penghancuran beberapa tingkat, yaitu kemotaksis, menangkap, memakan

(fagositosis), membunuh dan mencerna (Gamaleia, 2006).

III.

MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah object glass, mikroskop, darah manusia, methanol, larutan Giemsa, minyak emersi, dan akuades.

B. Metode

1. Satu tetes darah manusia diteteskan pada ujung object glass yang bersih dan bebas lemak. 2. Dihapuskan ke arah depan dengan object glass yang lain (dipilih yang tepinya rata) dengan membentuk sudut 45 o. 3. Preparat difiksasi dengan methanol 5 menit. 4. Sisa methanol dibuang dan preparat diwarnai dengan larutan Giemsa yang telah diencerkan. Catatan : pembuatan larutan Giemsa adalah 1 ml giemsa ditetesi dengan 20 tetes aquades. 5. Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 6. Diperiksa dengan lensa obyektif perbesaran 100 kali menggunakan minyak imersi. 7. Jenis-jenis leukosit diperiksa pada daerah yang eritrositnya terpisah. 8. Dihitung dalam 100 sel leukosit dan hasilnya dinyatakan dalam persen (%).

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a.

Hasil

Tabel Perhitungan Hitung Jenis Leukosit Jenis Leukosit Basofil Eusinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Jumlah sel Jumlah sel 4 8 50 35 3 100 Persen (%) 0% 4% 8% 50% 35% 3%

Gambar mikroskopis pengamatan sel darah putih

B. Pembahasan Hasil yang diperoleh dari praktikum yang dilakukan oleh kelompok 2 menunjukkan bahwa kadar neutrofil segmen memiliki persentase yang lebih besar bila dibandingkan dengan sel leukosit yang lain yaitu 50%, sedangkan presentase sel darah lainnya yaitu eusinofil 4%, neutrofil batang 8%, limfosit 35%, dan monosit 3%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel (1999), kadar normal leukosit dalam darah masing-masing selnya adalah: Basofil 0-1%, Eosinofil 1-3%, Neutrofil batang

2-6%, Neutrofil segmen 50-70%, Limfosit 20-40%, dan Monosit 2-8%. Menurut Bevelander (1988), bahwa kandungan leukosit dalam darah periferi adalah 2-5%. Berlawanan dengan nukleus dari neutrofil, nukleus dari asidofil biasanya terdiri atas dua lobus berbentuk bulat-telur yang saling berhubungan dengan untaian kromatin. Kecuali daerah di pusat yang diduduki oleh sitosentrum, sitoplasmanya mengandung sejumlah besar granula kasar yang pada manusia berbentuk bola. Sel basofil tidak terlihat pada pengamatan dikarenakan sel tersebut hanya terlihat pada keadaan setelah sakit. Jenis jenis sel leukosit menurut Baratawidjaja (2002), diantaranya: a. Neutrofil Sel Neutrofil adalah bagian dari leukosit yang bertindak sebagai garis depan dalam sistem kekebalan tubuh, neutrofil akan memfagositosis bakteri dan mengencerkannya dengan enzim asam amino D oksidase dalam granula azurofilik. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya. Neutrofil dibentuk dalam sumsum tulang dan dikeluarkan dalam sirkulasi, jumlahnya dari leukosit adalah 60 -70 % . Sel neutrofil bergaris tengah sekitar 12 um, mempunyai satu inti dan terdiri dari 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8m) mendekati batas resolusi optik, dengan pewarnaan giemsa tampak berwarna keunguan.

b. Eosinofil Eosinofil adalah bagian dari sel leukosit yang dapat bergerak amuboid untuk memfagositosis bakteri atau benda asing yang masuk dalam tubuh meskipun pergerakannya tidak secepat neutrofil. Jumlah eosinofil sedikit hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Mempunyai inti biasanya berlobus dua, mempunyai granula ovoid yang dengan

eosin asidofilik sehingga kelihatan berwarna merah, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatase asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim.

c. Basofil Basofil jumlahnya 0-1% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12m, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna biru.

d. Limfosit Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8m, jumlah dalam leukosit sekitar 20-30% . Sel yang normal berinti relatif besar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Sel limfosit dibentuk didalam kelenjar limfe dan sumsum tulang. Tidak memiliki gerakan amuboid dan tidak dapat memfagositosis bakteri tetapi sel limfosit berperan dalam membentuk antibodi untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi. Jumlah limfosit yang meningkat dalam tubuh disebut limfositosis. Jumlah sel limfosit akan

menurun seiring bertambahnya usia, pada saat lahir jumlahnya sekitar 5% tetapi pada usia lanjut kemampuan tubuh akan berkurang dalam memproduksi limfosit sehingga kekebalan tubuh akan berkurang juga.

e. Monosit Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Monosit ditemui dalam darah, jaringan penyambung, dan rongga-rongga tubuh.

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 400011000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai (Effendi, 2003). Limfosit pada manusia berjumlah 20-25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Limfosit yang besarnya relatif sedikit dalam jumlahnya dan kenaikan dalam ukuran besarnya adalah akibat dari adanya sejumlah besar sitoplasma. Sitoplasma itu biasanya mengandung beberapa mitokondria yang

terpencar dan granula-granula. Menurut Underwood (1999), jumlah leukosit normal pada pria dan wanita adalah: Basofil (0 1%), eosinofil (1 3%), neutrofil batang (2 6%), neutrofil segmen (50 70%), limfosit (20 40%), dan monosit (2 8%). Penyakit penyakit yang berkaitan dengan gangguan sistem imun menurut Underwood (1999), diantaranya: a. Defisiensi sel B atau sel T, yaitu sistem imun gagal mempertahankan tubuh dari serangan bakteri atau virus b. Penyakit otoimun, sistem imun salah menyerang jaringan tubuh sendiri yang tidak lagi dikenali dan ditoleransi c. Penyakit kompleks imun, kompleks antigen antibodi berlebihan dan mengakibatkan komponen komplemen mematikan yang merusak sel normal disekitarnya d. Alergi, sistem imun secara tidak tepat menimbulkan gejala dan merusak tubuh terhadap alergen. Teknin diagnosa pemeriksaan sel dapat dilakukan dengan menggunakan apusan darah, deteksi antigen, dan PCR. Menurut Ndao et al., (2004), teknik diagnosa pemeriksaan sel yang banyak dilakukan adalah menggunakan apusan darah dengan larutan Giemsa. Penggunaan apusan darah ini diamati dengan mikroskop. Menurut Jawetz et al., (1974) Apusan darah merupakan salah satu cara mengamati materi materi yang ada dalam darah baik materi padat atau cair. Materi padat terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah. Pembuatan apusan darah menggunakan pewarnaan Giemsa. Saat pewarnaan preparat menggunakan larutan Giemsa harus ditunggu sampai kering terlebih dahulu baru dicuci dengan air mengalir sebab apabila belum kering tetapi sudah dicuci maka ketika diamati menggunakan mikroskop maka darah akan terlihat menggumpal. Jenis apusan darah yaitu sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal . Proses pembentukan darah disebut Hemopoiesis (atau hematopoiesis), dan ini terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Unsur darah yang berbentuk dapat dibagi dalam dua golongan menurut tempat berkembang dan berdiferensiasi pada orang dewasa. Limfosit dan monosit terutama berkembang di dalam jaringan limfoid dan disebut unsur-unsur limfoid. Berdasarkan teori dualistik atau difletik bahwa monosit dan limfosit berasal dari satu sel induk (limfobas) dan leukosit granular dan eritrosit berasal dari mieloblas (Ganong, 1989).

Gambar silsilah pembentukan darah (Ganong, 1989)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan yaitu: 1. Sel darah putih dibagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit. 2. Hasil perhitungan sel-sel sistem imun dalam praktikum didapatkan hasil sebagai berikut: Basofil 0%, Eosinofil 4%, Neutrofil batang 8%, Neutrofil segmen 50%, Limfosit 35%, dan Monosit 3%.

B. Saran Praktikan seharusnya dapat melakukan sendiri teknik apusan darah serta pewarnaan Giemsa dalam membuat preparat sampel darah. .

DAFTAR REFERENSI

Astuti, D.A., E. Wina., B. Haryanto., dan S. Suharti. 2009. Performa dan Profi l Beberapa Komponen Darah Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan Mengandung Lerak (Sapindus rarak De Candole). Media Peternakan, Vol. 32, No. 1, hlm. 63-70 Baratawijaja, K. G. 1998. Imunologi Dasar. Edisi 5. FKUI Press, Jakarta. Bevelander, G. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga, Jakarta Daniel, D.C. 1999. Human Biology Health, Homeostasis, and The Environment. Jones and Barltet Toronto: Canada Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Sumatera. Gamaleia, 2006. Circadian Rhythms of Cytotoxic Activity in Peripheral Blood Ganong, W. F. 1989. Review of Medical Physiology. Appleton & Lange Publisher, San Fransisco Isselbacher, K.J, Eugene. B, Martin. J.B. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Buku kedokteran EGC: Jakarta Jawetz, Melnick, and Alderbergs. 1974. Medical Microbiology Twenty Second Edition. MC. Graw Hill: New York. Martini, F.H. 2002. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Prentice Hall, Inc, New Jersey. Mononuclear Cells of Patients With Malignant Melanoma, Experimental. Ndao, Momar., E. Bandyayera., E. Kokosin., T.W. Gyorkos., J.D. Maclean., and B.J. Ward. 2004. Comparison of Blood Smear, Antigen Detection, and NestedPCR Methods for Screening Refugees from Regions Where Malaria Is Endemic after a Malaria Outbreak in Quebec, Canada. Journal of clinical microbiology. Vol. 42, No.6. Paulsen, D.F. 2000. Histology & Cell Biology 4th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill, Singapore Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Você também pode gostar