Você está na página 1de 13

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA (KODEKI) DAN LAFAL SUMPAH DOKTER INDONESIA

Apa itu Kode Etik? Aturan etika adalah terjemahan dari asas-asas etika menjadi ketentuan-ketentuan pragmatis yang memuat hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang harus dihindari. Aturan-aturan etika yang disusun oleh asosiasi atau perhimpunan keprofesian sebagai pedoman perilaku bagi anggota-anggota profesi itu, umumnya dinamakan kode etik (Inggris: code of ethics). Kode Etik Kedokteran Istilah kode berasal dari kata latin codex yang antara lain berarti buku/ sesuatu yang tertulis/seperangkat asas2 atau aturan2. Dari pengertian seperti inilah Kode Etik Kedokteran dpt diartikan sebagai seperangkat (tertulis) tentang peraturan-peraturan etika yang memuat amar (apa yang dibolehkan) dan larangan (apa yang harus dihindari) sebagai pedoman pragmatis bagi dokter dalam menjalankan profesinya. Dapat juga dikatakan, Kode Etik Kedokteran adalah buku yg memuat aturan2 etika bagi dokter. Kode etik Kedokteran Internasional Kode Etik Kedokteran Internasional yang pertama dirumuskan oleh World Medical Association (WMA) di London tahun 1949. kode etik ini didasarkan pada deklarasi Jenewa tahun 1948 yang dihasilkan oleh WMA. Kode etik ini kemudian sudah dua kali disempurnakan, yaitu dalam tahun 1968 dan 1983. Di samping itu, sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu dan teknologi biomedis, serta timbulnya masalah bioetika terkait dengan perkembangan itu, maka Kode Etik Kedokteran Internasional secara berkala dilengkapi dengan deklarasi-deklarasi WMA yang merupakan pedoman dalam pemecahan masalah atau dilema baru dalam praktik kedokteran. Deklarasi-deklarasi WMA Deklarasi Helsinki (1964) tentang penelitian dgn objek manusia Deklarasi Sydney (1968) dan Deklarasi Venice (1983) tentang kriteria mati dikaitkan dengan kebutuhan transplantasi organ. Deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan. Deklarasi Tokyo (1975) tentang penggunaan obat terlarang Deklarasi Lisbon (1981) tentang hak-hak pasien Deklarasi Brussels (1985) tentang fertilisasi in vitro Deklarasi Madrid (1987) tentang euthanasia dan rekayasa genetik, dan seterusnya. Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) Kode Etik Kedokteran Indonesia yang pertama disusun oleh Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Nasional I di Jakarta dalam tahun 1969. Karena Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah anggota World Medical Association (WMA), dengan sendirinya kode etik ini disusun dengan merujuk kepada Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah disempurnakan oleh kongres WMA ke-22 di Sydney dalam tahun 1968, dengan beberapa penyesuaian dengan keadaan dan praktik di Indonesia. Dinamika Kodeki Dengan SK Menteri Kesehatan R.I. No. 434/MENKES/SK/X/1983, tanggal 28 Oktober 1983, Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) dinyatakan berlaku bagi semua dokter di Indonesia. Kodeki sudah mengalami beberapa perubahan. Perubahan terakhir dilaksanakan oleh Rakernas MKEK-MP2A tanggal 20-22 Mei 1993 di Jakarta, yang menghasilkan dua buku, yaitu (1) Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), dan (2) Pedoman Pelasanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kodeki tahun 1993 Mukadimah Kewajiban umum: Pasal 1 s/d 9 (9 Pasal = 45%) Kewajiban Dokter terhdp penderita: Psl 10 s/d 15 (6 Pasal =30%)

Kewajiban Dokter terhdp sejawat: Pasal 16 s/d 17 (2 Pasal = 10%) Kewajiban Dokter terhdp diri sendiri: Psl 18 s/d 20 (3 Pasal = 15%) Penutup. Kodeki tahun 2002 Melalui musyawarah kerja nasional (mukernas) etika kedokteran III tahun 2001, dilakukan revisi terhadap pasal2 dan penjelasan Kodeki guna menyesuaikan dgn tantangan permslahan yang ada. Surat keputusan pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia No.221/PB/A.4/04/2002 tentang penerapan Kode etik Kedokteran Indonesia, isinya antara lain mencabut Kodeki hasil Rakernas MKEKMP2A tahun 1993 dan menetapkan penerapan Kode etik kedokteran Indonesia hasil Mukernas etik kedokteran III tahun 2001 sebagai pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran. KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA ( KODEKI ) (S.K. P.B. IDI No:221/PB/A.4/04/2002) Kewajiban Umum: Pasal 1: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. LAFAL SUMPAH DOKTER Sumpah Dokter adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi oleh seorang dokter baru dengan bersaksi kepada Allah Swt atau kepada sesuatu yang dianggap suci, bahwa ia akan bertekad teguh akan menjalankan profesi dokter dengan sebaik-baiknya dgn harkat, martabat dan t/ luhur profesi itu. Dalam arti skr, pengucapan sumpah dokter pada upacara wisuda yang khidmat hendaknya dinilai sebagai kontrak sosial dokter baru kepd masyarakat. Lafal sumpah dokter Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1960 Tentang LAFAL SUMPAH DOKTER INDONESIA dan disempurnakan pada Mukernas Etika Kedokteran II tahun 1981. sesuai dengan dokter yang bersumpah, Lafal Sumpah Dokter Indonesia diawali dengan Demi Allah/Sang Hyang Adhi Buddha/Om Athah Parama Wisesa, saya bersumpah/berjanji, bahwa: Lafal sumpah dokter Indonesia 1. Saya akan membaktikan hdp saya guna kepentingan kemanusiaan . 2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhomat dan bersusila , sesuai dgn martabat pekerjaan saya sebagai dokter. 3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran. 4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya. 5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yg bertentangan dgn perikemanusiaan, sekalipun diancam. 6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. 7. Saya akan selalu mengutamakan kesehatan pasen,dengan memperhatikan ke pentingan masyarakat. 8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasen. 9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terimakasih yang selayaknya. 10. Saya akn perlakukan teman sejawat saya sprti saudara kandung. 11. Saya aman mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 12. Saya ikrarkan sumpah saya ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya. Pasal 2: Setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pasal 4: Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasen, setelah memperoleh persetujuan pasien. Pasal 6 : Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Pasal 7: Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Pasal 7a.: Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal 7b.: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasen dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter dan kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasen. Pasal 7c: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasen, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasen. Pasal 7d.: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pasal 8: Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, prenentif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. Pasal 9: Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati. Pasal 10: Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan semua ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasen. Dalam hal ini ia tidak mam-pu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasen, ia wajib merujuk pasen kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Pasal 11 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasen agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal 12: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasen, bahkan juga setelah pasen itu meninggal dunia. Pasal 13: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan. Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasen dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. Pasal 16: Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Pasal 17 : Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran / kesehatan.

ETIKA Berkaitan dengan penalaran, pembenaran dan konflik moral diri pribadi, dalam membuat keputusan etis DISIPLIN Berkaitan dengan konflik antara individu dan peer-groupnya HUKUM Berkaitan dengan konflik antara individu dan masyarakat (publik) atau dengan peraturan atau dengan individu lain Etika Dan Hukum Norma Etik Kaidah Pribadi Dibuat Masyarakat Sifat Ideal Tentang Baik-Buruk Dalam Bentuk Kode Sanksi Moral

Norma Hukum Kaidah Antar-Pribadi Dibuat Penguasa Sifat Aktual Tentang Benar-Salah Peraturan Per-UU-an Sanksi Dapat Dipaksakan

DIMANA LETAK ETIKA Etika adalah pengetahuan tentang moralitas, menilai baik buruknya sesuatu perbuatan ditinjau dari sisi moral ...ethics is the study of morality careful and systematic reflection on and analysis of moral decisions and behaviour (WMA) Etika dapat mengandung norma kesusilaan (sikap pribadi) maupun norma kesopanan (perilaku antar manusia), tetapi dapat dipengaruhi oleh norma agama dan norma hukum NORMA BIOETIKA ? Medical ethics is closely related, but not identical to, bioethics (biomedical ethics). Whereas medical ethics focuses primarily on issues arising out of the practice of medicine. Bioethics is a very broad subject that is concerned with the moral issues raised by developments in the biological sciences more generally (WMA) (dibandingkan dg medical ethics) Norma Bioetika pada saat ini banyak yang tumpang tindih dengan / atau setidaknya dipengaruhi oleh norma hukum dan yang melatarbelakanginya (finansial, budaya, sosial) Bagaimanakah mempelajari bioetik? PERTANYAAN BIOETIK Apakah seorang tenaga kesehatan wajib secara moral untuk memberitahukan kepada seseorang dalam stadium terminal bahwa ia sedang sekarat? Bagaimana cara melakukan distribusi sumber daya medis yang terbatas agar tetap adil dilihat dari sisi moral ? Apakah aborsi ataupun euthanasia (pada keadaan tertentu) dapat dibenarkan secara moral? Norma apa yg dipakai? Bila BioEtik, Kaidah mana yang dominan? Bioetika dan Humaniora Bioetika berasal dari bahasa Yunani, Bios berarti hidup atau kehidupan, Ethike berarti ilmu atau studi tentang etik yang timbul dalam praktik ilmu biologi. Bioetika kedokteran (medical bioethics) adalah aspek moral dari ilmu kedokteran (Practice of Moral medicine). Humaniora medik (medical humanities) mengandung pengertian aspek kemanusiaan dari ilmu kedokteran (Practice of Humane medicine) Antara ilmu kedokteran, moral dan kemanusiaan tak dapat dipisahkan satu sama lain. Definisi Bioetika WT Reich: Bioetika adalah studi sistematik tentang perilaku manusia dalam lapangan ilmu-ilmu tentang kehidupan (life sciences) dan pemeliharaan kesehatan (health care), dikaji dari aspek nilai-nilai dan asas-asas moral.

PENGANTAR ETIKA KEDOKTERAN DAN BIOETIKA


ETIK Adl/ ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral) - Etika: merupakan bagian dari ilmu filsafat - Asas: sesuatu kebenaran (baik-buruk) yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir

S Gorovitch: Bioetika adalah penyelidikan kritis tentang dimensidimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis. Shannon: Bioetika menyelidiki dimensi etis dari masalah-masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi sepanjang diterapkan dalam kehidupan. International Association of Bioethics: Bioetika adalah studi tentang isu-isu etis, hukum, sosial, dan isu-isu lain yang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi. Penyimpulan definisi Bioetika kedokteran merupakan suatu kajian kritis bersifat interdisipliner tentang perilaku manusia, dampak, atau isu-isu terkait etik, hukum, ekonomi, sosial akibat kemajuan dalam ilmuilmu biologi, ilmu dan teknologi kedokteran dan penerapannya dalam kehidupan dan pelayanan kesehatan manusia.

ETIK vs HUKUM Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan ketertiban hub antar manusia, dgn aturan yang tertentu dan baku. Etik mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam berperilaku (profesi), dengan menggunakan dialog antar beberapa kaidah moral, dengan hasil yang tidak selalu seragam. Cara berpikir yang melulu didasarkan kepada hukum akan membawa kita kepada terpaku kepada peraturan sehingga dinilai terlalu materialistik dan legalistik (Bottom-line ethics) Etik mendalami suatu masalah dengan tidak hanya melihat hal yang material (terlihat, terobservasi, terukur, dll), melainkan juga nilai yang berada di belakangnya Contoh cara berpikir Hukum: Dalam berhubungan dengan pasien, dokter harus berperilaku sedemikian rupa sehingga tidak dituntut secara hukum oleh pasien Dalam meminta persetujuan tindakan medik, yang penting adalah formulir persetujuan telah ditandatangani oleh pasien atau yang mewakilinya Bila melakukan kelalaian maka upayakan menutupinya, baik di rekam medis maupun informasi kepada pasien dan keluarganya agar tidak terjadi tuntutan Contoh cara berpikir etik Dalam berhubungan dengan pasien, dokter harus berperilaku sedemikian rupa sehingga kepentingan pasien terpenuhi dan terpuaskan oleh perilaku dokter yang etis Dalam meminta persetujuan tindakan medik, yang penting adalah keputusan pasien dibuat setelah memahami semua informasi yang diperlukan dalam membuat keputusan tersebut. Bila melakukan kelalaian maka dokter tetap bersikap akuntabel, baik dalam dokumentasi di rekam medis maupun sikapnya kepada pasien dan keluarganya Latihan Seorang perempuan yg menderita retardasi mental (kehidupan sehari-hari tidak dapat mandiri), usia 19 tahun, hamil 13 minggu karena diperkosa. Orangtuanya minta agar kandungannya digugurkan dan kemudian disterilkan. Bagaimana keputusan yang bermoral?

I. Etika dan Moral


MORAL
Latin

ETIKA
Yunani

Morales, mos, moris, adat, istiadat,kebiasaan, cara, tingkah laku Tabiat, watak, akhlak, cara hidup

Ethicos, ethosadat kebiasaan, praktek

Hati nurani & penilaian (judgment) Kegiatan praktis seseorang

Etika dibagi (klasifikasi)

= 1. Etika Umum 2. Etika Khusus -Individual -Institusional -Sosial Filsafat : - kajian, ilmu filsafat -moral & moralitas Praktek : - pedoman & aturan(profesional) baik & benar
A. Moral - Etika Asas Aturan - Kode Etik Profesi
1

Ajaran Moral Moral


Falsafah Moral

Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik Sistem nilai tentang perbuatan manusia yang dianggap baik/ buruk, benar / salah, pantas / tidak pantas
Mencari penjelasan , mengapa perbuatan tertentu dinilai baik/ buruk, benar/salah, pantas /tidak pantas Kerangka berpikir yang disusun oleh filsuf tertentu-untuk memberi pembenaran, mengapa suatu perbuatan dinilai baik dari pendekatan moral

INFORMED CONSENT
Informed Consent terdiri dari kata Informed yang berarti telah mendapat informasi dan Consent berarti persetujuan (ijin). Yang dimaksud dengan Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju atau ijin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/MENKES 1 PER/IX/1989 Tentang persetujuan tindakan medik dengan pedoman pelaksanaannya diatur dalam keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik. Tentang pedoman persetujuan tindakan medik (Informed Consent) PEDOMAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK (Informed Consent ) 1. Persetujuan atau penolakkan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be actually performed) 2. Persetujuan atau penolakkan tindakan medik diberikan tanpa paksaan (voluntary) 3. Perserujuan atau penolakkan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum 4. Persetujuan atau penolakkan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.

2
3

Teori2 etika

Asas2 Ajaran etika Moral

Asas-asas yang diturunkan dari teori-teori etika sebagai kaidah-kaidah dasar moral bagi manusia

Aturan2 etika
Kode Etik Profesi

Seperangkat norma atau pedoman untuk mengukur perbuatan, berupa aturan dan larangan yang didasarkan pada asas asas etika Seperangkat aturan etika yang khusus berlaku untuk semua anggota asosiasi profesi tertentu, sebagai konsensus bersama, yang memuat aturan dan larangan yang wajib di taati oleh semua anggota dalam menjalankan profesi

Isi Informasi Dan Penjelasan Informed Consent 1. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yg akan dilakukan (purpose of medical prosedures). 2. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (contem plated medical prosedures). 3. Informasi dan penjelasan tentang risiko (risk inherent in such medical prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi. 4. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan serta risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk). 5. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical prosedure). 6. Diagnosis Pihak yang berhak menyatakan persetujuan 1. Pasien sendiri (apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah 2. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (Informed Consent) atau penolakkan tindakan medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut: Ayah atau ibu kandung Saudara-saudara kandung 3. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir. Persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: Ayah atau ibu adopsi Saudara-saudara sekandung Induk semang 4.Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: Ayah atau ibu kandung Wali yang sah Saudara-saudara kandung 5. Bagi pasien dewasa yang telah menikah atau orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh merek menurut urutan hak sebagai berikut: Suami atau istri Ayah atau ibu kandung Anak-anak kandung Saudara-saudara kandung Fomat isian Informed Consent 1. Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang sanksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi. 2. Materai tidak diperlukan 3. Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien 4. Formulir harus sudah diisi dan ditanda tangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan 5. Dokter harus ikut menanda tangani sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya. 6. Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf menyertakan cap jempol ibu jari tangan kanan. (untuk menghindari tuduhan adanya paksaan dari pihak rumah sakit dan atau tenaga kesehatan, cap ibu jari pasien tersebut tidak boleh dipegang oleh tenaga kesehatanyang mendampingi) Sanksi Hukum Informed Consent Pasal 1366 KUHP perdata berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya. Pasal 13 Permenkes tentang Informed Consent, mengatur tentang sanksi administratif yang berbunyi: terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktek.

SANKSI PELANGGARAN ETIK DAN ETIKOLEGAL DALAM PROFESI KEDOKTERAN


Dr H Arif Fadillah SpPD-FINASIM Pendahuluan Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia (LSDI) dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) telah tercantum secara garis besar perilaku dan tindakan-tindakan yang layak atau tidak layak dilakukan seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Namun ada saja dokter yang tega melakukan pelanggaran etik bahkan pelanggaran etik sekaligus hukum (etikolegal), terlebih dalam lingkungan masyarakat yang sedang mengalami krisis akhir-akhir ini. Kenyataan menunjukkan pula bahwa sanksi yang diberikan oleh atasan atau oleh organisasi profesi kedokteran selama ini terhadap pelanggaran etik itu tidak tegas dan konsisten. Hal ini disebabkan antara lain belum dimanfaatkannya organisasi profesi kedokteran oleh masyarakat untuk menyampaikan keluhankeluhannya dan tidak jelasnya batas-batas antara yang layak dan tidak layak dilakukan seorang dokter terhadap pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya. Inilah bedanya etik dengan hukum. Hukum lebih tegas dan lebih objektif menunjukkan hal-hal yang merupakan pelanggaran hukum, sehingga jika terjadi pelanggaran dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam makalah ini dibahas tentang perbedaan etik dengan hukum, contoh-contoh pelanggaran etik murni dan pelanggaran etikolegal, termasuk contoh-contoh dalam bidang Obstetri Ginekologi, prosedur penanganan dan sanksi-sanksi yang dapat diberikan terhadap pelaku pelanggaran etik dan etikolegal profesi kedokteran.

Beda etik dengan hukum Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medik ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral. Hukum merupakan peraturan perundang-undangan baik pidana, perdata maupun administrasi. Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, jadi menyangkut penyelenggara pelayanan kesehatan dan penerima pelayanan kesehatan. Perbedaan etik dengan hukum adalah : 1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum. 2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat. 3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-undang / lembaran negara. 4. Sanksi terhadap pelanggaran etik umumnya berupa tuntunan. Sanksi terhadap pelanggaran hukum berupa tuntutan. 5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan (DepKes). Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan. 6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

Pelanggaran etik murni Pelanggaran terhadap butir-butir LSDI dan/atau KODEKI ada yang merupakan pelanggaran etik murni, dan ada pula yang merupakan pelanggaran etikolegal. Pelanggaran etik tidak selalu merupakan pelanggaran hukum, dan sebaliknya, pelanggaran hukum tidak selalu berarti pelanggaran etik. Yang termasuk pelanggaran etik murni antara lain : 1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari klien/pasien atau menarik imbalan jasa dari sejawat dokter dan dokter gigi beserta keluarga kandungnya. 2. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. 3. Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat. 4. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif. 5. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik. 6. Tdk pernah mengikuti pendidikan kedoktran berkesinambungan. 7. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri. Perilaku dokter tersebut di atas tidak dapat dituntut secara hukum tetapi perlu mendapat nasihat / teguran dari organisasi profesi atau atasannya. Contoh-contoh kasus etikolegal Pelanggaran di mana tidak hanya bertentangan dengan butir-butir LSDI dan/atau KODEKI, tetapi juga berhadapan dengan undangundang hukum pidana atau perdata (KUHP/KUHAP). Misalnya : 1. Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek) 2. Menerbitkan surat keterangan palsu. 3. Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter. 4. Pelecehan seksual.(dan sebagainya) Etik kedokteran dan hukum kesehatan dalam obstetri ginekologi. - Masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi manusia merupakan masalah yang sangat khusus dan paling rumit ditinjau dari segi etik, agama, hukum dan sosial, terlebih dengan begitu pesatnya perkembangan dalam bidang obstetri ginekologi dalam tiga dekade terakhir ini. - Masalah-masalah kontrasepsi, aborsi, teknologi reproduksi buatan, operasi plastik selaput dara dan sebagainya, memerlukan perhatian penuh pihak profesi kedokteran, hukum, agama dan masyarakat luas. 1. Pelayanan kontrasepsi Sejak program Keluarga Berencana (KB) menjd program nasional pada tahun 1970, berbagai cara kontrasepsi tlh ditawarkan dalam pelayanan KB di Indonesia, mulai dari cara tradisional, barier, hormonal (pil, suntikan, susuk KB), IUD/AKDR, dan kontrasepsi mantap (Kontap). Seorang dokter harus memberikan konseling kepada pasangan suami istri (pasutri) atau calon akseptor, dengan penjelasan lebih dahulu tentang indikasi kontra, efektifitas dan efek samping/keamanan setiap jenis kontrasepsi, dan akhirnya pasutri lah yang menentukan pilihannya. Dari cara-cara kontrasepsi tersebut di atas, maka cara AKDR dan kontap menjadi bahan diskusi yang hangat, terutama karena menyangkut aspek agama dan hukum. Mekanisme kerja AKDR adalah sebagai kontrasepsi dan juga kontranidasi, sehingga menimbulkan dilema bagi seorang dokter. Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani (KODEKI, pasal 10), bahkan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan (LSDI, butir 9). Jadi pemasangan AKDR dapat dianggap mengupayakan pemusnahan telur yang telah dibuahi. Karena LSDI telah dikukuhkan dengan PP no.26 tahun 1960, maka seorang dokter yang melanggar sumpah tersebut berarti telah melanggar peraturan pemerintah, sehingga dapat diancam hukuman sesuai peraturan yang berlaku. Namun, KB merupakan program nasional, sehingga sanksi terhadap pelanggaran tersebut agaknya tidak diberlakukan. Cara kontap baik pada pria maupun pada wanita telah banyak dilakukan di Indonesia, baik atas indikasi medik maupun indikasi sosial-ekonomi dengan tujuan kontrasepsi yang permanen.

Peraturan perundang-undangan tentang kontap belum ada di Indonesia. Pendapat tokoh-tokoh agama beraneka ragam dan kenyataannya lebih banyak yang menentang cara kontrasepsi itu karena mengurangi harkat dan kodrat seseorang. Dari segi etik kedokteran, cara kontap dapat dibenarkan sesuai dengan KODEKI butir 10, yaitu dengan tujuan melindungi hidup insani dan mengutamakan kesehatan penderita. Namun, dengan terbitnya UU RI no.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, penyelenggaraan Keluarga Berencana dapat dibenarkan dengan memperhatikan butir-butir berikut : Pasal 17 (1) Pengaturan kelahiran diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya guna dan berhasil guna serta dapat diterima oleh pasangan suami istri sesuai dengan pilihannya. (2) Penyelenggaraan pengaturan kelahiran dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, etik dan agama yang dianut penduduk yang bersangkutan. Penjelasan (1) Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan martabat manusia serta mengindahkan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat. (2) Untuk menghindarkan hal yang berakibat negatif, setiap alat, obat dan cara yang dipakai sebagai pengatur kehamilan harus aman dari segi medik dan dibenarkan oleh agama, moral dan etika. Pasal 18 Setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak, dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun generasi mendatang. Pasal 19 Suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahiran. Penjelasan. Suami dan isteri harus sepakat mengenai pengaturan kehamilan dan cara yang akan dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau tindakan sepihak dapat menimbulkan kegagalan atau masalah di kemudian hari. Kewajiban yang sama antara keduanya berarti juga, bahwa apabila isteri tidak dapat memakai alat, obat dan cara pengaturan kelahiran, misalnya karena alasan kesehatan, maka suami mempergunakan alat, obat dan cara yang diperuntukkan bagi laki-laki. 2. Abortus Provokatus Masalah aborsi telah dibahas di berbagai pertemuan ilmiah dalam lebih dari 3 dekade terakhir ini, baik di tingkat nasional maupun regional, namun hingga waktu ini Rancangan Pengaturan Pengguguran berdasarkan Pertimbangan Kesehatan belum terwujud. Dalam KUHP secara rinci terdapat pasal-pasal yang mengancam pelaku abortus ilegal sebagai berkut : a. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman maksimum 4 tahun). b. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seijinnya (KUHP pasal 347, hukuman maksimum 12 tahun dan bila wanita itu meninggal, hukuman maksimum 15 tahun). c. Seorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seijin wanita tersebut (KUHP pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan dan bila wanita itu meninggal, hukuman maksimum 7 tahun). d. Dokter, Bidan atau Juru Obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP pasal 349, hukuman ditambah sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya).

Dalam pasal 80 UU Kesehatan tercantum, bahwa "Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,- (limaratus juta rupiah)". 3. Teknologi Reproduksi Buatan Pada tahun 1978, Steptoe & Edwards melahirkan bayi tabung pertama Louise Brown di Inggris, hasil Fertilisasi In Vitro (FIV) dan Pemindahan Embrio (PE). Ini merupakan terobosan yang telah mengubah dunia kedokteran terutama di bidang reproduksi manusia. Di Indonesia, bayi tabung pertama lahir 10 tahun kemudian (1988) hasil upaya Tim Melati RSAB Harapan Kita Jakarta. FIV dan PE merupakan upaya terakhir untuk menolong pasutri memperoleh keturunannya, karena upaya ini memerlukan biaya yang besar, keberhasilan "take home baby" yang rendah dan menyebabkan distres pada pasutri yang bersangkutan. Selain cara FIV dan PE telah dikembangkan pula teknologi reproduksi buatan lainnya seperti Tandur Alih Gamet atau Embrio Intra Tuba dan Suntikan Sperma Intra Sitoplasmik. Dari segi hukum, di Indonesia telah terdapat peraturan perundang-undangan tentang kehamilan di luar cara alami itu, yaitu bahwa cara tersebut hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang sah, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, dan pada sarana kesehatan yang memenuhi syarat (UU Kesehatan, pasal 16). Dengan demikian, masalah donasi oosit, sperma dan embrio, masalah ibu pengganti adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku dan juga etik kedokteran. 4.Bedah Plastik Selaput Dara Wanita yang meminta dilakukan bedah plastik selaput dara umumnya berdasarkan berbagai motif. Ada yang ingin memberi kesan kepada suaminya bahwa dirinya masih perawan, sehingga bertujuan menyelamatkan hidup bersama suaminya, padahal pasien pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pria lain. Di Indonesia, masalah keperawanan di malam pertama pengantin baru dianggap penting, walaupun hal ini sebenarnya tidak adil dalam kedudukan wanita dan pria. Ada pula wanita yang minta bedah plastik selaput dara dengan tujuan komersialisasi keperawanan, dengan mengharapkan imbalan yang besar. Dalam hal ini hati nurani dokterlah yang menentukan sikapnya dalam menghadapi godaan dari pasien bersangkutan. Jika robeknya selaput dara disebabkan trauma atau akibat tindakan dilatasi dan kuretase yang dilakukan karena indikasi medik (misalnya pada kasus-kasus perdarahan uterus disfungsional yang menyebabkan anemia berat dan tidak tanggap terhadap terapi medikamentosa), maka dalam hal ini bedah plastik selaput dara masih dapat dibenarkan. Prosedur penanganan pelanggaran etik kedokteran Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai berikut : 1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih dahulu kepada MKEK. 2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK. 3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi. 4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan). 5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan. 6. U/ kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta penyelesaiannya o/ MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.

7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat. 8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundangundangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada : 1. Pancasila 2. Prinsip-prinsip dasar moral umumnya 3. Ciri dan hakekat pekerjaan profesi 4. Tradisi luhur kedokteran 5. LSDI 6. KODEKI 7. Hukum kesehatan terkait 8. Hak dan kewajiban dokter 9. Hak dan kewajiban penderita 10. Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran 11. Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior. Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan berikut, yaitu : 1. Tujuan spesifik yang ingin dicapai 2. Manfaat bagi kesembuhan penderita 3. Manfaat bagi kesejahteraan umum 4. Penerimaan penderita terhadap tindakan itu 5. Preseden tentang tindakan semacam itu 6. Standar pelayanan medik yang berlaku Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan, sedang atau berat, yang berpedoman pada : 1. Akibat terhadap kesehatan penderita 2. Akibat bagi masyarakat umum 3. Akibat bagi kehormatan profesi 4. Peranan penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran 5. Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka Bentuk-bentuk sanksi Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman, sebagai berikut : 1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari : a. Hukuman disiplin ringan b. Hukuman disiplin sedang, dan c. Hukuman disiplin berat 2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari : a. Teguran lisan b. Teguran tulisan, dan c. Pernyataan tidak puas secara tertulis 3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari : a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, dan c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun 4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari : a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun b. Pembebasan dari jabatan c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan d. Pemberhentian tidak dgn hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, di samping pemberian hukuman sesuai peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan. Kesimpulan 1. Profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, oleh karena itu etika kedokteran harus memegang peranan sentral bagi para dokter dalam menjalankan tugas-tugas pengabdiannya untuk kepentingan masyarakat. 2. Bidang Obstetri Ginekologi merupakan bidang yang demikian terbuka untuk kemungkinan penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma, sehingga rawan untuk timbulnya pelanggaran etik kedokteran bahkan pelanggaran hukum. Karena itu diperlukan pedoman etik dan peraturan perundang-undangan terkait yang menuntun para dokter / SpOG untuk berjalan di jalur yang benar. 3. Sanksi terhadap pelanggaran etik kedokteran hendaknya diberikan secara tegas dan konsisten sesuai dengan berat ringannya pelanggaran, bersifat mendidik dan mencegah terulangnya pelanggaran yang sama pada masa depan baik oleh yang bersangkutan maupun oleh para sejawatnya. 4. IDI bersama-sama organisasi profesi dokter spesialis dan organisasi kedokteran seminat lainnya, hendaknya dapat meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi secara berkesinambungan, sehinggat setiap anggotanya dan masyarakat umumnya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan etika kedokteran.

keduanya harus berhadapan dengan penafsiran hukum. Sebagai contoh, bisa saja setelah pasien menjalani operasi lalu meninggal dunia dengan penyebab yang tidak selalu berasal dari tindakan dokter. Pengertian Hukum Kesehatan Menurut H.J.J Leenen: hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, yang berupa penerapan hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi negara dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan Hukum kesehatan berkaitan dengan etika medis yang berisi kepedulian dan tanggung jawab secara moral hidup dan kehidupan manusia serta terhadap kelainan dan gangguan padanya, dari sebelum lahir sampai akhir hidup itu serta sampai beberapa waktu sesudahnya. Hukum kesehatan dan hukum medis adalah rambu-rambu yang mengatur etika dan hukum yang sama-sama berakar pada moral saling mengisi. Dokter punya tanggung jawab etis dan tanggung jawab hukum dalam menjalankan profesinya. Implikasi Pemberlakuan UU No. 29/2004 Pemberlakuan UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tentunya membawa implikasi yang signifikan bagi tenaga medis. UU ini untuk memberikan perlindungan hukum bagi dokter sebagai pemberi jasa kesehatan dan pasien sebagai penerima layanan kesehatan. Dalam Undang-undang ini juga mengatur hak dan kewajiban dokter/dokter gigi untuk melaksanakan praktik kedokterannya seperti dalam pasal 50 di sebutkan bahwa haknya meliputi: memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional, memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/keluarganya; dan menerima imbalan jasa. Pelanggaran terhadap sebagian dari item-item kewajiban dokter merupakan sifat melawan hukum (malpraktik). Kondisi tersebut dapat menjadi malpraktik hukum kedokteran apabila dari praktik kedokteran itu menimbulkan kerugian pada pasien penderitaan, berupa rasa sakit, luka-luka, maupun kematian. Apa yang oleh hukum telah ditentukan secara normatif tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien tersebut mengikat kedua belah pihak harus ditaati, walaupun dalam kontrak terapeutik tidak di tentukan secara eksplisit sebagi prestasi masing-masing pihak, namun melaksanakan kewajiban dokter maupun pasien merupakan prestasi yang telah di tetapkan UU. Pemberlakuan UU No. 29/2004t entang Praktik Kedokteran (UUPK) diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran. Dua permasalahan yang mendasari penyusunanpenyusunan Undang-undang tersebut, yang pertama adalah memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap praktik kedokteran yang eksploitatif dan tidak memenuhi etika kedokteran sehingga mengakibatkan penurunan kepercayaan masyarakat terhdp profesi medik, yang kedua, memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi profesi dokter dan gugatan masyarakat yg berlebihan.

PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN (ADVOKASI) Dr. Chairul Z


Pendahuluan Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat di mana-mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, di mana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Di sisi lain para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang sudah diberlakukan sejak 2005 dinilai merugikan profesi medis karena memberikan dampak tak terduga kepada profesi ini, terutama para dokter. Pasal 66 UU Praktik Kedokteran (UUPK) menyebutkan, seeseorang pasien atau bukan pasien yang mengetahui suatu dugaan malpraktik diperbolehkan mengadukan ke Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), kepolisian, lembaga perlindungan konsumen, dan lembaga lainnya. Dalam praktiknya, pengadu juga bisa melaporkan kepada satu atau lebih institusi itu sehingga sangat membebani profesi medis selaku pihak yang diadukan. Padahal setelah proses peradilan berlangsung bisa saja tuduhan tidak dapat dibuktikan, sementara pihak yang diadukan telah mengalami banyak kerugian waktu, perasaan, dan harga diri. Beban tersebut bertambah berat manakala profesi medis dikenai ancaman pidana dan denda. Padahal antara profesi medis, masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan, dan aparat penegak hukum diyakini masih terdapat perbedaan persepsi antara logika medis, logika awam, dan logika hukum dalam pelayanan medis. Menafsirkan ketentuan perundang-undangan yang sesuai dengan kepentingan sendiri merupakan hal manusiawi sehingga berkembanglah penafsiran awam, profesi medis, yang

Malpraktik Medik Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.

Yang dimaksud dengan kelalaian di sini adalah sikap kekurang hatihatian, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum De minimis noncurat lex, yang berarti hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil. Tolak ukur culpa lata adalah: 1. Bertentangan dengan hukum 2. Akibatnya dapat dibayangkan 3. Akibatnya dapat dihindarkan 4. Perbuatannya dapat dipersalahkan Aspek hukum yg mengatur tentang malpraktik di Indonesia adalah UU RI No.29 thn. 2004 tentang praktik Kedokteran: 1. KUHP 2. UUD 1945 Malpraktik medik merupakan kelalaian yang berat dan pelayanan kedokteran di bawah standar. Malpraktik medik murni (criminal malpractice) sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi sematamata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan konsumtif, di mana kalangan dokter turut terimbas, malpraktik di atas dapat meluas. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut: 1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien 2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan 3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya 4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian pada tergugat. Dalam hukum terdapat suatu kaidah yang berbunyi Res Ipsa Loquitur, yang berarti faktanya telah berbicara, misalnya terdapatnya kain kasa yang tertinggal di rongga perut pasien, sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti pidana (kriminil), kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya risiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggungjawab terhadap tuntutan kriminal oleh Negara. Antara Etika dan Hukum Etika kedokteran sangat berhubungan erat dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien. Badan yang mengatur dan memberikan ijin praktek medis di setiap negara bisa memberi hukuman kepada dokter yang melanggar

etika. Namun etika dan hukum tidaklah sama. Sangat sering bahkan etika membuat standar perilaku yang lebih tinggi di banding hukum, dan kadang etika memungkinkan dokter perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk tiap-tiap negara sedangkan etika dapat di terapkan tanpa melihat batas negara. Kewajiban dokter yang hendak dijalankan harus dipertimbangkan sebagai hal; yang melanggar standar profesi dan standar prosedur atau tidak. Karena sebagai seorang profesional tidak dibenarkan memiliki sikap batin yang ceroboh mengenai standar profesinya sendiri, sikap batin seperti ini sangat berbahaya. Sementara itu, sikap batin pada akibat yang merugikan kesehatan atau nyawa pasien pada umumnya malpraktik kedokteran tidak dituju atau tidak dikehendaki. Walaupun sangat jarang terjadi, namun tidak tertutup kemungkinan kehendak memang ditujukan pada akibat buruk bagi kesehatan dan nyawa pasien. Misalnya, euthanasia pasal 344 KUHP) atau aborsi di luar indikasi medis (pasal 347, 348 KUHP). BEBERAPA PRINSIP ETIK AUTONOMY: hak untuk menentukan atau memilih sesuatu yang terbaik bagi dirinya BENEFICIENCE: prinsip memberi bantuan atau berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain NONMALEEFICENCE: tidak menimbulkan bahaya atau sakit fisik maupun emosional JUSTICE: perlakuan yang adil VERACITY: jujur atau tidak berbohong FIDELITY: komitment terhadap pelayanan sehingga menimbulkan rasa percaya. Contoh Kasus 1 Seorang dokter memberi cuti sakit berulang-ulang kepada seorang tahanan, padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran Kode Etik Kedokteran (KODEKI) Bab-I pasal 7 dan KUHP pasal 267. KODEKI Bab I pasal 7; Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. KUHP pasal 267: Dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman penjara selama 4 tahun. Contoh Kasus 2 Seorang penderita gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata memerlukan pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita meninggal dunia. Pelanggaran etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan: Jika tertundanya penbedahan tersebut disebabkan kelalaian dokter, maka sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI Bab II pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan 306. Lafal sumpah dokter:Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita. KODEKI Bab II pasal 10: Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan. KUHP pasal 304: Barang siapa yang dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan berdasarkan hukum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-KUHP pasal 306(2) jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka bersalah dihukum dengan hukuman perjara selama-lamanya 9 tahun. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan keluarga penderita belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, maka rumah sakitlah yang terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306, sedang dokter terkena pelanggaran KODEKI.

UU No 29/ 2004
Pendidikan Registrasi Lisensi

Pengeluaran izin dilandaskan pada asas-asas keterbukaan, ketertiban, ketelitian, keputusan yang baik, persamaan hak, kepercayaan, kepatutan dan keadilan. Selanjutnya apabila syaratsyarat tersebut tidak terpenuhi (lagi) maka izin dapat ditarik kembali.

Kompetensi

Kewenangan

Praktik Kedokteran
Layanan Medik

Pendidikan
Sistem Pendidikan Kedokteran Standar Pendidikan Profesi Standar Kompetensi
Input dan Proses

Kompetensi:
Etik Profesi

Quality Controle Etik

Pembinaan (Quality Assurance)

Disiplin Hukum

Output

Registrasi

Aspek Hukum Administrasi dalam Praktik Kedokteran Setiap dokter yang telah menyelesaikan pendidikan dan ingin menjalankan praktik kedokteran dipersyaratkan memiliki izin. Izin menjalankan praktik memiliki dua makna, yaitu: (1) izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil (formeele bevoegdheid), dan (2) izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil (materieele bevoegdheid). Secara teoritis, izin merupakan pembolehan (khusus) untuk melakukan sesuatu yang secara umum, dilarang. Sebagai contoh: dokter boleh melakukan pemeriksaan (bagian tubuh yang harus dilihat), serta melakukan sesuatu (terhadap bagian tubuh yang memerlukan tindakan dengan persetujuan) di mana izin semacam itu tidak diberikan kepada profesi lain.
Regulasi& Standarisasi (Pemerintah & Profesi)

Sistem Registrasi Kedokteran


Pengesahan kompetensi menjadi kewenangan

Kewenangan
Output

Input dan Proses


Cont

Globalisasi & Desentralisasi


Pendidikan Profesi
1. Standar Etik
2. Standar Pendidikan Profesi

Ijazah (Sekolah)

Dr/Spesialis Registrasi

Sertifikat (Profesi)
Majelis Kehormatan Disiplin

KompetensiKewenangan

Beberapa perubahan mendasar yg berkaitan dengan perizinan di dalam UUPK, yaitu: 1. Digunakan terminologi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh KKI, sebagai pengganti terminologi Surat Penugasan (SP) 2. Untuk mendapatkan STR pertama kali dilakukan uji kompetensi oleh organisasi profesi 3. Surat Tanda Registrasi (STR) diberikan oleh KK/KKG dan berlaku selama lima tahun serta dapat diperpanjang melalui uji kompetensi lagi 4. Masa berlaku SIP sesuai STR, bila masa berlaku STR sudah habis maka SIP juga habis. Sebagai implementasi dari UUPK, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter untuk menata lebih lanjut perizinan. Aspek Hukum Perdata Dalam Praktik Kedokteran Setelah seorang dokter memiliki izin untuk menjalankan praktik, muncullah hubungan hukum dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran di mana masing-masing pihak (pasien dan dokter) memiliki otonomi (kebebasan, hak dan kewajiban) dalam menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Hukum memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak melalui perangkat hukum yang disebut informed consent. Objek dalam hubungan hukum tersebut adalah pelayanan kesehatan kepada pasien. PASAL 45: INFORMED CONSENT 1. Dengan pernyataan (express) -secara lisan (oral) -secara tertulis (written) 2. Tersirat, dianggap diberikan (implied or tacit consent) -dalam keadaan biasa (normal) -dalam keadaan gawat-darurat (emergency) Dikaitkan dengan UUPK, perangkat hukum informed consent tersebut diarahkan untuk: Menghormati harkat dan martabat pasien melalui pemberian informasi dan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat Menumbuhkan sikap positif dan iktikad baik serta profesionalisme pada peran dokter mengingat pentingnya harkat dan martabat pasien Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar dan persyaratan yang berlaku.

Litbang Iptek
3. Standar Performance

Lisensi (Izin Praktek)


(Pemerintah Daerah & Profesi)

4. Standar Pelayanan Medik

Praktek Dokter
Masyarakat

Masalah Disiplin Masalah Etik

Masalah Hukum

Pada hakikatnya, perangkat izin (formil atau materiil) menurut hukum administrasi adalah: 1. Mengarahkan aktivitas, artinya pemberian izin (formil atau materiil) dapat memberi kontribusi ditegakkannya penerapan standar profesi dan standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh para dokter dalam pelaksanaan praktiknya 2. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian administratif, serta kemampuan teknis yang harus dipenuhi oleh setiap dokter dan dokter gigi 3. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka penyelenggaraan praktik kedokteran, dan mencegah penyelenggaraan praktik kedokteran oleh orang yang tidak berhak (yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan secara formil maupun materiil) 4. Memberikan perlindungan kepada warga masyarakat terhadap praktik yang tidak dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi tertentu (yang bersangkutan tidak memberikan pelayanan sesuai standar kompetensi) 5. Mendistribusikan kelangkaan tenaga dokter yg dikaitkan dgn kewenangan pemerintah daerah atas pembatasan t4 praktik dan penataan Surat Izin Praktik (SIP).Izin diberikan dalam bentuk tertulis, berdsrkan permohonan tertulis yang diajukan. Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin jg didsrkan pd kemampuan untuk melakukan penilaian administratif dan teknis kedokteran.

Suatu hubungan hukum dianggap sah apabila memenuhi syarat subjektif dan objektif, yaitu kesepakatan untuk saling mengikatkan diri (van degeenen die zich verbinden), dan kecakapan untuk saling memberikan prestasi (dengan berbuat atau tidak berbuat) mengenai suatu hal atau suatu sebab yang diperbolehkan (bekwaamheid om eene verbintenis aan te gaan). Dari sudut kecakapan (bekwaam), ketidakseimbangan pengetahuan dan kemampuan (different of knowledge and ability) mungkin akan menempatkan pasien pada posisi yang lemah, oleh sebab itu, yang harus diutamakan dalam hubungan ini adalah terbentuknya saling percaya dalam usaha membangun kesederajatan di antara kedua belah pihak. Hak individu di bidang kesehatan bertumpu pada dua prinsip, yaitu 1) Hak atas pemeliharaan kesehatan (right to health care) dan 2) Hak untuk menentukan (nasib) sendiri (right to self determination). Hak yang pertama berorientasi pada nilai sosial dan hak yang kedua berorientasi pada ciri atau karakteristik individual. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter meliputi 1) penyampaian informasi dan 2) penentuan tindakan. Pasien wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter (right to information) serta berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri (right to self determination). Di sisi lain dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya (ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya. Selain hal di atas, dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar. Penataan hukum pidana dibutuhkan dalam upaya melindungi masyarakat. Hakikat ketentuan pidana adalah meminta pertanggungjawaban melalui tuntutan pidana untuk hal-hal yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah disebutkan bahwa dasar penambahan ketentuan pidana harus dengan undang-undang. Bertolak dari pengertian di atas maka sekalipun beberapa ketentuan pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran telah diatur dalam KUHP, namun masih dibutuhkan beberapa penambahan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran. Oleh sebab itu, di dalam UUPK dicantumkan beberapa perbuatan yang dapat dikenai tuntutan pidana. Penutup Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) akan (dan harus) ditindaklanjuti dengan berbagai peraturan pendukung, misalnya Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan KKI. Sebelum diterbitkan pengaturan lebih lanjut, tetap digunakan peraturan perundang-undangan yang ada u/ mencegah kekosongan hukum. Beberapa hal yang sudah dilaksanakan menyertai pelaksanaan UUPK adalah sebagai berikut: 1. Telah dibentuk KKI melalui Keputusan Presiden, selanjutnya KKI dapat mengeluarkan peraturan pelaksanaan UUPK. 2. Telah diatur mekanisme registrasi supaya pelayanan dokter dan dokter gigi tetap dapat berjalan selama masa peralihan. 3. Telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1419/ MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter, yang berkaitan dengan peralihan SP menjadi STR, SIP yg lm menjdi SIP menurut UUPK, serta kejelasan pengaturan tiga tempat praktik. 4. Telah dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang sangat penting untuk penegakan aturan dan ketentuan pelayanan oleh dokter.

REGULASI IZIN PRAKTIK KEDOKTERAN Dr. Chairul Z


Pendahuluan Sebagai pelaksanaan UU No.29 th.2004 Tentang Praktik Kedokteran, sesuai tugas yg telah ditetapkan pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI),maka PERMENKES No.1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER & DOKTER GIGI (sudah tidak berlaku lagi)bahwa sesuai tugas KKI dan dlm rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan praktek dr & drg perlu diatur kembali dlm : PERMENKES No.512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK & PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN (Berlaku mulai 20 April 2007) Dalam Permenkes 512/2007 : menjaga mutu pelayanan dr/drg menjamin masyarakat mendapatkan pelayanan dr/drg yg bermutu pertanggungjawaban sbg dr pemerintah yg nyambiswasta kejelasan 3 tempat praktik namun tak kaku solusi untuk kelangkaan dr tertentu pemerataan SDM dr/drg PERMENKES No.512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK & PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN Dasar acuan: UU.no.23 th.1992 ttg Kesehatan UU.no.29 th.2004 ttg Praktik Kedokteran UU.no.32 th.2004 ttg Pemerintahan Daerah PP.no.32 th.1996 ttg Tenaga Kesehatan PP.no.25 th.2000 ttg Kewenangan Pemerintah & Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom Perpres.no.9 th.2005 ttg Kedudukan,Tugas,Fungsi, Susunan Organisasi,dan Tata kerja Kementerian Negara RI Kepmenkes no.81 th.2004 ttg Pedoman Penyusunan SDM Kesehatan di Tingkat Prop,Kab/Kota serta RS Kepmenkes no.131 th.2004 ttg Sistem Kesehatan Nasional Permenkes no.1575 th.2005 ttg Organisasi & Tata Kerja Depkes BAB I KETENTUAN UMUM Praktik kedokteran : rangkaian kegiatan yg dilakukan oleh dr & drg terhadap pasien dlm melaksanakan upaya kesehatan Pelayanan medis: yankes yg diberikan oleh dr yg dpt berupa yan dr & drg sesuai kompetensi & kewenangannya promotif,preventif,diagnostik,konsultatif,kuratif atau rehabilitatif Surat Ijin Praktek (SIP):bukti tertulis yg diberikan Dinas Kesehatan Kab./Kota kpd dr/drg yg telah memenuhi persyaratan unt.menjalankan praktek kedokteran Surat tugas : bukti tertulis yg diberikan Dinkes Prop kpd dr/drg dlm rangka pelaksanaan praktik kedokteran pd sarana yankes tertentu Standar Pelayanan: pedoman yg hrs diikuti oleh dr/drg dlm menyelenggarakan praktik kedokteran Standar Profesi Kedokteran : batasan kemampuan (knowledge,skill & professional attitude) minimal yg harus dikuasai oleh seorang dr/drg unt dpt melakukan keg profesionalnya pd masyarakat secara mandiri yg dibuat oleh organisasi profesi Standar Prosedur Operasional : suatu perangkat instruksi/langkah2 yg dibakukan unt menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, dimana SPO memberikan langkah yg benar & terbaik berdasarkan konsensus bersama unt melaksanakan berbagai kegiatan & fungsi pelayanan yg dibuat o/ sarana yankes berdasarkan standar profesi BAB II IZIN PRAKTEK Ps. (1) :Setiap dr & drg yg akan melakukan praktek kedokteran wajib memiliki SIP Ps.2(2): Unt.memperoleh SIP dr&drg ybs.harus mengajukan permohonan kpd Ka.Dinkes Kab/Kota tempat praktek kedokteran dilaksanakan dg melampirkan :

10

Ps.2(2).Lampiran : a) Fc. STR dr/STR drg yg diterbitkan & dilegalisir asli oleh KKI yg masih berlaku b) Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau S.Ket dr sarana yankes sbg tempat praktiknya c) Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik d) Pas foto berwarna 4X6 (3 lbr) & 3X4 (2 lbr) Ps.2(3) : Dlm pengajuan permohonan SIP dimaksud ps.2(2) harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktek Pertama, Kedua atau Ketiga Ps.2(4) : Unt memperoleh SIP ke2&ke3 pd jam kerja,dr&drg yg bekerja di sarana yankes pemerintah & sarana yankes yg ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan surat ijin dari pimpinan instansi/sarana yankes dimana dr& drg dimaksud bekerja. Ps.4(1): SIP diberikan kpd dr/drg paling banyak untuk 3 tempat praktik,baik pd sarana yankes milik pemerintah,swasta maupun praktik perorangan. Ps.4(2) : Kadinkes Kab/Kota langsung/otomatis memberikan SIP kpd dr/drg yg telah memiliki STR yg ditempatkan di sarana yankes milik pemerintah setempat berdasarkan permohonan ybs, & SIP di tempat tsb sudah terhitung sbg 1 tempat praktik Ps.4(3): SIP 3 tempat praktik tsb dpt berada dlm 1 Kab/Kota atau Kab/Kota lain baik dari prop.yg sama/prop.lain Ps.5(1) : SIP bagi dr dpt berupa SIP dr,SIP drg,SIP dr Sp.,SIP drg Sp.,SIP dr Sp.Konsultan, dan SIP drg Sp.Konsultan Ps.6(1): SIP bagi dr&drg sbg staf pendidik yg melakukan praktik kedokteran/praktik kedokteran gigi pd RS Pendidikan, berlaku juga unt melakukan proses pendidikan ked./ked.gigi di RS Pendidikan lainnya & RS atau sarana yankes lainnya yg dijadikan sebagai jejaring pendidikannya. Ps.7(2): Dr/drg yg sedang mengikuti PPDS/ PPDGS langsung/otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kadinkes Kab/Kota dimana RS Pendidikan tsb berada,unt menjalankan praktik kedokteran. Ps.7(4):SIPsebagaimana dimaksud ps.7(2) berlaku di sarana tempat program pendidikan dilaksanakan & seluruh sarana yankes yg menjadi jejaring RS Pendidikan & sarana yankes yang ditunjuk Ps.9(1):Dr/drg yg telah memiliki SIP yg memberikan yanmedis/memberikan konsultasi keahlian dlm hal sbg berikut : a) diminta oleh suatu sarana yankes dlm rangka pemenuhan yanmedis yg bersifat khusus,yg tidak terus-menerus atau tdk berjadwal tetap b) dlm rangka melakukan baksos/kemanusiaan c) dlm rangka tugas kenegaraan d) dlm rangka melakukan penanganan bencana/pertolongan darurat lainnya e) dlm rangka memberikan pertolongan yanmedis kpd keluarga,tetangga,teman,yan.kunjungan rumah & pertolongan masy.tdk mampu yg sifatnya insidentil tidak memerlukan SIP di tempat tsb. Ps.10(1):Unt.kepentingan pemenuhan kebutuhan yanmedis Kadinkes Prop.atas nama Menteri dpt memberikan Surat Tugas kpd dr Sp./drg.Sp.tertentu yg telah memiliki SIP unt bekerja di sarana yankes/RS tertentu tanpa memerlukan SIP di tempat tsb, berdasarkan permintaan Kadinkes Kab./Kota Ps.10(2):S.tugas sbgmn dimaksud ps.10(1) berlaku unt jangka waktu 1 th Ps.11(1): dr/drg.yg bekerja di RS Pendidikan & sarana yankes jejaringnya,dlm melaksanakan tugas pddknnya dpt.memberikan pembimbingan/pelaksanaan/pengawasan unt melakukan tindakan kedokteran/ked.gigi kpd peserta penddkn ked/ked.gigi yg sedang mengikuti penddkn unt.melakukan yanmedis kpd pasien

Ps.11(2): Pelaksanaan yanmedis kpd pasien sbgmn dimaksud ps.11(1) dilakukan dibawah pengawasan & tanggungjawab pembimbing. Ps.12(1):dr&drg yg akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran/ked.gigi di suatu tempat,wajib memberitahukan kpd.Kadinkes kab./kota Ps.12(2):Pemberitahukan sbgmn dimaksud ps.12(1) dilakukan scr tertulis dg mengembalikan SIP kpd Kadinkes Kab/Kota dit4 tsb. Ps.12(3): Kadinkes Kab./kota sbgmn dimaksud ps.12(1),harus mengembalikan fc.STR yg dilegalisir asli oleh KKI milik dr/drg tsb segera setelah SIP dikembalikan Ps.13(1):dr/drg warga neg.asing dpt diberikan SIP sepanjang memenuhi persyaratan sbgmn dimaksud ps.2(2). Ps.13(2):selain persyaratan sbgmn dimaksud ps.13(1) juga harus : Telah melakukan evaluasi di PT di Indonesia berdasarkan permintaan tertulis KKI Memiliki s.izin kerja & s.izin tinggal sesuai ketentuan per.UUan Mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yg dibuktikan dg bukti lulus bhs Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia BAB III PELAKSANAAN PRAKTIK Ps.14(1):Praktik Ked.dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan berdasarkan hub.kepercayaan antara dr/drg dengan pasien dlm upaya pemeliharaan kes,peningkatan kes,pengobatan penyakit & pemulihan kes. Ps.14(2):Kesepakatan sbgmn dimaksud ps.14(1) merupakan upaya maksimal pengabdian profesi ked.yg hrs dilakukan dr&drg dlm penyembuhan & pemulihan kes pasien sesuai standar yan,standar profesi,standar prosedur operasional & kebutuhan medis pasien Ps.14(3): Upaya maksimal sbgmn dimaksud pd ps.14(2) adalah sesuai dg situasi & kondisi setempat Ps.15(1): Dr & drg dpt memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran/ked.gigi kpd perawat,bidan/tenaga kes tertentu lainnya secara tertulis dlm melaksanakan tindakan ked./ked.gigi Ps.15(2):Tindakan ked/ked.gigi sbgmn dimaksud ps15(1) harus sesuai dg kemampuan&kompetensi yg dimiliki & dilaksanakan sesuai ketentuan Per.UUan. Ps.16(1):Pimpinan sarana yankes wajib membuat daftar dr&drg yg melakukan praktik kedokteran di sarana yankes ybs. Ps.16(3):Pimpinan sarana yankes wajib menempatkan daftar dr&drg sbgmn ps.16(1) pada tempat yg mudah dilihat Ps.17(1):dr&drg yg telah memiliki SIP & menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran Ps17(3):Dlm hal dr&drg sbgmn dimaksud ps.17(2) berhalangan melaksanakan praktik dpt menunjuk dr&drg pengganti Ps17(5):dlm keadaan tertentu unt pemenuhan kebutuhan yan, dr&drg yg memiliki SIP dpt menggantikan dr.Sp/drg.Sp, dg memberitahukan penggantian tsb kpd pasien Ps.18(1):dr&drg yg berhalangan melaksanakan praktik/telah menunjuk dr pengganti sbgmn ps17(3) wajib membuat pemberitahuan Ps.19(1):Dr&drg dlm melaksanakan praktik ked.harus sesuai dg kewenangan&kompetensi yg dimiliki serta kewenangan lainnya yg ditetapkan oleh KKI Ps.19(2):Dr&drg dlm rangka memberikan pertolongan pd keadaan darurat guna penyelamatan jiwa/pencegahan kecacatan,dpt melakukan tindakan ked&ked.gigi diluar kewenangannya sesuai dengan kebutuhan medis BAB IV PENCATATAN & PELAPORAN Ps.20(1):Kadinkes Kab/Kota wajib melakukan pencatatan thd semua SIP dr&drg yg telah dikeluarkan

11

Ps.20(2):Catatan sbgmn ps.20(1) disampaikan scr berkala minimal 3 bln sekali kpd Menteri,KKI & tembusan kpd Kadinkes prop serta organisasi profesi setempat Ps20(3):Kadinkes Prop wajib melakukan pencatatan thd semua surat tugas dr Sp&drg.Sp.tertentu yg telah dikeluarkan. BAB V PEMBINAAN & PENGAWASAN Ps.21(1): Menteri,KKI,Pemerintah Daerah,& Organisasi profesi melakukan pembinaan & pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai fungsi,tugas & wewenang masing-masing. Ps.21(2):Pembinaan & pengawasan sbgmn dimaksud ps.21(1) diarahkan pd pemerataan & peningkatan mutu yan yg diberikan oleh dr & drg. Ps.22(1):Dalam rangka pembinaan & pengawasan Kadinkes Kab/Kota dpt mengambil tindakan administratif thd.pelanggaran peraturan ini Ps.22(2):Sanksi administratif sbgmn dimaksud ps.22(1) dpt berupa peringatan lisan,tertulis sampai dg pencabutan SIP Ps.23(1): Kadinkes kab/kota dpt mencabut SIP dr&drg dlm hal : a. atas dasar rekomendasi MKDKI b. STR dr/drg dicabut oleh KKI c. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIP-nya,dan d. dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi melalui sidang yg dilakukan khusus untuk itu Ps.24(1):Pencabutan SIP yg dilakukan Kadinkes Kab/Kota wajib disampaikan kpd dr&drg ybs dlm waktu selambat-lambatnya 14 hr terhitung sejak tgl keputusan ditetapkan Ps.24(2):Dalam hal keputusan dimaksud ps.23 huruf c&d tidak dapat diterima,ybs dpt mengajukan keberatan kpd Kadinkes Prop untuk diteruskan kpd Menkes dlm waktu 14 hr setelah keputusan diterima Ps.24(3):Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ps.24(2) meneruskan kpd MKDKI paling lambat 14 hr. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Ps.26(1): Dr&drg yg telah memiliki Surat Penugasan &/SIP berdasarkan Per.UUan sebelum berlakunya UU no.29 th.2004 ttg Praktik Kedokteran dinyatakan telah memiliki STR & SIP. Ps.27(1):Dr/drg yg telah memiliki SIP lebih dr 3 tempat praktik sebelum berlakunya UU.no.29 th.2004 harus menetapkan 3 tempat praktik yg dipilih sesuai peraturan yg berlaku. Ps.29(1):Surat Tugas yg diberikan kpd dr Sp./drg Sp.tertentu berdasarkan ketentuan Permenkes no.1419 th.2005 masih berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Ps.30: Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka Permenkes no 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter & Dokter Gigi dinyatakan tidak berlaku lagi

Pelanggaran ini sulit dipilah pilah apakah pelanggaran hukum atau pelanggaran etika atau bahkan hanya pelanggaran pribadi Contoh pelanggaran etik yang sulit dibuktikan : -over utilisasi alat canggih kedokteran di RS ndertreatment/pengobatan ala kadrnya Perpanjangan waktu rawat inap Futilisasi medik/kesia siaan penyakit yang sulit sembuh Pasien dumping/pemaksaan pasien pulang Pemimpongan pasien tidak mampu Penolakan terminal pasien Menahan-nahan pasien tidak segera merujuk Mengabaikan informed consent Mengabaikan rekam medis Dikotomi atau spiliting/komisi Tidak mengungkapkan medical error Menghalalkan tindakan medis yang tidak seharusnya/aborsi Memperkokoh ketertutupan medis/kebebasan otonom Memesang tarif tinggi Etika pelayanan medis : Hampir semua dokter yang diadukan pasiennya adalah dokter spesialis Bekerja diRS Ada juga dokter umu yang kurang hati-2 Kebaykan yang laris Dokter arogan kurang menjalin komuniskasi Pengadu merasa kurang dihormati hak-2nya Komplikasi penyakit dikira malpraktek Sebagian pengadu mengeluhkan mahalnya tarif RS Pengadu meojokkan dokter dgn mengadu lewat publik/surat kabar Tidak kurang mereka menggunakan jasa pengacara Sengketa medik dokter pasien meliputi Masalah kualitas pelayanan dan dugaan kesalahan Medical iatrogenesis error in judgment Dokter bermasala dapat dikelompokkan Kesalahan atau kecelakaan Watak yang menyebalkan annoying Perilaku tidak professional Dokter cacat Pelanggaran serius Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan Mengabaikan tanggung jawab profesional Peresepan tak bertanggung jawab Perilaku sexaul menyimpang Kecurangan akademik Pengiklanan diri RUANG LINGKUP ETIKA KEDOKTERAN Pertimbangan dan ususl pelaksanaan etika kepada pengurus IDI setingkat Bimbingan dan pengawasan etika kepada seluruh dokter PENANGANAN SENGKETA MEDIK - Identifikasi seluruh masalah keluhan utama pasein - Dokter teradu diminta untuk membuat kronology lengkap mengenai kasus itu - Menganalisa secara ilmiah dengan pertimbangan dari ahli terkait - Lakukan konfrontasi dengan pengadu upayakan damai BILA SAMPAI PENGADILAN Tidak jarang kasus sudah disidik polisi Dan dilimpahka kejaksaan Terus sampai pengadilan IDI dalam hal ini MKEK akan diminmta menjadi saksi ahli Keputusan dimajlis hakim Vonis sesuai undang-2 yang berlaku MENJADI PERJUANGAN IDI - Diadakan peradilan profesi - Samapi sekarang belum ada - Yang ada Peradilan agama Peradilan PTUN

MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN DALAM PENANGANAN PELANGGARAN ETIKA KEDOKTERAN DR. Chairul Z
ETIKA BERBEDA DENGAN HUKUM Bertujuan untuk kebaikan hidup pribadi Norma hukum bertujuan untuk mendamaikan hidup bersama Kode etik sebagai code of profesion conduct yang bersifat etika terapan Dalam kenyataan pasien yang kecewa terhadap pelayanan dokter akan menghadapi gugatan

12

Peradilan Militer Peradilan UMUM

MAJLIS KEHOMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA Disingkat MKDI Lembaga yang yang berwenang untuk menentukan ada dan tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi Dibentuk ditingkat Pusat dan provinsi Tugas MKDI - Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter yang diajukan - Menyususn pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran displin dokter - MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat provinsi Kedudukan MKDI - Sebagai lembaga otonoom dari Konsil Kedokteran Indonesia - Anggota-2 ditetapkan oleh Menteri atas usulan organisasi profesi - Masa bakti MKDI adalah 5 tahun dan dapat disusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan lagi Keanggotaan - Keanggotaan MKDI terdiri atas - 3 orang dokter dari organisasi profesi - 1 orang dokter dari asosiasi Rumah Sakit ( dalam hal ini PERSI) - 3 orang sarjana hukum Syarat-2 keanggotaan MKDI - WNI, berkelakuan baik, taqwa sehat - Usia ,inimal 40 maksimal 65 pada waktu diangkat - Minimal pengalaman praktek 10 tahun dan memiliki STR dan SIP - Bagi Sarjana Hukum berpengalaman minimal 10 tahun - Cakap jujur moral baik etika integritas tinggi reputasi baik MKDKP - Keanggotaan MKDKP terdiri atas - 2 orang dokter - 1 orang sarjana hukum - Semuanya atas ususlan dari organisasi profesi setingkat provinsi Tata kerja - Ada sekretariat tetap - Rapat pleno - Rapat koordinasi pimpinan Alur tata cara penanganan kasus pelanggaran - Pengaduan dari masyarakat -> verifikasi -> penetapan ketua MKDKI pemeriksaan proses dan pembuktian KEPUTUSAN - Penolaan - Peringatan tertutlis Rekomendasi pencabutan SIP Mengikuti Pendidikan Pelatihan Keputusan - Tidak bersalah - Bersalah dan pemberian sanksi disiplin - Ditemukan pelanggaran etika

13

Você também pode gostar