Você está na página 1de 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan pengetahuan banyak mempengaruhi

kehidupan manusia. Pola hidup tidak sehat seperti konsumsi makanan berlemak tinggi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, waktu kerja berlebihan, dan kurang berolahraga telah menjadi gaya hidup manusia terutama di perkotaan. Semua faktor di atas bersama-sama menyebabkan meningkatnya jumlah penyakit degeneratif, salah satunya adalah stroke.1 Stroke adalah tanda-tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral secara fokal ataupun global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam ataupun lebih, atau mengarah ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan, selain tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah ke otak (WHO, 1998).2 Hal ini dapat disebabkan iskemia (terhentinya suplai glukosa dan oksigen) karena trombosis, embolisasi atau disebabkan oleh hemoragia serebri. Akibatnya, daerah otak yang terkena tidak berfungsi dan menyebabkan defisit neurologis.3 Gangguan itu dapat berupa defisit lapang penglihatan (homonimus hemianopia, diplopia), defisit motorik (hemiparesis, ataksia, disartria, disfagia) ataupun defisit verbal (afasia ekspresif, afasia reseptif, afasia global).3 Di negara maju, stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga dan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Bahkan data dari seluruh dunia menunjukkan statistik yang lebih mencolok; penyakit jantung koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan (Murray, Lopez, 1999).4,5 Untuk kategori penyakit tidak menular, stroke menempati tempat pertama sebagai penyakit penyebab kematian tertinggi masyarakat perkotaan di Indonesia. Jumlahnya mencapai 15,9 persen dari proporsi penyebab kematian di Indonesia. Ada pergeseran yang nyata atas penyebab kematian masyarakat Indonesia. Dulu banyak disebabkan

penyakit infeksi, sekarang bergeser pada penyakit degeneratif (Riskesdas, 2008).6 Penderita stroke menunjukkan kenaikan setiap tahunnya.2 Di Amerika Serikat, setidaknya tiga perempat dari satu juta orang menderita stroke dan 150.000 (90.000 wanita dan 60.000 pria) mati karena stroke pertahunnya. Diperkirakan sekitar dua juta penderita stroke hidup di Amerika Serikat.7 Di Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada. Tetapi dari data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke yang seiring dengan semakin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah.8 Lebih dari 50 persen pasien di bagian saraf rumah sakit di Indonesia adalah penderita stroke.9 Diperkirakan dalam setiap tahunnya, di Indonesia ada 500.000 penduduk yang terkena serangan stroke. Sekitar 2,5 persen meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat, angka ini diperkirakan akan semakin meningkat di kemudian hari.10 Berdasarkan data di RSMH Palembang, terdapat 652 kasus stroke pada tahun 2006, 660 kasus stroke pada tahun 2007, dan 1090 kasus stroke pada tahun 2008.11 Stroke merupakan masalah kesehatan dunia yang besar, dan beban itu meningkat seiring dengan proses menuanya populasi.12 Namun sekarang, seiring dengan berjalannya waktu, ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia produktif bahkan di bawah usia 45 tahun.13 Orang yang berusia lebih dari 55 tahun memiliki risiko dua kali lipat untuk terkena stroke tiap dekadenya. Risiko di atas berlaku untuk stroke iskemik, namun risiko puncak stroke hemoragik berada pada rentang usia 44 hingga 55 tahun.14 Stroke umum terjadi pada pria ataupun wanita, namun lebih sering pada pria pada rentang usia 45 hingga 84 tahun.14 Di Amerika Serikat, perbandingan stroke antara pria dan wanita yakni 1,2:1. Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, dari data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus, jumlah pasien pria 53,8% dan pasien wanita 46,2%.2

Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan stroke adalah hipertensi, riwayat stroke sebelumnya atau transient ischemic attack (TIA), penyakit jantung, diabetes melitus, dislipidemia, dan merokok. Namun hipertensi adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang paling penting dari stroke.14 Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling banyak didapati pada pasien stroke. Angka hipertensi pada pasien stroke di rumah sakit seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 73,9%, di RSCM pada tahun 2001 adalah 74,6%, dan di RSMH pada tahun 2005 adalah 83,6%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa stroke menandakan penanganan hipertensi yang tidak efektif.9 TIA berisiko tinggi untuk terjadi serangan rekuren khususnya dalam hari pertama. Pasien yang mengalami TIA lebih lama dari 1 jam berisiko lebih tinggi untuk terkena stroke dibanding pasien yang mengalami TIA hanya beberapa menit. Simple risk score untuk menilai tingginya risiko stroke pada pasien TIA sangat berguna secara klinis. Rothwell et al telah mengembangkan dan mengesahkan sebuah simple risk score untuk memprediksikan stroke dalam 7 hari pertama setelah serangan TIA. Enam poin skor didapat dari (usia [>60 tahun=1], tekanan darah [sistolik >140mmHg dan/atau diastolik >90mmHg=1], gambaran klinis

[hemiparesis=2, gangguan verbal tanpa hemiparesis=1, lainnya=0], dan durasi gejala dalam menit [>60=2, 1059=1, <10=0]). Skor tersebut mempunyai nilai prediktif yang tinggi risiko terkena stroke dalam 7 hari pertama pada pasien dengan kemungkinan atau definitif TIA (p<0.0001). pada penelitian cohort pasien suspek TIA, 95% stroke terjadi pada 101 (27%) pasien dengan skor 5 atau lebih: pasien yang mengalami stroke dalam 7 hari adalah 0,4% pada 274 (73%) pasien dengan skor kurang dari 5, 12,1% pada 66 (18%) pasien dengan skor 5, dan 31,4% pada 35 (9%) pasien dengan skor 6.14 Penyakit jantung, khususnya fibrilasi atrial merupakan faktor risiko independen yang kuat untuk stroke iskemik. Stroke yang berhubungan dengan fibrilasi atrial (atrial fibrilasi=AF) biasanya mempunyai angka

mortalitas yang tinggi dan buruknya prognosis. Pada studi Framingham, risiko stroke iskemik hampir 5 kali lipat pada orang dengan AF. Namun bagaimanapun, risiko stroke bervariasi pada pasien-pasien dengan AF dan tergantung pada jenis kelamin, usia dan ada atau tidaknya faktor risiko risiko stroke lainnya; angka stroke pada orang dengan usia lebih dari 75 tahun tanpa riwayat stroke atau TIA berkisar 3,2 hingga 5,2 persen per tahun.14 Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa kontrol gula darah yang baik dapat menurunkan risiko stroke. Mengontrol level glukosa menurunkan risiko komplikasi mikrovaskular, namun tidak untuk

komplikasi makrovaskular, termasuk stroke. pada studi kohort prospektif, Northern Manhattan Study (NOMAS), menunjukkan bukti baru keuntungan mengontrol ketat kadar gula darah. Subjek penelitian dengan riwayat diabetes melitus menunjukkan peningkatan risiko stroke hanya ketika kadar gula darah puasanya meningkat. Pemberian statin pada pasien dislipidemia dengan diabetes melitus menurunkan risiko stroke 24 hingga 33 persen.14 Abnormalitas lipid berperan dalam proses aterosklerosis kranioserebral.15 Pada studi kohort prospektif, ditemukan hubungan positif antara level kolesterol serum dengan stroke iskemik, namun berhubungan negatif dengan perdarahan intraserebral. Usia, jenis kelamin dan faktor risiko vaskular lainnya dapat mempengaruhi hubungan tersebut. Sebuah meta-analisis pada 61 studi prospektif observasional menganalisis pengaruh kadar kolesterol total terhadap stroke dibedakan berdasarkan kelas usia, jenis kelamin dan perbedaan tekanan darah. Secara keseluruhan didapati hubungan yang lemah antara kolesterol total dengan angka kejadian stroke; hubungan positif hanya ditemukan pada kelompok usia 45-59 tahun untuk stroke iskemik dan kelompok usia 70-79 untuk stroke hemoragik.14 Studi obsevasional yang besar menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko independen untuk terkena stroke baik pada pria ataupun wanita. Sebuah meta-analisis dari 22 studi menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke (RR 1.5; 95% CI 1.41.6). Hubungan

jumlah konsumsi rokok dengan risiko stroke berada pada rentang RR 2.5 (114 batang/hari) hingga RR 3.8 (>25 batang/hari). Risiko stroke pada kelompok perokok dan non perokok berbeda berdasarkan jenis stroke, tertinggi pada perdarahan subarakhnoid (OR 2.9; 95% CI 2.53.5), hampir 2 kali lipat dari stroke iskemik (OR 1.9; 95% CI 1.72.2) dan tidak ada hubungan yang bermakna untuk perdarahan intraserebral (OR 0.7; 95% CI 0.61.0). Merokok merupakan faktor risiko yang baik untuk dimodifikasi pada stroke iskemik.14 Tingginya kasus stroke hendaknya menjadi perhatian baik kalangan medis maupun masyarakat. Upaya penanganan stroke seharusnya

dititikberatkan pada tindakan preventif, yaitu dengan mengendalikan faktorfaktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, penyakit jantung, dislipidemia, diabetes melitus, dan merokok. Data epidemiologi stroke tentang usia, faktor risiko dan gambaran klinis stroke diharapkan dapat digunakan dalam usaha memperbaiki pencegahan dan tatalaksana stroke, yang kemudian dapat mengurangi angka kematian maupun kecacatan akibat stroke. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui tentang angka kejadian, faktor risiko dan gambaran klinis pasien stroke di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin.

B.

Rumusan Masalah 1. Berapa angka kejadian stroke pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin? 2. Apa faktor-faktor risiko timbulnya stroke pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin? 3. Bagaimana distribusi faktor risiko usia, jenis kelamin, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, riwayat stroke sebelumnya, dislipidemia dan merokok pada pasien stroke yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin?

4. Bagaimana gambaran klinis pasien stroke yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin? 5. Bagaimana distribusi jenis stroke iskemik dan hemoragik berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dislipidemia dan merokok pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin?

C.

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien stroke di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sehingga dapat digunakan sebagai kajian dalam strategi penanganan stroke.

2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi angka kejadian stroke pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin. b. Mengidentifikasi faktor risiko yang dimiliki pasien stroke yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin. c. Mengidentifikasi distribusi pasien stroke berdasarkan usia, jenis kelamin, tingginya tekanan darah (hipertensi), ada atau tidaknya riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, riwayat stroke

sebelumnya, dislipidemia dan merokok pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin. d. Mengidentifikasi gejala klinis stroke pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin. e. Mengidentifikasi distribusi jenis stroke iskemik dan hemoragik berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dislipidemia dan merokok pada pasien yang dirawat di bagian saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin?

D.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data epidemiologi, bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam usaha pencegahan primer dan sekunder, strategi penanganan stroke, dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Você também pode gostar