Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Pengertian Cementing
B. Tujuan Penyemenan
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu Primary
Cementing (Penyemenan Utama) dan Secondary atau Remedial Cementing
(Penyemenan Kedua atau Penyemenan perbaikan).
1. Primary Cementing
Primary Cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan
setelah casing diturunkan ke dalam sumur. Sedangkan secondary
cementing adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan primary
cementing atau memperbaiki penyemenan yang rusak.
2. Secondary Cementing atau Remedial Cementing
Setelah operasi khusus semen dilakukan, seperti Cement Bond Logging
(CBL) dan Variable Density Logging (VDL), kemudian didapati kurang
sempurnanya atau ada kerusakan pada primary cementing, maka
dilakukanlah secondary cementing. Secondary cementing dilakukan juga
apabila pengeboran gagal mendapatkan minyak dan menutup kembali
zona produksi yang diperforasi.
Secondary cementing dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Squeeze
cementing, Re-cementing dan Plug-back cementing.
a. Squeeze Cementing
Squeeze Cementing
Squeeze Cementing bertujuan untuk :
Mengurangi water-oil ratio, water gas ratio atau gas-oil ratio.
Menutup formasi yang sudah tidak lagi produktif.
Menutup zona lost circulation.
Memperbaiki kebocoran yang terjadi di casing
Memperbaiki primary cementing yang kurang memuaskan.
Operasi squeeze dilakukan selama operasi pemboran berlangsung,
komplesi maupun pada saat workover.
b. Re-Cementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan
untuk memperluas perlindungan casing di atas top semen.
c. Plug-Back Cementing
Plug-back cementing dilakukan untuk:
Menutup atau meninggalkan sumur (abandonment well)
Melakukan directional drilling sebagai landasan whipstock, yang
dikarenakan adanya perbedaan compressive stregth antara semen
dan formasi maka akan mengakibatkan bit berubah arahnya.
Menutup zona air di bawah zona minyak agar water-oil ratio
berkurang pada open hole completion.
3. Klasifikasi Semen
API telah melakukan pengklasifikasian semen ke dalam beberapa kelas
guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan
digunakan. Pengklasifikasian ini didasari atas kondisi sumur dan sifat-sifat
semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur
tersebut meliputi kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan kandungan
yang terdapat pada fluida formasi ( seperti sulfat dan sebagainya). Tabel
12.1, Tabel 12.2 dan Tabel 12.3.
Tabel 12.1. Klasifikasi Semen
Tabel 12.2. Klasifikasi Semen
Tabel 12.3. Klasifikasi Semen
F. Teknik Penyemenan
1) Teknik Penyemenan Awal
1. Klasifikasi Casing
Setelah suatu operasi pemboran minyak/gas mencapai kedalaman
tertentu, maka segera dipasang casing guna memberi dinding yang
kuat pada lubang bor, mengisolasi suatu zona dengan zona lain,
menghindari terkontaminasinya air tanah oleh lumpur pemboran,
mencegah keguguran dinding, membuat diameter lubang pemboran
konstan serta menutup zona lost dan abnormal pressure. Berdasarkan
fungsinya, maka casing dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
Conductor Casing
Conductor casing adalah casing yang pertama kali dipasang pada
operasi pemboran. Ukuran casing berkisar antara 16" sampai 30"
dengan letak kedalaman maksimum sekitar 150 ft.
Fungsi conductor casing antara lain:
a. Untuk melindungi lubang dari gugurnya formasi yang lunak di
dekat permukaan karena akan tererosi oleh lumpur, jika tanah
disekitar cukup kuat dan keras maka tidak perlu dipasang.
b. Untuk melindungi drill pipe dari air laut yang korosive dan sebagai
tempat sirkulasi lumpur bor pada pemboran di lepas pantai.
Surface Casing
Surface casing adalah casing yang dipasang setelah conductor casing
dan disemen hingga ke permukaan.
Fungsi dari surface casing adalah :
a. Mencegah kontaminasi air tanah oleh lumpur pemboran.
b. Sebagai tempat pegangan (fondasi) bagi BOP.
c. Menahan berat casing string yang berikutnya.
Intermediate Casing
Suatu sumur bisa mempunyai lebih dari satu intermediate casing
tergantung dari kondisi geologis dan kedalamnnya. Pemasangan
intermediate casing bertujuan untuk menutupi zona-zona yang
mengganggu selama berlangsungnya operasi pemboran, seperti
sloughing shale, lost circulation, abnormal pressure, kontaminasi dan
sebagainya.
Production Casing
Production casing adalah casing terakhir yang dipasang pada formasi
produktif. Kadang-kadang production casing tidak dipasang sampai
ke permukaan karena alasan biaya agar lebih murah. Hal ini
menggunakan liner production casing.
Fungsi dari production casing adalah :
a.Memisahkan zona gas, zona minyak dan zona air, pada formasi
produktif.
b.Memelihara agar lubang tetap bersih.
c.Melindungi alat-alat produksi di bawah permukaan misalnya
pompa, packer dan lain-lain.
2. Prosedur Penempatan Semen
Prinsip operasi penyemenan ini adalah menempatkan adonan semen
(cement slurry) ke dalam annulus antara selubung dan lubang sumur,
dengan cara mensirkulasikan adonan semen tersebut melalui selubung
kemudian melalui casing shoe dengan menggunakan dua buah plug
(top dan bottom plug). Oleh karena itu primary cementing ini disebut
juga casing cementing.(gambar 12.51)
Agar diperoleh hasil yang maksimal dalam primary cementing maka
beberapa prosedur dibawah ini sebaiknya dilakukan yaitu :
1. Mengkondisikan lubang sumur, antara lain dengan reaming yaitu
pemboran kecil pada lubang yang telah ada untuk memperlebar
sedikit lubang atau meratakan dinding lubang pemboran.
2. Mengkondisikan lumpur dengan cara mengalirkan lumpur pada
saringan agar terlepas semua cuttingnya. Selain itu viskositas dan gel
strength dijaga supaya rendah, juga water lossnya harus rendah.
3. Memasang guide shoe dan float collar. loat collar sebaiknya
dipasang 30 ft diatas guide shoe untuk mencegah pendorongan yang
berlebihan (over displacement) pada cement slurry dan agar diperoleh
cement slurry yang baik disekitar casing shoe.
4. Memasang scratcher terutama untuk zona-zona permeabel guna
menghilangkan mud cake.
5. Memasang centralizer agar casing terletak di tengah- tengah
lubang. Lokasi pemasangan ditentukan dengan log dan spacingnya
diatur sekitar 60 - 90 ft.
6. Memakai adonan semen dengan densitas sedikit lebih besar dari
densitas lumpur mula-mula. Hal ini untuk mencegah blow out, lost
circulation dan over displacement. Semen yang dipilih harus sesuai
dengan tekanan dan temperatur formasi.
7. Memakai caliper log untuk mengukur diameter lubang pemboran
agar volume cement slurry bisa dihitung dengan tepat, lalu
ditambahkan sekitar 15-25% volume untuk keamanan (safety). Bila
dalam penentuan diameter lubang tidak dipakai caliper log, maka
untuk safety biasanya lebih besar yaitu sekitar 50-100%.
8. Menggunakan top plug dan bottom plug.
9. Memutar dan menggerak-gerakkan casing selama pendesakan
adonan berlangsung, lanjutkan sampai top plug menyentuh float collar
yaitu selesai pendesakan bubur semen.
10. Setelah penempatan semen selesai, periksa permukaan fluida di
annulus. Annulus harus selalu penuh dengan fluida.
11. Casing dijaga dalam keadaan tension pada saat penyemenan.
Setting time dapat diatur sesuai dengan kondisi yang ada.
12. Melakukan pressure test pada penyemenan tersebut sebelum
pemboran dilanjutkan kembali.
Ada beberapa macam teknik penempatan adonan semen ke dalam
annulus di belakang casing pada primary cementing, antara lain :
Cementing Through Casing
Cementing through casing disebut juga penyemenan normal, yang
biasa dilakukan pada conductor, surface, intermediate dan production
casing. Penyemenan ini dilakukan dengan metode satu tingkat (single
stage method) yang dilakukan dengan memompakan adonan semen
melalui casing shoe dan memakai top dan bottom. Ketika top plug
mencapai bottom plug terlihat kenaikan tekanan pompa yang tiba-tiba
di permukaan. Kenaikan tekanan yang tiba-tiba ini bisa dipakai
sebagai indikator bahwa pendesakan adonan semen telah selesai.
Stage Cementing
Stage cementing atau penyemenan bertingkat adalah penyemenan
yang dilakukan dalam dua atau tiga bagian. Teknik ini terutama
dilakukan pada production casing dari sumur-sumur yang dalam atau
dilakukan bila formasinya lemah sehingga dikhawatirkan tidak
mampu menahan tekanan kolom semen, sehingga terjadinya lost
circulation dapat dihindari.
Pada stage cementing ini dipakai peralatan tambahan yang disebut
"float collar", yaitu alat yang bisa membuka pada saat semen slurry
pertama ditempatkan di dalam sumur dan menutup pada saat semen
slurry kedua akan ditempatkan di atas slurry pertama.
Inner String Cementing
Bila diameter casing yang akan disemen berukuran besar, maka
penyemenan dapat dilakukan dengan memakai tubing atau drill pipe.
Prosedur ini dapat memperkecil waktu penyemenan dan volume
adonan semen yang dibutuhkan.
Cara penyemenannya adalah dengan menggantung selubung beberapa
feet dari dasar sumur kemudian adonan semen dimasukkan melalui
tubing yang ujungnya sampai ke level casing shoe dengan fluida
pendorong air. Annulus antara tubing dan selubung dipasang packer.
Ada dua metode dalam pemasangan packer ini yaitu bottom packer
method bila packer dipasang pada annulus tubing- casing pada bagian
bawah dan top packer method bila packer dipasang pada annulus
tubing casing bagian atas dan diisi air.
Outside or Annulus Cementing
Outside atau Annulus Cementing adalah metode penyemenan dengan
menggunakan pipa ukuran kecil (tubing) melalui ruang annulus antara
casing dan lubang sumur. Cara ini biasa dilakukan pada conductor
casing atau surface casing. Kadang-kadang annulus cementing ini
dipakai juga untuk pekerjaan perbaikan casing yang rusak. Casing
akan mengalami kerusakan bila gas tekanan tinggi bersama-sama
pasir dari lingkungan di sekitarnya bersentuhan langsung dengan
selubung sehingga selubung harus diperbaiki dengan penyem,enan
melalui annulus.
Metode ini bisa juga dipakai untuk mencegah lost circulation
(kehilangan semen) lebih lanjut ke dalam formasi yang lemah.
Metode ini dilakukan bila penyemenan pada zona lemah telah selesai
dan ditunggu sampai mengeras setelah itu baru melakukan operasi
penyemenan melalui annulus di atasnya.
Cementing Multiple String
Cementing Multiple String adalah penyemenan banyak string pada
formasi produktif dimana masing-masing string dilubangi
(perforation) untuk mengalirkan fluida produktif ke permukaan. Hal
ini dilakukan karena metode single atau konvensional komplesi secara
ekonomis tidak bisa dilakukan. Proses penyemenan masing-masing
string biasanya dilakukan satu demi satu dimana string yang pertama
kali dipasang adalah yang paling panjang. Beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan multiple string cementing adalah :
Mengkondisikan lubang sumur dan mengkondisikan lumpur
pemboran.
Merancang semen slurry seperti pada pekerjaan primary cementing.
String atau pipa yang akan disemen harus dapat dipakai untuk
komplesi dimasa yang akan datang. Selama penyemenan string harus
digerak-gerakkan naik turun (reciprocating).
Semen slurry harus mampu melewati ruang terkecil diantara string-
string yang ada dalam lubang sumur. Tiap-tiap string dipasang plug-
landing collar pada 15 sampai 25 ft di bawah interval zona produksi.
3. Liner
Untuk mengurangi biaya pada oprasi pemboran dalam, maka dipakai
liner untuk mengganti rangkaian selubung penuh. Liner ini sendiri
sama seperti selubung akan tetapi pendek dan digantung pada
selubung atau liner diatasnya. Sebagaimana selubung, liner ini juga
harus disemen. Kesulitan pada penyemenan ini terutama karena
kecilnya annulus disekitar liner, sehingga perpindahan lumpur
pemboran menjadi kurang baik. Untuk memperbaikinya digunakan
beberapa metode menggerakkan liner, seperti menggerakkan naik
turun (reciprocating) dan memutar (rotation) liner pada waktu
menyemen.(gambar 12.58)
Prosedur penurunan dan penyemenan liner secara umum adalah
sebagai berikut :
1. Sebelum diturunkan ke dalam sumur, batang-batang liner terlebih
dahulu disambung di meja putar.
2. Liner hanger dipasang di atas liner.
3. Liner diturunkan ke dalam sumur dengan memakai pipa bor yang
diikat dengan liner.
4. Batang-batang pipa bor ditambah di permukaan dan liner yang
lengkap diturunkan ke dalam sumur. Kecepatan penurunan liner bila
berada di dalam selubung dapat dilakukan sekitar 1 - 2 menit per
batang dan 2 - 3 menit per batang bila berada di dalam lubang
terbuka.
5. Kalau liner sudah berada pada kedalaman yang diinginkan, tetapi
sebelum penggantung diset, terlebih dahulu lumpur pemboran
disirkulasikan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya sirkulasi
sebelum liner digantung.
6. Penggantung diset kalau operasi penyemenan telah memungkinkan.
7. Semen dipompakan ke dalam sumur.
8. Penurunan pada indikator berat permukaan akan menunjukkan
bahwa operasi penyemenan telah selesai.
9. Pipa bor dicabut 4-10 batang atau di atas semen, dan untuk
mencegah migrasi gas maka tekanan di atas semen ditahan sampai
semen mengeras.
10. Pipa bor dikeluarkan dari sumur.
11. Setelah waiting on Cement telah tercapai kemudian semen yang
berlebih dibor keluar.
4. Teknik Penyemenan di Offshore
Prinsip penyemenan di offshore sama pada penyemenan sumur di
darat hanya saja diperlukan modifikasi dari peralatan yang dipakai
untuk penyesuaian dengan pekerjaan yang harus dilakukan pada
tempat yang terbatas di tengah laut. Misalnya Pneumatic Bulk
Handling System yang merupakan satu unit peralatan terdiri dari bulk
material, alat pencampur (mixer) dan pompa yang bisa dipindah-
pindahkan dengan mudah
5. Batasan Operasional
Perencanaan adalah dasar dari kesuksesan suatu penyemenan awal.
Mula-mula harus harus diketahui secara akurat kondisi lubang sumur
sebelum dilakukan cementing.
Perhitungan
Volume dari lubang bor harus diketahui dengan pasti, yang hal ini
bisa diketahui dengan menggunakan caliper log. Jika tidak tersedia
data caliper log maka volume semen yang dipersiapkan adalah leih
besar dari 50-100% dari volume lubang sumur yang telah diketahui
sebelumnya. Jika data volume didapatkan dari caliper log maka
volume semen yang disiapkan lebih kecil daripada jika tnpa
menggunakan caliper log (15-25% lebih besar dari volume lubang
sumur).
Kondisi Lubang
Keadaan dari lubang sumur seperti lost circulation, hole washouts
harus diketahui agar bisa didesain semen yang sesuai dengan kondisi
lubang tersebut. Lumpur pembortan harus didesain agar kegiatan
sementing bisa berjalan dengan baik.
Temperatur
Mengetahui Bottomhole Circulating Temperature (BHCT) adalah
sangat vital. Waktu pemompaan cement slurry adalah fungsi dari
temperatur lubang sumur.Temperatur juga bisa merubah sifat
rheology semen dan lumpur, seperti rejim aliran, efek tabung U, dan
juga tekanan gesekannya. Temperatur bisa diketahui dengan logging,
circulating temperature probes atau dengan simulasi matematika dari
sirkulasi temperatur.
Tekanan
Perlu diketahuinya tekanan dasar sumur adalah untuk kontrol sumur
dan juga suksesnya kegiatan penyemenan awal. Densitas dari slurry
ditentukan untuk mengontrol sumur dan juga menset kekuatan semen.
Densitas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan formasi menjadi
retak dan juga akan terjadi lost circulation.
Quality Control
Program quality control dilakukan dengan cara melakukan pengetasan
material-material yang akan digunakan dalam kegiatan sementing.
Kegiatan ini bisa dilakukan di laboratorium dengan kondisi-kondisi
yang sama dengan sumur yang akan disemen.
Pergerakan Casing
Pergerakan casing seperti reciprocating (naik turun), rotation
(memutar), atau keduanya akan meningkatkan kualitas dari proses
sementing. Pergerakan casing akan memecahkan daerah kosong di
lumpur yang akan mengakibatkan timbulnya cement channeling.
Cement Job Monitoring
Merekam parameter-parameter kritik selama sementing adalah sangat
penting. Mengetahui secara tepat tekanan, rate slurry, dan juga
densitas selama kegiatan sementing akan berguna untuk evaluasi
ataupun mengoptimalkan disain sementing untuk waktu yang akan
datang.
2) Teknik Penyemenan Perbaikan
1. Teori Squeeze Cementing
Squeeze cementing secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses
dimana bubur semen (cement slurry) didorong dibawah tekanan
sampai pada titik tertentu di dalam sumur untuk maksud-maksud
perbaikan. Salah satu persoalan yang paling utama pada sumur
minyak adalah mengisolasi air dibawah lubang sumur. Persoalan
diselesaikan dengan mempergunakan bubur semen dan tekanan
squeeze. Sekarang yang paling umum pemakaian dari pada squeeze
cementing adalah memisahkan zone penghasil hidrokarbon dari zone
yang menghasilkan fluida lainnya.
2. Teknik Penempatan Squeeze Cementing
Untuk menyelesaikan tujuan dilakukannya squeeze cementing diatas
hanya dibutuhkan volume semen yang relatif kecil, tetapi harus
ditempatkan pada titik yang tepat didalam sumur. Kadang-kadang
kesulitan utama adalah membatasi semen terhadap lubang bor. Untuk
itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan bubur
semen (cement slurry) dan pemilihan tekanan dan penggunaan
metode/teknik yang digunakan untuk berhasilnya pekerjaan.
Dua cara yang umum dikenal untuk penyelesaian penyemenan untuk
perbaikan yaitu :
1. Teknik tekanan tinggi. Teknik ini mencakup perekahan formasi dan
pemompaan bubur semen kedalam rekahan hingga tekanan tertentu
tercapai dan terlaksana tanpa kebocoran (bleed off). Biasanya
digunakan semen bersih (dengan fluid loss yang sangat tinggi).
Teknik ini mempunyai beberapa kerugian, hal mana diatasi dengan
teknik tekanan rendah.
2. Teknik tekanan rendah atau lebih dikenal dengan nama teknik
"semen fluid loss rendah". Teknik ini mencakup penempatan semen
diatas interval perforasi dan memberikan tekanan yang cukup
membentuk filter cake dari semen yang didehidrasi didalam perforasi
dan didalam saluran-saluran atau rekahan- rekahan yang mungkin
terbuka pada perforasi tersebut. Semen dengan fluid loss rendah (50 -
200 cc API) dan fluida 'clean work over" harus digunakan. Tingginya
tekanan squeeze pada teknik tekanan tinggi menyebabkan rekahnya
formasi, ini perlu diperhitungkan terutama pada saat mana rekahnya
formasi tidak diinginkan. Oleh karena itu teknik tekanan tinggi kurang
menguntungkan dan sering digunakan teknik tekanan rendah, dengan
mengontrol kehilangan filtrasi sangat rendah.Tekanan squueze yang
tingi, yang mula-mula dianggap perlu untuk squeeze, sekarang ini
tidak dilakukan lagi karena telah digunakan semen dengan
pengontrolan laju filtrasi (controlled filtration rate cement).
3. Bradenhead Placement Technique (No Packer). Dalam metode ini
semen dipompakan ke dalam casing melalui tubing atau drillpipe
dengan tidak memakai packer, mendesak fluida sumur masuk ke
annulus.
Penempatan Semen Langsung (Bradenhead Method)
Metode ini dipakai secara luas pada squeezing sumur- sumur dangkal,
untuk penyumbatan sumur dan kadang-kadang dipakai pula dalam
menutup zona lost circulation selama operasi pemboran.
4. Squeeze Tool Placement Technique. Teknik ini dibagi dalam dua
bagian yaitu metode retriaveble squeeze packer dan drillable cement
retainer. Pada metode retriaveble squeeze packer, digunakan packer
yang bisa diangkat kembali, sedangkan pada driiable cement retainer
digunakan packer yang tetap. Packer ini dipasang pada tubing sedikit
diatas puncak zone yang akan disqueeze. Metode ini lebih baik
daripada metode bradenhead karena metode ini membatasi tekanan
pada suatu titik tertentu dari sumur.
5. Running Squeeze Pumping Methods. Selama dilakukannya running
squeeze, cement slurry dipompakan secara kontinyu sampai tercapai
tekanan squeeze yang diinginkan (bisa dibawah atau diatas tekanan
rekah) tercapai. Sesudah pemopaan dihentikan, tekanan dimonitor,
jika tekanan masih dibawah yang dikehendaki maka perlu
dipompakan lagi cement slurry untuk menaikkan tekanan.
6. Hesitation Methods. Metode ini mencakup penempatan semen
dalam tahapan tunggal, tetapi membagi-bagi penempatan semen
alternatif pemompaan/periode menunggu bergantian. Keuntungan
memakai metode hesitasi adalah bahwa cara ini cenderung
meningkatkan pengontrolan pengumpulan padatan semen terhadap
formasi. Kecepatan pengumpulan ini diperoleh sebagai aturan umum
untuk segera menyelesaikan pekerjaan squeeze secara menyeluruh
dengan berhasil
3. Test Injeksi
Tes injeksi dilakukan dengan alasan :
Untuk memastikan bahwa perforasi telah terbuka dan siap untuk
dimasuki fluida.
Untuk mendapatkan perkiraan rate injeksi cement slurry.
Untuk memperkirakan tekanan ketika dilakukannya squeeze.
Memperkirakan banyaknya slurry yang digunakan.
Tes injeksi dilakukan dengan cara memompakan fluida (air atau mud
flush) ke dalam sumur. Asam harus diinjeksikan jika terdapat matriks.
4. Disain dan Persiapan Suspensi Semen
Compressive Strength (kekuatan tekan). Compressive strength dari
semen tidak selalu merupakan faktor penting pada perencanaan bubur
semen. Semen dengan kekuatan tekan 24 jam dari 500 sampai 1000
psi akan menyumbat perforasi dengan baik. Dari segi teknis, strength
semen harus memenuhi syarat-syarat : menahan pipa di lubang,
mengisolasi zone permeabel, menahan rekahan-rekahan permukaan
pada zone yang diinginkan.
WOC time (waiting on cement). Waktu menunggu pengerasan semen
(WOC) ditentukan oleh faktor temperatur sumur, tekanan, ratio air-
semen (WCR), compressive strength, retarder dan lainnya. Dalam
pengalaman di lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 4 - 12 jam
umumnya terlaksana antara perawatan (treatment) squeeze atau
setelah tekanan squeeze akhir dicapai.
Water Cement Ratio (WCR). Jika air yang diberikan kurang dari
minimum maka friksi diantara annulus bertambah dan ini jika
ditambah dengan tekanan hidrostatik semen akan dapat menyebabkan
formasi rekah. Juga dengan sedikitnya air, maka kehilangan air
walaupun sedikit di tubing collar sewaktu squeeze dapat
menyebabkan semen terhenti pada formasi permeabel yang lebih
dekat ke sumur. Tetapi pekerjaan plug back diperlukan WCR
minimum agar strength maksimal atau dalam menutup formasi-
formasi bertekanan tinggi, dimana SG dengan WCR rendah akan
dapat meningkat.
Densitas. Umumnya densitas semen dibuat hampir sama dengan
densitas lumpur.
Fluid Loss Control. Fluid loss pada semen murni sangat besar, jika
semen slurry murni bertemu dengan zone permeabel dimana mud
cake telah hilang. Umumnya fluid loss menurut API adalah :
200 ml/30 min untuk formasi yang sangat permeabel
100 - 200 ml/30 min untuk formasi low permeable
35 - 100 ml/30 min untuk formasi high permeability
Volume Slurry. Volume dari cement slurry tergantung dari panjang
interval yang akan disemen dan juga teknik penyemenan yang akan
digunakan.Pada low pressure squeeze hanya diperlukan slurry untuk
membentuk filter cake semen pada setiap saluran perforasi.
Untuk high pressure squeeze, yang dilakukan pada formasi yang rekah
diperlukan volume slurry yang lebih besar. Smith menyebutkan
beberapa rule of thumb :
Volume tidak boleh melebihi kapasitas running string
Dua sacks semen digunakan untuk interval perforasi sepanjang satu
feet.
Minimum volume adalah 100 sacks jika rate injeksi adalah 2 bbl/min
yang dapat dicapai sesudah break down, sebaliknya harus 50 sacks.
Viskositas Slurry. Slurry dengan viskositas yang rendah akan bisa
menembus lubang/rekahan yang kecil.
Spacers dan Washes. Ada dua faktor yang akan membuat berhasilnya
proses cementing yaitu :
Pembersihan dari perforasi dan ruang disekitarnya dari padatan yang
dibawa oleh fluida atau lumpur pemboran.
Menghindari kontaminasi pada cement slurry, yang akan
mengakibatkan berubahnya sifat slurry seperti fluid loss, tickening
time dan juga viskositasnya.
Biasanya kontaminasi cement slurry dihindari dengan cara
memompakan spacer air diatas dan dibawah semen. Bisa juga dengan
menggunakan chemical wash atau larutan asam lemah yang
diletakkan diatas slurry, dimana dipisahkan oleh fluida yang
kompatibel.
5. Prosedur Pelaksanaan Squeeze
Prosedur pelaksanaan squeeze yang umum dilakukan adalah :
1. Zone yang akan disemen diisolasi dengan menggunakan retrievable
packer atau dengan drillable bridge plug.
2. Perforasi dibersihkan dengan menggunakan perlengkapan pencuci
perforasi, atau dibuka kembali dengan teknik "back surging".
3. Peralatan pencuci perforasi diangkat dan jika metode drillable
squeeze packer dipilih maka dipasang peralatan circulating valve.
4. Menempatkan peralatan ke dalam sumur sampai pada kedalaman
yang diinginkan.
5. Semua pipa atau casing ditest dan formation breakdown ditentukan.
6. Dengan membiarkan circulating valve terbuka di atas retainer,
fluida spacer dimasukkan ke dalam pipa yang diikuti oleh slurry
kemudian spacer yang kedua, dan akhirnya oleh lumpur yang cukup
untuk memasukkan setengah dari fluida spacer yang pertama ke
dalam annulus.
7. Circulating valve ditutup dan formasi disqueeze.
8. Bila tekanan squeeze telah dicapai, maka tekanan tetap ditahan
beberapa menit. Bila formasi tidak pecah atau valve tidak bocor,
tekanan dapat dihentikan, circulating valve dibuka dan kelebihan
slurry dikeluarkan.
9. Jika kelebihan slurry tidak dapat dikeluarkan, maka semua
peralatan sebaiknya dicabut keluar.
Operasi dengan retrievable packer hampir sama dengan drillable
packer hanya alat yang dipasang dapat dilepas kembali untuk
digunakan pada operasi lainnya.
6. Aplikasi Squeeze Cementing
Proses squeeze cementing telah digunakan secara luas untuk maksud-
maksud :
1. Mengisi saluran perforasi atau saluran dibelakang casing dengan
semen untuk memperolwh kerapatan antara casing dan formasi.
2. Untuk mengontrol GOR yang tinggi.
3. Untuk mengontrol air atau gas yang berlebihan.
4. Untuk memperbaiki kerusakan casing.
5. Menutup zona lost circulation.
6. Untuk melindungi zone produksi dari migrasi fluida.
7. Mengisolasi zone produksi secara menyeluruh dan permanen.
8. Memperbaiki pekerjaan primary cementing yang rusak.
9. Mencegah migrasi fluida dari zone-zone atau sumur- sumur yang
ditinggalkan (abandoned).
7. Evaluasi Squeeze Cementing
Dua gejala yang sering menyebabkan hasil penyemenan menjadi tidak
sempurna adalah timbulnya "channeling" dan "micro annulus".
Channeling adalah gejala yang timbul bila semen berhasil menempati
ruang annulus tetapi tidak seluruhnya mengelilingi selubung dan
mengisi penuh ruang annulus. Sedangkan micro annulus merupakan
rongga kecil yang terbentuk antara selubung dengan semen atau
antara semen dengan dinding formasi. Gejala tersebut menyebabkan
kualitas ikatan (bounding) semen menjadi jelek.
Jenis-jenis tes yang dilakukan untuk mengevaluasi squeeze cementing
adalah :
Acoustic Log
Jika tujuan squeeze untuk memperbaiki primary cementing maka
normal cement log dirun untuk mengevaluasi hasil dengan cara
membandingkan hasil log sebelum dan sesudah dilakukan squeeze.
Radioactive Tracers
Material radioaktif ditambahkan ke dalam cement slurry dan dengan
survey tracer (penjejak) bisa diindikasikan apakah semen berada di
tempat yang diinginkan.
Kekerasan Semen
Suman dan Ellis(1977) menyatakan bahwa didalam kegiatan squeeze
dimana semen dibor, merupakan indikasi berhasil atau tidaknya
penyemenan dengan mengamati cutting semen tersebut. Jika cutting
semen tersebut keras maka menandakan bahwa hasil squeeze baik,
jika tidak keras atau ada ruangan maka mengindikasikan bahwa
squeeze gagal.
Profile Temperatur
Goolsby(1969) mengevaluasi hasil squeeze pada sumur injektor air
dengan cara membandingkan antara profile temperatur sebelum dan
sesudah dilakukannya squeeze.
8. Penyebab Kegagalan
Cement Slurry Menembus Pori Batuan
Hanya campuran air dan substansi yang terlarut menembus pori,
ketika padatan terakumulasi di permukaan formasi dan membentuk
filter cake. Dibutuhkan permeabilitas yang lebih besar dari 100 Darsi
agar butiran semen bisa menembus matrik batuan pasir. Hanya ada
satu jalan slurry menmbus formasi yaitu melalui rekahan atau melalui
lubang yang besar.
Tekanan tinggi yang diperlukan untuk mendapatkan squeeze yang
baik.
Jika tekanan rekah formasi diperbesar, akan terjadi kehilangan kontrol
dari penempatan slurry, dan slurry akan memasuki daerah yang tidak
diinginkan. Tekanan tidak akan menolong menempatkan slurry pada
semua lokasi yang diinginkan.
Plugged Perforations
Adanya mud cake, debris, scale paraffin, pasir formasi dan lain
sebagainya dapat terakumulasi di lubang perforasi sehingga
menyebabkan lubang perforasi tertutup. Goodwin (1984) menyatakan
bahwa pada sumur produksi, perforasi pada bagian atas selalu terbuka
sedangkan pada bagian bawah tertutup. Squeezing dengan kondisi
seperti itu akan mengakibatkan kegagalan, karena fluida formasi
masih tetap mengalir melalui formasi yang tertutup tadi (plugged
perforations).
Lokasi Packer Yang Tidak Tepat
Packer diset terlalu tinggi diatas perforasi, cement slurry menjadi
terkontaminasi seperti fluida komplesi. Sifat slurry seperti fluid loss,
thickening time dan viskositas akan berubah oleh kontaminasi tersebut
dan penempatan slurry akan berubah.
Shryock dan Slagle (1968) merekomendasi bahwa squeeze packer
diset tidak lebih dari 75 ft (23 m) diatas perforasi. Suman dan Ellis
(1977) mere-komendasi bahwa packer diset diantara 30 dan 60 ft dari
perforasi.
High Final Squeeze Pressure
Tekanan akhir yang tinggi tidak akan menaikkan tingkat keberhasilan;
akan tetapi sebaliknya akan meningkatkan kemungkinan merekahnya
formasi, dan hal ini akan menghilangkan kontrol pada waktu
penempatan semen.
9. Teknik Penempatan Penyekat (plug)
Cement Plug adalah menempatkan cement slurry dengan volume yang
relatif kecil di dalam lubang sumur yang bertujuan untuk :
Menutup sumur
Mencegah lost circulation selama operasi pemboran
Untuk sidetrack (tempat pembelokan) pada permulaan dilakukannya
pemboran berarah.
Menyediakan tempat untuk tes openhole
Ada tiga teknik untuk penempatan cement plugs :
Balanced plug
Dump bailer
Two-plug method
G. Peralatan Penyemenan
1. Material Semen
Material Semen
Material yang digunakan dalam kegiatan penyemenan terdiri dari :
Semen
Portland semen digunakan selama kegiatan sementing berlangsung. Bahan
tersebut halus dan merupakan bubuk yang sangat reaktif. Portland semen
biasanya disimpan dalam silo pada lokasi dimana akan dilakukan kegiatan
penyemenan.
Air Fresh water dipakai untuk menyemen sumur di darat, sedangkan sea
water untuk sumur di lepas pantai. Kadang- kadang fresh water sering
tidak berada dalam kondisi yang benar-benar fresh/murni, yang hal ini bisa
juga mempengaruhi kemampuan dari sistem semen.
Dry cement additives
2. Peralatan Permukaan
Mixer
Alat ini pada prinsipnya adalah mempertemukan cement slurry dan air
dengan kecepatan yang sangat tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi
sehingga timbul aliran turbulensi yang menjadikan proses pencampuran
menjadi sempurna.
Pompa Semen
Pompa Semen
Pompa semen dipakai untuk pemompaan bubur semen ke dalam sumur.
Pompa yang biasa dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau
single acting triplex pluner pump. Plunger pump adalah biasa dipakai
karena rate slurry yang keluar lebih seragam dengan tekanan yang cukup
besar. Kadang-kadang pumping dengan recirculating mixer dijadikan satu
dalam satu kesatuan tempat yang mudah dipindah-pindahkan. Ini disebut
sebagai mobile cementing equipment.
Casing Cementing Head
Alat ini berfungsi sebagai media penghubung antara pipa penyemenan dari
pompa semen ke casing dan sebagai tempat untuk menempatkan plug (top
dan bottom plug). Dengan adanya casing cementing head ini maka lumpur
dapat disirkulasikan oleh desakan bottom plug sampai ke dasar casing lalu
diisikan bubur semen di atasnya sebelum pendesakan oleh top plug
dimulai.
H. Cement Testing
1. Hydraulic Testing
Test ini umumnya untuk menguji isolasi yang terjadi di lubang bor.
Hal ini dilakukan setelah dilakukan operasi primary cementing, bila
zone air terletak dekat dengan zone minyak atau gas yang akan
diproduksi, atau dapat dilakukan setelah remedial cementing.
Berbagai type pengujian dapat dilakukan, umumnya menggunakan uji
tekanan (pressure testing) dan Dry testing.
2. Pressure Testing
Umumnya test ini dilakukan setelah penyemenan surface atau
intermediate casing telah dilakukan, dimana casing shoe telah dibor.
Tekanan di dalam casing ditingkatkan menjadi lebih tinggi dari
tekanan yang akan diderita pada titik ini selama operasi pemboran
berikutnya. Casing shoe bila tidak tahan menahan tekanan
menunjukkan operasi penyemenan yang buruk dan remedial
cementing harus dilaksanakan.
3. Dry Testing
Dry testing semacam DST yang khusus untuk menguji penyekatan
semen. Dry testing umumnya digunakan untuk menguji keefektifan
dari squeeze cementing, atau penyekatan semen di atas liner.
Sementara tujuan utama dari DST adalah untuk mengevaluasi
kandungan lapisan berdasarkan rate dan tekanan. Pengujian dry test
dikatakan berhasil bila tidak terjadi perubahan tekanan selama
penutupan sumur.
4. Temperatur dan Nuklir Log
Temperatur Log
Temperatur log juga kadang-kadang dipakai untuk mengevaluasi hasil
penyemenan, biasanya digunakan untuk pengujian primary cementing,
yaitu untuk mendeteksi kedudukan puncak semen (lihat gambar
12.66). Temperatur log juga digunakan untuk mendeteksi bagian
semen yang bocor dan channeling.
Nuclear Logging
Dalam industri perminyakan, sangat praktis bila dilakukan
penambahan radioaktif sebagai tracer, sehingga dengan menggunakan
detector kita dapat men-trace posisi dan kedudukan semen dalam
annulus casing-lubang bor.
5. Gelombang Acoustic
Karakteristik Gelombang Acoustic
Acoustic berkaitan erat dengan karakteristik perambatan gelombang
suara (sound wave). Pada hakekatnya perambatan gelombang suara
ini merupakan proses compression (penekanan) dan refraction
(pengembangan) molekul- molekul gas atau cairan atau sebagai proses
squeezing (pemerasan) dan stretching (perentangan) struktur butiran
padatan.
Karakteristik Acoustic Formasi
Sifat-sifat dasar formasi memiliki pengaruh pada acosutic log. Untuk
maksud-maksud evaluasi semen dikenal istilah fast formation dan
slow formation. Kedua istilah ini berkenaan dengan kecepatan suara.
Suatu formasi dikatakan sebagai fast formation apabila kecepatan
perambatan gelombang suara yang melaluinya lebih cepat dari pada
yang melalui casing, yakni memiliki perambatan (T) kurang dari 57
mu s/ft. Sedangkan suatu formasi disebut sebagai slow formation
apabila kecepatan perambatan gelombang suara yang melaluinya lebih
rendah dari pada yang melalui casing T 57 mu s/ft.
Karakteristik Acoustic Semen
Response acoustic logging sangat tergantung pada sifat- sifat acoustic
dari semen keras. Sifat-sifat acoustic beberapa batuan dapat diketahui,
namun akan lebih sulit untuk mengetahui karakteristik acoustic dari
semen, karena fisik semen akan berubah terhadap waktu. Akibat
perbedaan yang mendasar ini, membuat analisis logging menjadi
krisis untuk beberapa kasus. Response logging akan berubah terhadap
waktu, karena sifat-sifat fisik semen juga berubah. Dengan terjadinya
semen yang tidak berada pada keadaan fisik yang sama di sepanjang
string casing, akan mengakibatkan perbedaan yang menyolok pada
response logging untuk string yang panjang, dimana terjadi perbedaan
temperatur antara bottom dan top semen.
6. Metode Acoustic Logging
Cement Bond Logging
Cement Bond Logging atau CBL merupakan metode yang sudah
dikembangkan sejak 30 tahun yang lalu dan merupakan metode yang
masih sering digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan penyemenan.
Gambar 12.68 berikut menggambarkan konfigurasi peralatan CBL
dengan satu transmitter dan dua receiver yang keduanya dibuat dari
piezoelectric ceramic.
Cement Bond Tool
Cement Bond Tool (CBT) merupakan metode evaluasi kualitas semen
yang merupakan pengembangan dari CBL. CBT dikenal juga sebagai
Ratio Bond Tool (RBT) atau attenuation - ratio log. Peralatan CBT
didisain dengan 3 receiver yang dipasang di antara dua transmitter
atas dan di bawah. Selain itu juga dilengkapi dengan centralizer.
Prinsip pengukuran CBT hampir sama dengan prinsip pengukuran
CBL, yakni merekam harga transit time dan gelombang/attenuation
dari gelombang acoustic 20 kHz yang dipancarkan oleh transmitter
setelah merambat melalui dinding casing dan fluida lubang bor.
Namun karena CBT memiliki 2 receiver utama R2 dan R3 di antara
transmitter T1 dan T2, terdapat perbedaan dalam perhitungan respon
yang diterima CBT.
Cement Evaluation Tool
PengukuranCement Evaluation Tool atau CET merupakan metoda
yang telah dikembangkan dalam upaya memperbaiki kekurangan yang
terdapat pada metode sebelumnya. Metode ini dikenal pula sebagai
Ultrasonic-Pulse-Echo Log atau Pulse Echo Tool.
Alat ini terdiri atas rangkaian delapan tranducer ultrasonic yang
dipasang disekeliling alat secara helik dengan spasi antar tranducer
4500 (gambar 12.86). Selain itu ditempatkan transducer kesembilan
yang digabungkan secara aksial dan diarahkan pada cermin acoustic
yang ditempatkan pada jarak tertentu didepan transducer sehingga
dapat digunakan sebagai referensi ukuran kecepatan suara pada setiap
waktu di dalam fluida pemboran. Seperti pada metode yang lain, pada
alat ini juga dilengkapi centralizer.